Mereka berdua sudah sampai di parkiran motor, Asep membawa motor Trail milik Anthony. Meskipun singkat Vanya sudah mendapatkan banyak kenangan dengan motor itu.
Perjalanan menuju restoran itu cukup jauh, jalanan macet karena ada kecelakaan di perempatan lampu merah. Untungnya Asep naik motor, sehingga kemacetan itu tidak menghambat perjalanan mereka.“Itu Sep restorannya!! Yang di sebelahnya pas restoran ayam laos itu!!” seru Vanya, lalu dia menengok ke sisi kanan untuk melihat apakah masih buka, karena tinggal 15 menit lagi restoran tutup.
 
“Loh, mana Vanya, Sep?” tanya Anthony ketika Asep baru saja tiba di rumah sakit. “Aku tadi diminta non Vanya pulang dulu, Bang. Katanya dia sudah merasa aman ketika tiba di restoran masih banyak pegawai yang belum pulang,” jawab Asep, dia duduk di kursi yang tidak jauh dari ranjang pasien Anthony. “Aku tadi juga sudah bilang, Bang. Kalau ada apa-apa aku minta non Vanya untuk menghubungiku,” imbuh Asep. Anthony menepuk jidat, dia tahu jika Vanya selama beberapa hari ini tidak memegang ponsel, ketika ditanya jawabnya hilang tidak tahu kemana. “Kenapa Bang?? Apa aku melakukan kesalahan?” tanya Asep bingung saat melihat ekspresi Anthony yang seperti orang menyesal. “Pastinya Sep, kamu itu disuruh jaga non Vanya juga, malah ditinggal,” timpal Danang, lalu dia bertanya ke Anthony, “Benar begitu tidak, Bang?” “Ehmm!!! Ta
Waktu menunjukkan pukul 23.30, tapi Vanya belum kembali juga ke rumah sakit. Anthony sudah ingin saja melepas selang infus yang berada di tangannya, lalu mencari Vanya dan mengajaknya pulang. “Vanya, kamu dimana?? Apakah terjadi sesuatu denganmu?” gumam Anthony yang tidak bisa tenang menunggu kedatangan Vanya. Suasana malam di rumah sakit sudah sunyi dimana petugas setengahnya sudah beristirahat, pengujung juga berkurang. Hanya pasien yang merasa tidur tidak nyaman walaupun harga sewa kamarnya melebihi harga sewa hotel. “Vanya!! Vanya!! Padahal aku sudah mencegahmu tadi, baru saja kita bisa bersama kenapa pasti ada saja rintangan,” gerutu Anthony yang kadang merasa lelah harus berhadapan dengan Purnomo lagi dan lagi. “Aku tidak boleh tinggal diam sebelum kesalahan fatal terjadi,” gumam Anthony, dia pun melepas jarum infus yang berada di tangan dengan hati-hati sup
“Mbak, tolong kamar VIP 103 infusnya sudah habis. Tadi saya sudah memencet bel berulang kali, tapi perawat tidak kunjung datang. Tolong kesana segera ya!!!” kata wanita kepada perawat yang ruangannya tidak jauh dari ruang administrasi. Anthony yang masih berada di meja administrasi itu menoleh ke wanita yang sedang komplain, dia seperti melihat seseorang yang dikenalnya. Ketika wanita itu hendak kembali ke kamar pasien, Anthony segera mengikutinya dari belakang. “Mbak!!!” panggil Anthony. Wanita itu menoleh, dia terkejut melihat Anthony dan bertanya, “Kamu?? Pri tampan temannya Vanya ya?” “Iya Mbak, saya Anthony. Siapa yang sakit, Mbak?” tanya Anthony balik.
