Naina menghela napas lantas membalikkan tubuhnya menghadap Grissham. Lagi-lagi pertanyaan itu. Saat di rumah sakit, ia yang bertanya tidak dijawab. Sekarang malah dipertanyakan lagi. Wanita yang mengenakan daster panjang beserta kerudung itu menggeleng. “Aku sama sekali nggak mengingatmu, Kak. Yang kutahu kamu adalah cucu pertama Oma Hira, anaknya Tuan Albern, dan sepupunya Zelda. Itu saja.” Grissham menarik kedua sudut bibirnya membentuk senyuman. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana training panjangnya. “Aku meminta waktumu untuk berbicara berdua. Apa kau bisa?” Naina menganggukkan kepalanya. “Boleh, tapi aku ingin mengecek dedek twins dulu sebentar.” “Baiklah, aku akan menunggumu di teras dekat kolam renang.” Setelah mengatakan itu, Grissham berlalu dari sana. Naina pun melanjutkan langkahnya menuju kamar. “Bagaimana dedek twins? Rewel nggak, Mbak?” tanyanya begitu tiba di dalam kamar. “Aman kok, Mbak. Dedek twins bobo anteng. Tadi sempat kebangun sebentar terus n
“Jadi Kakak itu benar-benar Kak Sham?”“Iya, Lora. Ini aku, Sham, orang yang pernah hadir dan dekat denganmu.” Grissham menjeda sejenak ucapannya untuk melihat raut wajah Naina yang tampak menatapnya serius.“Waktu pertama kali kita bertemu lagi di rumah sakit, aku memanggilmu Lora. Kau ingat kan? Padahal kau hanya menyebutkan nama lengkapmu saja.”“Itu karena aku tahu panggilanmu yang dulu adalah Lora. Aku sengaja bilang seperti itu agar kau ingat,” ceritanya.Naina mengangguk membenarkan. “Aku sebenarnya ingat, Kak. Tapi aku nggak ingin menanggapi lebih jauh dan mungkin memang hanya kebetulan semata.”Grissham sudah bisa menebak itu mengingat kembali ekspresi Naina saat itu yang tampak terkejut. “Awalnya aku juga ragu apakah kau adalah Lora yang kukenal dulu atau bukan.”“Sebelumnya aku sudah pernah melihatmu lewat postingan dengan wajah yang tertutup. Aku juga tahu, banyak yang memiliki nama Lora. Banyak juga yang menggunakan nama Naina.”“Namun, perempuan yang bernama Naina Leonor
Pada waktu bersamaan, ibunya mengalami kritis yang sedang berjuang antara hidup dan mati. Grissham ditelepon berkali-kali oleh keluarganya untuk memintanya pulang.Saat itu, ia sedang pergi ke toilet tanpa membawa apapun termasuk ponselnya. Namun, Freya dengan liciknya membiarkan saja tanpa mengangkat lalu menghapus semua jejak itu supaya acara kencannya tidak terganggu karena sudah lama tidak menghabiskan waktu berdua.Grissham kembali dan melanjutkan acara kencannya di pasar malam. Ia berusaha menghargai keberadaan Freya meski dalam hati dan perasaannya tidak enak. Hingga ponselnya berdering dan ada panggilan masuk dari Zelda. Grissham segera mengangkatnya. “Ya, Zee?” tanyanya ketika telepon tersambung.“Kak Isham di mana sekarang?” tanya Zelda dengan suara parau seperti habis menangis. Hal itu membuat Grissham merasa ada sesuatu yang tidak beres.“Aku….” Grissham melirik Freya sejenak yang tampak menikmati jajanan. Ia tidak mungkin memberitahu yang sebenarnya. “Aku sedang ada uru
