Beranda / Romansa / Married to My Childhood Friend / 2. Adegan Tegang Menjemput Maut

Share

2. Adegan Tegang Menjemput Maut

Penulis: Aloegreen
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-31 16:10:50

Pada akhirnya mereka nekat menerobos hujan deras bercampur angin kencang yang membuat siang menjadi malam. Gelap gulita tak mengurangi kemampuan Shaka dalam berkendara. Nayla memegang lengan Shaka kuat sambil terus berdoa. 

Petir kian mengamuk. Dada Nayla ikut bergemuruh. 

Dalam hati Nayla berteriak, apa harus separah ini situasinya di hari pertama menikah? Dia juga ingin merasakan sensasi menegangkan kayak pengantin baru, bukan tegang sungguhan seperti hampir menjemput maut. 

"Eh, tapi kalau sama Shaka kayaknya nggak bakal kejadian adegan begituan," gumamnya. 

"Ha? Adegan apa?" Shaka bingung tanpa berhenti menyetir. 

"A-apa? Ahaha, bukan apa-apa, kok. Shaka, awas di depan ada tikungan!" Nayla menunjuk jalan.

Shaka langsung memutar setir dan syukurlah mereka masih aman terkendali. Sayangnya karena jalanan licin mobil di belakang tidak bisa belok dengan lancar sehingga menabrak mobil mereka. 

"Aaaaa!" teriak Nayla.

Shaka menabrak pohon dan keduanya terbentur dashboard. Namun, mereka baik-baik saja. Beruntung kecepatan Shaka di bawah rata-rata sehingga kecelakaan itu tidak serius. Hanya bagian depan mobil Shaka yang penyok. 

Namun, si pelaku tidak bertanggungjawab dan melarikan diri. Nayla panik melepas Seat Belt mereka.

"Shaka, kamu nggak apa-apa?" 

"Nayla, kamu baik-baik aja? Ada yang luka? Ada yang sakit?" 

Awalnya Nayla hendak memeriksa keadaan Shaka, tapi Shaka terlebih dahulu memotong pergerakannya dan mengoreksi seluruh wajah Nayla.

"Aku nggak apa-apa. Cuma syok aja." geleng Nayla.

Shaka mengangguk cepat, "Syukurlah!" 

Shaka menarik Nayla dan memeluknya erat membuat Nayla melotot. Dia bisa merasakan detak jantung Shaka yang berdegup sangat cepat. 

"Aku juga oke." 

Ini pertama kalinya mereka bersentuhan begitu dekat. Mungkin karena refleks akibat kecelakaan atau karena saling takut kehilangan. Nayla tidak mengerti. 

Guntur kembali menyambar cukup keras mengejutkan Nayla.

"Shaka, kita terjebak. Mobil kamu udah nggak bisa jalan." 

"Ayo cari tempat aman. Hati-hati." Shaka membuka pintu tanpa melepaskan tangan Nayla.

Mereka buru-buru keluar hujan-hujanan tanpa payung berlari ke sebuah bangunan terdekat dan berteduh di terasnya. Tidak ada seorang pun di sana. Bangunan itu tutup, bahkan jalan raya pun sepi. Hanya mobil mereka yang terpojok menabrak pohon saja yang terlihat. 

"Woah, pemandangan yang sangat mengerikan." Nayla mengusap lengannya kedinginan. Napasnya saja berasap karena terlalu dingin.

Shaka melepas jaketnya dan menaruhnya ke pundak Nayla. 

"Pakai aja." 

Shaka sendiri menggosok telapak tangan sambil meniupnya pelan.

"Tapi kamu juga kedinginan," heran Nayla.

"Aku cowok, lebih kuat dari kamu." 

Nayla melongo, "Oh, sombong, tapi maaf aku bukan cewek lemah, ya. Makasih!" mengembalikan jaket itu pada Shaka. 

"Ck!" decak Shaka.

