Share

ENAM

Author: Nola Amalia
last update Last Updated: 2021-10-29 15:37:38

Gadis kecil berambut cokelat tengah berdiri menatap wajahnya di depan cermin lonjong yang tingginya hampir sama. Beberapa kali dia melirik jam dinding yang tak jauh dari kaca itu.

Nggrekk

Wanita paruh baya itu menghampiri anaknya, tangannya merangkul lembut tepat di bahu kecil putri kesayangannya.

“Cantik.” ucap Rita dengan senyuman lebar sambil mengamati anaknya yang sudah bertumbuh jauh lebih besar.

Cup

Arindha tersenyum. “Makasih, ma. Kan cantiknya nular dari mama iya, kan?” kata Arindha.

Mata Rita beberapa detik beralih, senyumnya mulai memudar perlahan dan menatap anaknya kembali.

Rita hanya mengangguk, seolah meng-iyakan pertanyaan putrinya. Rita mengelus rambut Arindha dengan tangannya yang sudah mulai keriput.

“Tunggu di depan, yuk. Kasian papa nunggu pintu depan sendiri,” titah Rita.

Arindha mengambil tas kecilnya dan mengikuti Rita dari belakang. Peraturan di keluarga sejati adalah anak yang lebih muda harus menghormati orang tua, baik ucapan, tindakan dan perilaku. 

Semanja-manjanya Arindha, Jati dan Rita keras dan disiplin dalam hal ini, terutama pada buah hati mereka.

**

Mobil sedan bewarna merah menyala dengan lampu putih berhenti didepan gerbang rumah kediaman keluarga kecil Jati. Mendengar desiran mobil, Jati berdiri dari tempat duduknya dan menghampiri Rico.

Suara langkahan yang tadinya hanya seirama, sekarang mulai berirama dan mulai terdengar jelas.

Batang hidung laki-laki itu akhirnya muncul di hadapan Arindha, matanya tidak bisa fokus setelah melihat keindhan yang tersembunyi dibalik wajah cengeng sahabatnya.

Jati yang sudah beberapa kali meneguk kopi mulai menaruhnya di meja kotak yang berada di tengah mereka.

Jati melirik Rico. “Kenapa? cantik anak saya?” tanya Jati dengan suara menggelegar seperti biasa. 

Mata Rico melihat ke asal suara itu dengan gugup. “I-iya, om,” jawab Rico dengan terbata-bata.

Jati hanya mengangguk dan tersenyum simpul melihat tingkah anak bujang yang mulai dimabuk asmara. Jati sangat mengerti apa yang dirasakan Rico, dia memiliki pengalaman bukan hanya di bidang angkatan militer saja, dia bisa mengerti dan peka tentang cinta. Walaupun memilliki wajah yang menyeramkan dan memiliki suara yang menggelegar layaknya halilintar, Jati tetaplah Jati. Seorang; Ayah, suami dan teman untuk istri dan anaknya.

Arindha mulai berdiri dari tempatnya, dan berpamitan pada Rita dan Jati.

“Arin pergi dulu ya, ma, pa,” ucap Arindha.

Jati mengelus ramput Arindha. “Iya, putri ayah yang cantik,” jawab Jati sambil mencubit pipi chubby Arindha, “Rico, antar pulang anak saya tepat waktu,” sambung Jati.

“Siap laksanakan,” jawab Rico tegas.

Arindha dan Rita hanya tersenyum melihat tingkah ayah dan Rico setiap bertemu. Bukan layaknya tamu atau saudara, mereka selalu berbicara formal, layaknya Prajurit dan Mayor Jenderal.

**

Mobil Rico mulai melaju meninggalkan Rita dan Jati yang masih berdiri di depan gerbang, terlihat dari kejauhan ada mobil jeep putih dengan warna plat merah menyala yang berhenti tak jauh dari orang tua Arindha.