Beberapa hari telah terlewati. Aqiqah dedek twins telah terlaksana. Begitu pula dengan Naina yang juga sudah selesai masa nifasnya. Sekarang ini, ibu dari dua anak itu sedang dalam perjalanan menuju rumah kontrakan yang akan menjadi tempat tinggalnya. Ia pergi bertiga bersama Zelda dan Mira dengan diantar supir, sedangkan Grissham katanya nanti akan menyusul setelah menyelesaikan pekerjaan. “Rumahnya agak jauh dari restoran, nggak papa, ya? Tapi aku jamin lingkungannya nyaman banget dan pastinya aman. Rumahnya juga dekat dengan fasilitas umum, jadi kalau butuh apa-apa nggak perlu jauh-jauh,” beritahu Zelda saat hendak pergi. “Nggak papa kok, Zel. Yang terpenting ada tempat tinggal yang layak untukku dan anak-anak,” balas Naina yang hanya menerima saja. Sudah untung dicarikan kontrakan dan tinggal menempati. Rasanya tidak tahu diri sekali bila mengajukan protes. “Cantik sesekali putri Mama. Semakin ke sini kecantikan Adek Zora semakin terlihat, ya.” Naina yang duduk di antara Z
Naina terbungkam tidak bisa berkata-kata. Wajahnya seketika berubah sendu. Benarkah ia pilih kasih terhadap dedek twins? Padahal dirinya sudah berusaha semaksimal mungkin agar bisa adil tanpa membedakan kasih sayang.Naina memang lebih perhatian ke baby Zora karena terlalu khawatir bila diagnosa dokter menjadi kenyataan. Ia ingin menjaga baby Zora yang memiliki tubuh sangat rentan.Tetapi ternyata apa yang dilakukannya ini salah. Tanpa sadar, Naina bersikap pilih kasih terhadap kedua anaknya. Ya, ia juga baru menyadarinya sekarang setelah diingatkan oleh Zelda.“Jangan sampai ketika udah besar nanti, mereka akan saling membenci karena kasih sayangmu yang berbeda,” lanjut Zelda mengungkapkan keresahannya.Deg!Naina mematung dengan jantung mencelos. Ia menggeleng pelan. Tidak! Dirinya tidak akan membiarkan itu terjadi. Dedek twins harus hidup rukun dan saling menyayangi layaknya saudara kandung.“Jujur, aku sama sekali nggak sadar udah bersikap pilih kasih. Tapi beneran aku nggak bern
Zelda tertawa kecil menatap Naina yang tak berhenti terperangah melihat isi dalam rumah ini. “Sebenarnya rumah ini tuh ditinggalkan pemiliknya pindah ke kota lain tanpa membawa apapun kecuali barang berharga.”“Rumah ini pun dijual, sayangnya belum ada yang cocok dengan harga yang diajukan pemilik rumah. Banyak para calon pembeli yang menawar dan jauh dari harga jual sebelumnya.”“Jadi, nggak ada titik temu. Akhirnya pemilik rumah memutuskan untuk mengontrakkan rumahnya aja biar ada yang menempati dan tidak kosong,” ceritanya panjang lebar.Naina manggut-manggut paham. Sayang sekali rumah sebagus ini ditinggalkan begitu saja. Mungkin kota yang dituju si pemilik rumah sangat jauh. Karena tidak ingin terlalu rempong membawa banyak barang, jadi ditinggalkan begitu saja.Wanita itu menepuk-nepuk pant*t baby Zora seraya berjalan mengikuti Zelda menuju area belakang. Ada kamar mandi yang terpisah antara tempat mandi dan tempat WC. Ada pula tempat loundry di sana sekaligus digunakan untuk w
Tok tok tok Dhafin yang sedang bercengkrama–lebih tepatnya mendengarkan semua keluhan Freya menoleh ke arah pintu utama yang sengaja dibuka agar tidak menimbulkan praduga negatif. Orang tuanya sedang ada acara di luar sehingga hanya dirinya dan Freya yang berada di rumah ini bersama dengan ART. Ia beranjak dari duduknya menghampiri satpam rumah yang berdiri di ambang pintu. “Ada apa?” tanyanya. “Ini, Den, ada kiriman untuk Aden.” Satpam itu menyerahkan sebuah amplop coklat kepada Dhafin. “Dari siapa?” “Dari asistennya Pak Ridwan, Den. Beliau hanya menitipkan surat itu karena ada urusan lain yang mendesak.” Dhafin sedikit mengernyitkan kening. Pak Ridwan adalah pengacara keluarganya. Asisten beliau mengirimkan sebuah surat yang pastinya bukan surat sembarangan. Satu yang terlintas dalam benaknya. Tentang perceraiannya dengan Naina. “Kalau gitu saya permisi kembali ke depan, Den,” pamit sang satpam. Dhafin mengangguk singkat. “Terima kasih.” Ia balik badan setelah satpam it
