Dewa Adrian Nichole. Putra bungsu Maxime Nichole dan Nayra itu baru saja pindah ke Bandung. Dewa awalnya menolak saat orang tuanya mengajaknya pindah. Tapi berhubung ini adalah keinginan mommy-nya, Dewa terpaksa mengiyakannya.Nayra bersedih, karena kepergian uncle-nya yang memilih tinggal di Italia bersama anak dan istrinya. Nayra ingin mencari suasana baru, sehingga ia memutuskan untuk pindah ke Bandung."Huh. Apa bagusnya di sini? Lebih enak di Jakarta." Dewa sedang duduk-duduk di bawah pohon yang berada di belakang rumahnya sendirian. Tiba-tiba ia mendengar suara dari atas pohon."Duh, siapa aja tolongin Mala dong!"Dewa terkejut dan langsung mendongakkan kepalanya. "Astaga. Siapa kamu?" Seorang cewek kira-kira masih seusia anak SMP. Pendek, kecil, manis juga sih, batin Dewa."Ih, Kakak, jangan ngeliat ke atas. Aku pake rok. Kakak mau ngintipin Mala ya!" Gadis itu melebarkan matanya."Dih, kecil-kecil galak! Siapa juga yang ngintipin kamu!"Dewa melihat ke atas lagi, memang benar
Bahagia itu sederhana. Cukup liat kamu bahagia. Dewa Adrian ~*****Awalnya, Dewa merasa sikap Mala terlalu kekanak-kanakan. Bahkan dulu pertama kali Dewa mengenal Mala, gadis itu agak menyusahkan. Selalu datang, menganggu setiap aktifitas Dewa. Sampai suatu hari, Mala sakit, dia tidak lagi menganggu Dewa.Mala yang ternyata sakit typus itu hanya berdiam diri di sebuah kamar rumah sakit. Saat itu Dewa merasa ada yang kurang dari kesehariannya.Harinya mungkin damai, tapi ia merasa ada yang berbeda. Kehadiran Mala ternyata berdampak besar buat Dewa. Mala yang sangat riang, lucu, menyenangkan. Meksipun terkadang agak merepotkan, tapi nyatanya Dewa menikmati saat-saat Mala membuatnya repot sekalipun."Kakak nggak akan tinggalin Mala, Kakak mau selalu ada Mala di keseharian Kakak." Dewa ~*****Mala dan Dewa sudah diperjalanan menuju bioskop. Beberapa saat yang lalu Dewa ditertawakan oleh temannya, karena mengenakan jaket couple berwarna merah muda. Tentu saja, itu semua ulah Mala yang me
Setelah memastikan dirinya lebih tenang dan terkendali. Dewa keluar dari kamar mandi lalu melirik Mala yang tengah terpejam.Seperti biasa, Mala sudah tertidur. Dewa mengusap kasar wajahnya sambil memperhatikan wajah polos Mala. "Terkadang Kakak bingung, kamu beneran nggak ngerti atau kamu belum paham apa itu gairah? Nggak mungkin lah bego banget sih lo, Wa!"Dewa mengetahui batasan dalam dirinya. Sejujurnya dia tidak bisa menahan keinginan kotor itu. Anggap lah Mala memang polos dan menggoda.Itu semua dia jaga demi Nirmala. Dewa tidak mau mengotori gadis cantiknya. Selama ini dia berusaha sekuat mungkin menjaga kesucian tetangga kecilnya meski itu selalu membuatnya was-was.Namun lelaki normal, dia memiliki naluriah yang tidak bisa di padamkan tanpa tindakan. Shit!"Met bobo, sweety." Meski tubuhnya masih menyisakan rasa panas. Dewa keluar dari kamar itu dia memutuskan untuk tidur di ruang televisi membiarkan Mala tidur nyenyak di kamarnya.***Keesokan harinya.Nayra dan Maxime bar
