Share

Mari kembali ke Masa Lalu
Mari kembali ke Masa Lalu
Author: Nola Amalia

Prolog

Author: Nola Amalia
last update Last Updated: 2021-09-27 18:53:53

10.00 PM

Kamar putih yang tak begitu luas masih disinari cahaya lampu yang memancar. Wajah pucat, keringat dingin dan mata kantuk, selalu dirasakan Arindha setiap malam. Sunyi, entah kenapa hal yang dijauhi banyak orang malah menjadi teman setia Arindha, menjadi penenangnya sampai dia bisa tidur lelap. Dulu, Arindha juga menjauhi kata itu, sunyi. Rasa traumanya, rasa takutnya akan mimpi yang sama membuatnya hampir gila, sampai dia menemukan ide yang menurutnya ampuh, obat tidur. Dosis obat yang dikonsumsi Arindha semakin lama semakin meningkat, lambung dan hatinya hampir terkena dampak dari obat itu sebulan terakhir. Kondisinya tidak bisa dikatakan baik, tapi berteman dengan sunyi bisa sedikit membantu tubuhnya untuk beradaptasi tanpa obat-obatan lagi dan lagi.

Bushh..

Arindha merebahkan tubuhnya di lantai yang beralaskan karpet yang cukup tebal, dia menggerakkan kepalanya kekanan dan kiri, matanya yang sejak tadi melihat ke satu arah, kini mulai bergerak mengamati pintu yang hanya beberapa meter di dekatnya.

Pyarrr

Bulu kuduk Arindha tiba-tiba berdiri dan suasana berubah mencekam. Kamar Arindha yang terang benderang pun tak bisa menghentikan rasa takut yang datang tanpa permisi masuk di pikiran Arindha. Trauma dan mimpi seram yang datang setiap malam membuat gadia ini takut dengan semua hal, gadis ini selalu takut dengan apa yang ada dalam pikiran dan bayangannya.

Klingg...

Napas Arindha mulai tak beraturan, dia sudah mencoba menenangkan pikirannya, tapi tidak. Suara itu mencul yang kedua kalinya. "Suara apa sih? Nakutin aja," monolog Arindha dengan menyipitkan kedua matanya

Meskipun Arindha penakut, tapi rasa penasarannya berhasil membujuk kedua kakinya untuk beranjak dari tempatnya. Dia mulai berjalan dan membuka pintu kamarnya yang terkunci dengan perlahan.

Ceklek!

Kunci yang terpasang masih berkerja dengan semestinya. Arindha menyipitkan kedua penglihatannya, berusaha sebisa mungkin melihat apa yang sebenarnya terjadi dengan bola matanya yang sudah panas dan lelah.

Wanita paruh baya sedang membungkuk memunguti beberapa pecahan beling yang tersebar di lantai.

"M-mama, ng-ngapin?" tanyanya gugup.

Wanita paruh baya yang selalu mengenakan sweater menoleh dengan mula datar. "Belum tidur?" tebak wanita yang bernama Rita.

"I-iya, ma. Arin belum bisa tidur, mama tahu sendiri, kan. Arin kalau tidur jam dua pagi," ujar Arindha yang mencoba menjelaskan.

Rita mulai mendekati putrinya yang masih berdiri dibalik pintu dan memeluknya sayang. "Ada mama. Mama akan buat putri kecil mama tidur sebelum tengah malam," kata Rita sambil mencubit hidung Arindha.

"Ma, mama harus disini sama Arin terus, ya. Mama gak boleh pergi," titah Arindha sambil memeluk Rita dengan erat. 

Rita mengelus rambut anaknya yang berantakan, dia sangat menyayangi anaknya walau kadang dia tak selalu ada ketika Arindha membutuhkan bantuannya. Namun, Rita yakin, Arindha adalah anak yang kuat melebihi dirinya.

"Mama gak kemana-mana, Mama akan selalu ada di hati putri kecil mama," kata Rita dengan mencium kening Arindha. "Arin, ayo tidur. Jangan sampai besok kesiangan," titahnya sambil menggandeng Arindha menuju ranjang yang rapi tak tersentuh.

Mereka membaringkan tubuh dengan posisi saling memeluk. Tak sampai lima menit, ucapan Rita terjadi, kini anak satu-satunya sudah tidur dengan pulas.

Keduanya memiliki harapan yang sama pada Tuhan. Selalu bersama, tak ada kata pisah yang membuat duka dalam keluarga. Tapi, tak ada tawar-menawar tentang batas waktu setiap orang. Semua sudah digariskan dan ditetapkan oleh sang Kuasa, hanya perlu menunggu sampai waktu yang memberi kabar.

