Share

94. Pelukan Hangat

Author: Putri Cahaya
last update Last Updated: 2024-10-15 23:52:17

Naina membalas tatapan Pak Raynald. Ada ketegasan sekaligus kelembutan dalam sorot mata itu. Seakan terhipnotis, ia tidak bisa mengalihkan pandangannya dan tenggelam dalam tatapan menyejukkan itu.

Persis seperti warnanya yang hijau sehingga mampu memberikan ketenangan dalam hati meski hanya lewat tatapan saja.

Beberapa detik setelahnya, Naina memutuskan kontak mata itu dan memilih menunduk bersamaan dengan Pak Raynald yang menurunkan tangannya. Ia merenungkan semua perkataan pria itu.

Benar, Naina tidak boleh seperti ini terus. Kesedihannya tidak akan pernah mampu menghidupkan Oma Hira kembali. Oma Hira hanya membutuhkan doanya, bukan rasa sedihnya.

Life must go on

Ya, Naina harus tetap menjalankan hidup sebaik mungkin di dunia ini. Ia lebih baik mewujudkan keinginan Oma Hira yang belum tercapai daripada berdiam diri di sini.

Naina mendongak menatap langit cerah berwarna biru disertai awan halus yang berjalan perlahan. Katanya, orang yang sudah meninggal bisa melihat semua aktivitas k
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (1)
goodnovel comment avatar
antika
novelnya mengandung banyak bawangnya sesak di dada dan perih di mata udah ihhhh jgn bikin naina merasakan kehilangan lagi capek tau nyesek banget ihhhh knpa naina sesakit itu
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   95. Pendarahan?

    “By the way, Tante Mahira pernah mengatakan bahwa kita ini mirip. Benarkah? Memangnya kita semirip apa?”Naina tertawa kecil. “Saya juga tidak tahu.”“Tetapi warna mata kita sama.”“Mungkin hanya kebetulan saja.”Pak Raynald menggeleng tidak setuju. “Saya merasa ini bukan sebuah kebetulan semata. Saya yakin pasti ada sesuatu dibaliknya.”“Iya, kata Oma setiap pertemuan pasti ada hikmahnya.”“Ck! Bukan itu yang saya maksud, Loraaa. Kau ini menyebalkan sekali.”Naina menanggapinya dengan tertawa apalagi waktu Pak Raynald ingin membuktikan sendiri melalui kamera untuk bercermin. Dan pada akhirnya jadi foto bersama.Di sisi lain, Zelda tersenyum lega melihat Naina yang sudah bisa tersenyum bahkan sampai tertawa. Entah apa yang mereka bicarakan, terlihat sangat seru. “Ternyata Uncle Raynald berhasil membujuk dan menghibur Lora. Tahu begitu, aku minta tolong kepadanya dari kemarin,” ujar Grissham dengan tatapan mengarah ke Naina.“Nggak nyangka sih kalau Naina bakal luluh dengan Om Ray,” t

    Last Updated : 2024-10-15
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   96. Panik dan Khawatir

    Mira mencoba menghubungi Tuan Albern dan Zelda karena hanya memiliki kontak mereka yang notabennya majikan. Namun sayang, mereka sama sekali tidak mengangkat panggilannya setelah beberapa kali mencoba.Evan, orang kepercayaan Oma Hira yang tinggal di paviliun juga sedang sangat sibuk dan jarang pulang semenjak Oma Hira meninggal. Pria itu bilang banyak hal yang perlu diurus dan meminta Mira menjaga Naina atas permintaan Oma Hira.Mira sangat bingung tak tahu harus melakukan apa. Namun, ia tidak juga bisa berdiam diri di sini menunggu mereka datang yang ada malah membahayakan nyawa Naina.Mira berjongkok dan menyentuh lengan Naina yang masih setia memejamkan mata. “Mbak Nai, Mbak mendengarkanku kan?”Naina membuka mata dengan pandangan yang sayu dan buram. Ia berusaha sekuat tenaga mempertahankan kesadarannya. “Tolong… sakit…” lirihnya.Mira membantu Naina bangkit dan memapahnya menuju ke ruang depan. Ia akan meminta tolong kepada siapapun yang datang ke rumah ini. Atau ia akan memesa

