Share

LIMA

Author: Nola Amalia
last update Last Updated: 2021-10-18 22:48:02

Tangan Alex yang tadinya mengulur dia tarik kembali, tak lama kemudian dia pergi meninggalkan Arindha dan mulai menghisap vapor ia bawa di tangannya.

Arindha membawa troli dan galon itu sampai tempat duduk di tepi lapangan, tapi dia kebingungan, karena belum juga menemukan Hilda.

Nampak ada lambaian tangan mungil yang biasa dilihat Arindha, itu Hilda. Arindha mendekati Hilda tanpa memperdulikan jika banyak siswa siswi melihatnya dengan muka heran karena membawa troli yang diatasnya terdapat galon.

“Galon?” tanya Hilda dengan menatap barang yang dibawa Arindha.

“Iya, aku kehabisan air mineral di kantin,” jawab Arindha yang mulai duduk di sebelah Hilda.

“Di toko depan sekolah?” tanya Xianzu.

“Udah, Zu. Tapi, cuman ada ini,” Melirik galon.

“Ya gak papa sih, Rin. Daripada si Rico gak mau minum,” kata Hilda sambil menutup mulutnya yang tertawa kecil dengan tangannya.

Pertandingan basket dimulai dengan dimainkan oleh tim IPA vs IPS kelas XII. Pertandingan basket kedua kelas ini terbilang sengit, semua siswa sampai merasa geregetan melihat pertandingan ini.

Untuk memecahkan suasana yang tegang tim cerliders SMA Nusantara memberikan dorongan semangat untuk tim basket dengan sebuah yel yel.

Di sela-sela pertandingan Arindha melambai pada Rico yang sedang kebingungan cara mengelabuhi musuh sehingga dia dapat mencetak tambahan skor. Arindha memberi semangat pada Rico melalui isyarat dan Rico pun paham akan isyarat itu. Selisih poin keduanya tim tidak jauh, sampai di detik terakhir.

Harapan kelas IPA terkabul, Rico mencetak skor tambahan dengan memasukkan bola ke ring lawan dengan sangat lihai dan cekatan. Semua siswa siswi kelas IPA dan para guru yang menonton sontak bertepuk tangan seraya bersorak riang.

Xianzu mulai berdiri dan berjalan meninggalkan Arindha dan Hilda, dia bersiap-siap untuk menyiapkan acara selanjutnya.

                                       **

Pertandingan telah usai, tetapi Arindha belum menemukan batang hidung orang itu setelah lomba basket. Tiba tiba bahunya ditepuk dan sontak saja dia terkejut sambil melompat.

“Rindha!” Panggil Rico dengan suara keras sambil menepuk pundak Arindha.

“Kaget! “ sahut Arindha sambil memegang dadanya yang berdetak kencang.

Rico tertawa. “Siapa suruh kaget, kan aku gak nyuruh,” ucap Rico dengan candaan.

“Sana ganti baju, Bauu!” tegur Arindha dengan kesal.

Rico langsung mengibas-ibaskan rambutnya yang basah pada Arindha, muka Arindha pun terkena percikan keringat Rico. Dengan sigap, Arindha langsung mengelap mukanya dengan handuk yang dibawa Hilda untuk Rico.

“Eh eh.. itu anduk aku,” ucap Rico sambil menunjuk handuk yang dipakai Arindha. 

“Biarin,” jawab Arindha sambil mengulurkan handuk yang ada di tangannya.

Rico langsung mengelap tangan, leher serta rambutnya dengan handuk itu.

“Haus!” ucap Rico sambil menatap Arindha dan Hilda.

Arindha pun menunjuk sebuah galon besar yang berada di samping tempat duduk nya.

“Emang aku habis marathon 100 km sampe dibawain air segitu banyaknya?” tanya Rico dengan wajah sengit. 

“Yaudah kalo gak mau gak papa, biar aku pasang dirumah aja,” ucap Arindha yang mulai marah.

“Yudah, deh. Daripada gak minum,” jawab Rico sambil menyeka keringat di dahinya yang mulai berjatuhan.

Galon itu langsung dibuka oleh Rico, dia mulai mengangkat galon itu dan mulai menumpahkan air itu di mulutnya. Tetapi melihat Rico yang terlihat capai, Arindha berniat membantunya.