Arindha menyipitkan mata melihat dari spion kanan mobil Rico, dia terus mengamati dua orang lelaki tinggi yang mulai turun dan berjalan mendekati Rita dan Jati. Kedua orang itu nampak asing di mata Arindha, tapi Rita dan Jati malah terlihat akrab.

Rico yang menyadari bahwa gadis di sampingnya hanya diam dan menatap ke luar jendela mulai membuka pembicaraan.

“Serius amat, liat apa?” tanya Rico.

“Demet,” jawab Arindha.

“Wuih … iso boso jawa to rek?” tanya Rico dengan aksen jawanya.

Arindha tersenyum setengah, dan mulai mengotak atik tombol di sekitar radio mobil Rico dengan tangan usilnya.

“Eh, hiks.. jangan pencet itu, nanti-"

Bbeesttt

Kabin atas di mobil Rico yang terbuka lebar memotong kalimatnya, angin yang dingin mulai menerbangkan rambut Arindha yang tergerai.

“Rico, cepet kembaliin ke semula,” titah Arindha yang menahan besarnya angin yang menyelimuti tubuhnya.

Rico mulai menekan tombol canggih di mobilnya, kabin atas itu mulai tertutup rapat dan rambut coklat itu mulai turun perlahan.

“Makanya jangan asal pencet aja,” ucap Rico sambil melirik Arindha yang sedang merapikan rambutnya.

Hening

Rico asik mengemudikan mobilnya, Arindha hanya diam mengamati beberapa notifikasi di ponselnya yang menyala. 

“Pernah ke café Loumerous?” tanya Rico memecah suasana.

“Belum, tapi sering lewat,” jawab Arindha sambil melihat handphone nya.

“Kamu harus coba masakannya, enak bener. Ditambah lagi nih, nuansa café nya bikin nyaman kayak, kamu,” Goda Rico pada Arindha.

“Apaan sih Co, mulai gombalnya,” ucap Arindha sambil melirik tajam ke arah Rico.

“Hahaha.. tapi beneran,” jawab Rico.

Arindha hanya tersenyum dan tidak menanggapi ucapan Rico, dia belum tahu bahwa Rico mulai mengagumi sahabatnya sendiri.

**

Mobil Rico berhenti tepat di pintu masuk café itu, dia keluar dari mobil dan mulai menggandeng tangan Arindha yang sejak tadi memegang tas. Rico melempar kunci mobilnya dengan asal tapi tepat sasaran.

“Thanks, bro,” ucap Rico pada laki-laki yang menangkap kunci mobilnya.

“Hiks … Rico, gak bolek gitu. Kasian-“ ucap Arindha.

“Santai aja, Rin. Dia temenku, tugasnya dia cuman markirin mobil keluarga aku aja,” Potong Rico sambil menggandeng Arindha masuk ke dalam café.

“Tapi, Co. Tetep aja kamu salah, kamu-“ ucap Arindha.

“Selamat malam, tuan muda. Meja anda ada di sebelah sana, mari saya antar,” Potong pramuniaga itu sambil menunjuk ke ruangan yang dipesan Rico.

“Tu-tuan? bahahaha, lucu banget sih,” celetuk Arindha sambil menahan tawa.

“Ye, kalau iri bilang. Gak usah malu-malu,” jawab Rico dengan godaan.

Arindha hanya menanggapi Rico dengan candaan, baik itu perkataan ataupun yang orang lain katakana kepadanya. Rico anak konglomerat yang kaya raya, tetapi dia tidak pernah memeperlihatkan kekayaannya, bahkan pada sahabat-sahabatnya. Hal kecil ini dia tunjukkan pada Arindha karena dia ingin gadis kecil yang cengeng itu mulai tahu siapa Rico seutuhnya. Tapi, Arindha menganggap semua yang dilakukan Rico hanya biasa dan tingkah usilnya saja. 