Mala lagi-lagi tersipu malu. "Oke deh."Mereka turun ke meja makan. Disana Max dan Nayra sudah menunggu keduanya."Morning Mala Sayang." Nayra tersenyum dengan manisnya."Morning Tante, morning Om.""Morning Sayang," sahut Max.Mala duduk di samping Dewa, sedangkan Maxime terus memandangi leher Mala, dia sedikit menajamkan matanya dan itu membuat Dewa menghembuskan napas panjang.Untung aja nggak ada jejak. Dewa merasa aman."Om liatin apa? Ada yang aneh ya dengan Mala?"Nayra mengernyitkan kening. Ia bukan tidak memperhatikan suaminya, bahkan dia menyadari suaminya itu terus memperhatikan leher Mala."Tau nih Daddy, liatin apa sih!" ketus Nayra sambil melebarkan matanya.Max sampai hampir tersedak melihat raut istrinya barusan. "Bukan apa-apa, kok."Dewa terkekeh pelan sambil menaruh susu hangat di depan Mala. "Minum susunya ya Sayang.""Makasih Kakak." Mala mengambilnya dan langsung meminumnya pelan-pelan."Sayang, ayah bunda kamu kapan pulang dari luar kota?" tanya Nayra.Mala meng
"Pagi anak-anak. Hari ini kita kedatangan murid baru. Masuk, perkenalkan diri kamu ke teman-teman ya," ucap Bu Bianca wali kelas 12 IPS.Seorang cowok tingginya kira-kira 178cm, hidung mancung, bibir penuh membuat senyumnya makin terlihat manis.Ganteng banget. Murid-murid cewek di kelas tersebut langsung berdecak kagum dengan melantunkan pujian.Mala hanya terdiam, sambil kembali fokus ke buku tulisnya.Dewa love Mala. Itu yang sedang ditulis Mala di buku tulisnya sekarang, sambil tersenyum menunggu waktu pulang tiba, katanya Dewa akan memberikannya hadiah. Apa ya kira-kira?"Kenalin, Gilang Darmawan pindahan dari Jakarta." Perkenalan singkat, tapi sanggup membuat seisi kelas bergeming, bukan hanya karena parasnya, tapi pembawaan cowok itu pun sangat cool, elegant."Oke Gilang, kamu duduk di sebelah Nirmala yah. Berhubung hanya Mala yang duduk sendirian," ujar Bu Bianca.Mala hanya diam, sambil tersenyum manis ke arah Gilang.Deg. Saat itu Gilang langsung tertawan oleh senyuman Mala
Sesuai janji Dewa, sepulang Mala sekolah ia akan membelikan sesuatu sebagai hadiah untuk Mala. Mereka pergi ke pusat perbelanjaan. Mala terus menggandeng tangan kak Dewa-nya, sesekali Dewa mengusap rambut Mala yang tergerai."Kamu nggak gerah? Diikat aja rambutnya, Sayang.""Iya gerah sih, tapi Mala lupa bawa ikat rambut," jawab Mala sambil mengerucutkan bibir.Dewa menarik tangan Mala membawanya ke sebuah toko aksesoris yang ada di Mall tersebut. Sambil mengedarkan pandangan, mencari kira-kira ada ikat rambut yang cocok untuk Mala atau tidak."Kak kamu mau apa?" tanya Mala, bingung."Coba kamu lihat ini, bagus nggak?" tanya Dewa sambil menunjuk pada pilihan ikat rambut yang ada di dalam rak khusus.Mala menyentuhnya dan pilihannya jatuh pada salah satunya. "Yang ini aja Kak." Mala tersenyum sambil menunjuk pilihannya."Oke, aku bayar dulu deh. Biar bisa langsung dipakai." Dewa berjalan ke meja kasir. Mala masih berjalan di sekitar tempat itu, melihat-lihat sekeliling."Ganteng banget
"Dad. Dewa bisa jelaskan yang tadi—""Daddy udah lihat semuanya sendiri. Nggak perlu di jelaskan." Max masih menajamkan mata pada anak lelakinya yang saat ini tengah berdiri di depannya.Mala dan Nayra menunggu di luar ruangan kerja Maxime. Tadi, Max tidak memperkenankan Nayra dan Mala ikut masuk ke dalam."Tapi Dad, tadi Dewa cuma peluk Mala aja."Tentu Dewa tidak merasa itu perbuatan yang melanggar. Hanya sebuah pelukan, apa salahnya?"Oh ya? Haruskah di depan umum? Kalian berpelukan seperti tadi di depan banyak orang. Daddy udah sering bilang, Mala masih kecil. Dia belum lulus SMA, Dewa."Kali ini Dewa tidak dapat menjawab. Tapi, dia sudah cukup dewasa, meski kalau di dekat Mala, Dewa selalu merasa jauh lebih kekanakan. Tidak tahu, entah kenapa. Atau karena Mala yang masih terlalu muda? Atau karena Dewa yang begitu menyukai gadis kecil itu."Maaf Dad, Dewa salah." Tidak dapat membantah, dia tahu seharusnya dia tidak memeluk Mala di depan umum juga. Meski, keadaan saja yang tidak be
