Share

123. Mediasi Pertama

Penulis: Putri Cahaya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-03 23:52:23
“Saya pasti akan datang.”

Dhafin ingin memperjuangkan pernikahannya dengan Naina agar tidak jadi bercerai. Meskipun sudah di ambang kehancuran, setidaknya masih ada sedikit kesempatan untuk memperjuangkan.

Untuk itu, Dhafin harus mendatangi setiap undangan dari pengadilan agama. Entah harus menjalani berapa kali mediasi, ia tidak peduli. Yang terpenting dirinya dan Naina bisa bersatu kembali.

“Kalau misalkan ada halangan yang membuat Pak Dhafin tidak bisa hadir, Bapak harus konfirmasi kepada saya,” ucap Pak Ridwan di seberang sana.

“Baiklah.” Dhafin menjeda perkataannya sejenak untuk menarik napas dalam-dalam. Ia berdehem kecil ketika tiba-tiba rasa gugup melanda dirinya. “Apa… apakah Naina akan datang nantinya?”

“Tentang itu, saya akan konfirmasi ke Pak Bagas lebih dulu sebagai pengacara Ibu Naina.”

“Kalau bisa secepatnya, Pak.”

“Setelah ini saya akan menghubungi Pak Bagas dulu. Saya akan segera memberitahu Pak Dhafin jika sudah mendapatkan informasi.”

“Baik, saya tunggu.”

Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Wartini
naina sama gisham aja
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   124. Menjadi Sosok Ayah

    “Kak Sham, terima kasih banyak, ya. Kakak udah mengantar kami ke klinik.” Naina tersenyum ke arah Grissham lalu mengalihkan perhatiannya pada baby Zora yang sedang tertidur tenang di bouncer. Di dahi bayi itu terdapat fevers untuk menurunkan demam. “Sama-sama, Lora. Untungnya, aku datang tepat waktu sehingga bisa langsung mengantar kalian,” balas Grissham disertai dengan senyuman tulus. Naina menghela napas panjang seraya mengusap kepala baby Zora yang sudah digunduli. “Aku tadi benar-benar panik waktu Zora demam tinggi.” “Aku takut banget Zora akan mengalami kejang karena suhu tubuh yang terlalu tinggi. Mau cepat-cepat dibawa ke klinik, tapi belum punya kendaraan,” ucapnya. Grissham menyentuh kaki mungil baby Zora yang tidak dilapisi apapun. “Semua itu sudah berlalu. Sekarang, demam Zora mulai turun. Kita tinggal pantau kondisinya. Semoga saja semakin membaik.” Naina mengangguk pelan. “Aamiin, ya Allah. Sekali lagi makasih udah menolongku, Kak. Aku nggak tau kalau nggak ada Kak

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-04
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   125. Alasan Tidak Hadir

    Naina menghela napas berat lantas mengubah posisi duduknya dengan menekuk lutut. “Aku seharian ini sama sekali nggak pegang ponsel. Sejak bangun tidur Zora rewel banget dan ternyata suhu badannya hangat.” “Dia pengennya digendong terus. Waktu ditidurkan, langsung nangis. Aku nggak bisa melakukan apapun selain menenangkan Zora. Aku kompres pakai air hangat sama ngasih ASI.” “Tapi semakin ke sini, badan Zora semakin panas hingga akhirnya demam tinggi. Aku panik banget, takut, cemas semuanya jadi satu. Untungnya ada Kak Sham yang datang dan langsung membawa kami ke klinik.” “Kamu tau, Zel? Demamnya Zora tinggi banget waktu diperiksa sama dokter di sana. Beruntung nggak sampai kejang sama nggak perlu rawat inap,” ceritanya panjang lebar. Zelda menghembuskan napas lega. “Syukurlah…. Berarti kamu nggak kemana-mana hari ini?” “Cuma ke klinik doang. Selain itu, aku pure di rumah. Aku nggak bisa kemana-mana karena Zora nggak mau ditinggal. Ini aja baru banget aku tidurkan di bouncer,” jela