Pintu kamar hotel sudah dibuka oleh Purnomo, dia melihat Vanya kaki dan tangannya terikat ke belakang dengan bagian kepala ditutup oleh karung berwarna hitam.“Kamu mau bercerai?? Aku kabulkan, asal layani aku sampai puas!! Hehehe,” ucap Purnomo sambil mengusap kedua tangannya.Purnomo tidak melepas ikatan tangannya ataupun membuka karung yang menutupi kepala itu, justru dia membuka pakaian kemeja yang dikenakan Vanya, itu pun tidak sempurna. Asal Purnomo bisa memegang dada dan melihatnya saja sudah cukup. Kemudian diia menurunkan resleting celana Vanya serta membaringkan tubuhnya.Dengan brutal Purnomo mencumbui setiap senti tubuh yang setengah telanjang itu, dia memainkan buah dadanya. Akan tetapi dia tidak meneruskan penyat
Suara ketukan pintu itu membuat Vanya memberontak dalam pelukan Anthony, Anthony terpaksa melepas pelukannya dan melihat siapa yang datang. “Selamat pagi, kunjungan dokter untuk pasien atas nama Anthony,” kata perawat yang mengernyitkan dahi ketika tahu ranjang pasien dalam keadaan kosong, lalu dia mengajukan pertanyaan kepada Anthony dan Vanya, “Maaf mbak, mas. Pasiennya dimana ya?” Dokter yang berada di depan perawat itu menunggu jawaban atas pertanyaan perawatnya. “Saya pasien yang bernama Anthony itu, Mbak,” jawab Anthony. “Waduh!! Kenapa sudah lepas infus?? Sini mas naik ranjang dulu mau diperiksa? Jika memang sehat bisa langsung pulang,” kata Dokter. “Baik, Dok. Mohon waktunya sebentar,”
“Kak Sean kapan nikah?” tanya Bondan. Siang ini mereka berdua sedang berjalan di koridor rumah sakit untuk menjenguk Anthony. Mereka belum tahu jika Anthony sudah keluar dari rumah sakit. “Kenapa emang?? Kamu punya kakak cantik yang melebihi Vanya?” ketus Sean tanpa melihat Bondan, dia berjalan begitu saja tanpa peduli Bondan mengejarnya. Ketika Bondan sudah berada di samping Sean barulah dia berkata, “Hah!! Hah!! Kak Sean cepat sekali jalannya!!” gerutu Bondan, dia sudah berada di dalam lift yang hanya ada mereka berdua. Kemudian Bondan menjawab perkataan Sean, “Punya, adik perempuan Kak, tapi masih SD, Wkakaka. Perasaan kak Sean sekarang jadi lebih memperhatikan kak Vanya ya?”
Weekend di rumah Purnomo tidak banyak berubah, Anita masih di rumah sakit menunggu ayahnya. Sedangkan Mawar sejak hamil jarang keluar rumah, Purnomo senang akan hal itu.Purnomo memberi perhatian khusus kepada Mawar setelah tahu hamil. Dia tidak tahu jika Mawar mengandung anak Arka, kekasih gelap istri ketiganya.“Sayang, lama menunggu tidak?” tanya Purnomo yang sudah membawa lontong sayur permintaan Mawar.“Lama sekali, Mas. Aku sudah lapar ni!!” protes Mawar, di
Satu minggu sudah setelah Vanya hilang, hidup Anthony berubah. Tubuhnya sehat, makan jika ingat saja, bisnis masih berjalan akan tetapi dia jarang berkumpul bersama dengan Sean dan yang lain. Waktu dia habis gunakan untuk mencari Vanya, pulang ke rumah hanya untuk tidur, mandi dan mengecek bisnis dan selebihnya di luar. “Ndan, nanti catat saja pengiriman botol bekas hati ini. Aku mau pergi dulu,” kata Anthony. “Iya, Kak,” jawab Bondan yang sibuk dengan tablet yang dia pegang. Dia sudah menjadi kepercayaan Anthony untuk mengelola keuangan bisnis. Anthony cepat perginya sampai Bondan yang mau bertanya lagi saja sudah tidak mempunyai kesempatan. “Hah!!! Mau sampai kapan kak Anthony seperti itu?” keluh Bondan sambil melihat pung