“Sini, kamu jongkok aku tumpahin pelan pelan, pas in sendiri antara mulut dan galonnya,” titah Arindha sambil mendelik.

“Iya, cepetan,” jawab Rico dengan tidak sabar menahan rasa hausnya.

Rico dengan segera jongkok menuruti arahan sahabatnya itu, awalnya Arindha menumpahkannya dengan baik tetapi dia terkecoh, dia tak sengaja melihat Alex yang tengah berlari melintasi lapangan basket.

Rambutnya yang sedikit gondrong yang tertiup angin membuatnya seperti keindahan duniawi yang belum pernah dilihat Arindha sebelumnya. Air galon itu tumpah mengenai ujung rambut rico sampai membuat Rico gelagapan.

“Astagaaa!!” ucap Arindha panik.

Rico terbatuk-batuk. “Arindhaaa!!” teriak Rico sambil membasuh wajahnya yang basah.

“Ma-maaf, gak sengaja,” ucap Arindha.

“Gak mungkin, sengaja pasti. Terus gimana, udah gak ada handuk lagi,” ucap Rico yang mulai tahu penyebab kecerobohan Arindha.

“Sok tahu! aku beneran gak sengaja, Co,” jawab Arindha sambil menundukkan kepalanya karena rasa bersalah.

Terasa sebal, Rico mengibaskan rambutnya dengan kuat pada Arindha. Dia pun mengelak dan berlari ke lapangan, mereka berkejar-kejaran di lapangan dan menghiraukan petugas kebersihan yang terkadang melihat kekonyolan mereka.

“Bukannya nolong, ini malah buat kesel aja!” ucap Rico dengan nada tinggi sambil terengah-engah mengejar Arindha.

 “Ya gak usah marah-marah gitu, aku kan udah minta maaf,” jawab Arindha yang mulai berjalan dan langsung duduk meluruskan kakinya.

“Iya emang udah, tapi-“ ucap Rico.

Belum sempat Rico menyelesaikan kata-katanya, tak sengaja dia melihat Arindha yang mulai menatap ke dua kalinya laki-laki tinggi, putih dan bertubuh atletis itu.

                                       **

Para peserta lomba berkumpul di aula, terlihat barisan piala dan puluhan kado menarik perhatian semua orang. Xianzu dan Jio yang sudah memegang mikrofon membuat para siswa-siswi SMA Nusantara tidak sabar.

“Okay, berhubung acara lomba yang pertama adalah nayanyi, mari kita bacakan pemenangnya,” ucap Jio yang menjadi MC acara.

“Cepetan, ada yang udah gemeteran nih!” teriak Rico sambil menatap Arindha.

“Apaan sih, Co,” Arindha Melirik Rico dengan kesal.

“Co, udah diem aja,” titah Hilda lirih.

“Sabar-sabar, okay. Juara pertama lomba nyanyi, dimenangkan oleh … Vino dan Arindha!” ucap Xianzu yang menemani Jio menjadi MC.

“Silakan maju ke depan,” ujar Jio.

Arindha dan Vino naik ke atas panggung aula, mereka menerima piala dan hadiah yang cukup besar.

“Terima kasih SMA Nusantara, jayalah selalu!” ucap Arindha.

Tak lama kemudian, Xianzu dan Jio mengumumkan kemenangan Rico.

                                    **

02.00 PM

Arindha berbaring di taman sekolah sementara itu, Vino dan Jio asyik membuka hadiah besar yang terbungkus kertas cokelat. Rico melihat troli itu dibawa Arindha, tanpa bertanya dia mengembalikan barang itu ke toko yang sudah tak asing baginya.

“Makasih, Co.” ucap Arindha sambil menoleh ke arah Rico.

Mata Arindha melihat Jio dan Vino, tak biasanya mereka hanya berdua. Mereka selalu bersama-sama dengan Alex, dimanapun itu.

“Nyari Alex, Rin?” tanya Jio.

Arindha mengangguk, seolah meng-iyakan pertanyaan Jio.

“Dia udah pulang,” jawab Jio sambil menggunting kertas cokelat itu.

“Tumben?” tanya Arindha penasaran.

“Mungkin dia di panggil ayahnya,” jawab Jio singkat.

“Oh, dia anak papi ternyata,” celetuk Arindha.

“Eits, gue kasih tau Alex, ya?” ucap Vino sambil tertawa.