    Last Updated : 2024-10-16
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   97. Masalah Golongan Darah

    Sontak, Zelda membulatkan mata terkejut. Jantungnya berdegup kencang. Rasa khawatir langsung memenuhinya hatinya.Ia pun segera bangkit, menyambar tasnya, lantas menghampiri Grissham. “Kita harus ke rumah sakit sekarang,” ajaknya dengan raut wajah panik.“Ada apa?” tanya Grissham heran dan ikut berdiri.Zelda menunjukkan pesan Mira pada sepupunya. Tanpa menunggu lagi, ia menggandeng tangan Grissham keluar ruangan dengan tergesa-gesa.“Apa Pak Seto masih menunggu?” tanya Zelda di undakan tangga.“Tentu saja. Aku memintanya menungguku.”“Kalau gitu kau berangkat bersamaku saja.” Zelda terus melangkah lebar tanpa memedulikan sekitar dengan tangan yang masih setia menggandeng Grissham.Tiba di teras butik, perempuan itu menghampiri Pak Seto yang hendak memasuki mobil entah dari mana. “Pak, saya minta tolong. Nanti Bapak pulang ke rumah utama, ya, untuk mengambil perlengkapan bayi di kamar Naina.”“Semua udah disiapkan, kok tinggal mengambil aja. Atau Bapak bisa minta tolong sama ART di ru

    Last Updated : 2024-10-16
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   98. Takut Terulang Kembali

    “Saya memiliki golongan darah A negatif dan bersedia mendonorkan darah untuk pasien.” “Om Raynald?” gumam Zelda sambil menatap orang itu. Pak Raynald berjalan mendekat dengan senyuman yang terpatri di bibirnya. “Saya bersedia mendonorkan darah untuk pasien atas nama Naina Leonora.” “Baik, silakan Bapak mengikuti suster itu untuk dilakukan pengecekan dan tindakan lebih lanjut,” balas Dokter Yunita sembari menunjuk suster yang tadi ikit bersamanya. “Mari, Pak, ikut saya.” Pak Raynald hanya mengangguk dan mengikuti langkah sang suster. “Baiklah, kami akan segera melakukan tindakan operasi untuk Ibu Naina,” ucap Dokter Yunita hendak berbalik badan. “Tunggu, Dokter,” cegah Grissham membuat sang dokter mengurungkan niatnya. “Apakah boleh menemani pasien selama operasi berlangsung?” Pria itu tiba-tiba teringat dengan Naina yang selalu menagih janji Oma Hira yang akan menemaninya operasi. Ia ingin menepati janji Oma Hira kepada Naina supaya tidak menjadi beban untuk neneknya. “Moh

    Last Updated : 2024-10-17
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   99. Selamat Datang di Dunia, Dedek Twins

    Grissham beralih memeluk Zelda dari samping dengan satu tangan. Sedangkan tangan yang satunya digunakan untuk menggenggam tangan sang sepupu yang terasa dingin. “Kau tak boleh berkata seperti itu, Zee. Berpikirlah positif. Kita doakan semoga mereka semua selamat. Lora dan si kembar dalam keadaan sehat, hm?” balasnya. Zelda yang menyandarkan kepalanya di dada Grissham hanya mengangguk. Tangannya melingkar di pinggang sang sepupu dan memeluknya erat berusaha mencari ketenangan di sana. Grissham sendiri sebenarnya juga merasakan hal yang sama seperti Zelda. Namun, ia berusaha mengontrol perasaannya agar tetap tenang dan menjadi penguat untuk mereka. Jika dirinya ikutan panik, malahan akan membuat suasana semakin kacau. Beberapa jam kemudian setelah sekian lama menunggu, akhirnya Dokter Yunita keluar masih memakai pakaian khas operasi berwarna biru. Semuanya pun berdiri menyambut kedatangan dokter itu. Dokter Yunita melepaskan maskernya dan menatap mereka satu-persatu. “Bayi kembar