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-04
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   126. Harta Warisan

    Naina sedang menggendong baby Zora sambil diayun-ayunkan. Tangannya menepuk-nepuk pant*t sang anak dengan bibir yang senantiasa menyenandungkan sholawat.Malam ini baby Zora kembali rewel. Tubuhnya tidak lagi demam tinggi melainkan hanya hangat. Mungkin karena merasakan badannya yang sakit menjadikan bayi itu merengek terus.Untungnya, baby Azhar bisa diajak kompromi. Bayi itu seakan mengerti dengan kondisi adik kembarnya yang sedang sakit sehingga tidak menuntut banyak dan lebih anteng.Naina menunduk melihat putrinya yang sudah tidur dengan lelap. Ia berjalan ke arah tempat tidurnya. “Adek Zora bobo di kasur, ya, biar lebih leluasa bobonya.”Dengan sangat perlahan, wanita itu melepaskan gendongan jarik lalu membaringkan baby Zora di samping baby Azhar yang sudah lebih dulu tertidur.Baby Zora menggeliat dengan mengusap-usap wajahnya menggunakan tangan mungilnya. Naina dengan sigap menepuk-nepuk pelan paha putrinya agar tidak terbangun. “Sssttt….”Ia mencium kening satu-persatu putra

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-05
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   127. Surat dari Oma

    Tuan Albern tampak menghela napas. “Apa yang dikatakan Pak Firman memang benar, Naina. Kau mendapatkan sebagian harta warisan peninggalan ibu saya dan beberapa asetnya.” “Tapi kenapa harus saya, Tuan? Masih ada Zelda dan Kak Grissham sebagai cucu kandung Oma Hira, sementara saya ini bukan siapa-siapa,” sanggah Naina masih tak menyangka.“Harta warisan ini murni milik ibuku. Semua anak dan cucunya sudah mendapatkan bagian masing-masing. Ini merupakan wasiat dari Ibu untuk memberikannya kepadamu, Naina,” ujar Tuan Albern.Pak Firman menyodorkan sebuah map yang berisi sejumlah kertas beserta bulpoint ke arah Naina. “Ini, Bu. Silakan dibaca lalu ditandatangani berkas pengalihan aset atas nama Ibu Naina.”Naina membaca dengan seksama semua berkas itu. “Restoran Star Shine diberikan untukku?” tanya Naina menatap Tuan Albern meminta penjelasan.Tuan Albern menganggukkan kepalanya. “Dari awal restoran dibeli memang tujuannya untuk diberikan kepadamu. Ibu memang tidak bilang apapun, tetapi sa

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-06
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   128. Lagi-lagi Perjanjian

    Pertanyaan dari Tuan Albern itu membuat Naina tersadar. Ia mengusap kedua pipinya yang basah lalu menatap berkas-berkas di atas meja.“Tolong, terima peninggalan Ibu karena merupakan wasiat terakhir dari beliau. Saya hanya menjalankan amanah saja,” kata Tuan Albern lagi.Naina memejamkan mata sejenak dan menarik napas dalam-dalam sebelum berkata dengan tegas, “baiklah, saya menerimanya. Saya bersedia menjalankan wasiat dari Oma Hira dengan sebaik mungkin.”Ia meraih pulpen bersiap untuk menandatangani berkas pengalihan aset. “Apa saja yang perlu saya tanda tangani?”Pak Firman menjelaskan sekaligus memberikan arahan kepada Naina mengenai dokumen mana saja yang wajib ditandatangani.“Terima kasih atas kerja samanya, Bu Naina,” ujarnya ketika Naina telah selesai membubuhkan tanda tangannya.“Seharusnya saya yang berterima kasih, Pak. Saya merasa tidak pantas mendapatkannya,” balas Naina dengan kepala tertunduk sambil memainkan jemari di pangkuannya.“Kau pantas dan berhak, Naina. Ibu sa

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-06
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   129. Bangkitlah, Naina!