Tak berlangsung lama, Rico sudah terlihat beberapa langkah dari taman itu. Mereka mulai membuka dan memakan hadiah yang diberikan SMA Nusantara bersama-sama.

                                  **

Matahari mulai berwarna kuning kemerahan, Rico mulai menggayuh sepeda nya dengan cepat. Diperjalanan, Arindha memikirkan keinginannya pada Rico.

“Co, kita kan sama-sama menang, kamu mau apa?” tanya Arindha.

“Makan malem plus jalan-jalan,” jawab Rico.

Alis Arindha bertaut dan menatap bahu Rico heran, dia tidak menolak keinginan Rico karena mereka sama-sama sudah berjanji.

“Kamu mau apa?” tanya Rico.

“Simpel aja, aku pengen kamu dateng setiap aku butuhin,” jawab Arindha.

“Okay. Deal, nanti malem ya,” titah Rico.

Arindha hanya mengangguk tanpa sepatah katapun. 

Related chapters

  • Mari kembali ke Masa Lalu   ENAM

    Gadis kecil berambut cokelat tengah berdiri menatap wajahnya di depan cermin lonjong yang tingginya hampir sama. Beberapa kali dia melirik jam dinding yang tak jauh dari kaca itu. Nggrekk Wanita paruh baya itu menghampiri anaknya, tangannya merangkul lembut tepat di bahu kecil putri kesayangannya.“Cantik.” ucap Rita dengan senyuman lebar sambil mengamati anaknya yang sudah bertumbuh jauh lebih besar. Cup Arindha tersenyum. “Makasih, ma. Kan cantiknya nular dari mama iya, kan?” kata Arindha. Mata Rita beberapa detik beralih, senyumnya mulai memudar perlahan dan menatap anaknya kembali. Rita hanya mengangguk, seolah meng-iyakan pertanyaan putrinya. Rita mengelus rambut Arindha dengan tangannya yang sudah mulai keriput. “Tunggu di depan, yuk. Kasian papa nunggu pintu depan sendiri,” titah Rita. Arindha mengambil tas kecilnya dan mengikuti Rita dari belakang. Peraturan di keluarga sejati adal

    Last Updated : 2021-10-29
  • Mari kembali ke Masa Lalu   TUJUH

    Setelah makan malam, mereka segera pulang tepat waktu. Rico mengalah untuk menganbil mobilnya karena ucapan Arindha saat pertama masuk café. Kaki Arindha mulai kaku berdiri diatas high hill nya yang cukup tinggi, dia mulai berjalan mendekati jalan depan café itu yang mulai sepi untuk mengalihkan perhatiannya pada kakinya yang sakit dan sudah menunggu Rico terlalu lama. Mobil Rico berhenti persis di depan pintu utama café itu, mata Rico bergerak kesana kemari mencari sahabatnya. Dia mencoba menelpon tetapi ponsel Arindha justru bergetar di samping tempat duduknya. “Ngilang kemana kamu, Rin,” keluh Rico yang mulai kesal sambil menggeletakkan ponselnya asal. Rico mulai turun dan mencari Arindha di sekeliling cafe, setelah beberapa saat dia bertemu dengan satpam yang bertugas di depan gerbang. “Pak, liat orang ini?” tanya Rico sambil menunjukkan foto Arindha pada satpam itu. “Iya, tuan. Dia ada di sana,” jawab

    Last Updated : 2021-11-13
  • Mari kembali ke Masa Lalu   Delapan

    Mata Arindha mulai silau walaupun kedua matanya belum terbuka. Cahaya itu lama kelamaan membuatnya kesal. Tangannya mulai mengucek mata kanannya, diamatinya cahaya yang mulai meninggi itu dengan malas."Mama pergi."Bukannya beranjak dari kasurnya, dia malah menenggelamkan wajahnya di selimut tebal yang sejak tadi menempel.**"Woi jambrett!" Teriak seorang gadis yang menggunakan seragam sekolah yang masih rapi karne efek setrika, yap. Dia Hilda. Tapi, pagi ini dia tidak diantar oleh Xianzu, entah ada masalah apa mereka berdua.Di kejauhan, Alex mengendarai motornya dengan santai melewati Hilda yang tengah mengerjar jambret itu."Sialan lo!"Alex tetap mejajukan motrnya, berusaha menyamai kecepatan jambret utu yang sudah hampir tak terlihat.Brukk"Minggir, gak usah ikut campur lo!""Kerja yang bener, jangan jadi pengecut!""Anj**ng"Alex dan jamret itu akhirnya berkelahi