    Last Updated : 2024-10-17
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   100. Tetaplah Bertahan

    Zelda menatap haru pemandangan di hadapannya dengan air mata yang terus berjatuhan. Bukan suami yang menemani Naina melahirkan, bukan pula seorang ayah yang pertama kali menggendong dan mengazani si kembar. Melainkan orang lain yang notabennya baru dikenal yang melakukan semua itu. Zelda menggigit bibirnya menahan isakan yang hampir lolos mengingat nasib Naina yang kurang beruntung sejak kecil. “Naina nggak sendirian. Ada kita yang selalu menemani dan menyayanginya,” ucapnya disertai sesenggukan. Grissham merangkul pundak Zelda dan mengusapnya. Sedikit banyak ia mulai mengerti tentang kehidupan Naina yang sekarang. “Lora adalah keluarga kita.” Tak lama, pintu terbuka dan muncullah Pak Raynald yang berjalan mendekat. “Bayinya sangat lucu dan menggemaskan. Apa kalian tidak ingin melihatnya?” “Nanti saja, Uncle. Kami cukup melihatnya dari sini. Yang terpenting kami sudah tahu bahwa bayinya sehat,” jawab Grissham yang dibalas anggukan oleh Zelda. Zelda menatap Pak Raynald dengan ma

    Last Updated : 2024-10-18
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   101. Kekhawatiran Zelda

    Zelda menggigit kukunya merasa sangat gelisah dan bingung. Ia tidak bisa meninggalkan Naina sendirian, tetapi ia juga ingin sekali melihat kondisi baby girl. Tidak mungkin dirinya mengandalkan bodyguard. Dokter pasti akan mencari keluarga pasien atau orang yang bertanggung jawab atas pasien.Perempuan itu bangkit dari duduknya dan berjalan mondar-mandir sambil berpikir keras untuk mengambil keputusan yang tepat. Hingga akhirnya ia memilih ke ruang NICU sebentar lalu kembali ke sini lagi. Iya, sepertinya itu pilihan yang tepat.Zelda menghampiri ranjang Naina. “Nai, aku tinggal sebentar nggak papa, ya? Aku ingin menengok baby girl yang katanya sedang kritis. Aku tinggal, ya. Sebentaaar aja.” Ia lantas berjalan ke arah pintu. Beberapa langkah sebelum sampai, pintu dibuka dari luar dan menampakkan Grissham dengan raut wajah yang sama paniknya. “Apa kau ingin ke ruang NICU?” tanyanya.Zelda mengangguk. “Aku ingin melihat kondisinya baby girl.”“Sebaiknya kau menunggu di sini sambil me

    Last Updated : 2024-10-19
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   102. Tawa bahagia

    Naina menatap sekeliling tempatnya berpijak yang terasa sangat asing. Ia berdiri di sebuah taman yang luas dan indah. Tidak seorang pun di sini, kecuali dirinya.Hamparan berbagai macam bunga warna-warni terbentang luas di berbagai sudut. Ada pula berapa pohon yang tumbuh di sekitar taman semakin menyejukkan mata.Cuaca cerah, tetapi tidak panas menambah suasana yang damai. Angin berhembus pelan menerbangkan gamis putih yang dikenakannya.Naina memejamkan mata sambil menarik napas dalam-dalam untuk menghirup udara segar yang bercampur dengan wangi bunga. Ia merasakan ketenangan yang luar biasa di sini. Meski hanya sendiri, dirinya sama sekali tidak merasa takut.“Mama!”Naina membuka matanya dan menoleh. Sontak, ia langsung berkaca-kaca melihat sosok yang baru saja memanggilnya ‘Mama’. “Altair….”Beberapa meter dari posisinya, ada Altair yang berlari kencang ke arahnya. Wanita itu berlutut sambil merentangkan tangannya menyambut sang anak. “Altair, putraku.” Naina memeluk erat anakn