Ujung-ujungnya dipakai payung untuk mereka berdua. Nayla terpaku dengan perilaku Shaka. Dia memutar ingatan beberapa tahun lalu ketika mereka masih bermain bersama. Apakah sikap Shaka memang sebaik ini. 

Nayla tahu sosok yang telah menjadi suaminya itu pendiam, hangat, baik, dan juga terlalu santai menanggapi apapun, tetapi sejak menikah kemarin rasanya Shaka agak berubah menjadi lebih pengertian bahkan terlalu baik.

Nayla harap itu hanya perasannya saja. Dia terus mencuri pandang pada suaminya itu sambil memikirkan masa lalu.

Dua jam lamanya hujan menerjang kota Jakarta. 

Setibanya di rumah Nayla merebahkan diri di kamar Shaka dan tidak sengaja tertidur sampai sore menjelang malam. Bangun-bangun mendengar suara kran air menyala dari kamar mandi yang pintunya tertutup, artinya Shaka sedang mandi. Nayla langsung kembali ke kamar menutup kepala dengan bantal. 

"Aku harus gimana sekarang?" 

Melihat sekeliling perabotan dan aroma ruangan sangat berbeda dengan miliknya.

"Ini kamar Shaka?!" Nayla tepuk jidat.

Dia tidak sadar mengapa bisa ketiduran di situ. Saking lelahnya sampai menurunkan penjagaan diri dan langsung tidur di kamar seorang pria. 

Pintu pun terbuka mengejutkan Nayla yang sibuk melamun. Shaka muncul dengan penampilan yang lebih segar nan sederhana dengan kaos oblong serta celana olahraga. Tersenyum berjalan menuju ke arah Nayla sambol membawa segelas air dan beberapa obat-obatan. 

"Masih syok?" tanya Shaka.

"Eee, udah mendingan." Nayla garuk-garuk kepala.

Shaka duduk di tepi ranjang membuat Nayla mundur. 

"Minum obat dulu, buat jaga-jaga kalau ada bagian dalam yang sakit. Besok kita periksa aja sekalian." 

"Periksa? Nggak, nggak perlu periksa segala, haha. Minum obat aja udah cukup, kok, lagian aku nggak kenapa-napa." Nayla buru-buru mengambil obat itu dan meminumnya meskipun sulit ditelan.

"Kamu sendiri gimana?" menaruh air dan obat itu di nakas.

"Dengan kekebalan tubuhku apa yang bisa membuatku terluka?" senyum Shaka mengejek.

Nayla menganga. Tidak mengira Shaka bisa setengil itu. 

Nayla membuang pandangan ke jendela, "Nggak bertanggung jawab banget orang barusan. Udah nabrak main langsung kabur." 

"Biarin aja, lagian udah berlalu," balas Shaka.

"Ngomong-ngomong aku tidurnya di mana?" celetuk Nayla.

Shaka mengernyit, "Ya ... di sini. Di mana lagi?" 

Nayla berkedip polos, "Di sini?" 

Shaka mengangguk. 

"Sama kamu?" 

Shaka mengangguk lagi. 

Rahang Nayla hampir jatuh menimpa lantai. Ini mengganggu pikirannya sejak kemarin. Bagaimana bisa dia tidur dengan laki-laki yang sejak kecil dia kenal. 

"Enggak, nggak bisa, mendingan aku tidur di gudang. Minggir, aku mau beresin gudang kamu." Nayla sibuk mau turun dari ranjang.

"Ck, Nay, ini yang membuat kamu bermasalah sampai nggak bisa dekat sama laki-laki. Kamu kurang membiarkan dirimu terbuka. Sama aku aja begini gimana sama cowok lain."

Nayla terdiam di tempat ketika Shaka menahannya untuk pergi.

"Pokoknya kita tidur seranjang, titik, nggak menerima bantahan. Ini aku Shaka, bukan orang asing," lanjut Shaka.

Kedua bola mata Nayla melebar kala pandangan mereka bertemu. Jarak mereka hanya beberapa inci membuat Nayla menunduk.

"Setelah sekian lama nggak bertemu rasanya tetap aja kayak orang asing," cicitnya.