07.30 AM.

Cahaya matahari yang meninggi menerobos celah jendela kamar putih yang pemiliknya masih tertidur pulas, sepertinya Tuhan memerintahkan matahari untuk membangunkan anak ini. Arindha mulai terusik, merasakan ada sesuatu yang hangat menyinari wajah putihnya, ia mulai menggeliat dan meraba disekitar ranjangnya.

Alisnya berkerut seolah tak percaya apa yang dirasakan tangannya. "Ma."

Mata Arindha terbelalak, seolah yakin apa yang ada di dalam pikirannya. "Mama?

Dengan sisa tenaganya Arindha berjalan keluar dari kamarnya, dia mencari seseorang yang tiba-tiba saja menghilang sebelum mengucapkan kata pamit kepadanya.

"Surat Papa!"

Seolah sudah menduga hal ini akan terulang kembali, dia berlari dengan kaki mungilnya ke ruangan yang sangat hangat untuknya namun terasa asing saat ini, ruang makan.

Arindha mengambil surat yang diatasnya sudah terdapat roti dengan selai kesukaannya, ia buka perlahan suart itu dengan wajah sendu, lipatan kertas itu sudah terjuntai paniang di kedua tangannya. Tak dibaca, dia hanya melihatnya, itu pun tak sampai lima detik seolah hapal dengan apa yang akan disampaikan Jati, ayahnya.

Arindha menarik napas dalam dan melirik jam dinding di ruangan itu, "Ya ampun, telat lagi." keluhnya dengan wajah sendu.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
awal yang bagus.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Mari kembali ke Masa Lalu   SATU

    Seorang gadis berpakaian putih abu-abu tengah berlari tergesa-gesa berusaha memasuki area sekolahnya. Di kejauhan, dia sudah melihat teman-temannya yang terlambat berbaris rapi menunggu hukuman dari Pak Karyo, dia adalah guru BK tergalak dari yang lainnya. Iya, ada guru BK lainnya, beliau bernama Pak David. Pak David eksis di SMA Nusantara, wajah tampan dengan sikapnya yang ramah dan sedikit dingin membuat para murid gelapapan bukan main. Kedua mata Arindha terus bergerak mencari jalan terbaik untuk kabur dari hukuman. Kaki Arindha mulai melangkah ke belakang secara perlahan. Tetapi.. Krekk “Arindha!!” bentak Pak Karyo keras sambil meririk tepat di arahnya. "Sial." Alisnya berkerut, wajah tertekuk, ia hanya bisa menerima nasibnya dan berjalan mendekati Pak Karyo dan sekumpulan teman-temannya yang terlambat. “Nggak bosan bapak hukum? kamu kira ini TK yang masuknya jam setengah delapan, hah?” cetus Pak Karyo. “Mm-maaf Pak, say-”

    Last Updated : 2021-10-04
  • Mari kembali ke Masa Lalu   DUA

    Arindha mulai berjalan meninggalkan mereka bertiga dan mulai fokus memikirkan cara agar bisa menyelinap masuk ke dalam kelasnya. Beruntung, mata pelajaran pertama Arindha adalah Fisika. Tidak seperti Pak Karyo yang selalu ceramah di pagi hari, Bu Yuyun selalu menuliskan banyak rumus saat pelajarannya. “Sst-sst, Rico!” bisik Arindha sambil menatap Rico panik di sudut pintu kelas yang terbuka lebar. Mata Rico mencari asal suara itu, dia celingukan melihat pintu dan jendela-jendela kelas. "Ck, kupingnya bermasalah ni orang." Tangannya dilambai tinggi, berharap Rico melihat tangan kecilnya. Mata Rico bergerak dan berhenti tepat di lambaian Arindha. “Arindha?” Melirik Arindha kebingungan. Telapak tangan Rico mekar dan jari-jarinya merenggang, seolah mengisrayatkan agar Arindha tetap berdiam diri di posisinya. Sementara itu, dia mencari celah agar Arindha bisa memasuki kelas dengan aman tanpa hukuman dari Bu Yuyun yang sama halny