    Naina membulatkan matanya terkejut mendengarkan kata pedas yang terlontar dari mulut Evan. Seketika, hatinya berdenyut sakit disertai rasa perih tak terkira. “Apa maksudmu? Aku tidak hidup di bawah belas kasihan orang lain!” sanggahnya tidak terima.“Oh ya?” Evan tersenyum miring terkesan mengejeknya. “Kau lupa diri rupanya. Baiklah, biar kuingatkan kembali. Kau tinggal bersama kami di kelurga Steward berkat siapa?”“Kau mempunyai karir yang bagus, menjadi model dan pengelola restoran, semua itu berkat siapa? Kau berada di titik ini berkat siapa?”“Itu apa namanya kalau bukan hidup di bawah belas kasihan orang lain? Tanpa bantuan Zelda dan Oma, kau takkan bisa seperti sekarang,” cercanya.Naina mengeraskan rahangnya dengan tatapan yang menyorot tajam ke arah Evan. “Kau tak tahu apapun! Jangan seenaknya menjudge-ku!” Evan tersenyum berhasil membuat emosi Naina terpancing. “Siapa bilang aku tak tahu apapun, hm? Sebelum kau diterima Oma tinggal di rumah, aku sudah lebih dulu mencari ta

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-06
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   130. Keputusan Naina

    Zelda berada di sebuah restoran sedang menunggu kedatangan seseorang. Jam makan siang ini ia menyempatkan waktu untuk menemui orang itu karena ada hal penting yang ingin dibicarakan.Perempuan berdarah campuran itu belum memesan makanan, melainkan hanya minuman karena ingin makan siang bersama dengan orang itu. Ia mengaduk-ngaduk jusnya sambil sesekali menatap jam tangannya.“Hai, Sayang.”Seorang laki-laki tampan yang mengenakan kemeja navy datang disertai senyuman manis lalu mencium pucuk kepala Zelda. Ia mengambil tempat duduk di hadapan perempuan yang menjadi kekasihnya ini. Zelda memasang wajah cemberut dengan bibir manyun. Ia mengetuk-mengetuk jam tangannya sebagai isyarat bahwa laki-laki itu datang melewati waktu yang dijanjikan.Laki-laki berkulit cerah itu terkekeh kecil menahan gemas. “Iya, aku sadar, aku telat. Aku minta maaf, ya, soalnya tadi ada pekerjaan yang harus kuselesaikan dulu di kantor.”“Dimaafin!” balas Zelda tidak ikhlas.Laki-laki itu tersenyum, memanggil wai

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-07
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   131. Zelda Love Story

    Zelda menggeleng tidak setuju. Perumpamaan macam apa itu? Kekasihnya ini selalu saja merendah. “Kalau kita nggak mencobanya, mana tahu? Kamu nggak capek apa?”“Enam tahun itu bukan waktu yang sebentar, loh. Aku ingin menunjukkan pada dunia kalau kamu adalah kekasih terbaikku.”“Aku nggak ingin lagi sembunyi-sembunyi menemuimu. Kamu nggak capek apa main rahasiaan kek gini?” keluhnya.“Aku juga sama capeknya sepertimu. Tapi seru kan?” Laki-laki itu kembali menatap Zelda dengan senyum jenaka dan menaik-turunkan kedua alisnya untuk menggoda sang kekasih.“Seru apaan? Makin nggak jelas yang ada.” Zelda mendengus keras sambil berdecak kesal. Ia melengos, enggan menatap kekasihnya. “Dulu ada Oma sebagai alasan, terus ditambah lagi ada Naina yang membuatku sering berkunjung.”“Sekarang Oma udah nggak ada, Naina juga udah pergi dari rumah. Jadi, aku nggak punya alasan untuk berkunjung ke rumah itu dan menemuimu,” ujarnya.“Kan ada Grissham,” balas laki-laki itu.Zelda memutar bola mata malas.