    Last Updated : 2024-10-20

Latest chapter

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   301. Jangan Terlena

    Grissham mengangkat kepala perlahan. Tatapannya bertemu dengan Lora, masih dengan wajah yang sedikit mengerut, seperti anak kecil yang baru saja mengakui kesalahan tapi tetap ingin dimengerti.Katakanlah ia kekanak-kanakan. Hanya karena cemburu, dirinya memilih mendiamkan Lora selama tiga hari.Namun... apakah salah jika ia merasa seperti itu? Lora miliknya walaupun belum sepenuhnya. Ia pun punya hak untuk cemburu.Selama ini, Grissham menahan. Selalu berusaha mengalah. Ia memang mengizinkan Lora tetap berhubungan baik dengan mantan suaminya demi anak-anak. Namun, bukan berarti ia tak terluka. Ada bagian dari hatinya yang terasa diabaikan setiap kali melihat Lora tersenyum bersama pria itu.Lora tampak terlalu menikmati kebersamaan mereka seakan lupa bahwa ada hati yang harus dijaga.Karena itulah Grissham memilih bersikap seperti itu, membiarkan jarak terbentang agar Lora menyadari sendiri. Dan nyatanya, wanita itu datang. Tiga hari cukup untuk membuat Lora bertanya-tanya dan akhir

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   300. Cemburunya Grissham

    Ruangan luas nan mewah itu terdiam bisu, seolah ikut menahan napas. Hembusan lembut dari pendingin ruangan menyusup ke sela-sela, membuat udara di dalamnya terasa membeku. Detik demi detik terdengar jelas dari dentingan jarum jam di dinding, mengisi keheningan yang seakan menanti sang pemilik ruangan untuk angkat bicara. Lora duduk diam. Matanya tak berkedip, menatap Grissham lekat-lekat. Tatapan itu menyimpan rasa penasaran yang terus menggelembung di dalam dada. Jemarinya saling menggenggam, mengguratkan kegelisahan yang coba ia redam lewat kehangatan dari dirinya sendiri. Grissham menghembuskan napas panjang. Matanya tak menoleh, tetap terpaku ke satu titik di hadapan, seolah dinding polos itu lebih pantas ia tatap daripada wanita yang duduk di sampingnya. Kedua tangannya bertumpu di lutut, jari-jarinya mengepal lalu mengendur, seirama dengan napas yang berat. “Aku sedang banyak pekerjaan yang harus segera kuselesaikan dalam waktu dekat ini,” ucapnya datar, seperti seda

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   299. Berubah

    Beberapa hari berlalu tanpa terasa. Kini, hanya tersisa dua bulan lagi menuju hari pernikahan Lora dan Grissham.Segala persiapan nyaris rampung, dibantu penuh oleh keluarga besar yang turut antusias menyambut hari bahagia mereka.Gedung hotel megah milik keluarga Kusuma telah dipastikan dan dijadwalkan menjadi tempat berlangsungnya momen sakral itu.Gaun pengantin berpotongan anggun tergantung rapi di balik tirai kaca LaCia Boutique, menanti hari di mana Lora akan mengenakannya. Seragam keluarga pun telah selesai dijahit, lengkap dalam berbagai ukuran. MUA ternama yang menjadi incaran para pengantin sudah dibooking sejak beberapa bulan lalu. Jadwalnya dikunci, tak bisa diganggu gugat.Dan yang tak kalah penting, mereka memutuskan untuk mempercayakan seluruh rangkaian acara kepada wedding organizer profesional. Mulai dari acara siraman hingga resepsi, semua diserahkan kepada tangan-tangan berpengalaman.Rapat demi rapat digelar. Lora dan Grissham selalu hadir, duduk berdampingan den