    Last Updated : 2021-10-05
  • Mari kembali ke Masa Lalu   TIGA

    Arindha mulai mengganti pakaiannya, merapikan rambut dan berdiri di depan cermin itu lagi. Arindha kaget, dan segera mencari jepit rambutnya. Dia kembali ke UKS, Arindha mulai menyusuri setiap sudut ruang putih itu. Nihil, Arindha hanya terdiam dan harus merelakan jepit rambut kesayangannya itu. Dia berjalan di kantin, mulai mencari kedua sahabatnya seperti biasanya. Kepala Arindha terus menoleh ke kanan dan kiri. Sampai akhirnya, dia berhasil duduk dengan wajah sumringah di sebelah Hilda. Tangan Hilda menggeser mangkuk yang berisi bakso kuah kesukaan Arindha. “Nih, spesial buat kamu, Rin,” ucap Hilda dengan memperlihatkan barisan gigi putihnya. Arindha tersenyum. “Makasih, lagi,” ucap Arindha pelan. “Mulai besok, kamu harus bangun pagi-pagi. Gak perlu naik angkot lagi, kita berangkat bareng,” titah Rico. Arindha nyengir. “Kalo kepaksa gak usah,” ucap Arindha sambil mengaduk bakso dihadapannya. “Kamu kenapa, sih

    Last Updated : 2021-10-06
  • Mari kembali ke Masa Lalu   EMPAT

    06.00 AM Alarm Arindha berbunyi nyaring sampai membuat telinganya kesal, dia segera mandi dan bersiap lebih awal dari biasanya. Arindha berpikir kalau Rico akan sampai tiga puluh menit setelah dia siap. Nol besar, Rico sudah duduk santai di meja makan sambil menyantap sarapan yang telah dimasak Rita. Arindha yang tak percaya dengan kedua matanya segera mencubit pipi putihnya. Rico menatap Arindha. “Makan, Rin,” ucap Rico. “Kebalik, harusnya aku yang nawarin!” jawab Arindha sinis. Rita jalan dengan perlahan, dia membawa dua gelas susu di nampan kayu. Uban di kepalanya sudah terlihat jelas. Meskipun begitu, Rita masih terlihat anggun dipandang mata. Ubannya boleh dikata banyak, tetapi soal kulit, Rita menang banyak. Cup Rita mencium rambut Arindha. “Makan yang banyak, nak,” kata Rita. “Iya, bun,” jawab Arindha singkat. “Heum … enak banget, bun,” ucap Rico sambil mena

    Last Updated : 2021-10-07
  • Mari kembali ke Masa Lalu   LIMA

    Tangan Alex yang tadinya mengulur dia tarik kembali, tak lama kemudian dia pergi meninggalkan Arindha dan mulai menghisap vapor ia bawa di tangannya. Arindha membawa troli dan galon itu sampai tempat duduk di tepi lapangan, tapi dia kebingungan, karena belum juga menemukan Hilda. Nampak ada lambaian tangan mungil yang biasa dilihat Arindha, itu Hilda. Arindha mendekati Hilda tanpa memperdulikan jika banyak siswa siswi melihatnya dengan muka heran karena membawa troli yang diatasnya terdapat galon. “Galon?” tanya Hilda dengan menatap barang yang dibawa Arindha. “Iya, aku kehabisan air mineral di kantin,” jawab Arindha yang mulai duduk di sebelah Hilda. “Di toko depan sekolah?” tanya Xianzu. “Udah, Zu. Tapi, cuman ada ini,” Melirik galon. “Ya gak papa sih, Rin. Daripada si Rico gak mau minum,” kata Hilda sambil menutup mulutnya yang tertawa kecil dengan tangannya. Pertandingan basket dimula

    Last Updated : 2021-10-18
  • Mari kembali ke Masa Lalu   ENAM

    Gadis kecil berambut cokelat tengah berdiri menatap wajahnya di depan cermin lonjong yang tingginya hampir sama. Beberapa kali dia melirik jam dinding yang tak jauh dari kaca itu. Nggrekk Wanita paruh baya itu menghampiri anaknya, tangannya merangkul lembut tepat di bahu kecil putri kesayangannya.“Cantik.” ucap Rita dengan senyuman lebar sambil mengamati anaknya yang sudah bertumbuh jauh lebih besar. Cup Arindha tersenyum. “Makasih, ma. Kan cantiknya nular dari mama iya, kan?” kata Arindha. Mata Rita beberapa detik beralih, senyumnya mulai memudar perlahan dan menatap anaknya kembali. Rita hanya mengangguk, seolah meng-iyakan pertanyaan putrinya. Rita mengelus rambut Arindha dengan tangannya yang sudah mulai keriput. “Tunggu di depan, yuk. Kasian papa nunggu pintu depan sendiri,” titah Rita. Arindha mengambil tas kecilnya dan mengikuti Rita dari belakang. Peraturan di keluarga sejati adal