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-07

Bab terbaru

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   240. Ini Abang

    Dhafin tertawa pelan membuat Zelda dan beberapa orang diantara mereka melongo sejenak. Pasalnya pria yang jarang sekali tersenyum itu kini tertawa. Dan itu karena Lora! “Nggak, Lora, kamu salah paham. Mana mungkin aku nggak peduli sama putraku sendiri?”“Aku menyusun semua rencana ini tanpa melibatkan siapapun termasuk orang tuaku. Aku bertindak sendirian dengan dibantu oleh orang suruhanku.”“Sebelum kamu menyerahkan bukti itu, aku udah menemukan bukti dalam bentuk CCTV yang sangat akurat. Makanya waktu itu aku bilang percaya dengan bukti yang kamu berikan,” lontarnya. Ia menjeda sejenak untuk mengambil napas. “Bagaimana? Apa masih ada hal yang mengganjal di hatimu? Bilang aja, jangan dipendam. Aku siap menjelaskan semuanya.”Lora menggeleng pelan, semua penjelasan Dhafin sudah sangat jelas. “Semua udah clear.”Dhafin tersenyum sebagai balasan lalu mengalihkan pandangannya pada orang tua Lora. Ia pun maju untuk mencium tangan mereka dengan sopan. "Om, Tante… saya sama sekali tidak

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   239. Telah Berakhir

    “The last plan, now!”Tak berselang lama, suasana berubah menjadi gaduh. Ada sejumlah orang berpakaian hitam yang masuk di ballroom hotel ini dan langsung menuju panggung utama. Beberapa tamu undangan pun ada yang ikut ke depan. “Mereka itu dari pihak kepolisian yang sudah kita ajak kerja sama untuk menangkap keluarga Pak Irawan.”“Beberapa dari mereka juga menyamar sebagai tamu undangan yang merupakan bagian dari rencananya Dhafin,” jelas Pak Raynald melihat Lora yang menatapnya heran. “Ayah tahu tentang rencananya Mas Dhafin?” tanya Lora terkejut sekaligus tak menyangka. “Of course, Sweetheart. Hotel ini milik keluarga ibumu. Tentunya kami memiliki akses untuk itu bahkan pihak Dhafin yang meminta izin ke kita,” jawab Pak Raynald.“Kenapa Ayah nggak memberitahuku atau Kak Sham?” tanya Lora setengah protes. Pak Raynald terkekeh kecil seraya mencubit hidung mancung putrinya. “Biar menjadi surprise, Sayang. Sebenarnya ayah juga baru tahu dua hari sebelum acara.”Lora manggut-manggut

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   238. Dialah Putri Kandungku

    Dokter Radha menyunggingkan senyum manis, mengerti maksud terselubung dari pertanyaan itu.Pasti mantan sahabatnya itu berharap ia belum menemukan keberadaan putri kandungnya.“Tentu saja, aku udah bertemu dengannya. Karena itulah aku berada di sini. Ya kan, Mas?” jawabanya lugas lalu menoleh ke arah sang suami. Pak Raynald mengangguk sebagai balasan. “Baiklah, kalau begitu sekalian saya umumkan di sini.”Tatapannya menyorot pada Lora yang menggelengkan kepala tanda tidak setuju. Ia tersenyum lembut dan mengangguk untuk memberikan keyakinan bahwa semuanya akan baik-baik saja.“Dia merupakan wanita kuat yang selama ini hidup sendirian tanpa sanak saudara. Sebelum bertemu dengan kami, dia hanya mempunyai anak-anaknya yang dianggap sebagai keluarga kandung.”“Dan yang tak kalah pe pentingnya, dia hadir di sini karena diundang langsung oleh pemilik acara.”Pria berwajah bule itu menjeda ucapannya sejenak. Beberapa dari mereka tampak berbisik-bisik mempertanyakan siapakah yang menjadi put