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   298. Keputusan yang Tak Bisa Diganggu Gugat

    Wajah Bu Anita seketika berubah. Ada gurat kecewa yang perlahan menyusup. Sorot matanya tampak meredup, senyum yang tadi sempat mengembang perlahan menghilang. “Kamu udah memikirkan keputusan ini matang-matang, Nak?” tanyanya pelan dengan mata yang menatap lurus. “Udah, Ma,” jawab Lora dengan lirih tapi tegas. “Bahkan sejak awal aku memilih Kak Sham.” Ia menunduk sejenak, menahan tarikan emosi yang bergolak di dadanya. “Sekali lagi, aku minta maaf, Ma.” Keheningan menggantung beberapa saat. Lora menanti, menebak-nebak reaksi yang akan keluar. Raut datar di wajah Bu Anita membuat pikirannya mulai liar, mencari-cari makna dari setiap helaan napas wanita itu. Ia tahu betul watak ibunya Dhafin. Kini, muncul satu pertanyaan. Apakah keputusan ini akan diterima… atau akan menjadi awal dari jarak yang semakin renggang? Lora menunggu tanggapan Bu Anita dengan sedikit cemas. Melihat dari ekspresinya, sudah pasti beliau akan sangat marah, lalu memaksa agar permintaannya dipenuhi.

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   297. Perhatian yang Timpang

    Pertanyaan itu menggantung di udara. Dhafin tak langsung menjawab, dan dari keheningannya itu saja Lora sudah tahu jawabannya.“Aku nggak menyangkal,” akhirnya Dhafin bicara, suaranya tenang tapi berat. “Tapi itu juga bukan alasan utama. Aku beneran kangen anak-anak. Bukan cuma karena kamu, tapi karena aku ayah mereka.” Ia menarik napas lagi, lalu memalingkan wajah, menatap ke arah rumah tempat tawa si kembar kini terdengar samar. “Kejadian kemarin… bikin aku sadar. Aku nggak cuma kehilangan kamu, tapi juga mereka. Rasanya hampa banget.”Dhafin kembali menatap Lora, sorot matanya kali ini serius dan penuh harap. “Aku nggak minta banyak. Aku cuma pengen kamu izinkan aku tetap ada di hidup mereka. Walau kamu udah punya kehidupan sendiri.”Lora terkekeh pelan, suara tawanya lirih namun mengandung makna. Sudut bibirnya terangkat, tetapi sorot matanya menyiratkan sesuatu yang lebih dari sekadar geli.“Aku dari awal udah membebaskanmu bertemu anak-anak. Aku nggak pernah membatasi,” ujarnya

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   296. Permintaan Maaf

    “Papa!”Dua bocah kembar itu melesat turun dari mobil. Kaki-kaki mungil mereka menapak cepat di jalan setapak.Suara langkah kecil berpadu dengan teriakan riang, menciptakan simfoni rindu yang tak terbendung.Mereka langsung menghambur ke dalam pelukan ayahnya yang berdiri di teras dengan tangan terbuka dan mata yang tampak sedikit berembun.Begitu tubuh kecil itu memeluknya, Dhafin menunduk dan mendekap mereka erat seolah tak ingin melepaskan.Tangannya membelai rambut keduanya, mencium pipi mereka satu per satu dengan tawa kecil yang tertahan. Hatinya mencelos, penuh sesak oleh rasa bersalah yang belum juga reda. Terakhir ia melihat wajah mereka adalah di rumah sakit saat menjenguk ibunya.Sejak pertengkaran panas itu, Lora benar-benar menjauh. Dan ia... hanya bisa menyesali semuanya dalam diam.“Papa kangen banget sama kalian.” Suaranya bergetar, tetapi hangat.Ia mendaratkan ciuman bertubi-tubi di wajah mereka, membuat anak-anak itu tertawa geli sambil memegangi pipi mereka. “Kal