“Saya pasti akan datang.” Dhafin ingin memperjuangkan pernikahannya dengan Naina agar tidak jadi bercerai. Meskipun sudah di ambang kehancuran, setidaknya masih ada sedikit kesempatan untuk memperjuangkan. Untuk itu, Dhafin harus mendatangi setiap undangan dari pengadilan agama. Entah harus menjalani berapa kali mediasi, ia tidak peduli. Yang terpenting dirinya dan Naina bisa bersatu kembali. “Kalau misalkan ada halangan yang membuat Pak Dhafin tidak bisa hadir, Bapak harus konfirmasi kepada saya,” ucap Pak Ridwan di seberang sana. “Baiklah.” Dhafin menjeda perkataannya sejenak untuk menarik napas dalam-dalam. Ia berdehem kecil ketika tiba-tiba rasa gugup melanda dirinya. “Apa… apakah Naina akan datang nantinya?” “Tentang itu, saya akan konfirmasi ke Pak Bagas lebih dulu sebagai pengacara Ibu Naina.” “Kalau bisa secepatnya, Pak.” “Setelah ini saya akan menghubungi Pak Bagas dulu. Saya akan segera memberitahu Pak Dhafin jika sudah mendapatkan informasi.” “Baik, saya tunggu.”
Dhafin tertawa pelan membuat Zelda dan beberapa orang diantara mereka melongo sejenak. Pasalnya pria yang jarang sekali tersenyum itu kini tertawa. Dan itu karena Lora! “Nggak, Lora, kamu salah paham. Mana mungkin aku nggak peduli sama putraku sendiri?”“Aku menyusun semua rencana ini tanpa melibatkan siapapun termasuk orang tuaku. Aku bertindak sendirian dengan dibantu oleh orang suruhanku.”“Sebelum kamu menyerahkan bukti itu, aku udah menemukan bukti dalam bentuk CCTV yang sangat akurat. Makanya waktu itu aku bilang percaya dengan bukti yang kamu berikan,” lontarnya. Ia menjeda sejenak untuk mengambil napas. “Bagaimana? Apa masih ada hal yang mengganjal di hatimu? Bilang aja, jangan dipendam. Aku siap menjelaskan semuanya.”Lora menggeleng pelan, semua penjelasan Dhafin sudah sangat jelas. “Semua udah clear.”Dhafin tersenyum sebagai balasan lalu mengalihkan pandangannya pada orang tua Lora. Ia pun maju untuk mencium tangan mereka dengan sopan. "Om, Tante… saya sama sekali tidak
“The last plan, now!”Tak berselang lama, suasana berubah menjadi gaduh. Ada sejumlah orang berpakaian hitam yang masuk di ballroom hotel ini dan langsung menuju panggung utama. Beberapa tamu undangan pun ada yang ikut ke depan. “Mereka itu dari pihak kepolisian yang sudah kita ajak kerja sama untuk menangkap keluarga Pak Irawan.”“Beberapa dari mereka juga menyamar sebagai tamu undangan yang merupakan bagian dari rencananya Dhafin,” jelas Pak Raynald melihat Lora yang menatapnya heran. “Ayah tahu tentang rencananya Mas Dhafin?” tanya Lora terkejut sekaligus tak menyangka. “Of course, Sweetheart. Hotel ini milik keluarga ibumu. Tentunya kami memiliki akses untuk itu bahkan pihak Dhafin yang meminta izin ke kita,” jawab Pak Raynald.“Kenapa Ayah nggak memberitahuku atau Kak Sham?” tanya Lora setengah protes. Pak Raynald terkekeh kecil seraya mencubit hidung mancung putrinya. “Biar menjadi surprise, Sayang. Sebenarnya ayah juga baru tahu dua hari sebelum acara.”Lora manggut-manggut
