Beranda / Rumah Tangga / Mari Berpisah, Aku Menyerah / 70. Masyaallah, Cantik Sekali

Share

70. Masyaallah, Cantik Sekali

Penulis: Putri Cahaya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-26 23:31:24

“Hai, Zelda. Udah lama sampainya?”

Naina tiba di ruang tengah. Ia bercipika-cipiki dan memeluk sahabatnya sejenak.

“Baru aja sampai kok.” Zelda merangkul Naina untuk duduk di sofa. Ia mengalihkan perhatiannya pada perut Naina.

“Hallo, dedek twins, keponakan Aunty. Aunty datang nih. Kalian senang nggak?” sapanya seraya mengusap perut Naina.

Naina merasakan calon anaknya menendang kecil seakan-akan merespon sapaan Zelda.

“Nai….” Zelda menatap Naina dengan mata membulat terkejut. “Mereka nendang?”

Naina mengangguk dan ikut mengusap perutnya. “Mulai aktif mereka. Gerakannya juga udah mulai terasa.”

Zelda tersenyum senang lalu menempelkan telinganya pada perut Naina. “Ayo, dong, kalian nendang lagi.”

Naina menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah Zelda. “Btw, tadi kamu lunch bareng Freya, ya? Aku lihat di story-nya dia.”

Zelda tampak berdecak kesal dan menegakkan tubuhnya. “Emang benar-benar, ya, tuh cewek. Bisa banget mencari kesempatan.”

Ia menoleh ke arah Naina, tersenyum jahil. “Ce
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   71. Mata yang Indah

    Naina tersenyum malu-malu tidak menduga dengan respon mereka padahal ia sendiri merasa tidak percaya diri. “Mungkin efek bajunya yang cantik,” balasnya merendah.“Pada dasarnya kamu memang cantik, Nai, jadi dipakaikan apapun tetap cantik. Benar nggak, Mbak?” tanya Zelda ke tim MUA meminta persetujuan yang balas anggukan oleh mereka.Penampilan Naina sangat cantik dan anggun dengan balutan gamis beserta kerudung yang menutupi rambut. Kulitnya yang putih bersih sangat cocok dengan warna gamis sehingga membuatnya lebih bercahaya.“Coba cadarnya dipakai sekalian,” pinta Oma Hira. “Haruskah?” tanya Naina ragu. Ia saja belum terbiasa memakai kerudung. Ini malah diminta memakai cadar yang menurutnya sudah berada di level tertinggi.“Harus dong. Katanya nggak pengen mukanya terlihat. Jadi, harus ditutup dengan cadar. Cuma pemotretan aja kok,” sahut Zelda.Naina menghembuskan napasnya. “Baiklah.”MUA yang bertugas di bagian kerudung pun memakaikan cadar dengan warna senada pada wajah Naina.

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-26
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   72. Restoran Impian

    “Kita ini sebenarnya mau kemana, Oma?”“Ada deh. Nanti juga kamu tau sendiri.”Itu adalah pertanyaan yang ke sekian kali Naina tanyakan kepada Oma Hira. Namun, jawaban yang diberikan sangat tidak jelas membuatnya semakin penasaran. Hingga akhirnya, Naina menyerah dan memilih menatap jalanan lewat jendela kaca samping mobil. Tangannya sesekali mengusap perut saat merasakan tendangan dari sang janin.Hari ini, Naina memakai atasan long tunik bercorak bunga-bunga warna merah bata dengan kombinasi warna krem. Bawahannya ia mengenakan celana kulot longgar warna coklat. Tak lupa kerudung segi empat dengan model simpel menutupi rambut panjangnya. Ya, Naina sudah memutuskan untuk berhijab setelah melalui banyak pertimbangan. Ia sudah sangat mantap tanpa ada keraguan sedikitpun.Bukan pula karena paksaan dari Oma Hira, melainkan memang dari hatinya sendiri yang menginginkan itu.Mungkin ini adalah jalan yang Allah tunjukkan untuk melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslimah. Naina ak