Pramuniaga itu membuka pintu kayu dengan perlahan, ruangan itu sangat terang. Ruangan itu dihiasi puluhan lampu bolan dan beberapa lampu gantung besar yang bewarna kuning keemasan. Terlihat sepasang kursi antik dan meja yang sudah dipenuhi beberapa hidangan malam. Rico mulai memegang tangan Arindha yang masih melongo melihat seisi ruangan itu.

“Co, bagus banget,” bisik Arindha pada Rico.

Rico hanya tersenyum sembari menaruh serbet yang diulungkan pramuniaga itu.

“Makasih, mba,” ucap Arindha ramah.

“Dengan senang hati melayani anda,” jawab pramuniaga itu.

pintu kayu itu mulai tertutup rapat, memberikan ruang untuk Rico dan Arindha berbicara tanpa gugup.

Rico mulai mengiris steak dihadapannya

“Co, kamu bayar berapa temenmu itu?” tanya Arindha yang mulai meminum jus kesukaanya.

“Yang parkirin mobilku? atau ya-“ ucap Rico.

“Dua duanya,” Potong Arindha yang sudah tahu Rico akan bertanya tentang pramuniaga itu. 

“Mahal,” jawab Rico dengan tawa.

Rico berusaha memperlihatkan jati dirinya yang menyandang gelar tuan muda dari keluarga Pratama, tetapi usahanya justru dianggap lelucon oleh gadis polos ini.

Tangan Rico terbentang lurus tepat di depan mulut Arindha dengan garpu dan potongan daging. Arindha mulai membuka mulutnya dan melahap suapan Rico.

“Oiya, Co. Kamu bilang tadi-“ ucap Arindha.

“Ditelen dulu, napa?” titah Rico tegas.

Arindha dengan cepat menelan daging itu sebelum melupakan pertanyaannya yang akan diajukan pada Rico.

“Itu tadi beneran mobil kamu?” tanya Aridha.

“Terserah mau anggep itu mobil aku atau mobil sewaan, Rin,” kata Rico pasrah.

“Lah, sewot,” ucap Arindha.

“Iya, itu mobil aku. Warisan dari kakek,” jawab Rico.

“Owh, boleh kan kalau anter jemput pake mobil itu?” ucap Arindha yang mulai menggoda sahabatnya yang sedang melahap daging dimulutnya.

Rico menggeleng cepat, seolah memberi tanda ketidaksetujuannya.

“Dasar pelit,” cetus Arindha manyun.

“Naik sepeda aja, lebih sehat,” ucap Rico.

“Lah iya sehat, tapi kamu. Aku yang cuman berdiri kek patung menahan panas matahari yang menggosongkan, yang me-“

“Sstt, udah. Makan,” Potong Rico sambil melirik hidangan makan malam Arindha yang masih penuh.

Hening

Arindha menyantap makanannya, sesekali mendengarkan lagu yang dinyanyikan band café itu.

Sikap garing Rico membuat Arindha selalu jengkel bahkan mustahil bisa memiliki rasa yang lebih dari kata sahabat.

Related chapters

  • Mari kembali ke Masa Lalu   TUJUH

    Setelah makan malam, mereka segera pulang tepat waktu. Rico mengalah untuk menganbil mobilnya karena ucapan Arindha saat pertama masuk café. Kaki Arindha mulai kaku berdiri diatas high hill nya yang cukup tinggi, dia mulai berjalan mendekati jalan depan café itu yang mulai sepi untuk mengalihkan perhatiannya pada kakinya yang sakit dan sudah menunggu Rico terlalu lama. Mobil Rico berhenti persis di depan pintu utama café itu, mata Rico bergerak kesana kemari mencari sahabatnya. Dia mencoba menelpon tetapi ponsel Arindha justru bergetar di samping tempat duduknya. “Ngilang kemana kamu, Rin,” keluh Rico yang mulai kesal sambil menggeletakkan ponselnya asal. Rico mulai turun dan mencari Arindha di sekeliling cafe, setelah beberapa saat dia bertemu dengan satpam yang bertugas di depan gerbang. “Pak, liat orang ini?” tanya Rico sambil menunjukkan foto Arindha pada satpam itu. “Iya, tuan. Dia ada di sana,” jawab

