“Ibumu tidak bisa membelamu?”
“Mama dan Papa sedang tidak di Jakarta. Mereka lagi honeymoon keliling Eropa. Aku tidak tahu reaksi mereka, kalau tahu aku out dari Hardana Land. Entah kaget atau biasa saja.”
“Aku yakin kamu bisa menghadapi ini semua. Anggap saja ini kesempatan yang diberikan Kakek untuk kita…honeymoon juga?” Ngggg… honeymoon? Duh, berduaan denganmu di apartemen ini saja membuatku sakit kepala, apalagi harus pura-pura bermesraan denganmu di sebuah tempat yang romantis!
Tampaknya Attar tidak keberatan dengan idenya. “Ya, benar juga. Untuk apa diratapi terus? Aku bisa cari kerja setelah kita bulan madu. Toh kita belum bulan madu juga kan.” Senyumnya makin lebar. Ia sudah selesai menyantap sarapannya. “Mention the place, Darling.”
Ngg….tidak. Aku mungkin bisa menyembunyikan apa yang aku ketahui, tapi aku tidak bisa membo
Cerai? Oh, tidak. Kasihan sekali anakku. Dia akan kecewa jika memiliki ibu sepertiku!Tapi aku harus bagaimana? Berpura-pura ceria di depannya? Sampai kapan? Sampai kita tua? Ah, rasanya dadanya sudah terlalu penuh dengan kemarahan serta kesedihan. Tapi dia harus kuat!“Dia senang disapa olehmu,” katanya ketika dirasakannya ada yang bergerak di perutnya.“Aku tidak bisa mengekspresikan kebahagiaanku.” Attar kini menatapnya dengan mata berkaca-kaca. “Terima kasih, Sayang.”“Untuk apa?”“Untuk menjadi istri serta ibu yang kuat dan… chicken cordon blue-nya. By the way, aku baru tahu kamu bisa masak itu. Kamu pasti melihat resepnya dari majalah.”Hmmm… haruskah dia memberitahu bahwa Adam-lah yang memberikan resepnya? Eksnya juga yang memilihkan bahan-bahan makanannya. Tidak, tidak boleh. Attar sedang berada di titik labil. Kalau ia sampai tahu istrinya be
“Fariz mengancam akan melaporkan Attar ke polisi jika dia tidak memimpin perusahaan properti kami,” lanjut Kakek Hasyim. “Demi Tuhan, Ruby, Attar adalah cucu kesayangan saya, seperti kamu di mata kakekmu. Saya tidak peduli saya harus kehilangan Adam bahkan Fariz sekalipun, selama Attar masih menjadi cucu saya. Dan saya melakukan ini semua untuk suamimu dan kamu.”“Fariz mengancam akan melaporkan Attar atas tuduhan pembunuhan ayah saya?”“Ya, dan dia tidak sendiri.”“Dia bersama Adam.”“Karena itu saya mengundangmu kemari, Ruby. Saya minta tolong. Kita tahu kamu eksnya Adam, dan tidak sulit…”“Untuk mengubah pikirannya? Mengapa bukan Kakek saja yang melakukannya? Menurutku alasan Kakek tidak membiayai pengobatan ayahnya cukup rasional.”“Dia tidak akan percaya. Dari dulu ibunya memang membenci saya.” Lalu wajah yang tenang itu berubah muram.
Setiap siang juga ia mengirim email pada Adam. Dengan dalih minta reseplah, minta tips bagaimana cara masak yang benarlah, dan hal-hal yang tidak penting. Tapi lucunya, memang bukan perempuan saja yang suka dikelabui oleh lelaki. Pria juga sama bodohnya. Adam selalu membalas pertanyaannya yang tidak penting, dan menanggapinya dengan serius.Hingga suatu hari, Adam mengajaknya bertemu di akhir pekan. Katanya, pada akhir pekanlah ia pulang ke Jakarta. Ruby tidak ingin menolak, mengingat misinya untuk mendekati Adam.“Istriku tidak pernah dandan berlebihan seperti ini,” komentar Attar sambil melihat dirinya yang sibuk berias di depan cermin kamar mandi. “Memangnya, mau ke mana sih?”“Hanya belanja saja.” Ruby memoleskan lipstik di bibirnya. Untuk menarik hati seorang pria, memang dibutuhkan penampilan yang menarik. “Sudah lama juga tidak berdandan seperti ini.”“Kamu masih menarik meskipun hamil,
Adam menggeleng. “Tidak lagi. Aku sudah mendengar dari Fariz, dia dilengserkan dari perusahaan propertinya oleh Kakek...” Ia terdiam tidak ingin menyebut nama kakeknya.Ya, tentu saja kamu tahu. Bukankah itu bagian dari rencanamu dan Fariz? Huh, apakah ini disebabkan oleh kehamilanku, jadi tingkat keemosionalanku menjadi labil dan gampang menuding orang?“Dan karena dia tidak punya kekuasaan, kamu tidak takut lagi padanya.” Ruby tersenyum masam ketika mengucapkannya.“Tidak, bukan begitu. Bagaimanapun aku akan menghormatinya sebagai suamimu, dan ayah anakmu, Ruby.”Oh, benarkah kamu memiliki rencana bejat seperti yang dikatakan kakekmu? Kamu jauh dari kata jahat. Setelah delapan tahun bersama, aku kenal sekali bagaimana sifatmu. Baik, sportif, dan ambisius. Tapi dengan cara memeras? Itu bukanlah dirimu! Kamu lebih suka bersaing dengan sehat daripada memakai cara hina seperti itu!“Tapi sekarang dia tidak me