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-27
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   73. Grand Opening

    Naina mengangguk antusias mendapatkan tawaran yang menakjubkan. “Aku mau, Oma.” Oma Hira tersenyum misterius. “Anggaplah restoran ini milikmu sendiri. Jangan sungkan.”Naina membalas senyuman Oma Hira. “Kapan kira-kira restoran ini akan mulai dibuka, Oma?”“Rencananya nanti sore akan dilakukan grand opening dengan makanan gratis sebagai promo. Jadi, hari ini kita menyiapkan bahan baku sekaligus memasak bumbu untuk acara nanti sore.”Naina manggut-manggut paham. Pantesan, ia melihat semua karyawan pada sibuk.“Keluar, yuk. Oma akan mengenalkanmu ke semua karyawan yang bekerja di sini,” ajak Oma Hira kemudian bangkit dari duduknya.Naina mengikuti langkah Oma Hira keluar ruangan tanpa menggunakan masker. Ia pikir tidak masalah menunjukkan wajah di hadapan karyawan yang nantinya akan bertemu setiap hari.“Selamat pagi semuanya. Perkenalkan ini Lora. Dia yang akan mengelola segala urusan dalam restoran ini,” kata Oma Hira mengenalkan Naina kepada seluruh karyawan yang sudah berkumpul sem

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-28
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   74. Ke Makam Altair

    “Kamu datang ke sini kok nggak ngabari dulu sih, Zel?” Naina mengambil tempat duduk di hadapan Zelda setelah dari ruang kerjanya. Zelda menyengir menampakkan giginya yang rapi. “Aku sengaja ngasih kejutan buat kamu. Aku juga tadi habis bertemu klien di daerah sekitar sini jadi sekalian mampir.” Naina manggut-manggut paham. Ia sudah menebak kalau Zelda pasti ada urusan lebih dulu sebelum datang ke sini karena bukan weekend. “Kamu mau pesan apa? Aku akan membuatkannya untukmu,” tawarnya. Zelda menahan tangan Naina, mencegah agar tidak beranjak. “No no no! Kamu duduk aja di sini temani aku.” Naina mengangguk lantas memanggil salah satu karyawannya. Zelda mulai menyebutkan pesanannya. “Kamu nggak pesan, Lora?” “Aku sudah makan tadi tepat sehabis sholat Dzuhur,” jawab Naina kemudian beralih menatap karyawannya. “Aku pesan jus apel aja deh. Terima kasih.” Karyawan itu mencatat lalu membacakan ulang pesanan agar tidak terjadi kesalahan. Setelahnya, ia pamit undur diri. “Ramai bang

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-28
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   75. Hari Pertunangan Tiba

    Naina dilanda gugup luar biasa. Keringat dingin mulai membasahi tubuh. Jemarinya semakin meremas kuat-kuat gamisnya. Dadanya naik-turun menahan segala perasaan yang membuncah. Naina bisa saja melanjutkan langkahnya dan melewati Dhafin begitu saja. Namun, entah kenapa kakinya terasa sulit gerakkan seolah ada sesuatu yang manahan kakinya. Suasana berubah tegang. Kedua mata yang masih setia menatap ke bawah itu sampai berkaca-kaca. Ia tidak tahu sampai kapan dirinya akan terjebak dalam situasi ini. “Kau itu….” Suara Dhafin kembali terdengar dan terkesan menggantungkan ucapannya. Entah disengaja atau bagaimana. Namun, hal itu sukses membuat jantung Naina berdegup dua kali lebih cepat dari sebelumnya. Ia memejamkan mata sambil menggigit bibir bawahnya. Apakah Dhafin mengenalinya sebagai Naina? “Kau–” “Mbak Lora!” Naina mengangkat kepalanya. Beberapa meter di depan sana, terlihat Mira yang berjalan ke arahnya seraya melambaikan tangan. Ia sedikit lega melihat Mira yang datang tepat