"Hmm?" alis Shaka terangkat.

Bibir Nayla menekuk, "Berapa tahun kamu sekolah terus kerja di Jakarta nggak pulang-pulang. Sekalinya pulang cuma beberapa hari waktu liburan. Hubungan kita nggak sedekat dulu waktu kecil. Sejak remaja rasanya kita sudah terpisah ... sangat jauh. Jangankan bicara, buat menyapa kamu aja hanya cukup dengan senyum di depan teras. Gimana aku bisa kembali nyaman sama kamu?" 

Napas Shaka tertahan mendengar keluh kesah Nayla secara terbuka, sedangkan dalam hati Nayla ingin mengubur diri hidup-hidup lantaran malu, tetapi dia tidak menyesal, Shaka berhak mengetahui belenggu di hatinya.

Nayla mundur kembali memeluk bantal, "Kamu berasa sangat jauh dari jangkauanku, Shaka." 

Shaka berkedip-kedip tak percaya. Lalu, tersenyum manis memegang tangan Nayla. 

"Tapi kamu tetap menikahi ku, 'kan?" 

Nayla kaget menatapnya tak berkedip karena yang dikatakan Shaka itu benar. 

"Dan aku ada di depanmu sekarang." 

Tatapan mereka semakin mengikis kekosongan. Manik hitam pekat menyerupai berlian hitam itu telah menyihirnya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Married to My Childhood Friend   3. Jodoh Sejak Lahir untuk Masa Depan

    Nayla bergelut dalam kalbu. Faktanya Shaka yang telah meninggalkannya, menelantarkan dirinya di antara orang-orang Toxic yang hanya ada jika membutuhkan, dan tak kunjung kembali seolah lupa bagaimana cara mereka bermain. Meskipun begitu hanya Shaka lah satu-satunya teman yang Nayla ingat hingga kini. "Jadi Nona Nayla, bagaimana kamu bisa yakin melamar teman lamamu ini dengan kondisi hubungan kita yang retak seperti kaca pecah itu? Menarik! Jarang sekali ada perempuan yang melamar laki-lakinya sampai ngotot minta dinikahi secara kilat." Shaka berpangku tangan dan mengedipkan sebelah mata. Nayla ternganga, "Haaa! Kamu banyak bicara! Berapa kata yang keluar dari mulutmu barusan? Seratus? Dua ratus? Tiga ribu?!" menghitung dengan jari.Shaka terkekeh menjitak dahi Nayla pelan, "Dasar tukang mengalihkan pembicaraan."Tidak bisa dipungkiri Nayla juga memiliki hati dan perasaan. Biarpun dia seorang yang terlampau ceria, tapi hatinya rapuh segelap mendung. Hanya Shaka yang bisa dia percaya

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-31
  • Married to My Childhood Friend   4. Aku Melihat Masa Depan di Matamu

    Kini Nayla mengerti apa arti dari mendung yang sebenarnya, yaitu kegelapan di antara hawa dingin yang menembus kesadaran dua individu. Dingin dari derasnya guyuran air, petangnya semesta di pukul enam sore, dan lampu di sepanjang trotoar yang menyala redup.Suara adzan pun terdengar jelas berdengung di telinga Nayla, tetapi kedua orang tersebut begitu riang memasuki sebuah toko roti yang masih buka. Nayla tersenyum antara pahit dan manis menjadi satu. Dia kembali mundur duduk di teras kantor yang hampir basah akibat percikan hujan. "Kenapa enggak? Mereka pernah pacaran, mungkin masih saling menyukai."Pandangannya ikut meredup seiring kepala tertunduk."Mungkin ... aku orang ketiganya di sini." Dicampakkan bukanlah hal buruk. Nayla sudah sering mengalami ketidakadilan sejak kecil, jadi untuk apa berkecil hati. Tidak perlu sedih hanya karena memikirkan hal yang bukan-bukan. Kalaupun Shaka masih mencintai Verlin, Nayla akan tetap tersenyum. Dia sadar kalau di sini dia lah yang berad

