Aku nggak bisa berbuat seperti itu pada Pak Maxime. Kamu jangan bawa-bawa aku!” teriak Meggie sambil berusaha melepaskan cengkeraman tangannya dari Jordan.“Sudah terlanjur, kamu nggak bisa berbuat apa-apa, Sayang. Semua foto-foto kamu ada padaku. Kalau kamu nggak mau bantu aku. Aku akan sebar semua foto kamu itu sekarang,” tekan Jordan semakin mengeratkan cengkeramannya.“Ahh, sakit! Lepaskan!” Meggie meringis, ia menangis dan tidak mau melakukan apa yang diperintahkan oleh Jordan terhadapnya, tapi kalau dia tidak mau, maka namanya akan hancur.Akhirnya, dia tidak punya pilihan lain selain menerima permintaan Jordan. Meskipun itu sangat beresiko, bagaimana kalau Max tau perbuatannya?Di lain sisi dering telepon membuat lamunan Nayra pun pecah. Ya, hari ini dia mulai bekerja kembali. Baru saja ia menyelesaikan sesi pemotretan yang pertama. Rasanya, ia sudah rindu pada suami dan juga anaknya, Natasha.“Siapa sih, ganggu orang lagi ngelamun aja,” gerutu Nayra sambil menggeser layar
Mulanya, Jordan meminta bantuan pada Meggie, dia mengajak Meggie untuk bekerja sama, menghancurkan hubungan Nayra dan suaminya, Maxime. Tentu saja, itu didasari rasa dendam Jordan karena tidak bisa mendapatkan Nayra. Itu juga berhubungan dengan terror yang beberapa waktu lalu pernah ia kirimkan kepada Nayra. Jordan dendam dengan ulah Brandon yang seenaknya menendang dia dari kelompok. Hal itu yang mendasari kemarahannya dan ketidaksukaannya. Terlebih, dia masih memiliki perasaan terhadap Nayra, dan tidak rela jika Nayra malah jatuh ke pelukan pria lain. “Lakukan saja, atau kamu lebih suka namamu hancur saat fotomu disaksikan banyak orang, dan beritanya akan tampil di halaman paling depan media sosial. Apa kamu mau seperti itu, hah!” tekan Jordan yang tidak berhenti memberikan ancaman kepada Meggie. Wanita itu hanya dapat menangis dan tidak bisa lagi menolak. Ia pun mulai menelepon Max, meminta bertemu dengan mantan bosnya itu.Meggie mengatakan ingin mengucapkan terima kasih pada Ma
Malam itu juga ia bersiap dengan Natasha, keduanya akan terbang ke Italia. Sementara Maxime belum pulang. Ia masih mengurus masalah Jordan dan juga memastikan bahwa Jordan sudah mendapatkan balasan yang setimpal dan dijebloskan di penjara.“Nayra, aku akan pulang. Kamu harus dengar rekaman ini. Kamu harus percaya sama aku, Nay.” Max terus mempercepat laju mobilnya, setelah ia memastikan Jordan telah ditangkap oleh polisi. Nayra dan Natasha berangkat malam itu juga ke Bandara. Saat itu Nayra tidak berpikir panjang, ia memutuskan untuk pergi karena tidak mau melihat wajah Max untuk sementara waktu. Ia ingin mengubur kenyataan bahwa suaminya itu telah berkhianat. Meskipun rasanya itu bagaikan mimpi buruk untuknya.“Maafkan Mommy ya, Nat. Mommy nggak mungkin ninggalin Natasha, Mommy sayang banget sama Natasha, tapi Mommy belum bisa percaya dengan daddy-mu. Ini semua terlalu menyakitkan buat Mommy,” ucap Nayra sambil mengusap pipi Natasha yang tertidur di pangkuannya. Keduanya sedan