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   237. Tak Pantas Disebut Ayah

    Prok prok prok! Suara tepuk tangan itu membuat semua orang menoleh ke arah belakang. Di sana, ada Dokter Radha dan Pak Raynald sedang berjalan di tengah-tengah jalur yang langsung menuju ke panggung utama.Mereka terkejut melihat kehadiran dua orang yang sangat berpengaruh dalam dunia bisnis. Siapa yang tidak mengenal Raynald Brighton? Seorang pengusaha berdarah asing yang mengembangkan perusahaannya di Indonesia dan sudah dikenal baik oleh publik. Lalu Anuradha Kusumaningtyas, seorang dokter anak sekaligus putri tunggal dari keluarga Kusuma yang merupakan salah satu keluarga konglomerat. Semua orang yang di sana tampak tercengang sekaligus terheran-heran tak terkecuali Dhafin dan keluarganya.“Raynald Brighton?” gumam Dhafin dengan tatapan yang mengarah pada dua orang tersebut. “Untuk apa mereka kemari?” tanya Pak Daniel pada dirinya sendiri. Ia tentu saja mengenal sosok yang tengah melangkah mendekat ke arahnya itu. Meski belum pernah menjalin kerja sama, tetapi citra dari o

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   236. Terbongkar Sudah

    Dhafin mendengus keras sambil menurunkan tangannya. “Kau masih bertanya kenapa, hm? Karena kau telah melenyapkan nyawa putraku, Freya!”“Anakku yang nggak salah apa-apa harus meninggal karena keegoisanmu!” bentaknya. Ia mengulurkan tangan untuk mencengkeram kuat bahu Freya. “Sebagai ayah, jelas aku nggak terima. Dan gara-gara rayuan mautmu, aku menuduh orang yang nggak bersalah.”“Aku melakukan semua ini untuk menegakkan keadilan untuk putraku. Penjara terlalu mudah untukmu. Jadi, sebelum kau mendekam di sana, kubuat kau tersiksa lebih dulu melalui sanksi sosial.”Pria itu memandang sejenak ke arah meja Lora yang tampak berkali-kali mengusap pipinya dengan tisu. “Selain itu, aku ingin kau merasakan apa yang Lora rasakan dahulu.”“Dihujat, dibenci, dikucilkan atas kesalahan yang nggak pernah diperbuat. Bagaimana rasanya, hm? Enak kan?” tanyanya sinis.Freya menatap Dhafin dengan berlinang air mata. Ia mengepalkan tangan kuat menahan amarah yang mulai memuncak. “Kamu benar-benar kejam,

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   236. Terbongkar Sudah

    Dhafin mendengus keras sambil menurunkan tangannya. “Kau masih bertanya kenapa, hm? Karena kau telah melenyapkan nyawa putraku, Freya!”“Anakku yang nggak salah apa-apa harus meninggal karena keegoisanmu!” bentaknya. Ia mengulurkan tangan untuk mencengkeram kuat bahu Freya. “Sebagai ayah, jelas aku nggak terima. Dan gara-gara rayuan mautmu, aku menuduh orang yang nggak bersalah.”“Aku melakukan semua ini untuk menegakkan keadilan untuk putraku. Penjara terlalu mudah untukmu. Jadi, sebelum kau mendekam di sana, kubuat kau tersiksa lebih dulu melalui sanksi sosial.”Pria itu memandang sejenak ke arah meja Lora yang tampak berkali-kali mengusap pipinya dengan tisu. “Selain itu, aku ingin kau merasakan apa yang Lora rasakan dahulu.”“Dihujat, dibenci, dikucilkan atas kesalahan yang nggak pernah diperbuat. Bagaimana rasanya, hm? Enak kan?” tanyanya sinis.Freya menatap Dhafin dengan berlinang air mata. Ia mengepalkan tangan kuat menahan amarah yang mulai memuncak. “Kamu benar-benar kejam,