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-29
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   76. Resmi Bertunangan

    Sebuah rasa sesak menghantam kuat dada Dhafin ketika melihat tatapan itu. Jantungnya kembali berdebar-debar. Namun, kali ini diikuti dengan rasa nyeri seakan-akan ada ribuan belati yang menembus jantungnya.Detik berikutnya, wanita bercadar itu perlahan mundur dan menghilang dari pandangannya. Dhafin sangat panik. Ia langsung meletakkan kembali cincin itu lalu mengejar wanita yang ia ketahui bernama Lora.“Dhafin, kamu mau kemana?”Dhafin mengabaikan pertanyaan Freya dengan terus berjalan masuk ke dalam rumah.“Dhafin!” Freya ingin menyusul Dhafin, tetapi rok kebayanya yang lipit membuat ia tidak bergerak dengan leluasa.“Kamu di sini aja. Biar aku aja yang menyusul Dhafin.” Davira menahan lengan Freya.Bu Anita datang menghampiri calon menantunya. Ia merangkul Freya sambil mengusap pundaknya lembut. “Iya, Sayang. Lebih baik kamu tunggu di sini. Tenang aja, Dhafin pasti balik kok,” timpalnya.Sementara itu, Dhafin masih terus mengejar sambil menengok kanan-kiri memindai seluruh pen

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-30
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   77. Sebuah Konspirasi?

    “Nai, beneran kamu mau pulang sendirian?”Naina mengangguk menjawab pertanyaan Zelda. “Lebih baik kamu kembali ke acara itu, Zel.” “Nggak deh. Aku ikut kamu pulang aja.”Naina menggeleng sambil menggenggam tangan sahabatnya. “Jangan, Zelda. Kamu harus kembali supaya nggak ada yang sadar kalau sebenarnya aku datang.”“Aku tadi sempat melihat Mas Dhafin menatapku. Kamu yang menghilang kayak gini pasti membuat Mas Dhafin curiga,” jelasnya.Sekarang ini, mereka berada di dalam mobil bersama dengan supir yang standby di kursi kemudi.“Aku minta maaf, Nai, udah membawamu ke tempat yang menjadi sumber kesakitanmu selama ini.” Zelda menatap Naina sendu dan merasa bersalah.“Nggak papa, ini juga atas kemauanku sendiri.” Naina tersenyum di balik cadarnya, berusaha terlihat baik-baik saja. Namun, suaranya yang bergetar menahan tangis tak mampu menutupinya.Zelda langsung menarik Naina ke dalam dekapannya. Ia mengusap lembut punggung sang sahabat. “Maaf… nggak seharusnya aku membawamu ke sini la

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-01
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   78. Asumsi Tentang Lora

    Arvan memegang dagunya sambil berpikir. “Hm… sepertinya ada konspirasi di sini. Apa kamu nggak curiga?” Dhafin menghela napas panjang masih dengan posisi yang bersandar di kursi. Benar, ia juga sempat curiga kalau orang tuanya sengaja membuat siasat itu. Namun kembali lagi, dirinya terus didesak dan tidak mempunyai waktu banyak. Ia hanya tidak ingin Naina kenapa-kenapa di manapun istrinya berada. Itu saja. “Entahlah…. Setahuku, Papa nggak pernah berbohong dengan ucapannya,” jawabnya. “Ya, terserah sih. Aku cuma mengingatkan aja,” balas Arvan seraya mengedikkan bahu. Untuk sejenak, suasana menjadi hening. Arvan sibuk dengan iPadnya sedang membuat dan mengirim undangan rapat untuk tim pemasaran. Sedangkan Dhafin sibuk dengan pikirannya sendiri sembari mengetukkan jari-jarinya di atas meja. Ia menegakkan tubuhnya lalu menatap Arvan. “Ngomong-ngomong, semalam Lora datang ke acara pertunanganku,” katanya. Sontak, Arvan langsung mendongak. “Lah, kenapa tiba-tiba jadi membahas Lora

