Natasha kembali ke kamarnya, karena ia harus segera istirahat. Sedangkan Nayra sudah lebih dulu masuk ke kamar. Mendadak ia merasa pusing dan tidak enak badan.“Baby, kamu baik-baik aja, kan?”“Iya, ini cuma pusing. Kayaknya aku telat makan deh,” jawab Nayra.“Mau aku ambilin makanan?"“Enggak, aku nggak mau makan. Rasanya aku mau muntah,” jawab Nayra sambil menutup mulutnya.“Kok kamu malah kayak orang masuk angin, apa mau ke dokter?”Nayra menggeleng. “Enggak. Kayaknya aku mau tidur aja,” tolaknya.Max langsung duduk di sisi istrinya, sambil menyentuh kening Nayra. “Tapi kamu nggak demam, Baby.”“Iya karena aku memang nggak sakit, Kak.”“Cuma kamu pucet, sebentar aku ambilin kamu makanan. Kamu harus makan walau sedikit.”Tanpa menunggu jawaban Nayra, Maxime langsung bergegas ke dapur mengambilkan makanan untuk istrinya. Nayra menutup mulutnya, ia langsung merasa akan muntah sekarang. Sambil berlarian ke kamar mandi, Nayra masih terus menutup mulutnya. Rasanya, semua isi pe
Pagi hari di rumah Maxime. Nayra meringis merasakan pinggangnya yang mulai pegal. Usia kandungannya kini memasuki bulan ke sembilan. Selama kehamilan, Nayra tidak terlalu banyak mengalami perubahan besar selain pada perutnya yang kian membuncit.“Sayang, kamu kenapa? Pinggang kamu sakit lagi?” tanya Maxime.“Iya nih, pegel banget. Little baby udah makin besar, sementara kamu tahu kan tubuhku nggak mengalami kenaikan berat badan yang signifikan. Jadi, aku kayak kebanting sama perutku sendiri,” jawab Nayra dengan polosnya.Max tersenyum sambil mengecup kening Nayra. “Sabar yah. Sebentar lagi kan, little baby akan lahir. Kata dokter tinggal nunggu hari aja,”“Iya, aku selalu sabar kok buat little baby. Makasih, ya, karena kamu selalu mau mengerti aku, padahal selama kehamilan aku banyak maunya.”“Iya, itukan demi kamu, Baby. Apa sih yang nggak buat kamu. Sekarang aku bantu kamu bangun, kita sarapan, ya. Natasha udah nunggu, katanya kangen sama dedek bayinya,” ucap Max sambil membant
Berselang beberapa jam, Max dikabari oleh dokter bahwa Nayra telah dipindahkan ke ruang perawatan. Namun, kondisi Nayra masih belum stabil, sampai saat ini Nayra belum siuman juga. Natasha menghampiri mommy-nya sambil menangis menciumi tangan Nayra.“Mom, bangun. Natasha nggak mau kehilangan Mommy,” ucap Natasha dengan air mata yang mengaliri pipi merahnya.“Sayang, mommy pasti akan bangun. Natasha banyak berdoa, ya. Daddy yakin, mommy akan segera sadar,” ucap Maxime. Natasha mengangguk, lalu memeluk daddy-nya.Max harus kuat, karena kalau dia lemah juga, maka siapa yang akan menguatkan keluarga kecilnya. Dalam hatinya merasa sakit, melihat istrinya belum juga sadar, padahal buah hati mereka sudah menunggu pelukan dari mommy-nya. Rasanya ia ingin menangis, tapi kalau dia menangis apa menyelesaikan semuanya? Max harus kuat, demi Nayra, juga demi kedua buah hatinya.“Baby, kamu pasti bangun. Kamu lihat, bayi kita sekarang ada di samping kamu, dan Natasha sangat bahagia melihat adikn
"Mulai sekarang kita putus, Wa!""Bianca, tunggu!"Gadis bernama Bianca itu menghempaskan kasar tangan Dewa yang hendak mencegahnya pergi. "Apa lagi?""Lo nggak salah minta putus?" tanya Dewa sambil mengernyitkan dahi."Salah? Apa yang salah? Iya, gue minta putus Dewa Adrian Nichole!""Ya udah kalau mau lo putus. Tapi jangan nyesel di kemudian hari," ucap Dewa dengan penekanan pada gadis yang awalnya rela mengejar-ngejar Dewa duluan."Lo tuh nggak ada rasa nyesel ya, udah nyakitin cewek lo sendiri!" sentak Bianca dengan wajah memerah meluapkan emosi."Lo bukan cewek gue, ya, Bianca!""Emang lo, ya, Wa. Lo tuh akan dapat karma!""Terserah," jawab Dewa tidak peduli.Awalnya dia kira berpacaran dengan Bianca menarik. Secara Bianca adalah gadis yang terkenal disukai oleh para cowok di sekolah. Ternyata tidak berlaku bagi Dewa. Baru sebulan dekat saja, Dewa sudah tidak betah."Siapapun cewek yang Lo tembak jadi cewek lo, bakalan langsung mutusin lo nggak lama dari itu. Camkan kutukan gue b