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-31
  • Married to My Childhood Friend   5. Trauma Berat

    "Argh, rasanya aku mau gulung bumi! Dia itu nyebelin banget jahilin aku terus!" wajah Nayla memerah lantaran geram.Sudah tiga hari Nayla menghadapi candaan Shaka yang terus menaikkan alur panas di wajahnya."Artinya dia sayang kamu." Vira memesan dua dimsum dan jus stroberi di kantin kantor, kemudian duduk bergabung dengan Gilang. Gilang yang sedang memakan ayam goreng sampai tersedak kaget. "Tapi .... tapi nggak harus setiap hari juga, dong. Setiap kali ada celah dia pasti jahilin aku! Nggak sesuai sama mukanya yang diam sedingin es!" Nayla merengut duduk di sebelah Gilang mengikuti Vira. Gilang menatap kedua seniornya bergantian. Nasib menjadi junior yang terlalu baik dan menurut pasti akan diajak ghibah. "Lah, aku kalau punya pasangan jahil malah seneng kali, Mbak. Enak diajak bercanda daripada marah-marah mulu," sabut Gilang santai. "Diam kamu mulut jigong. Jangan nambah beban perasaan aku." tunjuk Nayla membuat Gilang bergidik. "Emangnya rasa suka bisa tumbuh dengan candaan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-31
  • Married to My Childhood Friend   6. Gelisah

    Cahaya bintang jatuh di telapak tangan. Teras malam ini dingin tanpa perubahan cuaca. Nayla termenung terbayang akan dengung suara yang tak bisa hilang meski detik telah berlalu. Rambut terurainya pun mengingat setiap perkataan di mobil itu."Apa maksudnya ... dambakanlah aku?"Apa Shaka sudah gila? Nayla mendongak masih dengan telapak tangan terbuka."O-obat?" Lantunan lirih kian keluar, kerutan di dahi pun bertambah."Untuk trauma?" Sengatan kecil muncul ketika dia mengucapkan kata itu. Mata melebar dan bibirnya membulat, lintasan memori pun berputar di otaknya. Nayla menghela napas dalam sambil menatap bintang, "Aku tau sekarang." Tangannya mengepal mencoba meraih salah satu bintang. "Tidak akan kubiarkan Shaka menjadi obat meskipun itu ubat paling mujarab sekalipun." Mengatakan hal itu rasanya seperti menelan sesuatu yang sulit. Nayla hanya tidak ingin Shaka terjerumus ke dalam dunianya. Di sisi lain, Shaka sedang membeli makanan di dekat rumahnya. Dia terkejut karena Nayl

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • Married to My Childhood Friend   7. Pengakuan Shaka dan Tangisan Nayla

    "Mungkin aku aja yang lagi banyak pikiran. Aku terlalu menganggapnya serius. Shaka cuma bercanda. Kenapa aku Moody's banget sama perilaku manis sekecil itu. Lidah laki-laki emang manis, tapi sebenarnya pahit." Pada akhirnya Nayla tak mampu menunggu lagi di dalam kantor. Dia keluar dan mendapati angin menerpa bajunya sampai rok panjang yang dia kenakan hampir tersingkap. "Wow, anginnya kencang banget." Sebenarnya Nayla masih teringat dengan kata-kata Shaka di dalam mobil kemarin. Dia menuju trotoar menunggu kala ada tukang ojek yang lewat. Namun, seolah terputus dengan gravitasi, langkah kaki Nayla berhenti tanpa berpijak. Seluruh hembusan angin membekukan dirinya. Pandangan Nayla lurus tertuju pada sebuah toko roti yang terbuka. Kala pintu itu kembali tertutup, sosok itu pun menghilang. Bibir Nayla perlahan menepis hawa dingin yang terus menerjang. "Shaka?" Perasaan Dejavu membuatnya gelisah. Untuk ke dua kalinya Shaka pergi ke toko roti itu bersama mantan kekasihnya. Shaka t