“Ya ampun!! Kasihan sekali orang tua mempelai wanita,” kata ibu Bondan seperti mewakili sebagian besar pertanyaan tamu yang lain.“Kita tidak tahu duduk perkaranya, Buk. Jangan berkomentar dulu, kita lihat saja,” timpal Bondan.Suasana tegang itu masih berlangsung, penghulu yang ada disana juga masih menyaksikan sampai lupa tujuannya datang di acara Anthony hari ini.Airmata Vanya mengalir deras, memalingkan muka tidak kuat untuk melihat kedua orang tuanya. Hatinya masih keras sampai tangannya disentuh oleh Dylano dengan tinggi hampir menyamainya.“Kak Vanya apa kabar? Dylano merindukan kakak,” ungkap Dylano yang menggenggam tangan Vanya.Anthony melepas rangkulannya, dia membantu Sonya
Hari bahagia Vanya dan Anthony tiba, mereka menggelar acara resepsi di outdoor sebuah danau yang suasananya mirip puncak. Semua sudah sibuk dengan tugas masing-masing, memanglah tidak banyak tamu yang mereka undang. Hanya kalangan teman Anthony seperti Danang bersama keluarganya, Bondan, Asep, Jon juga begitu.Tidak terkecuali dengan Junet dan kepala koki, semua nampak bahagia menunggu acara pernikahan itu dimulai.Bukit ditumbuhi berbagai pohon yang diantaranya pinus terlihat segar, lantai beralaskan rumput didekor sedemikian cantik khas ala pengantin. Tidak luput kursi pengantin lengkap dengan meja untuk melakukan akad nikah.“Wahhh!!! Lihat Anthony sudah datang!!” seru Junet berdecak kagum, dia melihat ketampanan Anthony keluar dengan balutan setelan jas hitam dengan dasi kupu
“Kak, kemana kak Sean?? Kenapa selama 3 hari aku tidak melihatnya?” tanya Bondan, dia sedang menyerahkan laporan keuangan kepada Anthony.Anthony masih belum menjawab, dia mengamati hasil laporan tersebut yang profitnya 3 kali lipat dari bulan-bulan sebelumnya.“Ini benar laporan bulan ini, Ndan?” tanya Anthony mengalihkan pembicaraan tentang Sean.Malam itu Anthony tidak berhasil menemukan Sean, ketika dia berhenti di pangkalan ojek sudah tidak melihat siapa-siapa lagi. Anthony juga berusaha menghubungi nomor ponsel Sean, bahkan pergi ke tempat kerjanya, akan tetapi dia juga tidak menemukannya.“Benar Kak, aku sudah menelitinya sampai 3 kali, ternyata ada peningkatan saat kita setor kardus dan dupleks, sedangkan di gud
Seminggu setalah pesta kecil malam itu, Anita mendapatkan sebagian harta milik Purnomo yang terbukti aman dari penggelapan pajak, berupa rumah dan tanah, kecuali semua bisnis dan rekening bank untuk transaksi korupsi.“Ibu Anita, anda yang masih berstatus menjadi istri sah pak Purnomo, semua harta yang bersih ini jatuh ke tangan anda, silahkan tandatangani diatas surat kuasa ini,” kata pengacara keluarga Purnomo.Anita tersenyum sambil menerima surat yang disodorkan pengacara, dia tenang karena masih beruntung mendapatkan sedikit harta untuk mengurus kedua orang
“Pengacara senior Jocelyn menunjukan eksistensinya, dia kembali melaporkan tersangka dengan kasus berlapis yang dilakukan oleh seorang pejabat pemerintahan terjerat banyak kasus berat diantaranya penggelapan pajak, kasus korupsi, kekerasan dengan istri-istrinya yaitu Purnomo harus rela dicopot dari jabatannya dan menjalankan sidang untuk menunggu vonis hukumannya.”“Kami berhasil mewawancarai singkat saksi kasus korupsi yang sedang menjerat Purnomo. Simak wawancara eksklusif kami,” kata pembawa berita.“Selamat malam bapak Avan, terimakasih sudah bersedia diliput di acara televisi kami. Menurut keterangan dari penyidik anda adalah orang yang dengan kesukarelaan mengajukan diri sebagai saksi, apakah anda mengetahui perbuatan Purnomo secara langsung?” tanya pembawa berita.&nbs
