Beranda / Rumah Tangga / Mantanku, Kakak Iparku / 47 Ketika Isteri Mengigau

Share

47 Ketika Isteri Mengigau

Penulis: Setia_AM
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-08 23:48:04

Disentuhnya layar ponsel itu untuk melihat jam berapa dia terbangun. Ternyata sudah lewat tengah malam.

Tiba-tiba ponsel Deo merosot saat dia mengubah posisinya, dan ponsel itu sukses menimpa wajah Veren yang terlelap tidur di sebelahnya.

“Aduh!” rintih Veren dengan mata yang masih terpejam.

“Soriii,” bisik Deo seraya memungut ponselnya kembali.

“Lo ‘napa sih, cuilan tempe? Kebangun tengah malem buta ...” racau Veren dengan suara yang tidak jelas.

“Gue mimpi nikah lagi,” kata Deo jujur. “Baru aja mau ijab qobul ...”

“Dasar lo ... cerai aja belom, udah kebelet nikah aja.” Veren bergumam. “Kelarin dulu yang lama, baru lo ambil yang baru ...”

Deo menaikkan sebelah alisnya, bingung. Isterinya ini sadar atau mengigau sambil tidur? Kenapa responnya seperti orang yang sedang diajak ngobrol?

“Tau deh, Ver. Jodoh gue yang asli udah nggak sabar kali ya?” komentar Deo sambil berusaha mengingat-ingat mimpi itu lagi.

“Elo kali ... yang nggak ... sabaran ...” gumam Veren dengan in
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Mantanku, Kakak Iparku    48 Ajakan ke Maldives

    “Oh, di antara dua negara?” ulang Deo. “Berarti si Maladewa ini pihak ketiga dong? Kan kata kamu dia letaknya di antara dua negara itu ...” Tania terdiam sejenak, ekspresi wajahnya lucu sekali saat dia berusaha keras untuk mencerna ucapan Deo barusan. “Serius Kei, malah ngajak bercanda!” katanya tertawa. “Abisnya saya cuma bisanya ngajak kamu bercanda, saya mana bisa ngajak kamu liburan?” komentar Deo ikut tertawa. “Makanya biar saya yang ngajakin kamu,” ucap Tania blak-blakan. “Eh ...?” “Sama isteri kamu juga, maksud saya!” sambung Tania cepat-cepat. “Gimana Kei, apa kamu sama isteri kamu bersedia?” “Tapi Tan, ‘napa kamu nggak ngajak temen-temen kamu dulu?” kata Deo heran. Agak janggal aja, sekalinya ada yang ngajakin liburan tujuannya langsung ke Maldives. “Justru saya ini lagi ngajakin temen saya,” sahut Tania. “Kamu sama isteri kamu kan temen saya. Gimana?” “Oh ...” Deo meringis. “Boleh juga tuh, Tan. Tapi nunggu celengan tuyul saya penuh dulu, ya? Entar baru kita nyampe

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-09
  • Mantanku, Kakak Iparku    49 Tangan Dingin Gennaro part 1

    “Lo sendiri kapan berangkat ke Maldives?” Kali ini Veren yang bertanya. “Boro-boro berangkat, gue aja belom bilang apa-apa sama Tania.” Deo mengangkat bahunya. “Menurut lo aneh nggak sih, dia tiba-tiba ngajak elo liburan ke Maldives?” ujar Veren dengan nada heran. “Lo udah berapa lama kenal sama dia?” “Baru beberapa bulan sih,” kata Deo apa adanya. “Gue juga nggak tau, tapi kalo gue lihat dia kayak nggak punya banyak temen di kampus. Gue jarang lihat dia jalan sama temennya.” Veren kelihatan berpikir. “Lo bilang dia mahasiswa baru, ya?” katanya. “Mungkin dia masih kesulitan beradaptasi.” Deo terdiam. Mungkin juga, batinnya. Tidak semua mahasiswa baru bisa cepat beradaptasi dengan lingkungan kampus, apalagi kalau dia sangat pemalu atau pendiam. *** Di tempat yang berbeda di kediaman orang tua Deo, Gennaro mengulurkan beberapa botol skincare mahal kepada Freya yang sedang menotol-notol bekas memar yang ada di pelipisnya. “Aku kan udah bilang, tiap kamu keluar kamar, kamu tutu