    Last Updated : 2021-10-29
  • Mari kembali ke Masa Lalu   TUJUH

    Setelah makan malam, mereka segera pulang tepat waktu. Rico mengalah untuk menganbil mobilnya karena ucapan Arindha saat pertama masuk café. Kaki Arindha mulai kaku berdiri diatas high hill nya yang cukup tinggi, dia mulai berjalan mendekati jalan depan café itu yang mulai sepi untuk mengalihkan perhatiannya pada kakinya yang sakit dan sudah menunggu Rico terlalu lama. Mobil Rico berhenti persis di depan pintu utama café itu, mata Rico bergerak kesana kemari mencari sahabatnya. Dia mencoba menelpon tetapi ponsel Arindha justru bergetar di samping tempat duduknya. “Ngilang kemana kamu, Rin,” keluh Rico yang mulai kesal sambil menggeletakkan ponselnya asal. Rico mulai turun dan mencari Arindha di sekeliling cafe, setelah beberapa saat dia bertemu dengan satpam yang bertugas di depan gerbang. “Pak, liat orang ini?” tanya Rico sambil menunjukkan foto Arindha pada satpam itu. “Iya, tuan. Dia ada di sana,” jawab

    Last Updated : 2021-11-13
  • Mari kembali ke Masa Lalu   Delapan

    Mata Arindha mulai silau walaupun kedua matanya belum terbuka. Cahaya itu lama kelamaan membuatnya kesal. Tangannya mulai mengucek mata kanannya, diamatinya cahaya yang mulai meninggi itu dengan malas."Mama pergi."Bukannya beranjak dari kasurnya, dia malah menenggelamkan wajahnya di selimut tebal yang sejak tadi menempel.**"Woi jambrett!" Teriak seorang gadis yang menggunakan seragam sekolah yang masih rapi karne efek setrika, yap. Dia Hilda. Tapi, pagi ini dia tidak diantar oleh Xianzu, entah ada masalah apa mereka berdua.Di kejauhan, Alex mengendarai motornya dengan santai melewati Hilda yang tengah mengerjar jambret itu."Sialan lo!"Alex tetap mejajukan motrnya, berusaha menyamai kecepatan jambret utu yang sudah hampir tak terlihat.Brukk"Minggir, gak usah ikut campur lo!""Kerja yang bener, jangan jadi pengecut!""Anj**ng"Alex dan jamret itu akhirnya berkelahi

    Last Updated : 2022-02-11

Latest chapter

  • Mari kembali ke Masa Lalu   Delapan

    Mata Arindha mulai silau walaupun kedua matanya belum terbuka. Cahaya itu lama kelamaan membuatnya kesal. Tangannya mulai mengucek mata kanannya, diamatinya cahaya yang mulai meninggi itu dengan malas."Mama pergi."Bukannya beranjak dari kasurnya, dia malah menenggelamkan wajahnya di selimut tebal yang sejak tadi menempel.**"Woi jambrett!" Teriak seorang gadis yang menggunakan seragam sekolah yang masih rapi karne efek setrika, yap. Dia Hilda. Tapi, pagi ini dia tidak diantar oleh Xianzu, entah ada masalah apa mereka berdua.Di kejauhan, Alex mengendarai motornya dengan santai melewati Hilda yang tengah mengerjar jambret itu."Sialan lo!"Alex tetap mejajukan motrnya, berusaha menyamai kecepatan jambret utu yang sudah hampir tak terlihat.Brukk"Minggir, gak usah ikut campur lo!""Kerja yang bener, jangan jadi pengecut!""Anj**ng"Alex dan jamret itu akhirnya berkelahi

  • Mari kembali ke Masa Lalu   TUJUH

    Setelah makan malam, mereka segera pulang tepat waktu. Rico mengalah untuk menganbil mobilnya karena ucapan Arindha saat pertama masuk café. Kaki Arindha mulai kaku berdiri diatas high hill nya yang cukup tinggi, dia mulai berjalan mendekati jalan depan café itu yang mulai sepi untuk mengalihkan perhatiannya pada kakinya yang sakit dan sudah menunggu Rico terlalu lama. Mobil Rico berhenti persis di depan pintu utama café itu, mata Rico bergerak kesana kemari mencari sahabatnya. Dia mencoba menelpon tetapi ponsel Arindha justru bergetar di samping tempat duduknya. “Ngilang kemana kamu, Rin,” keluh Rico yang mulai kesal sambil menggeletakkan ponselnya asal. Rico mulai turun dan mencari Arindha di sekeliling cafe, setelah beberapa saat dia bertemu dengan satpam yang bertugas di depan gerbang. “Pak, liat orang ini?” tanya Rico sambil menunjukkan foto Arindha pada satpam itu. “Iya, tuan. Dia ada di sana,” jawab