"Kak Dewa kok nggak makan?" tanya Mala."Hm, Iya Kakak makan." Dewa pun memakan bakso miliknya, tapi kali ini rasanya tidak seperti biasa, dia merasa bakso itu hambar."Kakak kok kayak sedih gitu sih? Oh iya, Mala sampai lupa, apa yang di omongin Om Max tadi? Apa Om marahin Kakak?""Enggak kok, Daddy nggak marahin Kakak. Mala tenang aja ya, Kak Dewa sayang banget sama Mala. Apapun yang terjadi meski kita akhirnya terpisah sementara waktu. Kak Dewa akan tetap menunggu Mala."Tentu saja gadis itu bingung, untuk apa juga Dewa berkata seperti itu? Mereka kan tidak akan terpisahkan, pikir Mala."Iya, tapi siapa juga yang bakalan memisahkan kita sih, Kak. Aku akan tetap di sini, di Bandung sama Kakak," tutur Mala dengan yakin."Iya, itu kan seandainya, Sayang." Dewa mengusap pipi Nirmala, gadis yang sudah seperti adik, teman, bahkan kekasih buatnya.Mala hanya tersenyum. "Kakak lagi mellow ya. Tumben berandai-andai segala."Gadis itu masih bisa tersenyum manis, dan Dewa berharap senyuman it
Derap langkah terdengar semakin dekat membuntuti Mala yang terus mempercepat langkah kakinya."Siapa sih, kenapa dia ngikutin aku?"Napas Mala terengah-engah setelah dia berhenti karena tak kuat lagi berlari. Ini semuanya karena Dewa tidak menjemputnya di acara reuni teman SMA Mala. Entah siapa orang yang mengikutinya tadi, yang jelas Mala ketakutan."Hallo, Kak. Kamu jemput aku dong, please, aku takut." Suara langkah kaki semakin dekat. Kedua bola mata Mala membulat sempurna saat lengan kekar melingkar di pinggangnya."Aaaaaaaaaaaaaaa....." teriaknya."Sayang, ini aku."Mala menutup mulutnya. Itu seperti suara..."Kak Dewa!"****"Jadi tadi beneran ada yang ikutin aku?" kaget Mala saat suaminya bilang bahwa seorang lelaki mencoba untuk membuntuti Mala. Beruntung Dewa sampai tepat waktu."Iya. Tadi aku emang ada urusan kerjaan di kantor. Semenjak kamu memutuskan untuk resain, aku kan hendel semuanya sendiri, Sayang.""Tapi kan itu keinginan kamu juga, Kak. Aku diminta resain.""Iya.
Mala merasa bersalah pada suaminya. Padahal Dewa bilang tidak apa-apa jika dia belum siap. Sejak tadi Dewa sibuk dengan pekerjaannya. Mala sebagai sekertaris Dewa saat di kantor tidak berani mengajak ngobrol suaminya itu tentang urusan pribadi."Huffffttt...." Mala menghela napas panjang sambil melirik ke arah suaminya yang tak menatapnya sama sekali.Apakah dia marah?Mala beranjak dari duduknya. Dia tidak bisa begitu terus, dia merasa sangat bersalah dan dia satu-satunya yang bersalah. Dewa boleh berkata tidak apa-apa, tapi tetap saja buat Mala sikap suaminya itu agak berbeda."Kak. Kamu marah kan?"Dewa menaruh bolpoin di tangannya. Lalu ia membuang napas perlahan, dengan senyuman tipis, dia menggelengkan kepala. "Enggak, Sayang.""Karena hal seperti itu aja, aku nggak mungkin marah," tambah Dewa.Mungkin suaminya tidak marah. Tapi tetap saja ia merasa bersalah. "Mala nggak konsen kerja.""Ini kan kamu yang minta, Sayang. Kamu bilang mau mulai kerja kan?" ucap Dewa."Iya. Tapi seka