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-10
  • Mantanku, Kakak Iparku    50 Tangan Dingin Gennaro part 2

    “Buat apa kamu sembunyikan keindahanmu itu, Frey?” tanya Gennaro yang kini berdiri tegak menjulang di depan Freya yang seolah menciut menjadi lebih kecil dari biasanya. “Kamu udah cukup banyak melihat keindahan yang aku punya,” jawab Freya dengan suara bergetar. “Sekarang jauh-jauh dariku.” “Keindahan yang kamu berikan belum sebanyak uang yang udah aku kucurkan buat kamu,” ujar Gennaro seraya menyingkirkan tangan Freya yang sedang memagari dirinya sendiri dari jangkauannya. “Jadi kamu menilai aku dari sebatas uang?” kecam Freya. “Orang seperti kamu lebih cocok bermain dengan banyak wanita di luar sana!” Gennaro berdecak. “Aku kan udah bilang kalau aku hanya setia pada satu wanita,” kata Gennaro seraya bersiap mengeksekusi tubuh mungil Freya yang terbalut gaun tidur merah menyala yang justru membuat gairah dalam dirinya meluap-luap. “Udah Mas, tolong hentikan siksaan kamu ini ...” mohon Freya. “Sssshhh ... siapa yang mau nyiksa kamu?” Gennaro menggelengkan kepala. “Aku cuma ma

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-11
  • Mantanku, Kakak Iparku    51 Kecaman Tante Liora

    Deo memandangi mejanya yang bersih karena sedari tadi dia memang belum memesan apa-apa. Baru saja dia berdiri dari kursinya, seorang wanita dewasa datang menghampirinya. “Kamu yang namanya Amadeo ... Amadeo Keita?” tanya wanita itu lambat-lambat, namun intonasinya tegas, setegas wajahnya yang saat ini memandang Deo dengan tatapan menilai. “Iya, saya sendiri.” Deo menganggukkan kepala sambil balas memandang wanita itu dengan tatapan ingin tahu. “Bisa saya bicara sebentar?” tanya wanita itu. Tanpa menunggu jawaban, dia langsung mendudukkan dirinya di salah satu kursi. Dengan canggung, Deo ikut duduk di depan wanita yang berambut bob itu. “Nama saya Liora, saya ini tantenya Tania.” Dia memperkenalkan diri. “Kamu ... ada hubungan apa sama keponakan saya?” Deo mengangkat sebelah alisnya dengan sangat heran. “Kami teman,” katanya lugas. “Teman?” ulang Tante Liora dengan nada sangsi. “Lalu dalam rangka apa kalian mau liburan bareng ke Maladewa?” Astaga! Pekik Deo dalam hatin

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-12
  • Mantanku, Kakak Iparku    52 Ajakan ke Maldives Lagi

    “Tante cuma melindungi kamu dari orang-orang yang suka manfaatin kamu aja, Tania ...” ujar Tante Liora. “Sekarang kita ke rumah sakit dulu, yuk?” “Aku nggak mau,” tolak Tania. “Kamu mimisan lagi, Tan. Ayo, kamu berobat dulu.” Tante Liora terus membujuk. “Tan, nurut deh sama kata tante kamu.” Deo ikut membujuk. “Tapi kamu nggak marah sama saya kan?” tanya Tania sambil memandang Deo. “Nggak ada alasan buat marah sama kamu,” jawab Deo. “Sana, kamu ke rumah sakit dulu.” Dengan berat hati Tania mengangguk dan melepas pegangannya pada lengan Deo. Saat dia baru maju beberapa langkah ke arah Tante Liora, mendadak tubuhnya oleng dan ambruk ke tanah. “Tania!” pekik Tante Liora sementara Deo menangkap tubuh Tania sesaat sebelum menyentuh tanah. “Mobilnya dibawa ke sini aja, Pak!” usul Deo seraya membopong Tania. “Saya bawa Tania neduh dulu, kasian kalo tiba-tiba ujan.” “Iya Mas!” Sopir pribadi Tania langsung balik badan dan buru-buru pergi untuk mengambil mobilnya. “Ayo Tante