    Last Updated : 2021-11-13
  • Mari kembali ke Masa Lalu   Delapan

    Mata Arindha mulai silau walaupun kedua matanya belum terbuka. Cahaya itu lama kelamaan membuatnya kesal. Tangannya mulai mengucek mata kanannya, diamatinya cahaya yang mulai meninggi itu dengan malas."Mama pergi."Bukannya beranjak dari kasurnya, dia malah menenggelamkan wajahnya di selimut tebal yang sejak tadi menempel.**"Woi jambrett!" Teriak seorang gadis yang menggunakan seragam sekolah yang masih rapi karne efek setrika, yap. Dia Hilda. Tapi, pagi ini dia tidak diantar oleh Xianzu, entah ada masalah apa mereka berdua.Di kejauhan, Alex mengendarai motornya dengan santai melewati Hilda yang tengah mengerjar jambret itu."Sialan lo!"Alex tetap mejajukan motrnya, berusaha menyamai kecepatan jambret utu yang sudah hampir tak terlihat.Brukk"Minggir, gak usah ikut campur lo!""Kerja yang bener, jangan jadi pengecut!""Anj**ng"Alex dan jamret itu akhirnya berkelahi

    Last Updated : 2022-02-11
  • Mari kembali ke Masa Lalu   Prolog

    10.00 PM Kamar putih yang tak begitu luas masih disinari cahaya lampu yang memancar. Wajah pucat, keringat dingin dan mata kantuk, selalu dirasakan Arindha setiap malam. Sunyi, entah kenapa hal yang dijauhi banyak orang malah menjadi teman setia Arindha, menjadi penenangnya sampai dia bisa tidur lelap. Dulu, Arindha juga menjauhi kata itu, sunyi. Rasa traumanya, rasa takutnya akan mimpi yang sama membuatnya hampir gila, sampai dia menemukan ide yang menurutnya ampuh, obat tidur. Dosis obat yang dikonsumsi Arindha semakin lama semakin meningkat, lambung dan hatinya hampir terkena dampak dari obat itu sebulan terakhir. Kondisinya tidak bisa dikatakan baik, tapi berteman dengan sunyi bisa sedikit membantu tubuhnya untuk beradaptasi tanpa obat-obatan lagi dan lagi. Bushh.. Arindha merebahkan tubuhnya di lantai yang beralaskan karpet yang cukup tebal, dia menggerakkan kepalanya kekanan dan kiri, matanya yang sejak tadi melihat ke satu arah, kini mulai bergerak men

    Last Updated : 2021-09-27
  • Mari kembali ke Masa Lalu   SATU

    Seorang gadis berpakaian putih abu-abu tengah berlari tergesa-gesa berusaha memasuki area sekolahnya. Di kejauhan, dia sudah melihat teman-temannya yang terlambat berbaris rapi menunggu hukuman dari Pak Karyo, dia adalah guru BK tergalak dari yang lainnya. Iya, ada guru BK lainnya, beliau bernama Pak David. Pak David eksis di SMA Nusantara, wajah tampan dengan sikapnya yang ramah dan sedikit dingin membuat para murid gelapapan bukan main. Kedua mata Arindha terus bergerak mencari jalan terbaik untuk kabur dari hukuman. Kaki Arindha mulai melangkah ke belakang secara perlahan. Tetapi.. Krekk “Arindha!!” bentak Pak Karyo keras sambil meririk tepat di arahnya. "Sial." Alisnya berkerut, wajah tertekuk, ia hanya bisa menerima nasibnya dan berjalan mendekati Pak Karyo dan sekumpulan teman-temannya yang terlambat. “Nggak bosan bapak hukum? kamu kira ini TK yang masuknya jam setengah delapan, hah?” cetus Pak Karyo. “Mm-maaf Pak, say-”