    Last Updated : 2022-02-11
  • Mari kembali ke Masa Lalu   Prolog

    10.00 PM Kamar putih yang tak begitu luas masih disinari cahaya lampu yang memancar. Wajah pucat, keringat dingin dan mata kantuk, selalu dirasakan Arindha setiap malam. Sunyi, entah kenapa hal yang dijauhi banyak orang malah menjadi teman setia Arindha, menjadi penenangnya sampai dia bisa tidur lelap. Dulu, Arindha juga menjauhi kata itu, sunyi. Rasa traumanya, rasa takutnya akan mimpi yang sama membuatnya hampir gila, sampai dia menemukan ide yang menurutnya ampuh, obat tidur. Dosis obat yang dikonsumsi Arindha semakin lama semakin meningkat, lambung dan hatinya hampir terkena dampak dari obat itu sebulan terakhir. Kondisinya tidak bisa dikatakan baik, tapi berteman dengan sunyi bisa sedikit membantu tubuhnya untuk beradaptasi tanpa obat-obatan lagi dan lagi. Bushh.. Arindha merebahkan tubuhnya di lantai yang beralaskan karpet yang cukup tebal, dia menggerakkan kepalanya kekanan dan kiri, matanya yang sejak tadi melihat ke satu arah, kini mulai bergerak men

    Last Updated : 2021-09-27
  • Mari kembali ke Masa Lalu   SATU

    Seorang gadis berpakaian putih abu-abu tengah berlari tergesa-gesa berusaha memasuki area sekolahnya. Di kejauhan, dia sudah melihat teman-temannya yang terlambat berbaris rapi menunggu hukuman dari Pak Karyo, dia adalah guru BK tergalak dari yang lainnya. Iya, ada guru BK lainnya, beliau bernama Pak David. Pak David eksis di SMA Nusantara, wajah tampan dengan sikapnya yang ramah dan sedikit dingin membuat para murid gelapapan bukan main. Kedua mata Arindha terus bergerak mencari jalan terbaik untuk kabur dari hukuman. Kaki Arindha mulai melangkah ke belakang secara perlahan. Tetapi.. Krekk “Arindha!!” bentak Pak Karyo keras sambil meririk tepat di arahnya. "Sial." Alisnya berkerut, wajah tertekuk, ia hanya bisa menerima nasibnya dan berjalan mendekati Pak Karyo dan sekumpulan teman-temannya yang terlambat. “Nggak bosan bapak hukum? kamu kira ini TK yang masuknya jam setengah delapan, hah?” cetus Pak Karyo. “Mm-maaf Pak, say-”

    Last Updated : 2021-10-04
  • Mari kembali ke Masa Lalu   DUA

    Arindha mulai berjalan meninggalkan mereka bertiga dan mulai fokus memikirkan cara agar bisa menyelinap masuk ke dalam kelasnya. Beruntung, mata pelajaran pertama Arindha adalah Fisika. Tidak seperti Pak Karyo yang selalu ceramah di pagi hari, Bu Yuyun selalu menuliskan banyak rumus saat pelajarannya. “Sst-sst, Rico!” bisik Arindha sambil menatap Rico panik di sudut pintu kelas yang terbuka lebar. Mata Rico mencari asal suara itu, dia celingukan melihat pintu dan jendela-jendela kelas. "Ck, kupingnya bermasalah ni orang." Tangannya dilambai tinggi, berharap Rico melihat tangan kecilnya. Mata Rico bergerak dan berhenti tepat di lambaian Arindha. “Arindha?” Melirik Arindha kebingungan. Telapak tangan Rico mekar dan jari-jarinya merenggang, seolah mengisrayatkan agar Arindha tetap berdiam diri di posisinya. Sementara itu, dia mencari celah agar Arindha bisa memasuki kelas dengan aman tanpa hukuman dari Bu Yuyun yang sama halny