Tangisnya kembali pecah, saat ia mendengar bahwa Jordan berteriak mengatakan bahwa Nayra hanya miliknya dan tidak ada yang boleh merebutnya. Itu pasti rekaman saat Jordan diringkus oleh pihak kepolisian.Seketika tubuh Nayra lemas, ia sama sekali tidak kepikiran bahwa Jordan adalah dalang dibalik semua kekacauan ini. Juga Meggie yang berbohong, mengatakan Maxime telah menidurinya, dan itu suruhan Jordan. Astaga, ia sudah salah menuduh suaminya. Perasaannya semakin sakit, saat ia merasa bersalah, karena tidak mempercayai suaminya sendiri.Tangisnya kian terisak, saat suara itu berhenti diputar oleh Maxime.“Baby, kamu udah dengarkan? Sekarang, apa kamu masih tidak percaya aku?”Suara Max membuat hatinya makin teriris. Ia begitu bodoh, bahkan sampai berpikir meninggalkan Maxime. Sebegitu lemahnya, kah dia? Sampai ia lebih percaya jebakan dibanding suaminya sendiri.Nayra masih meringkuk tidak berani berbalik, ia merasa bersalah karena meragukan Max kali ini.“Aku … aku tidak pantas d
Pada awalnya, Nayra dan Maxime memang sepakat untuk menunda punya anak dulu. Itu adalah keinginan Nayra yang saat itu ingin fokus memberikan kasih sayang untuk Natasha, tapi setelah usia pernikahan mereka menginjak bulan ke lima. Natasha meminta diberikan adik, sehingga itu membuat Nayra dan Maxime memutuskan untuk tidak memakai pengaman.Sudah dua bulan keduanya melepas pengaman. Nayra belum mendapatkan tanda-tanda kehamilan juga. Rasanya, Nayra cemas kalau dia tidak bisa hamil bagaimana? Tapi Maxime selalu menenangkannya dengan mengatakan jangan memikirkan hal tersebut.Sesampainya di rumah Jessica. Nayra langsung disambut hangat oleh uncle-nya. Ya, saat ini Nayra harus memanggil sahabatnya itu dengan sebutan Aunty.“Uncle, maaf aku terlambat, ya. Tadi ada kejadian yang tidak diduga,” ucap Nayra. “Kejadian apa?” tanya Brandon penasaran.“Bukan apa-apa kok,” balas Maxime sambil mengusap punggung istrinya. Nayra tersenyum memahami maksud suaminya.“Iya, bukan apa-apa, kok.”Bra
Natasha kembali ke kamarnya, karena ia harus segera istirahat. Sedangkan Nayra sudah lebih dulu masuk ke kamar. Mendadak ia merasa pusing dan tidak enak badan.“Baby, kamu baik-baik aja, kan?”“Iya, ini cuma pusing. Kayaknya aku telat makan deh,” jawab Nayra.“Mau aku ambilin makanan?"“Enggak, aku nggak mau makan. Rasanya aku mau muntah,” jawab Nayra sambil menutup mulutnya.“Kok kamu malah kayak orang masuk angin, apa mau ke dokter?”Nayra menggeleng. “Enggak. Kayaknya aku mau tidur aja,” tolaknya.Max langsung duduk di sisi istrinya, sambil menyentuh kening Nayra. “Tapi kamu nggak demam, Baby.”“Iya karena aku memang nggak sakit, Kak.”“Cuma kamu pucet, sebentar aku ambilin kamu makanan. Kamu harus makan walau sedikit.”Tanpa menunggu jawaban Nayra, Maxime langsung bergegas ke dapur mengambilkan makanan untuk istrinya. Nayra menutup mulutnya, ia langsung merasa akan muntah sekarang. Sambil berlarian ke kamar mandi, Nayra masih terus menutup mulutnya. Rasanya, semua isi pe
Pagi hari di rumah Maxime. Nayra meringis merasakan pinggangnya yang mulai pegal. Usia kandungannya kini memasuki bulan ke sembilan. Selama kehamilan, Nayra tidak terlalu banyak mengalami perubahan besar selain pada perutnya yang kian membuncit.“Sayang, kamu kenapa? Pinggang kamu sakit lagi?” tanya Maxime.“Iya nih, pegel banget. Little baby udah makin besar, sementara kamu tahu kan tubuhku nggak mengalami kenaikan berat badan yang signifikan. Jadi, aku kayak kebanting sama perutku sendiri,” jawab Nayra dengan polosnya.Max tersenyum sambil mengecup kening Nayra. “Sabar yah. Sebentar lagi kan, little baby akan lahir. Kata dokter tinggal nunggu hari aja,”“Iya, aku selalu sabar kok buat little baby. Makasih, ya, karena kamu selalu mau mengerti aku, padahal selama kehamilan aku banyak maunya.”“Iya, itukan demi kamu, Baby. Apa sih yang nggak buat kamu. Sekarang aku bantu kamu bangun, kita sarapan, ya. Natasha udah nunggu, katanya kangen sama dedek bayinya,” ucap Max sambil membant