    Last Updated : 2021-10-04
  • Mari kembali ke Masa Lalu   DUA

    Arindha mulai berjalan meninggalkan mereka bertiga dan mulai fokus memikirkan cara agar bisa menyelinap masuk ke dalam kelasnya. Beruntung, mata pelajaran pertama Arindha adalah Fisika. Tidak seperti Pak Karyo yang selalu ceramah di pagi hari, Bu Yuyun selalu menuliskan banyak rumus saat pelajarannya. “Sst-sst, Rico!” bisik Arindha sambil menatap Rico panik di sudut pintu kelas yang terbuka lebar. Mata Rico mencari asal suara itu, dia celingukan melihat pintu dan jendela-jendela kelas. "Ck, kupingnya bermasalah ni orang." Tangannya dilambai tinggi, berharap Rico melihat tangan kecilnya. Mata Rico bergerak dan berhenti tepat di lambaian Arindha. “Arindha?” Melirik Arindha kebingungan. Telapak tangan Rico mekar dan jari-jarinya merenggang, seolah mengisrayatkan agar Arindha tetap berdiam diri di posisinya. Sementara itu, dia mencari celah agar Arindha bisa memasuki kelas dengan aman tanpa hukuman dari Bu Yuyun yang sama halny

    Last Updated : 2021-10-05
  • Mari kembali ke Masa Lalu   TIGA

    Arindha mulai mengganti pakaiannya, merapikan rambut dan berdiri di depan cermin itu lagi. Arindha kaget, dan segera mencari jepit rambutnya. Dia kembali ke UKS, Arindha mulai menyusuri setiap sudut ruang putih itu. Nihil, Arindha hanya terdiam dan harus merelakan jepit rambut kesayangannya itu. Dia berjalan di kantin, mulai mencari kedua sahabatnya seperti biasanya. Kepala Arindha terus menoleh ke kanan dan kiri. Sampai akhirnya, dia berhasil duduk dengan wajah sumringah di sebelah Hilda. Tangan Hilda menggeser mangkuk yang berisi bakso kuah kesukaan Arindha. “Nih, spesial buat kamu, Rin,” ucap Hilda dengan memperlihatkan barisan gigi putihnya. Arindha tersenyum. “Makasih, lagi,” ucap Arindha pelan. “Mulai besok, kamu harus bangun pagi-pagi. Gak perlu naik angkot lagi, kita berangkat bareng,” titah Rico. Arindha nyengir. “Kalo kepaksa gak usah,” ucap Arindha sambil mengaduk bakso dihadapannya. “Kamu kenapa, sih

    Last Updated : 2021-10-06
  • Mari kembali ke Masa Lalu   EMPAT

    06.00 AM Alarm Arindha berbunyi nyaring sampai membuat telinganya kesal, dia segera mandi dan bersiap lebih awal dari biasanya. Arindha berpikir kalau Rico akan sampai tiga puluh menit setelah dia siap. Nol besar, Rico sudah duduk santai di meja makan sambil menyantap sarapan yang telah dimasak Rita. Arindha yang tak percaya dengan kedua matanya segera mencubit pipi putihnya. Rico menatap Arindha. “Makan, Rin,” ucap Rico. “Kebalik, harusnya aku yang nawarin!” jawab Arindha sinis. Rita jalan dengan perlahan, dia membawa dua gelas susu di nampan kayu. Uban di kepalanya sudah terlihat jelas. Meskipun begitu, Rita masih terlihat anggun dipandang mata. Ubannya boleh dikata banyak, tetapi soal kulit, Rita menang banyak. Cup Rita mencium rambut Arindha. “Makan yang banyak, nak,” kata Rita. “Iya, bun,” jawab Arindha singkat. “Heum … enak banget, bun,” ucap Rico sambil mena