Mala membuka matanya perlahan. Garis bibirnya melingkar cantik menatap pria yang sedang terpejam, nyenyak disampingnya. Mala mengambil cermin, melihat bibirnya agak bengkak dan rambutnya yang berantakan. Dia terkekeh sendirian, tapi pria di sampingnya tidak terusik sama sekali."Capek ya. Kamu sih, mainnya nggak kira-kira," ringisnya sambil menggerakkan perlahan kakinya."Ouch!" pekiknya merasakan tubuhnya sedikit perih dan tidak nyaman."Sayang!" Dewa langsung terkejut saat mendengar suara istrinya. "Kamu kenapa?"Mala menggigit bibir bawahnya sambil meringis, ia tidak berani menyibak selimut di atas tubuhnya. Hanya menggeleng pada suaminya. "Enggak. Aku cuma... Perih.""Perih? Yang mana?" tanya Dewa sambil menyentuh kedua pipi Mala. "Aku nyakitin kamu, ya?" ia menelisik."Bukan. Ini cuma agak perih di bagian--" putus Mala, malu."Bagian mana? Sini, biar aku obatin." Dewa memang polos atau pura-pura tidak tahu sih, bagian mana lagi kalau bukan bagian dimana dia menghujam Mala berulan
"Bun. Mala pulang ke rumah kan?""Mala. Kamu pulang ke apartemen Dewa dong. Masa mau pulang sama Bunda?""Bukannya biasanya tidur di rumah pengantin wanita dulu Bun?""Dewa maunya langsung ke apartemen. Lagi pula Bunda nggak bisa lama di Bandung, Sayang. Tapi, kalau Mala mau tinggal di rumah, Bunda seneng dan mengizinkan.""Bunda mau ke Korea lagi?"Delia mengusap bahu putrinya. "Mala kan udah ada yang jaga. Bunda dan Ayah udah merasa tenang. Tapi, bukan karena itu juga Bunda harus balik segera ke Korea. Bunda dan Ayah masih harus mengurus sesuatu di sana. Mala mengerti kan?""Mala ngerti kok," angguk Mala, memeluk bundanya. "Mala sayang Bunda. Maafin Mala ya, kalau selama ini Mala sering merepotkan Bunda dan Ayah.""Jangan ngomong gitu, Sayang. Mala nggak pernah merepotkan. Bunda dan ayah bahagia punya putri cantik seperti Mala," balas Delia.Begitulah obrolan Mala dengan Delia setelah acara selesai.Mala menghela napas panjang. Saat ini di sebelahnya ada Dewa yang sedang menyetir mo
Sampai detik ini Mala seolah tidak percaya bahwa di tempat ini dia sedang duduk menunggu kedatangan Dewa sebagai calon mempelai pria. Hari ini adalah hari pernikahan Mala Dewa.Gedung hotel sengaja di pesan Delia, ibunda Mala. Sebagai penyelenggara pesta untuk putri semata wayangnya. Delia dan Mahen merasa lega karena putrinya yang sempat berpisah dari Dewa akhirnya kembali bersatu dan hari ini mereka akan menikah.Teman-teman Mala pun berdatangan menghampiri Mala yang sudah terbalut kebaya khas Sunda, cantik dan menawan. Hanya saja Mala mencari keberadaan sahabatnya, Cilla. Gadis itu tidak terlihat hadir bersama Vina yang datang menggandeng kekasih barunya."Vin. Cilla mana? Kok nggak datang?"Vinna mendadak muram. "Dia kayaknya nggak bisa datang. Dia hari ini nemenin nyokapnya di RS. Lo tahu nggak, Mala? Bokapnya Cilla belum lama sakit, terus sekarang gantian deh nyokapnya sakit. Dia sedih banget, mana lo tahu kan, kalau dia suka sama Gilang? Tapi, Gilang malah menolak dia. Padahal
Masih dengan perasaan kesal. Dewa membuka pintu rumahnya. Entah siapa yang bertamu malam-malam begini."Selamat malam," ucap seorang wanita yang tersenyum kecil pada Dewa."Kris? Mau apa kamu ke rumah saya?" tanya Dewa ketus.Ia memijat kening, apa lagi yang akan di perbuat Kristal kali ini. Kalau saja bukan karena Daddy-nya yang berteman dekat dengan orang tua Kristal, mungkin Dewa sudah lama memecat Kristal tanpa memutasikan nya."Aku kesini mau-" jawabnya terpotong saat melihat seorang gadis yang muncul di belakang Dewa."Kamu?" kata Kristal kaget. "Kamu sedang apa di rumah Dewa?"Mala menggelayut manja di lengan Dewa. "Sayang. Kamu udah ngantuk?" tanya Dewa sembari mengusap sulur anak rambut gadisnya."Iya. Kamu masih lama nggak?" balas Mala tanpa mempedulikan Kristal."Kris, kamu mau apa?" tanya Dewa."Kamu tinggal berdua dengan dia?" ucap Kristal, dia terlihat sangat kaget."Kalau iya, kenapa?" sahut Dewa. Mala hanya menatap sinis pada Kristal."Mbak. Tadi kenapa sih cium-cium p