Berselang beberapa jam, Max dikabari oleh dokter bahwa Nayra telah dipindahkan ke ruang perawatan. Namun, kondisi Nayra masih belum stabil, sampai saat ini Nayra belum siuman juga. Natasha menghampiri mommy-nya sambil menangis menciumi tangan Nayra.“Mom, bangun. Natasha nggak mau kehilangan Mommy,” ucap Natasha dengan air mata yang mengaliri pipi merahnya.“Sayang, mommy pasti akan bangun. Natasha banyak berdoa, ya. Daddy yakin, mommy akan segera sadar,” ucap Maxime. Natasha mengangguk, lalu memeluk daddy-nya.Max harus kuat, karena kalau dia lemah juga, maka siapa yang akan menguatkan keluarga kecilnya. Dalam hatinya merasa sakit, melihat istrinya belum juga sadar, padahal buah hati mereka sudah menunggu pelukan dari mommy-nya. Rasanya ia ingin menangis, tapi kalau dia menangis apa menyelesaikan semuanya? Max harus kuat, demi Nayra, juga demi kedua buah hatinya.“Baby, kamu pasti bangun. Kamu lihat, bayi kita sekarang ada di samping kamu, dan Natasha sangat bahagia melihat adikn
Derap langkah terdengar semakin dekat membuntuti Mala yang terus mempercepat langkah kakinya."Siapa sih, kenapa dia ngikutin aku?"Napas Mala terengah-engah setelah dia berhenti karena tak kuat lagi berlari. Ini semuanya karena Dewa tidak menjemputnya di acara reuni teman SMA Mala. Entah siapa orang yang mengikutinya tadi, yang jelas Mala ketakutan."Hallo, Kak. Kamu jemput aku dong, please, aku takut." Suara langkah kaki semakin dekat. Kedua bola mata Mala membulat sempurna saat lengan kekar melingkar di pinggangnya."Aaaaaaaaaaaaaaa....." teriaknya."Sayang, ini aku."Mala menutup mulutnya. Itu seperti suara..."Kak Dewa!"****"Jadi tadi beneran ada yang ikutin aku?" kaget Mala saat suaminya bilang bahwa seorang lelaki mencoba untuk membuntuti Mala. Beruntung Dewa sampai tepat waktu."Iya. Tadi aku emang ada urusan kerjaan di kantor. Semenjak kamu memutuskan untuk resain, aku kan hendel semuanya sendiri, Sayang.""Tapi kan itu keinginan kamu juga, Kak. Aku diminta resain.""Iya.
Mala merasa bersalah pada suaminya. Padahal Dewa bilang tidak apa-apa jika dia belum siap. Sejak tadi Dewa sibuk dengan pekerjaannya. Mala sebagai sekertaris Dewa saat di kantor tidak berani mengajak ngobrol suaminya itu tentang urusan pribadi."Huffffttt...." Mala menghela napas panjang sambil melirik ke arah suaminya yang tak menatapnya sama sekali.Apakah dia marah?Mala beranjak dari duduknya. Dia tidak bisa begitu terus, dia merasa sangat bersalah dan dia satu-satunya yang bersalah. Dewa boleh berkata tidak apa-apa, tapi tetap saja buat Mala sikap suaminya itu agak berbeda."Kak. Kamu marah kan?"Dewa menaruh bolpoin di tangannya. Lalu ia membuang napas perlahan, dengan senyuman tipis, dia menggelengkan kepala. "Enggak, Sayang.""Karena hal seperti itu aja, aku nggak mungkin marah," tambah Dewa.Mungkin suaminya tidak marah. Tapi tetap saja ia merasa bersalah. "Mala nggak konsen kerja.""Ini kan kamu yang minta, Sayang. Kamu bilang mau mulai kerja kan?" ucap Dewa."Iya. Tapi seka