    Last Updated : 2021-10-07
  • Mari kembali ke Masa Lalu   LIMA

    Tangan Alex yang tadinya mengulur dia tarik kembali, tak lama kemudian dia pergi meninggalkan Arindha dan mulai menghisap vapor ia bawa di tangannya. Arindha membawa troli dan galon itu sampai tempat duduk di tepi lapangan, tapi dia kebingungan, karena belum juga menemukan Hilda. Nampak ada lambaian tangan mungil yang biasa dilihat Arindha, itu Hilda. Arindha mendekati Hilda tanpa memperdulikan jika banyak siswa siswi melihatnya dengan muka heran karena membawa troli yang diatasnya terdapat galon. “Galon?” tanya Hilda dengan menatap barang yang dibawa Arindha. “Iya, aku kehabisan air mineral di kantin,” jawab Arindha yang mulai duduk di sebelah Hilda. “Di toko depan sekolah?” tanya Xianzu. “Udah, Zu. Tapi, cuman ada ini,” Melirik galon. “Ya gak papa sih, Rin. Daripada si Rico gak mau minum,” kata Hilda sambil menutup mulutnya yang tertawa kecil dengan tangannya. Pertandingan basket dimula

    Last Updated : 2021-10-18

Latest chapter

  • Mari kembali ke Masa Lalu   Delapan

    Mata Arindha mulai silau walaupun kedua matanya belum terbuka. Cahaya itu lama kelamaan membuatnya kesal. Tangannya mulai mengucek mata kanannya, diamatinya cahaya yang mulai meninggi itu dengan malas."Mama pergi."Bukannya beranjak dari kasurnya, dia malah menenggelamkan wajahnya di selimut tebal yang sejak tadi menempel.**"Woi jambrett!" Teriak seorang gadis yang menggunakan seragam sekolah yang masih rapi karne efek setrika, yap. Dia Hilda. Tapi, pagi ini dia tidak diantar oleh Xianzu, entah ada masalah apa mereka berdua.Di kejauhan, Alex mengendarai motornya dengan santai melewati Hilda yang tengah mengerjar jambret itu."Sialan lo!"Alex tetap mejajukan motrnya, berusaha menyamai kecepatan jambret utu yang sudah hampir tak terlihat.Brukk"Minggir, gak usah ikut campur lo!""Kerja yang bener, jangan jadi pengecut!""Anj**ng"Alex dan jamret itu akhirnya berkelahi

  • Mari kembali ke Masa Lalu   TUJUH

    Setelah makan malam, mereka segera pulang tepat waktu. Rico mengalah untuk menganbil mobilnya karena ucapan Arindha saat pertama masuk café. Kaki Arindha mulai kaku berdiri diatas high hill nya yang cukup tinggi, dia mulai berjalan mendekati jalan depan café itu yang mulai sepi untuk mengalihkan perhatiannya pada kakinya yang sakit dan sudah menunggu Rico terlalu lama. Mobil Rico berhenti persis di depan pintu utama café itu, mata Rico bergerak kesana kemari mencari sahabatnya. Dia mencoba menelpon tetapi ponsel Arindha justru bergetar di samping tempat duduknya. “Ngilang kemana kamu, Rin,” keluh Rico yang mulai kesal sambil menggeletakkan ponselnya asal. Rico mulai turun dan mencari Arindha di sekeliling cafe, setelah beberapa saat dia bertemu dengan satpam yang bertugas di depan gerbang. “Pak, liat orang ini?” tanya Rico sambil menunjukkan foto Arindha pada satpam itu. “Iya, tuan. Dia ada di sana,” jawab

  • Mari kembali ke Masa Lalu   ENAM

    Gadis kecil berambut cokelat tengah berdiri menatap wajahnya di depan cermin lonjong yang tingginya hampir sama. Beberapa kali dia melirik jam dinding yang tak jauh dari kaca itu. Nggrekk Wanita paruh baya itu menghampiri anaknya, tangannya merangkul lembut tepat di bahu kecil putri kesayangannya.“Cantik.” ucap Rita dengan senyuman lebar sambil mengamati anaknya yang sudah bertumbuh jauh lebih besar. Cup Arindha tersenyum. “Makasih, ma. Kan cantiknya nular dari mama iya, kan?” kata Arindha. Mata Rita beberapa detik beralih, senyumnya mulai memudar perlahan dan menatap anaknya kembali. Rita hanya mengangguk, seolah meng-iyakan pertanyaan putrinya. Rita mengelus rambut Arindha dengan tangannya yang sudah mulai keriput. “Tunggu di depan, yuk. Kasian papa nunggu pintu depan sendiri,” titah Rita. Arindha mengambil tas kecilnya dan mengikuti Rita dari belakang. Peraturan di keluarga sejati adal