Dokter Radha menyunggingkan senyum manis, mengerti maksud terselubung dari pertanyaan itu.Pasti mantan sahabatnya itu berharap ia belum menemukan keberadaan putri kandungnya.“Tentu saja, aku udah bertemu dengannya. Karena itulah aku berada di sini. Ya kan, Mas?” jawabanya lugas lalu menoleh ke arah sang suami. Pak Raynald mengangguk sebagai balasan. “Baiklah, kalau begitu sekalian saya umumkan di sini.”Tatapannya menyorot pada Lora yang menggelengkan kepala tanda tidak setuju. Ia tersenyum lembut dan mengangguk untuk memberikan keyakinan bahwa semuanya akan baik-baik saja.“Dia merupakan wanita kuat yang selama ini hidup sendirian tanpa sanak saudara. Sebelum bertemu dengan kami, dia hanya mempunyai anak-anaknya yang dianggap sebagai keluarga kandung.”“Dan yang tak kalah pe pentingnya, dia hadir di sini karena diundang langsung oleh pemilik acara.”Pria berwajah bule itu menjeda ucapannya sejenak. Beberapa dari mereka tampak berbisik-bisik mempertanyakan siapakah yang menjadi put
Prok prok prok! Suara tepuk tangan itu membuat semua orang menoleh ke arah belakang. Di sana, ada Dokter Radha dan Pak Raynald sedang berjalan di tengah-tengah jalur yang langsung menuju ke panggung utama.Mereka terkejut melihat kehadiran dua orang yang sangat berpengaruh dalam dunia bisnis. Siapa yang tidak mengenal Raynald Brighton? Seorang pengusaha berdarah asing yang mengembangkan perusahaannya di Indonesia dan sudah dikenal baik oleh publik. Lalu Anuradha Kusumaningtyas, seorang dokter anak sekaligus putri tunggal dari keluarga Kusuma yang merupakan salah satu keluarga konglomerat. Semua orang yang di sana tampak tercengang sekaligus terheran-heran tak terkecuali Dhafin dan keluarganya.“Raynald Brighton?” gumam Dhafin dengan tatapan yang mengarah pada dua orang tersebut. “Untuk apa mereka kemari?” tanya Pak Daniel pada dirinya sendiri. Ia tentu saja mengenal sosok yang tengah melangkah mendekat ke arahnya itu. Meski belum pernah menjalin kerja sama, tetapi citra dari o
Dhafin mendengus keras sambil menurunkan tangannya. “Kau masih bertanya kenapa, hm? Karena kau telah melenyapkan nyawa putraku, Freya!”“Anakku yang nggak salah apa-apa harus meninggal karena keegoisanmu!” bentaknya. Ia mengulurkan tangan untuk mencengkeram kuat bahu Freya. “Sebagai ayah, jelas aku nggak terima. Dan gara-gara rayuan mautmu, aku menuduh orang yang nggak bersalah.”“Aku melakukan semua ini untuk menegakkan keadilan untuk putraku. Penjara terlalu mudah untukmu. Jadi, sebelum kau mendekam di sana, kubuat kau tersiksa lebih dulu melalui sanksi sosial.”Pria itu memandang sejenak ke arah meja Lora yang tampak berkali-kali mengusap pipinya dengan tisu. “Selain itu, aku ingin kau merasakan apa yang Lora rasakan dahulu.”“Dihujat, dibenci, dikucilkan atas kesalahan yang nggak pernah diperbuat. Bagaimana rasanya, hm? Enak kan?” tanyanya sinis.Freya menatap Dhafin dengan berlinang air mata. Ia mengepalkan tangan kuat menahan amarah yang mulai memuncak. “Kamu benar-benar kejam,
Dhafin mendengus keras sambil menurunkan tangannya. “Kau masih bertanya kenapa, hm? Karena kau telah melenyapkan nyawa putraku, Freya!”“Anakku yang nggak salah apa-apa harus meninggal karena keegoisanmu!” bentaknya. Ia mengulurkan tangan untuk mencengkeram kuat bahu Freya. “Sebagai ayah, jelas aku nggak terima. Dan gara-gara rayuan mautmu, aku menuduh orang yang nggak bersalah.”“Aku melakukan semua ini untuk menegakkan keadilan untuk putraku. Penjara terlalu mudah untukmu. Jadi, sebelum kau mendekam di sana, kubuat kau tersiksa lebih dulu melalui sanksi sosial.”Pria itu memandang sejenak ke arah meja Lora yang tampak berkali-kali mengusap pipinya dengan tisu. “Selain itu, aku ingin kau merasakan apa yang Lora rasakan dahulu.”“Dihujat, dibenci, dikucilkan atas kesalahan yang nggak pernah diperbuat. Bagaimana rasanya, hm? Enak kan?” tanyanya sinis.Freya menatap Dhafin dengan berlinang air mata. Ia mengepalkan tangan kuat menahan amarah yang mulai memuncak. “Kamu benar-benar kejam,