    Last Updated : 2021-10-05
  • Mari kembali ke Masa Lalu   TIGA

    Arindha mulai mengganti pakaiannya, merapikan rambut dan berdiri di depan cermin itu lagi. Arindha kaget, dan segera mencari jepit rambutnya. Dia kembali ke UKS, Arindha mulai menyusuri setiap sudut ruang putih itu. Nihil, Arindha hanya terdiam dan harus merelakan jepit rambut kesayangannya itu. Dia berjalan di kantin, mulai mencari kedua sahabatnya seperti biasanya. Kepala Arindha terus menoleh ke kanan dan kiri. Sampai akhirnya, dia berhasil duduk dengan wajah sumringah di sebelah Hilda. Tangan Hilda menggeser mangkuk yang berisi bakso kuah kesukaan Arindha. “Nih, spesial buat kamu, Rin,” ucap Hilda dengan memperlihatkan barisan gigi putihnya. Arindha tersenyum. “Makasih, lagi,” ucap Arindha pelan. “Mulai besok, kamu harus bangun pagi-pagi. Gak perlu naik angkot lagi, kita berangkat bareng,” titah Rico. Arindha nyengir. “Kalo kepaksa gak usah,” ucap Arindha sambil mengaduk bakso dihadapannya. “Kamu kenapa, sih

    Last Updated : 2021-10-06
  • Mari kembali ke Masa Lalu   EMPAT

    06.00 AM Alarm Arindha berbunyi nyaring sampai membuat telinganya kesal, dia segera mandi dan bersiap lebih awal dari biasanya. Arindha berpikir kalau Rico akan sampai tiga puluh menit setelah dia siap. Nol besar, Rico sudah duduk santai di meja makan sambil menyantap sarapan yang telah dimasak Rita. Arindha yang tak percaya dengan kedua matanya segera mencubit pipi putihnya. Rico menatap Arindha. “Makan, Rin,” ucap Rico. “Kebalik, harusnya aku yang nawarin!” jawab Arindha sinis. Rita jalan dengan perlahan, dia membawa dua gelas susu di nampan kayu. Uban di kepalanya sudah terlihat jelas. Meskipun begitu, Rita masih terlihat anggun dipandang mata. Ubannya boleh dikata banyak, tetapi soal kulit, Rita menang banyak. Cup Rita mencium rambut Arindha. “Makan yang banyak, nak,” kata Rita. “Iya, bun,” jawab Arindha singkat. “Heum … enak banget, bun,” ucap Rico sambil mena

    Last Updated : 2021-10-07

Latest chapter

  • Mari kembali ke Masa Lalu   Delapan

    Mata Arindha mulai silau walaupun kedua matanya belum terbuka. Cahaya itu lama kelamaan membuatnya kesal. Tangannya mulai mengucek mata kanannya, diamatinya cahaya yang mulai meninggi itu dengan malas."Mama pergi."Bukannya beranjak dari kasurnya, dia malah menenggelamkan wajahnya di selimut tebal yang sejak tadi menempel.**"Woi jambrett!" Teriak seorang gadis yang menggunakan seragam sekolah yang masih rapi karne efek setrika, yap. Dia Hilda. Tapi, pagi ini dia tidak diantar oleh Xianzu, entah ada masalah apa mereka berdua.Di kejauhan, Alex mengendarai motornya dengan santai melewati Hilda yang tengah mengerjar jambret itu."Sialan lo!"Alex tetap mejajukan motrnya, berusaha menyamai kecepatan jambret utu yang sudah hampir tak terlihat.Brukk"Minggir, gak usah ikut campur lo!""Kerja yang bener, jangan jadi pengecut!""Anj**ng"Alex dan jamret itu akhirnya berkelahi

  • Mari kembali ke Masa Lalu   TUJUH

    Setelah makan malam, mereka segera pulang tepat waktu. Rico mengalah untuk menganbil mobilnya karena ucapan Arindha saat pertama masuk café. Kaki Arindha mulai kaku berdiri diatas high hill nya yang cukup tinggi, dia mulai berjalan mendekati jalan depan café itu yang mulai sepi untuk mengalihkan perhatiannya pada kakinya yang sakit dan sudah menunggu Rico terlalu lama. Mobil Rico berhenti persis di depan pintu utama café itu, mata Rico bergerak kesana kemari mencari sahabatnya. Dia mencoba menelpon tetapi ponsel Arindha justru bergetar di samping tempat duduknya. “Ngilang kemana kamu, Rin,” keluh Rico yang mulai kesal sambil menggeletakkan ponselnya asal. Rico mulai turun dan mencari Arindha di sekeliling cafe, setelah beberapa saat dia bertemu dengan satpam yang bertugas di depan gerbang. “Pak, liat orang ini?” tanya Rico sambil menunjukkan foto Arindha pada satpam itu. “Iya, tuan. Dia ada di sana,” jawab