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-02

Bab terbaru

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   224. Rencana Pembalasan

    Dokter Radha terus menceritakan sekaligus mengenalkan keluarga besarnya kepada Lora sambil memperlihatkan album foto.Hingga tanpa terasa hari sudah beranjak sore. Keduanya pun menyudahi dan memutuskan untuk turun ke lantai bawah.Namun, sebelum itu Lora meminta tolong pada Amina untuk menjaga si kembar bila sewaktu-waktu terbangun. “Ibun lihat bisnis restoranmu berkembang pesat setelah diterpa masalah fitnah kemarin,” ujar Dokter Radha yang berjalan menuruni tangga bersama Lora. “Alhamdulillah, Bun. Masalah kemarin itu untuk pembelajaran kedepannya agar nggak keulang lagi. Udah diantisipasi juga kok,” balas Lora. Dokter Radha tersenyum bangga sembari mengusap lengan Lora. “Kamu mewarisi jiwa bisnis dari ayahmu. Kelak kamu akan menjadi pewaris perusahaan Brighton Group milik keluarga Ayah.” Lora hanya membalas dengan senyuman saja dan terus melangkah sampai di ruang tamu. Di sana ternyata masih ada Grissham dan Pak Raynald yang sepertinya sedang membicarakan hal penting. Keduanya

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   223. Tentang Keluarga Kusuma

    “Ini foto siapa, Bun?”Dokter Radha ikut menatap foto itu dengan mengulas senyum. “Dia kembaran Ibun. Namanya Anarva Raharja Kusuma.” Lora menatap Dokter Radha dengan mata berbinar-binar. “Wah... Ibun juga punya kembaran. Jadi pengen bertemu dan berkenalan. Bolehkan, Bun?” Dokter Radha mengubah raut wajahnya menjadi sendu dan menggeleng pelan. Tangannya mengusap foto dibagian laki-laki kecil itu. “Sayangnya nggak bisa karena dia udah meninggal.”Lora seketika melunturkan senyumnya dan merasa tidak enak. “Innalillahi wa inna ilaihi roji'un. Maaf, Bun. Aku nggak tau.” Dokter Radha menatap Lora dan tersenyum maklum. “Nggak papa, Sayang. Ibun mengerti.” Ia kembali membuka halaman album selanjutnya. Di situ terdapat beberapa foto kenangan Dokter Radha dengan kembarannya saat usia balita. “Meskipun kembar, Ibun dan Arva dilahirkan dalam keadaan yang berbeda. Arva memiliki penyakit jantung bawaan sama seperti Zora.”“Bedanya Arva penyakitnya lebih kronis dan nggak bisa bertahan lama. Se

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   222. Putri Keluarga Konglomerat

    [Aku nggak bisa datang. Aku sibuk]Tidak lama kemudian, pesannya yang semula centang dua abu-abu berubah warna menjadi centang biru. Nama kontak ‘Lora❤’ itu tampak mengetikkan balasan.[Aku tau kamu sibuk mempersiapkan pernikahanmu dengan Freya. Tapi apa kamu nggak bisa meluangkan waktu sedikit aja untuk anak-anak? Ini demi anak-anakmu sendiri loh, Mas. Apa sesusah itu?][Maaf, Lora. Dalam waktu dekat ini aku memang nggak bisa datang. Tolong, sampaikan maafku untuk si kembar] [Baik, terserah kamu! Kamu udah berhasil membuat anak-anak dekat denganmu, tapi begini balasanmu? Ingat, ya, aku nggak akan memintamu datang kalau bukan demi anak-anak]Dhafin tahu Lora bukan tipe orang yang mengemis perhatian. Wanita itu menghubungi dirinya semata-mata hanya untuk si kembar dan itu pun saat mereka yang meminta. Jika tidak, Lora tidak pernah mengirimkan pesan padanya kalau bukan ia duluan yang ngechat.[Ini terakhir kalinya aku mengganggu waktumu. Kedepannya jangan salahkan aku kalau si kembar