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-13
  • Mantanku, Kakak Iparku    53 Permohonan Tante Liora

    “Di tempat futsal itu juga saya pertama kali ketemu Tania,” kata Deo. “Jadi gimana, Kei? Saya mohon banget sama kamu untuk bisa menemani Tania pergi ke Maldives, saya ingin melihatnya bahagia kayak dulu. Sebelum orang tuanya meninggal dan sebelum kesehatannya melemah karena penyakitnya itu. Kamu mau ya?” “Maaf Tante,” kata Deo dengan berat hati. “Saya mau melakukan apa pun agar Tania bisa bahagia, tapi kalo untuk pergi ke Maldives gratisan, saya nggak bisa.” Tante Liora terus memutar otak agar Deo mau menerima ajakan Tania untuk berlibur di Maldives, tempat yang sangat ingin Tania kunjungi sejak lama. “Kamu bisa menyetir mobil, Kei?” tanya Tante Liora kemudian. “Nggak bisa Tante,” jawab Deo. “Tapi kakak saya bisa.” “Gini aja, gimana kalo kamu belajar nyetir mobil dulu sama kakak kamu?” usul Tante Liora. “Setelah itu saya kasih kamu kerjaan sebagai sopir pribadi Tania. Nah, dari situ kamu bisa dapet gaji buat nyicil semua biaya liburan ke Maldives. Gimana?” Deo berpikir sebentar,

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-14
  • Mantanku, Kakak Iparku    54 Menikah untuk Bercerai

    “Oh iya, aku lupa!” Deo menepuk jidatnya. “Nanti bertahap kamu urus SIM juga, karena itu penting.” Gennaro mengingatkan. “Mahal nggak, Kak?” tanya Deo. “Enggak, nanti aku bantuin ngurus,” jawab Gennaro tenang. “Yang penting kamu bisa nyetir dulu.” Deo mengangguk setuju. *** Karena pikirannya mulai sibuk memikirkan soal keberangkatannya ke Maldives yang entah kapan, Deo nyaris lupa menghitung sisa waktu pernikahannya dengan Veren yang hanya tinggal tiga bulan saja. Veren sendiri tidak kalah sibuknya dengan kegiatan di kampusnya, sehingga dia dan Deo sudah sama-sama lelah untuk membicarakan soal perceraian ketika bertemu di kamar saat malam harinya. Tania sendiri sudah jauh lebih sehat sejak menjalani perawatan intensif di rumah sakit beberapa waktu yang lalu. Ditambah kesanggupan Deo untuk menemaninya liburan ke Maldives, semakin membuat dirinya bersemangat kuliah. Deo sudah tidak segan lagi untuk memperlihatkan keakrabannya dengan Tania di kampus, dia menghentikan kebiasaann

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-15
  • Mantanku, Kakak Iparku    55 Menikah untuk Bercerai part 2

    “Gue sama Tania cuma temen,” kilah Deo. “Jangan bandingin Tania sama mantan lo, mereka jelas beda kelas lah.” “Beda kelas apanya, mana ada cewek baik-baik yang nempel terus sama suami orang?” sindir Veren. Raut wajah Deo langsung berubah drastis. “Hati-hati kalo ngomong ya, Ver?” Deo menunjuk wajah Veren dengan jarinya. “Seenggaknya Tania masih punya semangat hidup di saat sakitnya sedang parah-parahnya. Sedangkan elo? Lo malah mau mengakhiri hidup lo di saat elo dianugerahi kesehatan yang bagus.” “Elo juga jangan seenaknya ngehakimi orang,” kata Veren tajam sambil menusukkan jarinya ke dada Deo. “Seenggaknya Hanan udah pernah ngasih kebahagiaan dalam hidup gue. Sementara elo? Pernah nggak elo ngebahagiain gue?” Deo tersenyum sinis. “Elo lupa tujuan kita menikah itu buat apa?” katanya dingin. “Kita nikah itu cuma buat bercerai!” Veren menatap Deo dengan pandangan buas. “Kalo gitu lo nggak usah ngurusin mantan gue sampe segininya!” kata Veren ketus. “Kita udah mau cerai, kan?