  • Mari kembali ke Masa Lalu   ENAM

    Gadis kecil berambut cokelat tengah berdiri menatap wajahnya di depan cermin lonjong yang tingginya hampir sama. Beberapa kali dia melirik jam dinding yang tak jauh dari kaca itu. Nggrekk Wanita paruh baya itu menghampiri anaknya, tangannya merangkul lembut tepat di bahu kecil putri kesayangannya.“Cantik.” ucap Rita dengan senyuman lebar sambil mengamati anaknya yang sudah bertumbuh jauh lebih besar. Cup Arindha tersenyum. “Makasih, ma. Kan cantiknya nular dari mama iya, kan?” kata Arindha. Mata Rita beberapa detik beralih, senyumnya mulai memudar perlahan dan menatap anaknya kembali. Rita hanya mengangguk, seolah meng-iyakan pertanyaan putrinya. Rita mengelus rambut Arindha dengan tangannya yang sudah mulai keriput. “Tunggu di depan, yuk. Kasian papa nunggu pintu depan sendiri,” titah Rita. Arindha mengambil tas kecilnya dan mengikuti Rita dari belakang. Peraturan di keluarga sejati adal

  • Mari kembali ke Masa Lalu   LIMA

    Tangan Alex yang tadinya mengulur dia tarik kembali, tak lama kemudian dia pergi meninggalkan Arindha dan mulai menghisap vapor ia bawa di tangannya. Arindha membawa troli dan galon itu sampai tempat duduk di tepi lapangan, tapi dia kebingungan, karena belum juga menemukan Hilda. Nampak ada lambaian tangan mungil yang biasa dilihat Arindha, itu Hilda. Arindha mendekati Hilda tanpa memperdulikan jika banyak siswa siswi melihatnya dengan muka heran karena membawa troli yang diatasnya terdapat galon. “Galon?” tanya Hilda dengan menatap barang yang dibawa Arindha. “Iya, aku kehabisan air mineral di kantin,” jawab Arindha yang mulai duduk di sebelah Hilda. “Di toko depan sekolah?” tanya Xianzu. “Udah, Zu. Tapi, cuman ada ini,” Melirik galon. “Ya gak papa sih, Rin. Daripada si Rico gak mau minum,” kata Hilda sambil menutup mulutnya yang tertawa kecil dengan tangannya. Pertandingan basket dimula

  • Mari kembali ke Masa Lalu   EMPAT

    06.00 AM Alarm Arindha berbunyi nyaring sampai membuat telinganya kesal, dia segera mandi dan bersiap lebih awal dari biasanya. Arindha berpikir kalau Rico akan sampai tiga puluh menit setelah dia siap. Nol besar, Rico sudah duduk santai di meja makan sambil menyantap sarapan yang telah dimasak Rita. Arindha yang tak percaya dengan kedua matanya segera mencubit pipi putihnya. Rico menatap Arindha. “Makan, Rin,” ucap Rico. “Kebalik, harusnya aku yang nawarin!” jawab Arindha sinis. Rita jalan dengan perlahan, dia membawa dua gelas susu di nampan kayu. Uban di kepalanya sudah terlihat jelas. Meskipun begitu, Rita masih terlihat anggun dipandang mata. Ubannya boleh dikata banyak, tetapi soal kulit, Rita menang banyak. Cup Rita mencium rambut Arindha. “Makan yang banyak, nak,” kata Rita. “Iya, bun,” jawab Arindha singkat. “Heum … enak banget, bun,” ucap Rico sambil mena