Arka tahu ketika Mawar digotong masuk kamar yang sama dengannya, dia tidak bisa mengumpat lantaran mulutnya tersumpal serta tertutup lapban.Asep tertawa melihat penderitaan Arka, dia sudah sangat menantikan penderitaan di wajah lain, yaitu wajah Purnomo.Sebuah pisau tajam di lemparkan Anthony tepat di belakang tangan Arka yang terikat, lalu dia berbicara, “Akhiri sandiwaramu dan akui bahwa anak dalam kandungan Mawar itu adalah anakmu!!”“Aku beri kau kesempatan untuk melepaskan ikatan dengan pisau itu!! Jika kau bisa keluar dari sini, aku biarkan kau bisa hidup bahagia bersama Mawar,” ungkap Anthony.“Ugh!!! Ugh!!” Hanya suara itu yang keluar dari mulut Arka, dia tidak berdaya dan membiarkan Anthony beserta anak buahnya pergi
Rencana berikutnya adalah menculik Mawar, di dalam perjalanan menuju rumah Purnomo Anthony tidak menjawab serius pertanyaan Vanya, alhasil Vanya cemberut saja sambil menyilangkan kedua tangannya.“Bagaimana semalam?? Apakah tidurmu nyenyak?” tanya Anthony sambil melirik Vanya, lalu dia kembali memandang jalan.Anthony kembali menoleh untuk melihat Vanya, karena dia tidak kunjung berbicara. Anthony gemas setiap melihat tingkah laku Vanya, pengennya dia peluk dan ciumi.“Sayang, jangan cemberut gitu!! Nanti kamu tambah cantik loh!!” bual Anthony sambil membelai pipi Vanya.Vanya tampak menahan senyum, lalu dia kembali cemberut lagi untuk meneruskan sandiwaranya. Anthony semakin kuatir ketika rayuan tidak mempan membuat suasana
“Siapa kalian?” teriak Arka yang berjalan mundur masuk rumah sewa.Arka panik luar biasa dimana tidak ada yang bisa dilakukan, dia sudah melawan 2 orang berwajah seram itu, akan tetapi dia kalah. Mau minta tolong juga tidak ada orang, karena rumah sewanya berada di pinggir sungai besar pengairan kota yang kebetulan tetangga kanan kirinya adalah karyawan dengan jam lembur tinggi.“Berlutut!!! Dan jangan melawan jika kamu tidak pengen lecet!!” perintah seorang pria.Arka yang ketakutan ini segera berlutut berharap dia tidak kena pukul, tindakan yang naif itu membuatnya pingsan ketika salah seorang memukul tengkuknya. Dia jatuh tergeletak di lantai dingin begitu saja.&ldqu
Purnomo kembali dari mencari makan siang, suasana yang dia tangkap sanggatlah ganjil. Semua staff memandanginya sambil berbisik bahkan terdengar kata-kata pedas yang terucap.“Itu ya pejabat yang suka pencitraan itu!!! Ahh!!! Pantas saja kariernya cemerlang, lah semua pakai duit!!”“Ssstt!!! Kecilkan suaramu!!” timpal staff pembantu wanita.Purnomo menoleh ke arah 2 staff wanita dengan tersenyum, akan tetapi dia tidak mendapatkan balasan yang diharapkan, bahkan 2 staff itu segera kabur menjauhi Purnomo.Ketika Purnomo berjalan semakin dalam masuk kantor, dia bertemu pejabat yang lain dan sering ngobrol ringan bersama seperti layaknya teman.“Hai!! Pak Herman!! Bagaimana makan siangnya?? Apakah tadi makan soto babat langganan?” tanya Purnomo dibuat seriang mungkin kepada pejabat divisi la