"Kak Dewa!"Dewa hanya diam tidak merespon gadis imut yang ada di sebelahnya."Marah, ya?"Raut menggemaskan itu terus menatapnya tanpa dosa.Sialan! Dewa mengumpat dalam hatinya. Kenapa gadis itu sangat menggemaskan. Rasa-rasanya Dewa ingin menghabisinya saat itu juga.Jangan lupa, Dewa merupakan playboy pada masanya."Nggak, biasa aja," jawab Dewa."Kalau gitu, kenapa dari tadi diam aja?" tanya gadis itu mulai berani menyentuh tangan Dewa.Hentikan gadis kecil. Kamu tidak tahu siapa yang kamu sentuh.Dewa sontak menatap mata gadis itu yang tengah menatapnya ragu-ragu. "Coba pejamkan mata kamu," pintanya.Dengan sepolos kertas putih yang belum dikotori oleh coretan sama sekali. Gadis itu menuruti kata-kata Dewa. Ia segera memejamkan matanya.Dewa tersenyum. Bentuk bibir merah nan tipis, hidung mancung dengan bentuk yang manis, bulu mata lentik yang amat menggoda sejak pertama kali ia memandang.Ah, Nirmala, kamu sempurna.Dewa tidak tahu jika keputusan maminya pindah ke Bandung akan
Dewa segera mendorong pelan tubuh Mala. Ini sudah lebih dari batas kemampuan Dewa menahan segalanya. Dia sadar, dia tidak boleh gegabah. Terlebih lagi, Mala masih sekolah."Mala, maafin Kakak, ya," ucap Dewa memperbaiki posisi duduk Mala.Ia sudah kembali ke posisi tepat di depan kemudi lagi sekarang."Ah, iya, nggak apa-apa, kok, Kak." Mala jadi kikuk sendiri.Jujur dia terbawa suasana dengan keadaan tadi."Sekarang Kakak antar kamu pulang, ya," kata Dewa."Iya, Kak," angguk Mala.Sepanjang perjalanan menuju rumah, mereka tidak berbicara lagi satu sama lain. Mala sibuk memainkan ponsel untuk membunuh rasa malu yang luar biasa. Jantungnya masih berdegup tidak menentu merasakan sentuhan Dewa terhadapnya beberapa waktu lalu.Begitu juga dengan Dewa, dia sadar dia sudah melakukan tindakan yang berlebihan. Dia memang brengsek! Beruntung tadi tidak kelepasan.***Sesampainya di depan rumah mereka. Ya, rumah mereka. Rumah Mala dan Dewa memang bersebelahan karena mereka tetangga.Rumah denga
Dewa Adrian Nichole. Putra bungsu Maxime Nichole dan Nayra itu baru saja pindah ke Bandung. Dewa awalnya menolak saat orang tuanya mengajaknya pindah. Tapi berhubung ini adalah keinginan mommy-nya, Dewa terpaksa mengiyakannya.Nayra bersedih, karena kepergian uncle-nya yang memilih tinggal di Italia bersama anak dan istrinya. Nayra ingin mencari suasana baru, sehingga ia memutuskan untuk pindah ke Bandung."Huh. Apa bagusnya di sini? Lebih enak di Jakarta." Dewa sedang duduk-duduk di bawah pohon yang berada di belakang rumahnya sendirian. Tiba-tiba ia mendengar suara dari atas pohon."Duh, siapa aja tolongin Mala dong!"Dewa terkejut dan langsung mendongakkan kepalanya. "Astaga. Siapa kamu?" Seorang cewek kira-kira masih seusia anak SMP. Pendek, kecil, manis juga sih, batin Dewa."Ih, Kakak, jangan ngeliat ke atas. Aku pake rok. Kakak mau ngintipin Mala ya!" Gadis itu melebarkan matanya."Dih, kecil-kecil galak! Siapa juga yang ngintipin kamu!"Dewa melihat ke atas lagi, memang benar
Bahagia itu sederhana. Cukup liat kamu bahagia. Dewa Adrian ~*****Awalnya, Dewa merasa sikap Mala terlalu kekanak-kanakan. Bahkan dulu pertama kali Dewa mengenal Mala, gadis itu agak menyusahkan. Selalu datang, menganggu setiap aktifitas Dewa. Sampai suatu hari, Mala sakit, dia tidak lagi menganggu Dewa.Mala yang ternyata sakit typus itu hanya berdiam diri di sebuah kamar rumah sakit. Saat itu Dewa merasa ada yang kurang dari kesehariannya.Harinya mungkin damai, tapi ia merasa ada yang berbeda. Kehadiran Mala ternyata berdampak besar buat Dewa. Mala yang sangat riang, lucu, menyenangkan. Meksipun terkadang agak merepotkan, tapi nyatanya Dewa menikmati saat-saat Mala membuatnya repot sekalipun."Kakak nggak akan tinggalin Mala, Kakak mau selalu ada Mala di keseharian Kakak." Dewa ~*****Mala dan Dewa sudah diperjalanan menuju bioskop. Beberapa saat yang lalu Dewa ditertawakan oleh temannya, karena mengenakan jaket couple berwarna merah muda. Tentu saja, itu semua ulah Mala yang me