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   235. Tanpa Terduga

    “Kak, semua itu rencana yang Kakak jalankan?” Lora bertanya kepada Grissham tanpa mengalihkan pandangan dari depan.Ia sangat speechless sekaligus terkejut melihat semua bukti kejahatan Freya yang ditayangkan di hadapan semua orang. Bahkan ada bukti yang bukan berasal dari dirinya. “Tidak, bukan aku.” Grissham menggeleng menjawab pertanyaan Lora. Ia menoleh bersamaan dengan Lora yang menatap ke arahnya.“Rencana yang kususun memang kurang lebih seperti itu, tetapi aku belum memberikan aba-aba kepada mereka untuk beraksi.”“Rencananya nanti setelah akad agar Pak Dhafin merasa menyesal telah menikahi perempuan yang salah,” jelasnya.Lora manggut-manggut paham. Keningnya mengerut memikirkan siapa kira-kira dalang di balik tayangan itu. “Kalau bukan Kak Sham terus siapa? Apa Ayah yang melakukannya?” Grissham menggelengkan kepala. “No! Uncle Raynald menyerahkan semuanya padaku dan terima beres saja. Ayahmu akan datang nanti setelah semuanya terbongkar.”Lora kembali menatap ke depan. Ia

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   234. Hari Pernikahan Tiba

    Lora berjalan memasuki gedung hotel tempat akad sekaligus resepsi pernikahan Dhafin dan Freya. Di sampingnya ada Grissham yang memang ikut diundang sebagai rekan bisnis Dhafin.Ia datang sendiri tanpa membawa anak-anaknya yang dititipkan di rumah orang tua Zelda bersama Amina. Kebetulan hari ini weekend sehingga mereka bisa menjaga sekalian menghabiskan waktu dengan si kembar. Malahan dengan senang hati dititipi karena sudah sangat merindukan duo bocil itu. “Apa kau beneran baik-baik saja, Lora?” tanya Grissham saat keduanya berada dalam lift menuju lantai tempat ballroom berada.“Hm?” Lora mendongak menatap Grissham yang lebih tinggi darinya. Ia mengerjapkan mata sejenak, cukup kaget mendengar pertanyaan tiba-tiba dari laki-laki itu. “Aku baik-baik aja, Kak. Kenapa memangnya?” tanyanya balik.Grissham tersenyum sambil membalas tatapan Lora tepat di kedua bola matanya. “Mungkin saja kau merasa sakit atau bagaimana melihat mantan suamimu yang menikah lagi.”“Ditambah menikahnya deng

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   233. Memberikan Keputusan

    Freya terdiam sejenak, teringat ketika dirinya mengizinkan Tika melakukan live streaming di acara itu. “Tapi kenapa nggak kamu matikan saat kita sedang party?”Terdengar suara tawa pelan di seberang sana. “Logika aja sih, Frey. Di acara itu, kita semua melakukan party dan bersenang-senang.”“Beberapa dari kita bahkan ada yang mabuk termasuk aku sendiri. Mana kepikiran buat mematikan live? Jangankan mematikan, ingat kalau live streaming masih menyala aja kagak,” jelasnya.Freya lagi-lagi terdiam. Sedikit banyak ia membenarkan perkataan Tika. Ia sendiri pun tidak ingat apalagi dirinya yang paling parah di sini. Tetapi….“Kenapa kamu malah melakukan live streaming di acara itu? Kamu sengaja, ya?” tanyanya setengah menuduh. Tika menghembuskan napas kasar. Mungkin merasa kesal karena selalu dipojokkan. “Itu udah menjadi kebiasaanku ketika kita kumpul bareng.”“Apa kamu lupa? Aku niatnya cuma pengen seru-seruan sekalian mengabadikan momen itu. Aku pun nggak pernah menduga kalau akhirnya ja

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status