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • Married to My Childhood Friend   8. Cicak di Ranjang

    Hatinya terbakar saat Shaka mengaku. Sedetik kemudian Shaka memeluknya membuat Nayla hampir tak bernyawa. Dia terkejut bukan kepalang sampai jantungnya berhenti berdetak. "Tapi ... aku tetap suamimu. Tolong jangan jauhi aku." Shaka menggosokkan wajahnya di pipi Nayla kemudian menjadikan pundak Nayla seperti bantal. Dia pun tertidur di sana. Mata Nayla terbuka dan napasnya berpacu tak karuan. Melirik Shaka seolah ingin mencongkel matanya saja. Sikap egois itu membuatnya ingin memukul kepala Shaka. Orang itu benar-benar membuatnya marah hampir gila. Sayangnya kepalan tangan yang hampir melayang ke wajah tampan itu kembali lemas. Nayla tidak akan pernah mampu memukul Shaka sampai kapanpun. Apalagi sekarang laki-laki itu sedang melilitnya seperti ular. Untuk bergerak saja Nayla kesusahan. Dia hanya bisa terus bersandiwara hingga akhirnya benar-benar terlelap. Keesokan paginya adalah pagi terheboh yang pernah ada dalam sejarah mereka. "Aaaa, aku megang Cicak!" Nayla berteriak menatap

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-09
  • Married to My Childhood Friend   9. Curhat? Hanya Kita Berdua dan Kisah Kelam di Masa Lalu

    "Ja-jangan. Kamu jangan macem-macem, deh. Jangan punya pemikiran aneh." Nayla menggeleng sampai sesak napas. "Buat kamu ... membuat mereka membayar seratus kali lipat atas apa yang mereka lakukan itu hal mudah bagiku." Shaka tersenyum smirk. Nayla tercekat, "Shaka, kamu jangan ngaco." Tak urung Nayla takut. Shaka sangat mengerikan saat serius. Jika dia mengarahkan satu hal pasti akan dia lakukan.Kini kedua tangannya dipegang Shaka seolah tidak ingin dilepas. Nayla bisa merasakannya, itu sama ketika mereka masih kecil dan Nayla mengingatnya. Dulu ketika bermain di taman kecil dekat rumah mereka, Nayla sering diejek karena ayahnya seorang narapidana. Shaka selalu membela dan menghadang umpatan-umpatan itu di depan Nayla seperti ksatria dan tangannya tidak akan lepas menggenggam tangan Nayla hingga Nayla merasa aman. Kini Nayla terkejut, cara Shaka melindungi dirinya masih sama seperti dahulu. Hanya saja, balas dendam itu terlalu ekstrem. "Kenapa kamu mau balas dendam untukku?" Nay

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-09
  • Married to My Childhood Friend   10. Boleh Kucium Jarimu?

    "Aku juga mendapat banyak pukulan. Tendangan, tamparan, bahkan sayatan di mana-mana. Jari ini pernah patah. Saat pelajaran olahraga, guru menyuruh kita untuk pemanasan berpasangan dan pasanganku mematahkan jari telunjuk ini dengan sengaja. Aku masih ingat sekali sampai sekarang." Nayla menunjukkan jari telunjuk kanannya."Jarimu patah?" Shaka segera mengamatinya. "Haha, sekarang sudah sembuh." Nayla menariknya, tetapi kembali berpegangan tangan dengan Shaka. "Aku sempat dilarikan ke rumah sakit terdekat karena pingsan di dalam bak kamar mandi. Mereka menahan kepalaku di dalam air selama mungkin sampai aku kehabisan napas." Shaka meraih wajah Nayla, "Kamu masih hidup?" kilauan matanya sangat khawatir. Nayla menjauhkan tangan Shaka dari wajahnya, "Kamu pikir sekarang aku hantu?" Shaka memundurkan tangannya dan berganti memeluk Nayla dari belakang, "Oh, lanjutkan." "Kamu bodoh, ya?" heran Nayla tak habis pikir. Di saat seperti ini pikiran Shaka berubah seratus delapan puluh derajat