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-16

Bab terbaru

  • Mantanku, Kakak Iparku    99 Izinkan Aku Menjadi Istri Suamimu

    Sebelum mengakhiri percakapan, mama berpesan kepadanya untuk menjadi isteri yang baik dan berbakti. “Soal perempuan yang katanya mau jadi istri kedua Deo, kamu jangan mau kalah sama dia.” Mama menambahkan. “Ini saatnya kamu buktiin kalo kamu lebih pantas dipertahankan di sisi Deo daripada perempuan itu. Paham ya, Ver? Kuncinya kamu harus layani suami dengan baik, nurut, dan jangan kasar lagi.” “Iya, Ma.” Veren meringis. “Aku akan inget nasehat Mama.” *** Melihat kondisi fisik Veren yang makin hari kian menurun, Dela dan Vita mengusulkan untuk membeli alat tes kehamilan di apotik dekat kampus mereka. “Lo udah telat belom?” selidik Vita. “Gue udah telatan sejak SMA,” kata Veren. “Makanya gue nggak yakin kalo gue hamil. Orang tiap bulan gue telat.” “Tapi kan sekarang lo udah bersuami,” sergah Dela yang ikut kepo. “Udah, beli tespek murah dulu buat ngecek. Jangan sembarangan minum obat lho, Ver.” Veren terdiam, dia lupa kapan haid terakhirnya. Dia juga tidak pernah menghit

  • Mantanku, Kakak Iparku    98 Dikira Kumpul Kebo

    Deo mengulurkan tangan untuk menyingkirkan guling yang menghalanginya. “Ngambek nih?” katanya sambil membaringkan diri di samping Veren. Deo menarik Veren hingga tubuh ringkihnya hampir terbenam seluruhnya dalam dekapannya. Veren tidak menjawab, dia kesal sekaligus senang karena Deo tidak menuruti keinginannya untuk pergi dari rumahnya. Aroma minyak kayu putih yang telah dibalurkan Deo kepadanya membuat Veren sangat rileks dan perutnya yang tadi bergolak berangsur tenang, setenang dirinya yang kini memejamkan mata dengan lengan Deo sebagai bantalnya. Suara gemericik air hujan menjadi lagu pengiring perjalanan mereka berdua ke alam mimpi. *** Veren membuka mata sambil menggeliat, satu tangannya meraba-raba ke samping namun tidak menemukan apa yang dia cari. “Yo?” panggil Veren dengan suara serak. “Lo di mana?” Tidak ada jawaban. Veren menyibakkan selimutnya dan berjalan ke kamar mandi untuk mencari keberadaan suaminya. Nihil, Deo tidak ada di kamar mandinya yang kosong. Veren

  • Mantanku, Kakak Iparku    97 Anggap Saja Malam Pertama

    “Kan ada elo,” timpal Deo sambil memejamkan kedua matanya. “yang bisa menghangatkan gue malem ini.” “Emang gue kompor,” tukas Veren sambil mengganti saluran tivi. “Halu lo malem-malem.” “Elo lebih dari kompor,” sahut Deo seraya membuka matanya. “Elo itu adalah separuh jiwa gue, dan juga tulang rusuk gue yang sempet ketuker sama kakak ipar ....” “Bisa ae lo, kaleng minyak.” Veren menukas, tangannya melempar bantal ke wajah Deo. “Aduuuh, sakit Ver!” protes Deo. “Kena bibir gue nih, kalo gue kenapa-napa lo siap tanggung jawab?” Veren langsung menyingkirkan bantalnya dan menubruk Deo yang masih berbaring. “Canda doang!” katanya sambil memeriksa luka di ujung bibir Deo. “Lo nggak papa kan?” Deo tidak menjawab, wajah Veren yang sangat dekat dengan wajahnya seolah mengalihkan dunianya untuk sementara. Kedua mata Veren yang besar seperti boneka balas memandangnya dengan sangat khawatir. Hawa dingin yang menguar karena hujan membuat Deo menginginkan kehangatannya. Veren seketika tersad