“Aku punya praduga yang aku harap tidak benar.” Attar melepaskan pelukan istrinya dan berjalan dengan lemas ke sofa. Ia bersandar di sana dengan lesu. “Aku melakukan kesalahan, Ruby. Dan di antara keluargaku yang lain, Fariz-lah yang paling kontra dengan kesalahanku. Aku takut, dia mempergunakan kesalahanku itu untuk mengancam kakekku.”Ruby duduk di samping suaminya. “Itu kan hanya praduga, Sayang,” Ruby mencoba menghibur. “Cobalah hubungi dia. Atau mungkin, kamu bisa menghubungi orangtuamu. Mereka sudah pulang honeymoon, kan?”“Dan membiarkan Kakek tahu?” Attar menggeleng sedih. “Aku bisa dibilang lelaki kelas tempe.”“Yah, benar juga. Daripada memikirkan hal ini, bagaimana kalau kita jalan-jalan saja? Kita belum berbulan madu, kan?”“Bagaimana dengan kandunganmu, Sayang?”“Ah, tidak apa-apa. Sepertinya anak kita tidak rewel nantinya. Ki
“Kami hanya makan di rumah makan Sunda milik ibunya,” jawab Ruby tersinggung. “Kalau kamu tidak percaya, tanyakan saja pada ibunya!”“Kamu selalu pergi seharian. Memangnya mataku merem apa? Mana mungkin kalian selama itu di rumah makan Sunda!”“Aku minta maaf karena tidak izin padamu, Attar.” Ruby bangkit dari duduknya kemudian mendekati lemari. Dilepaskannya handuknya dan dipakainya kaftan. “Tolong?” Ia menoleh pada suaminya, meminta untuk mengancingkan bagian belakang bajunya.Dalam keadaan marah Attar tetap menolong istrinya. Ia mengancingkan pakaian istrinya dengan cepat, hingga Ruby khawatir pakaiannya akan sobek berada di tangan Attar. Syukurlah Attar melakukannya dengan baik.“Lalu mengapa kamu tidak memberitahuku bahwa kamu berhubungan dengan Adam?” Suara suaminya sedingin AC di ruangan itu.Ruby membalikkan tubuhnya. “Aku manusia biasa, Attar,” jawabnya den
Ingin sekali Attar mengajukan segala pertanyaan yang berkecamuk di kepalanya pada kakeknya. Tapi tampaknya Kakek Has maupun Kakek Gun tidak bisa diganggu. Mereka diam seperti bertapa.Attar nimbrung duduk dengan keluarganya. Ayahnya tak henti-hentinya menenangkan ibunya sedari tadi. “Ruby akan baik-baik saja, Pa, Ma,” katanya dengan yakin. “Kalian sebaiknya pulang saja.”“Pulang?!” Ibunya terbelalak. “Ini kan cucu Mama. Masa Mama duduk santai di rumah, sementara kamu dalam keadaan begini?!”Oh, sekarang ibunya yang tadinya tidak menganggapnya ini ikut khawatir, ya. Ini pertanda baik. Setidaknya, ketika anaknya lahir, ia tidak perlu takut tidak diakui oleh kakek-neneknya.Ia menoleh pada ibu mertuanya yang dari tadi direngkuh Edo. Mereka benar-benar tenang menghadapinya, meski air mata ibu mertuanya tak berhenti mengalir. Karena Mama sudah ditenangkan oleh Papa, Attar duduk di sebelah Edo.“S
Tentu saja mereka sama-sama tahu, mengapa Emilia bisa mengalami itu. Saat itu istri Fariz tertabrak truk yang entah dari mana datangnya. Dan mereka juga tahu, siapa yang mencukong sopir truk itu.Namun keduanya tidak ada yang ingin menentang Kakek Hasyim. Mereka dibesarkan oleh kemewahan yang hanya diberikan kakek mereka. Sabdaan kakek mereka ibarat ucapan Benito Mussolini sebelum digantung terbalik di Milan. Tak bisa dibantah. Dan tak bisa dilawan.Meski tak bisa mengungkapkan kekesalannya pada sang kakek, dendam itu masih mendera hati Fariz. Ia melakukan segala cara, agar Kakek Hasyim menyesal dengan perbuatannya, sampai istrinya meninggal. Keinginannya hanya dua; membuat kakeknya mengakui istrinya sebagai cucu menantu, serta meminta maaf di pusara istrinya.“Emilia-mu sudah tenang, Iz,” Attar menghibur sepupunya di saat dirinya butuh sekali dihibur. “Setidaknya, mautlah yang memisahkan kalian, bukan perceraian.”“Aku masih