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-10

Bab terbaru

  • Married to My Childhood Friend   44. Rasanya Terlahir Kembali

    "Bagaimana bisa mereka keracunan?! Siapa yang berani melaporkan tuduhan itu?! Kenapa berita bodoh ini langsung menyebar ke seluruh kota?!" Verlin marah besar. Semua karyawannya menunduk bingung sekaligus takut. Ini pertama kalinya Verlin marah sejak menjabat sebagai bos baru. Belum lagi di luar terjadi kericuhan. Petugas dari balai pengawas obat dan makanan datang untuk memeriksa beserta beberapa instansi lainnya. Tidak sedikit pula para pelanggan semalam yang tidak terima karena dibuat sakit perut selama tiga jam. Mereka bahkan membawa surat keterangan dari rumah sakit. "Sshhh, jangan diam saja lakukan sesuatu!" Verlin mondar-mandir naik darah. "Eee, meskipun sakitnya hanya tiga jam, tetapi nama kita sudah tercemar," ujar salah satu karyawan takut-takut. "Se-semua pelanggan juga mengalami hal yang sama. Du-durasi yang sama pula," sahut temannya. "Kita harus bagaimana, Nona? Pihak berwajib di depan sudah tidak tahan ingin kita membuka pintu. Kalau mereka terus memaksa pintunya b

  • Married to My Childhood Friend   43. Hadiah Kecil yang Mematikan

    Mencari begitu lama, Nayla akhirnya memberitahu bahwa dia ingin catatan biografi Verlin dengan alasan untuk belajar. Tidak tahu bodoh atau lugu mahasiswi itu memberikan semua catatan umum Verlin kepada Nayla. Ketika membacanya, Nayla bagai tertiban reruntuhan emas. Identitas asli Verlin lebih menakutkan dari yang dia kira. Ternyata wanita itu adalah keturunan konglomerat. Tidak heran takdirnya bisa sesukses dan sekaya itu. Uang sudah seperti debu baginya. Tanpa dicari pun kepopuleran dan harta akan datang dalam genggamannya. Nayla menutup semua buku itu sembari menarik napas dalam. "Aku mengerti sekarang. Dia bukan lawan yang bisa dihadapi sembarangan," gumam Nayla tanpa sengaja mengutarakan isi pikirannya. "Hmm? Kamu bilang sesuatu?" mahasiswi itu tiba-tiba bingung mendengar Nayla di saat sedang sibuk membaca. "Oh, bukan apa-apa. Terima kasih, ya, kau sangat membantu. Aku sudah merekap beberapa inti yang kuanggap penting. Kurasa aku tau apa yang harus kulakukan." Nayla menggoya

  • Married to My Childhood Friend   42. Lokasi ke Dua

    "Hahaha, terima kasih atas traktirannya. Jadi merasa tidak enak," kata orang ke satu. "Haha, jangan sungkan. Kita sama-sama berteduh, hahaha. Oh, iya, tadi kalian bilang pemilik toko ini seorang model, ya? Aku karyawan di kantor itu. Kami sedang mencari model yang pas untuk mengiklankan produk terbaru kami. Mungkin saja pemilik toko ini bisa membantu." senyum tulus Nayla bahkan tercermin di matanya. Nayla tidak ragu-ragu untuk berakting bahkan merogoh isi dompet untuk mentraktir dua orang asing itu dengan kopi dan roti. Orang ke satu mendesah, "Takutnya kalian tidak akan bisa mengatur kontrak dengannya." Nayla berkedip, "Kenapa?" "Aku tau dari berita dia sangat mahal dan jarang terikat dengan kontrak. Siapa juga yang membutuhkan banyak pekerjaan kalau sudah kaya. Bukankah toko ini terlalu sukses?" orang pertama itu mengendikkan bahu menyindir terang-terangan. Nayla mengangguk dan bersandar kursi. Membiarkan kedua orang itu menikmati kopinya. "Hmm, benar juga. Hah, sayangnya men