  • Mari kembali ke Masa Lalu   ENAM

    Gadis kecil berambut cokelat tengah berdiri menatap wajahnya di depan cermin lonjong yang tingginya hampir sama. Beberapa kali dia melirik jam dinding yang tak jauh dari kaca itu. Nggrekk Wanita paruh baya itu menghampiri anaknya, tangannya merangkul lembut tepat di bahu kecil putri kesayangannya.“Cantik.” ucap Rita dengan senyuman lebar sambil mengamati anaknya yang sudah bertumbuh jauh lebih besar. Cup Arindha tersenyum. “Makasih, ma. Kan cantiknya nular dari mama iya, kan?” kata Arindha. Mata Rita beberapa detik beralih, senyumnya mulai memudar perlahan dan menatap anaknya kembali. Rita hanya mengangguk, seolah meng-iyakan pertanyaan putrinya. Rita mengelus rambut Arindha dengan tangannya yang sudah mulai keriput. “Tunggu di depan, yuk. Kasian papa nunggu pintu depan sendiri,” titah Rita. Arindha mengambil tas kecilnya dan mengikuti Rita dari belakang. Peraturan di keluarga sejati adal

  • Mari kembali ke Masa Lalu   LIMA

    Tangan Alex yang tadinya mengulur dia tarik kembali, tak lama kemudian dia pergi meninggalkan Arindha dan mulai menghisap vapor ia bawa di tangannya. Arindha membawa troli dan galon itu sampai tempat duduk di tepi lapangan, tapi dia kebingungan, karena belum juga menemukan Hilda. Nampak ada lambaian tangan mungil yang biasa dilihat Arindha, itu Hilda. Arindha mendekati Hilda tanpa memperdulikan jika banyak siswa siswi melihatnya dengan muka heran karena membawa troli yang diatasnya terdapat galon. “Galon?” tanya Hilda dengan menatap barang yang dibawa Arindha. “Iya, aku kehabisan air mineral di kantin,” jawab Arindha yang mulai duduk di sebelah Hilda. “Di toko depan sekolah?” tanya Xianzu. “Udah, Zu. Tapi, cuman ada ini,” Melirik galon. “Ya gak papa sih, Rin. Daripada si Rico gak mau minum,” kata Hilda sambil menutup mulutnya yang tertawa kecil dengan tangannya. Pertandingan basket dimula

  • Mari kembali ke Masa Lalu   EMPAT

    06.00 AM Alarm Arindha berbunyi nyaring sampai membuat telinganya kesal, dia segera mandi dan bersiap lebih awal dari biasanya. Arindha berpikir kalau Rico akan sampai tiga puluh menit setelah dia siap. Nol besar, Rico sudah duduk santai di meja makan sambil menyantap sarapan yang telah dimasak Rita. Arindha yang tak percaya dengan kedua matanya segera mencubit pipi putihnya. Rico menatap Arindha. “Makan, Rin,” ucap Rico. “Kebalik, harusnya aku yang nawarin!” jawab Arindha sinis. Rita jalan dengan perlahan, dia membawa dua gelas susu di nampan kayu. Uban di kepalanya sudah terlihat jelas. Meskipun begitu, Rita masih terlihat anggun dipandang mata. Ubannya boleh dikata banyak, tetapi soal kulit, Rita menang banyak. Cup Rita mencium rambut Arindha. “Makan yang banyak, nak,” kata Rita. “Iya, bun,” jawab Arindha singkat. “Heum … enak banget, bun,” ucap Rico sambil mena

  • Mari kembali ke Masa Lalu   TIGA

    Arindha mulai mengganti pakaiannya, merapikan rambut dan berdiri di depan cermin itu lagi. Arindha kaget, dan segera mencari jepit rambutnya. Dia kembali ke UKS, Arindha mulai menyusuri setiap sudut ruang putih itu. Nihil, Arindha hanya terdiam dan harus merelakan jepit rambut kesayangannya itu. Dia berjalan di kantin, mulai mencari kedua sahabatnya seperti biasanya. Kepala Arindha terus menoleh ke kanan dan kiri. Sampai akhirnya, dia berhasil duduk dengan wajah sumringah di sebelah Hilda. Tangan Hilda menggeser mangkuk yang berisi bakso kuah kesukaan Arindha. “Nih, spesial buat kamu, Rin,” ucap Hilda dengan memperlihatkan barisan gigi putihnya. Arindha tersenyum. “Makasih, lagi,” ucap Arindha pelan. “Mulai besok, kamu harus bangun pagi-pagi. Gak perlu naik angkot lagi, kita berangkat bareng,” titah Rico. Arindha nyengir. “Kalo kepaksa gak usah,” ucap Arindha sambil mengaduk bakso dihadapannya. “Kamu kenapa, sih