“Kak, semua itu rencana yang Kakak jalankan?” Lora bertanya kepada Grissham tanpa mengalihkan pandangan dari depan.Ia sangat speechless sekaligus terkejut melihat semua bukti kejahatan Freya yang ditayangkan di hadapan semua orang. Bahkan ada bukti yang bukan berasal dari dirinya. “Tidak, bukan aku.” Grissham menggeleng menjawab pertanyaan Lora. Ia menoleh bersamaan dengan Lora yang menatap ke arahnya.“Rencana yang kususun memang kurang lebih seperti itu, tetapi aku belum memberikan aba-aba kepada mereka untuk beraksi.”“Rencananya nanti setelah akad agar Pak Dhafin merasa menyesal telah menikahi perempuan yang salah,” jelasnya.Lora manggut-manggut paham. Keningnya mengerut memikirkan siapa kira-kira dalang di balik tayangan itu. “Kalau bukan Kak Sham terus siapa? Apa Ayah yang melakukannya?” Grissham menggelengkan kepala. “No! Uncle Raynald menyerahkan semuanya padaku dan terima beres saja. Ayahmu akan datang nanti setelah semuanya terbongkar.”Lora kembali menatap ke depan. Ia
Lora berjalan memasuki gedung hotel tempat akad sekaligus resepsi pernikahan Dhafin dan Freya. Di sampingnya ada Grissham yang memang ikut diundang sebagai rekan bisnis Dhafin.Ia datang sendiri tanpa membawa anak-anaknya yang dititipkan di rumah orang tua Zelda bersama Amina. Kebetulan hari ini weekend sehingga mereka bisa menjaga sekalian menghabiskan waktu dengan si kembar. Malahan dengan senang hati dititipi karena sudah sangat merindukan duo bocil itu. “Apa kau beneran baik-baik saja, Lora?” tanya Grissham saat keduanya berada dalam lift menuju lantai tempat ballroom berada.“Hm?” Lora mendongak menatap Grissham yang lebih tinggi darinya. Ia mengerjapkan mata sejenak, cukup kaget mendengar pertanyaan tiba-tiba dari laki-laki itu. “Aku baik-baik aja, Kak. Kenapa memangnya?” tanyanya balik.Grissham tersenyum sambil membalas tatapan Lora tepat di kedua bola matanya. “Mungkin saja kau merasa sakit atau bagaimana melihat mantan suamimu yang menikah lagi.”“Ditambah menikahnya deng
Freya terdiam sejenak, teringat ketika dirinya mengizinkan Tika melakukan live streaming di acara itu. “Tapi kenapa nggak kamu matikan saat kita sedang party?”Terdengar suara tawa pelan di seberang sana. “Logika aja sih, Frey. Di acara itu, kita semua melakukan party dan bersenang-senang.”“Beberapa dari kita bahkan ada yang mabuk termasuk aku sendiri. Mana kepikiran buat mematikan live? Jangankan mematikan, ingat kalau live streaming masih menyala aja kagak,” jelasnya.Freya lagi-lagi terdiam. Sedikit banyak ia membenarkan perkataan Tika. Ia sendiri pun tidak ingat apalagi dirinya yang paling parah di sini. Tetapi….“Kenapa kamu malah melakukan live streaming di acara itu? Kamu sengaja, ya?” tanyanya setengah menuduh. Tika menghembuskan napas kasar. Mungkin merasa kesal karena selalu dipojokkan. “Itu udah menjadi kebiasaanku ketika kita kumpul bareng.”“Apa kamu lupa? Aku niatnya cuma pengen seru-seruan sekalian mengabadikan momen itu. Aku pun nggak pernah menduga kalau akhirnya ja