  • Mantanku, Kakak Iparku    96 Fokus sama Hubungan Kita

    “Kita mulai dari nol,” kata Veren. “Masa lalu nggak bisa diubah, tapi masa depan masih bisa kita rancang.” Deo mencium puncak kepala Veren dengan penuh sayang. Mereka memang tidak bisa mengubah masa lalu saat mereka terpaksa menikah karena tuntutan warga, tapi yang terpenting adalah kini mereka telah memantapkan hati untuk terus mengarungi bahtera mereka yang sempat karam. “Tapi Yo ...” Mendadak Veren ingat sesuatu, dengan segera dia melepas dekapannya . “Tania gimana?” Deo menghapus sisa-sisa air mata di wajah Veren. “Gue udah bilang sama Tania kalo gue nggak bisa menikahinya,” jawab Deo sungguh-sungguh. “Terus?” Veren mengernyit. “Dia nggak papa?” “Dia baik-baik aja.” Deo mengangguk. “Gimana kalo sekarang kita fokus sama hubungan kita aja?” “Iya Yo, gue akan nemenin elo apa pun keadaan lo.” Veren menyanggupi. “Ya udah, gue masak dulu di dapur.” “Kok buru-buru?” tanya Deo ketika Veren beringsut turun dari tempat tidur. “Nggak mau pelukan lebih lama lagi?” “Yang ada nanti gu

  • Mantanku, Kakak Iparku    95 Kecoa Membawa Berkah (2)

    “Bukan Tania yang masakin gue,” kilah Deo. “Tapi itu jatah makan siang dari tantenya, semua karyawannya dapet. Makanya lain kali nanya dulu, jangan asal cemburu ....” “Gue nggak cemburu!” ketus Veren sambil berdiri. Hampir saja dia lolos jika Deo tidak buru-buru menarik tubuhnya kembali. “Terus kenapa makanannya lo kasih ke temen-temen gue?” tanya Deo tajam. “Mereka muji-muji masakan lo. Bangga sih bangga, tapi tetep aja kuping ini panas dengernya.” “Heleh, sendirinya cemburu.” Veren mendengus. “Nggak ada suami yang nggak cemburu denger isterinya dipuji sama cowok lain,” tukas Deo sambil memutar tubuh Veren hingga menghadap kepadanya. “Lo nggak pernah masak buat gue, tapi sekalinya masak yang ngabisin malah temen-temen gue.” Veren agak mengerut ketika melihat ekspresi wajah Deo saat menatapnya. “Iya deh, habis ini gue masak buat lo,” katanya mengalah. Belitan Deo mengendur dan Veren langsung berdiri dari pangkuannya. Baru saja dirinya akan melangkah pergi, seekor kecoa terbang

  • Mantanku, Kakak Iparku    94 Kecoa Membawa Berkah

    “Gue udah mau manggil elo, tapi Veren nyegah gue.” Septian membela diri. “Tapi kelihatan banget kalo dia cemburu lihat lo sama Tania tadi. Lo yakin dia serius mau cerai sama lo?” Deo menarik napas dan duduk si salah satu kursi sementara Hernandez dan yang lain keluar membeli minum. “Gue sendiri nggak tau apa maunya,” kata Deo lesu. “Akhir-akhir ini dia nggak bisa ditebak, sering banget marah karena hal kecil ....” “Kayak lo nggak sengaja meluk Tania itu?” tebak Septian. Deo mengangguk. “Gue udah ngaku salah, gue juga udah minta maaf. Tapi dia ngamuknya nggak kira-kira,” keluh Deo. “Tiap denger nama Tania, dia langsung ngegas sambil maki-maki gue nggak keruan.” Septian mengangguk paham. “Ada dua hal yang bikin emosi cewek nggak stabil,” katanya. “Kalo nggak lagi PMS ya ... lagi bunting.” “Bunting what?” tukas Deo tidak percaya. “Bunting sama siapa?” “Ya sama elo lah, lo kan suaminya!” Septian balik menukas. “Masa bunting sama cowok lain, sembarangan lo.” Deo berpikir sebenta