  • Mari kembali ke Masa Lalu   LIMA

    Tangan Alex yang tadinya mengulur dia tarik kembali, tak lama kemudian dia pergi meninggalkan Arindha dan mulai menghisap vapor ia bawa di tangannya. Arindha membawa troli dan galon itu sampai tempat duduk di tepi lapangan, tapi dia kebingungan, karena belum juga menemukan Hilda. Nampak ada lambaian tangan mungil yang biasa dilihat Arindha, itu Hilda. Arindha mendekati Hilda tanpa memperdulikan jika banyak siswa siswi melihatnya dengan muka heran karena membawa troli yang diatasnya terdapat galon. “Galon?” tanya Hilda dengan menatap barang yang dibawa Arindha. “Iya, aku kehabisan air mineral di kantin,” jawab Arindha yang mulai duduk di sebelah Hilda. “Di toko depan sekolah?” tanya Xianzu. “Udah, Zu. Tapi, cuman ada ini,” Melirik galon. “Ya gak papa sih, Rin. Daripada si Rico gak mau minum,” kata Hilda sambil menutup mulutnya yang tertawa kecil dengan tangannya. Pertandingan basket dimula

  • Mari kembali ke Masa Lalu   EMPAT

    06.00 AM Alarm Arindha berbunyi nyaring sampai membuat telinganya kesal, dia segera mandi dan bersiap lebih awal dari biasanya. Arindha berpikir kalau Rico akan sampai tiga puluh menit setelah dia siap. Nol besar, Rico sudah duduk santai di meja makan sambil menyantap sarapan yang telah dimasak Rita. Arindha yang tak percaya dengan kedua matanya segera mencubit pipi putihnya. Rico menatap Arindha. “Makan, Rin,” ucap Rico. “Kebalik, harusnya aku yang nawarin!” jawab Arindha sinis. Rita jalan dengan perlahan, dia membawa dua gelas susu di nampan kayu. Uban di kepalanya sudah terlihat jelas. Meskipun begitu, Rita masih terlihat anggun dipandang mata. Ubannya boleh dikata banyak, tetapi soal kulit, Rita menang banyak. Cup Rita mencium rambut Arindha. “Makan yang banyak, nak,” kata Rita. “Iya, bun,” jawab Arindha singkat. “Heum … enak banget, bun,” ucap Rico sambil mena

  • Mari kembali ke Masa Lalu   TIGA

    Arindha mulai mengganti pakaiannya, merapikan rambut dan berdiri di depan cermin itu lagi. Arindha kaget, dan segera mencari jepit rambutnya. Dia kembali ke UKS, Arindha mulai menyusuri setiap sudut ruang putih itu. Nihil, Arindha hanya terdiam dan harus merelakan jepit rambut kesayangannya itu. Dia berjalan di kantin, mulai mencari kedua sahabatnya seperti biasanya. Kepala Arindha terus menoleh ke kanan dan kiri. Sampai akhirnya, dia berhasil duduk dengan wajah sumringah di sebelah Hilda. Tangan Hilda menggeser mangkuk yang berisi bakso kuah kesukaan Arindha. “Nih, spesial buat kamu, Rin,” ucap Hilda dengan memperlihatkan barisan gigi putihnya. Arindha tersenyum. “Makasih, lagi,” ucap Arindha pelan. “Mulai besok, kamu harus bangun pagi-pagi. Gak perlu naik angkot lagi, kita berangkat bareng,” titah Rico. Arindha nyengir. “Kalo kepaksa gak usah,” ucap Arindha sambil mengaduk bakso dihadapannya. “Kamu kenapa, sih