  • Married to My Childhood Friend   41. Informasi

    Pandangan rapuh nan teduh itu seperti helaian sutera yang terbang di udara. Jari-jemari Nayla merasakannya. Bagaimana bisa rambut seorang pria bisa sehalus itu. Padahal shampo yang mereka kenakan sama. Senyum Nayla tak pernah pudar melihat wajah lugu Shaka tertidur di sampingnya. Seolah-olah kursi kecil itu ikut menanggung lelah yang Shaka derita. "Ganteng banget," gumam Nayla. Pikirnya pantas saja Verlin mengejar Shaka setengah mati."Huft, Verlin, ya?" terus bermain dengan rambut Shaka. Sorotan mata terarah ke langit-langit putih tulang. "Aku harus lakuin sesuatu ke dia. Kayaknya ... dimulai dari mencari informasi tentang dia. Siapa dan apa latar belakang cewek kejam itu yang sebenarnya." Kondisi mulai stabil. Lelah sepertinya tidak bisa bilang, tetapi kata dokter Nayla sudah boleh pulang. ~~~Pagi telah berubah. Matahari menyembunyikan sinarnya. "Hah? Pagi-pagi begini udah turun hujan aja." Bibir merah sakura mencondong dengan tangan menampung rintikan air yang turun. "Uda

  • Married to My Childhood Friend   40. Pingsan

    Napas lega bisa Nayla hela sekarang. Akhirnya truk itu kembali dengan kosong. Pihak perusahaan yang diajak kerjasama juga telah memberi balasan dan menerima dua persen dari penjualan. Suara pukulan ringan di cermin wastafel kamar mandi terdengar bersamaan helaan napas."Akhirnya selesai juga." Badan sudah hampir ambruk sampai mati rasa, tetapi mental dipaksa berdiri bagaimanapun caranya. "Akhirnya aku bisa tidur sekarang. Beruntung perusahaan itu punya banyak wadah yang bisa mendistribusikan semuanya." Pantulan cermin sudah bukan seperti dirinya. Wajah yang gelap, kantung mata menghitam, dan bibir kering pucat seperti mayat hidup. Nayla membasuh wajahnya berkali-kali sampai matanya perih kemasukan air. Lepas itu dia pergi menjelaskan segalanya kepada sang atasan hingga hasil pendapatan pun diterima. "Wah, Nayla, kamu melakukan semua ini sendirian? Hanya dengan satu hari satu malam? Wah, kamu jenius atau apa?" "Gila! Dia benar-benar gila! Bisa membolak-balikkan fakta sekejap itu

  • Married to My Childhood Friend   39. Kiprah Nayla untuk Membersihkan Nama

    "Ssttt, kecilkan suaramu. Ntar kalau kedengeran orang lain gimana?" Nayla menaruh telunjuk di bibir. Seketika Vira membungkam mulutnya. Dia celingukan ke segala arah. Tidak ada orang lain di kamar mandi selain mereka, Vira rasa aman. "Eh, kasih tau aku semuanya cepetan. Kamu habis dari mana aja? Satu kantor heboh pusing tau nggak gara-gara kamu." desisan Vira haus informasi. Helaan napas lelah Nayla muncul bersama kerutan dahi yang seolah enggan menghilang sejak pagi. "Aku ... pergi ke kantor itu. Aku nekat minta bantuan buat mendistribusikan produk kita ke tempat lain dengan syarat penjualan naik dua persen. Dan dua persen itu sepenuhnya untuk mereka. Perusahaan kita cuma bakal dapat harga yang ditetapkan sebelumnya aja," jelas Nayla kelelahan. "What?! Astaga, kamu nekat sampai kayak gitu?! Parah, parah, aku makin pusing. Ini beneran?! Kamu ke luar kota buat atur sendiri kelanjutan Problem hantu itu?!" "Hantu?" Kening Nayla berkerut."Iya, hantu, 'kan, tiba-tiba muncul aja gitu