  • Mari kembali ke Masa Lalu   DUA

    Arindha mulai berjalan meninggalkan mereka bertiga dan mulai fokus memikirkan cara agar bisa menyelinap masuk ke dalam kelasnya. Beruntung, mata pelajaran pertama Arindha adalah Fisika. Tidak seperti Pak Karyo yang selalu ceramah di pagi hari, Bu Yuyun selalu menuliskan banyak rumus saat pelajarannya. “Sst-sst, Rico!” bisik Arindha sambil menatap Rico panik di sudut pintu kelas yang terbuka lebar. Mata Rico mencari asal suara itu, dia celingukan melihat pintu dan jendela-jendela kelas. "Ck, kupingnya bermasalah ni orang." Tangannya dilambai tinggi, berharap Rico melihat tangan kecilnya. Mata Rico bergerak dan berhenti tepat di lambaian Arindha. “Arindha?” Melirik Arindha kebingungan. Telapak tangan Rico mekar dan jari-jarinya merenggang, seolah mengisrayatkan agar Arindha tetap berdiam diri di posisinya. Sementara itu, dia mencari celah agar Arindha bisa memasuki kelas dengan aman tanpa hukuman dari Bu Yuyun yang sama halny

  • Mari kembali ke Masa Lalu   SATU

    Seorang gadis berpakaian putih abu-abu tengah berlari tergesa-gesa berusaha memasuki area sekolahnya. Di kejauhan, dia sudah melihat teman-temannya yang terlambat berbaris rapi menunggu hukuman dari Pak Karyo, dia adalah guru BK tergalak dari yang lainnya. Iya, ada guru BK lainnya, beliau bernama Pak David. Pak David eksis di SMA Nusantara, wajah tampan dengan sikapnya yang ramah dan sedikit dingin membuat para murid gelapapan bukan main. Kedua mata Arindha terus bergerak mencari jalan terbaik untuk kabur dari hukuman. Kaki Arindha mulai melangkah ke belakang secara perlahan. Tetapi.. Krekk “Arindha!!” bentak Pak Karyo keras sambil meririk tepat di arahnya. "Sial." Alisnya berkerut, wajah tertekuk, ia hanya bisa menerima nasibnya dan berjalan mendekati Pak Karyo dan sekumpulan teman-temannya yang terlambat. “Nggak bosan bapak hukum? kamu kira ini TK yang masuknya jam setengah delapan, hah?” cetus Pak Karyo. “Mm-maaf Pak, say-”

  • Mari kembali ke Masa Lalu   Prolog

    10.00 PM Kamar putih yang tak begitu luas masih disinari cahaya lampu yang memancar. Wajah pucat, keringat dingin dan mata kantuk, selalu dirasakan Arindha setiap malam. Sunyi, entah kenapa hal yang dijauhi banyak orang malah menjadi teman setia Arindha, menjadi penenangnya sampai dia bisa tidur lelap. Dulu, Arindha juga menjauhi kata itu, sunyi. Rasa traumanya, rasa takutnya akan mimpi yang sama membuatnya hampir gila, sampai dia menemukan ide yang menurutnya ampuh, obat tidur. Dosis obat yang dikonsumsi Arindha semakin lama semakin meningkat, lambung dan hatinya hampir terkena dampak dari obat itu sebulan terakhir. Kondisinya tidak bisa dikatakan baik, tapi berteman dengan sunyi bisa sedikit membantu tubuhnya untuk beradaptasi tanpa obat-obatan lagi dan lagi. Bushh.. Arindha merebahkan tubuhnya di lantai yang beralaskan karpet yang cukup tebal, dia menggerakkan kepalanya kekanan dan kiri, matanya yang sejak tadi melihat ke satu arah, kini mulai bergerak men

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status