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   295. Permintaan untuk Datang Kembali

    Grissham tak langsung menanggapi. Matanya tak lepas dari jalanan yang padat. Tampak di depan sana, mobil-mobil merayap, saling berebut celah di bawah langit sore yang mulai menguning.Lampu sein berdetak pelan, menyatu dengan musik dari radio yang mengalun lembut dari speaker mobil.Beberapa menit kemudian, ia memutar kemudi ke kanan, memasuki jalan menuju kawasan perumahan elit—tempat keluarga Brighton tinggal.Dering ponsel yang sejak tadi bersenandung akhirnya berhenti. Lora menatap layar yang kini berubah gelap, jemarinya masih menggenggam erat perangkat itu.Grissham melirik sekilas, lalu kembali fokus ke jalan. Ia sempat mengira telepon itu tak akan datang lagi karena sang penelepon sudah menyerah. Namun hanya selang beberapa detik, getaran itu kembali menggema di dalam mobil. Nada dering yang sama, nama yang sama—masih bertahan di layar.Grissham menarik napas panjang, menahan jeda sebelum bersuara. “Angkat saja, siapa tahu penting,” ucapnya datar, tetapi lembut.Lora hanya me

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   294. Jejak Tradisi

    Senyum di wajah Zelda perlahan meredup. Masih ada lengkungan manis di bibirnya, tetapi tak lagi semeriah tadi. Pandangannya turun, jatuh pada jemarinya yang saling menggenggam di atas pangkuan, seolah mencari pegangan pada dirinya sendiri. Lora yang duduk di sampingnya mencuri pandang, lalu menatap lekat perut sahabatnya yang kini membulat jelas di balik dress selutut berwarna pastel itu. “Pemeriksaan terakhir? Emangnya kenapa?” tanyanya pelan tetapi penuh curiga setelah ada jeda sejenak. Zelda tidak langsung menjawab. Hanya diam, membiarkan hening mengambang beberapa detik. Kemudian, seperti tersadar, ia menarik napas dan kembali memasang senyum cerah hingga terasa agak dipaksakan. “Bukan apa-apa kok. Semuanya aman.” Lora tidak sepenuhnya percaya. Tatapannya menyapu wajah Zelda yang terlihat terlalu tenang untuk seseorang yang barusan tampak ragu. Namun, ia memilih menahan diri. Tangannya terulur untuk menyentuh perut sahabatnya yang terasa hangat dan hidup di bawah telapaknya

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   293. Persiapan Pernikahan

    Berbeda dengan Dhafin yang tenggelam dalam penyesalan tak berujung, Lora berdiri tegak di depan cermin besar di LaCia Boutique milik sahabatnya. Cahaya lembut dari lampu gantung kristal memantulkan siluetnya di permukaan kaca. Kebaya putih dengan detail payet halus melekat sempurna di tubuhnya, mengikuti lekuk tanpa cela.Kainnya jatuh anggun, sementara ekor kebaya menjuntai panjang hingga menyapu lantai dengan gerakan pelan setiap kali ia berpindah posisi. Kerudung segi empat yang menjuntai menutup dada, warnanya senada dengan kebaya, menjadikan tampilannya anggun tanpa harus berlebihan.Lora merapikan kerudungnya perlahan, jemarinya menyusuri kain lembut yang menjuntai menutup dada. Sebuah senyum tipis mengembang di bibirnya.Bukan karena merasa paling cantik, bukan pula karena penampilan yang nyaris sempurna. Melainkan ada rasa hangat yang menjalari dadanya, sebuah rasa utuh sekaligus layak.Untuk pertama kalinya, ia menjalani proses ini dengan penuh kesadaran dan penghargaan. Ti

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status