  • Married to My Childhood Friend   38. Tuduhan Palsu

    Sebuah pesan tak dikenali meneror ponsel Nayla. Sekuat tenaga gadis itu lari ke ruang manajerial kepala divisi atas tuduhan pemalsuan dokumen.Seharusnya surat persetujuan pengiriman produk lama ke luar kota itu tidak ada, tetapi jelas-jelas surat itu diterima Nayla dan masuk ke dalam rekap surat masuk harian.Jelas Nayla sudah mencatat tanggalnya. Surat itu dikirim kemarin. Berkasnya pun masih ada dan dia harus mempertanggungjawabkan itu semua. "Apa? Bagaimana bisa saya memalsukan surat? Ini tuduhan palsu! Jelas-jelas surat itu datang kemarin. Pak satpam yang memberikannya. Banyak saksi mata yang menyaksikan, Pak," bela Nayla di hadapan sang manajer. Namun, apa bisa didaya? Meskipun satpam dipanggil untuk dimintai keterangan tetap saja Nayla bersalah. Satpam itu mengaku telah memberikan Nayla surat, tetapi bukan surat yang sedang dipertanyakan. Nayla gemetar dalam sudut tatapan tajam para penanggungjawab. "Tidak mungkin!" Tuduhan yang dilayangkan semua orang mengikis rasa tanggu

  • Married to My Childhood Friend   37. Merebut Hati Para Atasan

    Daripada terus berlarut dalam ketakutan yang tiada sebab, Nayla menyeret Shaka untuk angkat kaki dari kost tersebut. Laki-laki itu menurut saja daripada Nayla terserang trauma kegelapan listrik padam. Akhirnya mereka berujung di jalanan. Mata sudah seperti bohlam rusak, bahaya jika terus berkendara. "Huft, kita ke hotel." Shaka menghela napas lelah. Nayla menoleh, "Tapi itu lumayan jauh, loh." "Lebih jauh rumah orang tua kita yang sama-sama di Bekasi. Daripada mengumbar malu balik dan tidur di kantor, lebih aman kita ke hotel," terang Shaka. Nayla menatap kaca depan yang sepi, "Kenapa nggak dari tadi aja? Bikin jantung aku mau copot rasanya. Kost satu hari itu mengerikan." bulu kuduk Nayla berdiri lagi. "Itu karena mati listrik tau," kilah Shaka. "Tapi suara di balkon nyata tau," balas Nayla seolah ketakutannya akan bangkit. Shaka menghela napas saja mengakhiri pembicaraan. Jika dipaksa bicara mereka berdua bisa pingsan kelelahan. Benar, sekarang pukul dua dini hari. Akhirnya

  • Married to My Childhood Friend   36. Pemadam Listrik Serentak dan Ketakutan Nayla

    Nayla menggigil bukan karena sikap dingin Shaka, melainkan hawa malam tiba-tiba dingin seperti es. "Sshhh, Shaka ... ini masih di tenah kota, 'kan? Kenapa rasanya kayak di pegunungan?" Nayla menggosok kedua lengannya sambil mendesis. Hembusan napas pun menjadi asap. "Itu karena kami berdiri di balkon. Cepat masuk. Aku ajak kamu pulang supaya bisa tidur, bukan bergadang." Shaka mengayunkan tangannya memanggil Nayla dari ambang pintu kamar. Nayla mendekat dn pintu pun ditutup Shaka. "Haaaa! Kipasnya nyala!" Teriakan Nayla membuat bulu kuduk Shaka berdiri . "Apa, sih?!" Shaka kaget. "Se-sejak kapan ada kipas di situ? Perasaan tadi nggak ada. Kenapa juga bisa nyala?!" jari Nayla gemetaran menunjuk kipas berdiri di pojokan. Wajah Shaka pucat seketika. "Nayla, sejak kapan kamu buta?" geleng-geleng kepala memilih tidur dan menutup kepala dengan bantal. Membiarkan Nayla heboh dengan pikiran negatifnya. Gadis itu sibuk menunjuk semua hal dengan mata tajam dan leher yang dingin. "Apa

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status