  • Mari kembali ke Masa Lalu   DUA

    Arindha mulai berjalan meninggalkan mereka bertiga dan mulai fokus memikirkan cara agar bisa menyelinap masuk ke dalam kelasnya. Beruntung, mata pelajaran pertama Arindha adalah Fisika. Tidak seperti Pak Karyo yang selalu ceramah di pagi hari, Bu Yuyun selalu menuliskan banyak rumus saat pelajarannya. “Sst-sst, Rico!” bisik Arindha sambil menatap Rico panik di sudut pintu kelas yang terbuka lebar. Mata Rico mencari asal suara itu, dia celingukan melihat pintu dan jendela-jendela kelas. "Ck, kupingnya bermasalah ni orang." Tangannya dilambai tinggi, berharap Rico melihat tangan kecilnya. Mata Rico bergerak dan berhenti tepat di lambaian Arindha. “Arindha?” Melirik Arindha kebingungan. Telapak tangan Rico mekar dan jari-jarinya merenggang, seolah mengisrayatkan agar Arindha tetap berdiam diri di posisinya. Sementara itu, dia mencari celah agar Arindha bisa memasuki kelas dengan aman tanpa hukuman dari Bu Yuyun yang sama halny

  • Mari kembali ke Masa Lalu   SATU

    Seorang gadis berpakaian putih abu-abu tengah berlari tergesa-gesa berusaha memasuki area sekolahnya. Di kejauhan, dia sudah melihat teman-temannya yang terlambat berbaris rapi menunggu hukuman dari Pak Karyo, dia adalah guru BK tergalak dari yang lainnya. Iya, ada guru BK lainnya, beliau bernama Pak David. Pak David eksis di SMA Nusantara, wajah tampan dengan sikapnya yang ramah dan sedikit dingin membuat para murid gelapapan bukan main. Kedua mata Arindha terus bergerak mencari jalan terbaik untuk kabur dari hukuman. Kaki Arindha mulai melangkah ke belakang secara perlahan. Tetapi.. Krekk “Arindha!!” bentak Pak Karyo keras sambil meririk tepat di arahnya. "Sial." Alisnya berkerut, wajah tertekuk, ia hanya bisa menerima nasibnya dan berjalan mendekati Pak Karyo dan sekumpulan teman-temannya yang terlambat. “Nggak bosan bapak hukum? kamu kira ini TK yang masuknya jam setengah delapan, hah?” cetus Pak Karyo. “Mm-maaf Pak, say-”

  • Mari kembali ke Masa Lalu   Prolog

    10.00 PM Kamar putih yang tak begitu luas masih disinari cahaya lampu yang memancar. Wajah pucat, keringat dingin dan mata kantuk, selalu dirasakan Arindha setiap malam. Sunyi, entah kenapa hal yang dijauhi banyak orang malah menjadi teman setia Arindha, menjadi penenangnya sampai dia bisa tidur lelap. Dulu, Arindha juga menjauhi kata itu, sunyi. Rasa traumanya, rasa takutnya akan mimpi yang sama membuatnya hampir gila, sampai dia menemukan ide yang menurutnya ampuh, obat tidur. Dosis obat yang dikonsumsi Arindha semakin lama semakin meningkat, lambung dan hatinya hampir terkena dampak dari obat itu sebulan terakhir. Kondisinya tidak bisa dikatakan baik, tapi berteman dengan sunyi bisa sedikit membantu tubuhnya untuk beradaptasi tanpa obat-obatan lagi dan lagi. Bushh.. Arindha merebahkan tubuhnya di lantai yang beralaskan karpet yang cukup tebal, dia menggerakkan kepalanya kekanan dan kiri, matanya yang sejak tadi melihat ke satu arah, kini mulai bergerak men

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status