Mala membuka matanya perlahan. Garis bibirnya melingkar cantik menatap pria yang sedang terpejam, nyenyak disampingnya. Mala mengambil cermin, melihat bibirnya agak bengkak dan rambutnya yang berantakan. Dia terkekeh sendirian, tapi pria di sampingnya tidak terusik sama sekali."Capek ya. Kamu sih, mainnya nggak kira-kira," ringisnya sambil menggerakkan perlahan kakinya."Ouch!" pekiknya merasakan tubuhnya sedikit perih dan tidak nyaman."Sayang!" Dewa langsung terkejut saat mendengar suara istrinya. "Kamu kenapa?"Mala menggigit bibir bawahnya sambil meringis, ia tidak berani menyibak selimut di atas tubuhnya. Hanya menggeleng pada suaminya. "Enggak. Aku cuma... Perih.""Perih? Yang mana?" tanya Dewa sambil menyentuh kedua pipi Mala. "Aku nyakitin kamu, ya?" ia menelisik."Bukan. Ini cuma agak perih di bagian--" putus Mala, malu."Bagian mana? Sini, biar aku obatin." Dewa memang polos atau pura-pura tidak tahu sih, bagian mana lagi kalau bukan bagian dimana dia menghujam Mala berulan
"Bun. Mala pulang ke rumah kan?""Mala. Kamu pulang ke apartemen Dewa dong. Masa mau pulang sama Bunda?""Bukannya biasanya tidur di rumah pengantin wanita dulu Bun?""Dewa maunya langsung ke apartemen. Lagi pula Bunda nggak bisa lama di Bandung, Sayang. Tapi, kalau Mala mau tinggal di rumah, Bunda seneng dan mengizinkan.""Bunda mau ke Korea lagi?"Delia mengusap bahu putrinya. "Mala kan udah ada yang jaga. Bunda dan Ayah udah merasa tenang. Tapi, bukan karena itu juga Bunda harus balik segera ke Korea. Bunda dan Ayah masih harus mengurus sesuatu di sana. Mala mengerti kan?""Mala ngerti kok," angguk Mala, memeluk bundanya. "Mala sayang Bunda. Maafin Mala ya, kalau selama ini Mala sering merepotkan Bunda dan Ayah.""Jangan ngomong gitu, Sayang. Mala nggak pernah merepotkan. Bunda dan ayah bahagia punya putri cantik seperti Mala," balas Delia.Begitulah obrolan Mala dengan Delia setelah acara selesai.Mala menghela napas panjang. Saat ini di sebelahnya ada Dewa yang sedang menyetir mo
Sampai detik ini Mala seolah tidak percaya bahwa di tempat ini dia sedang duduk menunggu kedatangan Dewa sebagai calon mempelai pria. Hari ini adalah hari pernikahan Mala Dewa.Gedung hotel sengaja di pesan Delia, ibunda Mala. Sebagai penyelenggara pesta untuk putri semata wayangnya. Delia dan Mahen merasa lega karena putrinya yang sempat berpisah dari Dewa akhirnya kembali bersatu dan hari ini mereka akan menikah.Teman-teman Mala pun berdatangan menghampiri Mala yang sudah terbalut kebaya khas Sunda, cantik dan menawan. Hanya saja Mala mencari keberadaan sahabatnya, Cilla. Gadis itu tidak terlihat hadir bersama Vina yang datang menggandeng kekasih barunya."Vin. Cilla mana? Kok nggak datang?"Vinna mendadak muram. "Dia kayaknya nggak bisa datang. Dia hari ini nemenin nyokapnya di RS. Lo tahu nggak, Mala? Bokapnya Cilla belum lama sakit, terus sekarang gantian deh nyokapnya sakit. Dia sedih banget, mana lo tahu kan, kalau dia suka sama Gilang? Tapi, Gilang malah menolak dia. Padahal
Masih dengan perasaan kesal. Dewa membuka pintu rumahnya. Entah siapa yang bertamu malam-malam begini."Selamat malam," ucap seorang wanita yang tersenyum kecil pada Dewa."Kris? Mau apa kamu ke rumah saya?" tanya Dewa ketus.Ia memijat kening, apa lagi yang akan di perbuat Kristal kali ini. Kalau saja bukan karena Daddy-nya yang berteman dekat dengan orang tua Kristal, mungkin Dewa sudah lama memecat Kristal tanpa memutasikan nya."Aku kesini mau-" jawabnya terpotong saat melihat seorang gadis yang muncul di belakang Dewa."Kamu?" kata Kristal kaget. "Kamu sedang apa di rumah Dewa?"Mala menggelayut manja di lengan Dewa. "Sayang. Kamu udah ngantuk?" tanya Dewa sembari mengusap sulur anak rambut gadisnya."Iya. Kamu masih lama nggak?" balas Mala tanpa mempedulikan Kristal."Kris, kamu mau apa?" tanya Dewa."Kamu tinggal berdua dengan dia?" ucap Kristal, dia terlihat sangat kaget."Kalau iya, kenapa?" sahut Dewa. Mala hanya menatap sinis pada Kristal."Mbak. Tadi kenapa sih cium-cium p