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   221. Masalah Panggilan

    “Tante cuma dapat hikmahnya aja,” timpal Zelda.Dokter Radha mengangguk dengan memasang wajah sedih. “Iya, nih. Padahal kan Tante yang merasakan susahnya hamil sembilan bulan sama sakitnya melahirkan.” Pak Raynald tertawa pelan lantas menatap istrinya dalam-dalam. “Meskipun dari segi fisik tak ada kemiripan denganmu, tetapi jangan salah. Kebaikan dan kecerdasan dalam diri Lora sudah pasti menurun darimu, Sayang.”Dokter Radha tersenyum malu hingga menciptakan semburat merah di pipinya yang terlihat samar-samar. Ia berdehem pelan untuk mengurangi salah tingkahnya. “Lora, bagaimana kabarnya Dek Zora?” tanyanya mengalihkan pembicaraan. “Zora sehat, Bun. Akhir-akhir ini udah jarang kambuhan,” jawab Lora sambil tersenyum melihat keharmonisan orang tuanya di usia yang tak lagi muda.“Alhamdulillah….” Dokter Radha kembali memegang kedua tangan Lora dengan mata berbinar-binar. “Ibun nggak nyangka banget udah punya cucu darimu. Kembar lagi, masyaallah….”“Sebenarnya ada tiga, Bun. Tapi putr

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   220. Mirip Tanpa Celah

    “Bila kau tidak kuat, lebih baik kita tunda dulu penjelasannya,” kata Grissham.Lora mengalihkan pandangannya pada Grissham lalu menggeleng pelan. “Lanjut aja. Aku ingin semuanya tuntas hari ini,” balasnya lirih. Ia sekarang duduk di antara dua orang yang mengaku sebagai orang tua kandungnya. Grissham menghela napas, menatap Lora yang terlihat sudah baik-baik saja. “Lora, seperti yang sudah kau dengar dari penjelasanku tadi, Uncle Raynald dan Aunty Radha sebenarnya adalah orang tua kandungmu.”“Kau merupakan putri yang ditukar oleh Ibu Linda dengan putri kandung Ibu Sekar yang selama ini diasuh oleh keluarga Brighton,” jelasnya.Pak Raynald mengangguk setuju menimpali perkataan Grissham. “Kami sudah melakukan tes DNA dan hasilnya memang benar kau adalah putri kandungku, Lora.”Dokter Radha mengeluarkan sebuah kertas yang memiliki logo rumah sakit ternama dari dalam tas kemudian menyerahkannya pada Lora. “Ini hasil tes DNA-nya.”Lora menegakkan tubuh dan mulai membaca isi dalam kertas

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   219. Panic Attack

    Di ruang tamu, Zelda beranjak dari duduknya menghampiri mereka yang masih berdiri di ambang pintu.Sedikit banyak dirinya bisa mendengar pembicaraan mereka dan ikut terkejut sama seperti Lora.Ia berdehem pelan begitu tiba di samping sahabatnya. “Lora, alangkah baiknya kalau mereka dipersilahkan duduk dulu biar enak ngobrolnya.”Lora menepuk dahinya pelan. “Oh iya, sampai lupa. Mari masuk, Om, Dokter, Kak Sham.” Ia memiringkan tubuh untuk memberikan akses jalan pada tamunya. “Loh, Zee. Kau di sini?” tanya Grissham saat melangkah masuk dan melihat sepupunya yang berada di rumah Lora. “Udah dari tadi,” balas Zelda datar lalu berjalan bersisian di samping Grissham.“Di mana si kembar? Tumben tidak kelihatan?” tanya Pak Raynald sambil menatap sekeliling. Ia melihat beberapa mainan dua bocil itu berserakan, tetapi tidak ada pemiliknya. “Lagi main sama Evan di taman samping, Om.” Lora mengekor di belakang mereka semua tanpa menutup pintu kembali. Ia menunjuk ke arah jendela besar di ruan