"Tapi kamu suka kan, di mesumin Kakak?""Kakak! Apaan sih, udah ah pokoknya Mala pinjam baju Kakak!""Oke oke, Kakak ambil dulu ya.""Gitu dong." Mala mengangguk. Ia malas pulang ke rumahnya untuk sekedar ganti baju, padahal mereka bersebelahan. Mala berpikir akan menyenangkan jika mereka menikah nanti, selalu bersama dalam satu atap."Sayang. Pakai bajunya ya." Dewa menyerahkan kemeja miliknya dalam keadaan bertelanjang dada. Mala berteriak reflek. "Ahhhh..., Kakak! Porno ih!""Apa sih, hm? Masa gini doang porno. Aku masih pakai celana," bisiknya di telinga Mala.Gadis itu bertambah merona. "Sini kan bajunya. Aku mau ganti sekarang. Mala mengambil baju ditangan Dewa lalu berlari masuk ke kamar mandi. Dewa tertawa melihat Mala yang berlari dengan pipi merah. "Gemes banget. Sabar Wa. Ini ujian, tahan..."Dewa mengenakan kaos tanpa lengan miliknya lalu mulai memeriksa bahan masakan yang ada di dalam kulkas. Mala ingin memakan pasta, dia ingat kalau Mala sangat suka pasta buatannya.Ceri
"Mala!" Dewa berlari mengejar Mala yang berpamitan untuk pulang."Mala! Jangan lari, Sayang." Dewa terus mengejar Mala, sampai-sampai kakinya menyandung sebuah pembatas jalan hingga ia mengaduh kesakitan."Argh!" pekiknya. "Sial!"Mala berbalik, ia segera berlari menuju Dewa."Kakak nggak apa-apa kan? Mana yang sakit?" tanyanya sambil memegangi lutut Dewa. Terlihat baik-baik saja, syukurlah.Dewa langsung memeluk Mala dengan erat. "Jangan pergi. Jangan lari kayak gitu. Nanti kalau kamu jatuh gimana, sakit. Terus jangan cemburu, maafin aku untuk yang tadi."Mala tidak menangis, dia hanya kaget melihat pemandangan tadi. Mala juga tidak marah, dia percaya pada Dewa.Hanya saja Mala bingung, kenapa wanita tadi langsung mencium Dewa begitu saja.Siapa sebenarnya dia?"Mala cuma nggak betah di sana. Mala nggak suka lihat cewek tadi yang tiba-tiba cium kamu," sahut Mala dengan santai sambil menatap mata Dewa."Iya. Dia itu Kristal mantan sekertaris aku. Dia memang begitu, terlalu agresif den
Dewa sudah bersiap dengan setelan kemeja dan jas yang rapih. Tadinya Dewa pikir dia akan berangkat sendiri ke pesta pertunangan sahabatnya, Dika. Tentu rasanya amat bahagia, dia bisa datang bersama gadis yang paling dicintainya, Nirmala.Seutas senyum tak pudar menghiasi bibirnya. Dewa memperbaiki tuxedo dilehernya, lalu berbalik dari cermin menuju ke luar rumah menjemput Mala, tetangganya.Mala pun sudah siap dengan tampilan yang natural. Meski usianya 20 tahun, tetap saja gaya yang digunakan Mala tidak banyak berubah, dia tetap Mala manis yang lebih suka tampil apa adanya, minimalis."Kayak anak kecil nggak sih?" gumam Mala di hadapan cermin sambil memperhatikan penampilannya sendiri.Melihat pantulan dirinya sendiri membuatnya teringat sosok wanita yang pernah mengantar Dewa pulang dalam keadaan mabuk. Wanita dengan high heels merah, dia terlihat seksi dan cantik.Mendadak Mala kembali insecure dengan dirinya sendiri. Apakah Dewa menyukai wanita yang seksi seperti itu?Saat dia sed