  • Mantanku, Kakak Iparku    93 Masih Ada Waktu (2)

    “Masih ada waktu bagi kamu dan Veren untuk memikirkan baik-baik soal nasib pernikahan kalian,” kata mama seraya mengusap kepala Deo. “Mama nggak ngira kamu udah segede ini, Yo. Rasanya baru kemarin sore kamu lulus SMA, dan sekarang kamu udah jadi seorang suami ....”“Mama ngeledek,” dengus Deo sambil tertawa. “Tapi aku tetep nggak mau maksa Veren buat lanjut, Ma. Hidup aku belom mapan, aku juga masih harus kuliah. Mau aku kasih makan apa dia nanti? Nggak mungkin aku terus-terusan hidup nomaden di antara rumah mama sama rumah mertua. Mana harga diri aku sebagai suami, Ma?”Mama Deo tersenyum bijak.“Yo, kamu beruntung punya mertua yang pengertian. Mereka paham kondisi kamu kayak gimana, jadi kami semua sepakat akan membantu kalian sampai bisa hidup mandiri. Itu kalo kalian mau nerusin pernikahan ini. Kalo nggak, kami bisa apa?”Deo menggeleng.“Mana ada cewek yang mau hidup sama aku yang masih blangsak ini?” katanya sambil meneguk susu yang masih tersisa.***Veren memandang kalender

  • Mantanku, Kakak Iparku    92 Masih Ada Waktu (1)

    “Mana ada cewek yang bener-bener mau memulai hidup dari nol?” komentarnya. “Nggak ada juga ortu yang rela anaknya diajak hidup susah, kalo di rumah aja kebutuhannya serba tercukupi.” Veren sukses terdiam. “Kalo emang lo mau cerai, gue tunggu gugatan cerai lo di pengadilan agama.” Deo bangun dan memandang Veren yang masih berbaring. “Kita nggak usah ketemu lagi, biar keputusan lo nggak goyah. Gue tau lo lagi bingung Ver, dan gue nggak mau kehadiran gue bikin lo tambah bingung.” Deo menunduk dan mengecup kening Veren lembut. “Gue pergi ya? Kita ketemu lagi di pengadilan,” katanya seraya turun dari tempat tidur Veren. “Yo!” Veren ikut bangun dan menggenggam tangan Deo. “Lo tenang aja, gue akan jelasin ke ortu kita kalo ini adalah jalan paling baik yang harus diambil,” kata Deo tanpa menghentikan langkahnya, dengan tangan Veren masih menggenggamnya erat. Veren mengikuti Deo sampai ke pintu kamar. “Yo, kita masih punya waktu dua minggu ...” katanya. “Gue tau, lo bisa pake waktu du

  • Mantanku, Kakak Iparku    91 Ada Apa Dengan Veren? (2)

    “Halo, Tan? Oh, jadwal kontrol kamu ya pagi ini?” tanya Deo kepada seseorang di seberang sana, membuat Veren memasang telinganya baik-baik. “Gimana ya ... kalo aku izin dulu gimana, Tan?” lanjut Deo. “Ada Pak Muji kan di sana? Maaf ya kalo aku kurang profesional ... iya, Veren lagi sakit. Potong gaji aja nggak papa, Tan. Iya aku ngerti kok ... uang bisa dicari, tapi istri kan nggak bisa difotokopi.” Veren ingin sekali tertawa mendengar kalimat Deo barusan, tapi dia susah payah menahannya. Jika saja dia sedang tidak pura-pura tidur sekarang, tentu dia akan mengatakan bahwa Deo adalah mesin fotokopinya. “Makasih ya, Tan!” Deo mengakhiri percakapannya di ponsel, setelah itu dia kembali mendekap Veren erat sekali. Veren merasakan tubuhnya seakan mengecil ketika dekapan Deo menariknya semakin dalam dengan tubuhya sendiri. “Anak-anak, sarapan dulu!” Terdengar suara mama memanggil dari luar kamar Veren. “Iya, Ma!” sahut Deo. Pelan-pelan dia melepas Veren kemudian pergi ke toilet sebelum

DMCA.com Protection Status