  • Mari kembali ke Masa Lalu   TIGA

    Arindha mulai mengganti pakaiannya, merapikan rambut dan berdiri di depan cermin itu lagi. Arindha kaget, dan segera mencari jepit rambutnya. Dia kembali ke UKS, Arindha mulai menyusuri setiap sudut ruang putih itu. Nihil, Arindha hanya terdiam dan harus merelakan jepit rambut kesayangannya itu. Dia berjalan di kantin, mulai mencari kedua sahabatnya seperti biasanya. Kepala Arindha terus menoleh ke kanan dan kiri. Sampai akhirnya, dia berhasil duduk dengan wajah sumringah di sebelah Hilda. Tangan Hilda menggeser mangkuk yang berisi bakso kuah kesukaan Arindha. “Nih, spesial buat kamu, Rin,” ucap Hilda dengan memperlihatkan barisan gigi putihnya. Arindha tersenyum. “Makasih, lagi,” ucap Arindha pelan. “Mulai besok, kamu harus bangun pagi-pagi. Gak perlu naik angkot lagi, kita berangkat bareng,” titah Rico. Arindha nyengir. “Kalo kepaksa gak usah,” ucap Arindha sambil mengaduk bakso dihadapannya. “Kamu kenapa, sih

  • Mari kembali ke Masa Lalu   DUA

    Arindha mulai berjalan meninggalkan mereka bertiga dan mulai fokus memikirkan cara agar bisa menyelinap masuk ke dalam kelasnya. Beruntung, mata pelajaran pertama Arindha adalah Fisika. Tidak seperti Pak Karyo yang selalu ceramah di pagi hari, Bu Yuyun selalu menuliskan banyak rumus saat pelajarannya. “Sst-sst, Rico!” bisik Arindha sambil menatap Rico panik di sudut pintu kelas yang terbuka lebar. Mata Rico mencari asal suara itu, dia celingukan melihat pintu dan jendela-jendela kelas. "Ck, kupingnya bermasalah ni orang." Tangannya dilambai tinggi, berharap Rico melihat tangan kecilnya. Mata Rico bergerak dan berhenti tepat di lambaian Arindha. “Arindha?” Melirik Arindha kebingungan. Telapak tangan Rico mekar dan jari-jarinya merenggang, seolah mengisrayatkan agar Arindha tetap berdiam diri di posisinya. Sementara itu, dia mencari celah agar Arindha bisa memasuki kelas dengan aman tanpa hukuman dari Bu Yuyun yang sama halny

  • Mari kembali ke Masa Lalu   SATU

    Seorang gadis berpakaian putih abu-abu tengah berlari tergesa-gesa berusaha memasuki area sekolahnya. Di kejauhan, dia sudah melihat teman-temannya yang terlambat berbaris rapi menunggu hukuman dari Pak Karyo, dia adalah guru BK tergalak dari yang lainnya. Iya, ada guru BK lainnya, beliau bernama Pak David. Pak David eksis di SMA Nusantara, wajah tampan dengan sikapnya yang ramah dan sedikit dingin membuat para murid gelapapan bukan main. Kedua mata Arindha terus bergerak mencari jalan terbaik untuk kabur dari hukuman. Kaki Arindha mulai melangkah ke belakang secara perlahan. Tetapi.. Krekk “Arindha!!” bentak Pak Karyo keras sambil meririk tepat di arahnya. "Sial." Alisnya berkerut, wajah tertekuk, ia hanya bisa menerima nasibnya dan berjalan mendekati Pak Karyo dan sekumpulan teman-temannya yang terlambat. “Nggak bosan bapak hukum? kamu kira ini TK yang masuknya jam setengah delapan, hah?” cetus Pak Karyo. “Mm-maaf Pak, say-”

  • Mari kembali ke Masa Lalu   Prolog

    10.00 PM Kamar putih yang tak begitu luas masih disinari cahaya lampu yang memancar. Wajah pucat, keringat dingin dan mata kantuk, selalu dirasakan Arindha setiap malam. Sunyi, entah kenapa hal yang dijauhi banyak orang malah menjadi teman setia Arindha, menjadi penenangnya sampai dia bisa tidur lelap. Dulu, Arindha juga menjauhi kata itu, sunyi. Rasa traumanya, rasa takutnya akan mimpi yang sama membuatnya hampir gila, sampai dia menemukan ide yang menurutnya ampuh, obat tidur. Dosis obat yang dikonsumsi Arindha semakin lama semakin meningkat, lambung dan hatinya hampir terkena dampak dari obat itu sebulan terakhir. Kondisinya tidak bisa dikatakan baik, tapi berteman dengan sunyi bisa sedikit membantu tubuhnya untuk beradaptasi tanpa obat-obatan lagi dan lagi. Bushh.. Arindha merebahkan tubuhnya di lantai yang beralaskan karpet yang cukup tebal, dia menggerakkan kepalanya kekanan dan kiri, matanya yang sejak tadi melihat ke satu arah, kini mulai bergerak men

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status