"Tapi kamu suka kan, di mesumin Kakak?""Kakak! Apaan sih, udah ah pokoknya Mala pinjam baju Kakak!""Oke oke, Kakak ambil dulu ya.""Gitu dong." Mala mengangguk. Ia malas pulang ke rumahnya untuk sekedar ganti baju, padahal mereka bersebelahan. Mala berpikir akan menyenangkan jika mereka menikah nanti, selalu bersama dalam satu atap."Sayang. Pakai bajunya ya." Dewa menyerahkan kemeja miliknya dalam keadaan bertelanjang dada. Mala berteriak reflek. "Ahhhh..., Kakak! Porno ih!""Apa sih, hm? Masa gini doang porno. Aku masih pakai celana," bisiknya di telinga Mala.Gadis itu bertambah merona. "Sini kan bajunya. Aku mau ganti sekarang. Mala mengambil baju ditangan Dewa lalu berlari masuk ke kamar mandi. Dewa tertawa melihat Mala yang berlari dengan pipi merah. "Gemes banget. Sabar Wa. Ini ujian, tahan..."Dewa mengenakan kaos tanpa lengan miliknya lalu mulai memeriksa bahan masakan yang ada di dalam kulkas. Mala ingin memakan pasta, dia ingat kalau Mala sangat suka pasta buatannya.Ceri
"Mala!" Dewa berlari mengejar Mala yang berpamitan untuk pulang."Mala! Jangan lari, Sayang." Dewa terus mengejar Mala, sampai-sampai kakinya menyandung sebuah pembatas jalan hingga ia mengaduh kesakitan."Argh!" pekiknya. "Sial!"Mala berbalik, ia segera berlari menuju Dewa."Kakak nggak apa-apa kan? Mana yang sakit?" tanyanya sambil memegangi lutut Dewa. Terlihat baik-baik saja, syukurlah.Dewa langsung memeluk Mala dengan erat. "Jangan pergi. Jangan lari kayak gitu. Nanti kalau kamu jatuh gimana, sakit. Terus jangan cemburu, maafin aku untuk yang tadi."Mala tidak menangis, dia hanya kaget melihat pemandangan tadi. Mala juga tidak marah, dia percaya pada Dewa.Hanya saja Mala bingung, kenapa wanita tadi langsung mencium Dewa begitu saja.Siapa sebenarnya dia?"Mala cuma nggak betah di sana. Mala nggak suka lihat cewek tadi yang tiba-tiba cium kamu," sahut Mala dengan santai sambil menatap mata Dewa."Iya. Dia itu Kristal mantan sekertaris aku. Dia memang begitu, terlalu agresif den
Dewa sudah bersiap dengan setelan kemeja dan jas yang rapih. Tadinya Dewa pikir dia akan berangkat sendiri ke pesta pertunangan sahabatnya, Dika. Tentu rasanya amat bahagia, dia bisa datang bersama gadis yang paling dicintainya, Nirmala.Seutas senyum tak pudar menghiasi bibirnya. Dewa memperbaiki tuxedo dilehernya, lalu berbalik dari cermin menuju ke luar rumah menjemput Mala, tetangganya.Mala pun sudah siap dengan tampilan yang natural. Meski usianya 20 tahun, tetap saja gaya yang digunakan Mala tidak banyak berubah, dia tetap Mala manis yang lebih suka tampil apa adanya, minimalis."Kayak anak kecil nggak sih?" gumam Mala di hadapan cermin sambil memperhatikan penampilannya sendiri.Melihat pantulan dirinya sendiri membuatnya teringat sosok wanita yang pernah mengantar Dewa pulang dalam keadaan mabuk. Wanita dengan high heels merah, dia terlihat seksi dan cantik.Mendadak Mala kembali insecure dengan dirinya sendiri. Apakah Dewa menyukai wanita yang seksi seperti itu?Saat dia sed