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   218. Orang Tua Kandung

    Lora menoleh sejenak ke arah sahabatnya lalu kembali menatap ke depan. Ia menghela napas panjang dengan raut wajah yang datar. Wanita itu tidak tahu bagaimana menggambarkan perasaannya sekarang. Semuanya terasa campur aduk dan tak karuan setelah mendengar kabar berita itu. Sedikit banyak ia berharap bahwa berita itu tidaklah benar. Entahlah, ada rasa kecewa dalam hatinya apalagi mengingat Dhafin yang sudah mengetahui bagaimana kebusukan Freya. Ia merasa dikhianati karena telah menaruh kepercayaan yang lebih pada ayah kandung dari anak-anaknya itu. Lora juga merasakan ada rasa nyeri dan sesak dalam dadanya. Walaupun selama ini sikapnya pada Dhafin terkesan ketus dan ogah-ogahan, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa masih ada sisa rasa yang terpendam dalam hatinya yang paling dalam."Lora," panggil Zelda berusaha menyadarkan sahabatnya yang tampak larut dalam lamunannya. Ia jadi berpikir tentang apa yang membuat Lora terlihat menanggung beban berat. Seakan menyadari sesuatu, dirinya

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   217. Kabar Tak Terduga

    Lora membulatkan mata terkejut bahkan sampai menutup mulutnya sejenak. Ia mengambil benda pipih berwarna putih dan biru itu dari tangan sahabatnya. Dirinya kembali menatap Zelda dengan pandangan penuh haru. “Zelda, kamu… kamu hamil?”Zelda mengangguk semangat disertai senyum yang mengembang lebar. “Iya, aku juga baru tau kemarin.” Lora langsung memeluk sahabatnya erat dengan tangan yang masih memegang test pack itu. “MasyaAllah tabarakallah, selamat, ya. Aku ikut senang banget.”Wanita itu melepaskan pelukannya dan beralih mengusap perut Zelda yang masih rata. “Alhamdulillah, Allah memberikan kepercayaan padamu dengan cepat. Si kembar bakal punya teman nih.”Zelda tertawa kecil. “Iya, personilnya nambah buat bikin kakek-neneknya kerepotan.” Lora ikut tertawa lantas mengembalikan testpack itu kepada pemiliknya. “Om Albern sama Kak Sham udah kamu beritahu belum?”Zelda menyimpan kembali testpack-nya ke dalam tas dan menggeleng. “Rencananya nanti sekalian mau menginap. Mama sama Papa

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   216. Takkan Pernah Berubah

    Grissham tersenyum misterius. “Bukan hal yang sulit, Uncle. Ada Mira yang membantuku mengambil beberapa helai rambut Lora yang sudah rontok.” Pak Raynald ikut terkekeh kecil lalu menyimpan sampel rambut itu ke tempat yang lebih aman. “Baiklah, saya akan segera menjadwalkan tes DNA.”“Bukan begitu, Sayang?” tanyanya sembari menoleh ke arah sang istri. Dokter Radha mengangguk mantap. “Lebih cepat lebih baik. Nanti aku yang akan mengurusnya.” “Kalau boleh kusarankan, sebaiknya tes DNA ini dikawal dengan ketat. Aku takut ada pihak-pihak lain yang bisa saja menyabotase hasilnya,” ujar Grissham memberikan usulan. Raynald menganggukkan kepalanya setuju. “Saya mengikuti saran darimu, Grissham.”Dokter Radha mengalihkan pandangannya ke arah Florence yang duduk sendirian di sofa seberang. Seketika rasa bersalah mulai bersarang dalam hatinya. Terlalu fokus membahas tentang Lora, ia sampai melupakan keberadaan putrinya di sana.Wanita itu beranjak menghampiri Florence lalu berpindah tempat d

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status