Seorang gadis nampak anggun dengan berbalut dress putih berhiaskan kupu-kupu. Gadis itu menari bersama guling yang tengah dipeluk olehnya sembari mengikuti irama tarian.
'Hmm ... Adez, andai kau yang akan menikahiku,' ucapnya. Sally terus menari hingga terdengar suara ketukan pintu yang membuatnya mengakhiri khayalan bersama mantan pacarnya.Terlihat Banka yang telah rapih dengan jas hitamnya. Pria itu mengulurkan tangan kepada Sally. Mereka berdua akan pergi ke rumah Banka. Untuk pertama kalinya Sally akan bertemu dengan istri pertama calon suaminya."Bagaimana Tuan Putri, sudah siap?" Ledek Banka menatap calon istrinya yang begitu cantik dengan penuh senyum.Sally mengangguk kemudian merespon uluran tangan yang diberikan oleh calon suaminya. Saat ini, Sally hanya berusaha untuk ikhlas. Siapa tahu, kehidupannya akan jauh lebih baik dengan adanya pernikahan ini.Terutama, ketika Sally mengetahui istri pertama calon suaminya terkena stroke dan hanya bisa berdiam di kursi roda. Karena hal itu, sedikit ketakutannya akan gangguan istri pertama telah lenyap."Tuan, aku gugup," kata Sally. Semakin erat menggenggam tangan Banka.Banka menarik lengan Sally, saat ini mereka berdiri berhadapan. Kemudian, Banka memeluk Sally dengan erat. Pria itu berucap, "Jangan takut, Sayang. Apa yang membuatmu gugup? Kau hanya akan bertemu dengan orang yang bahkan tidak bisa bicara." Tenang Banka mengecup kening Sally. "Dia hanya dapat melihat dirimu dan merasa iri dengan segala yang kau miliki. Kecantikan, keanggunan. Apalagi? Semua keindahan dunia ini, ada padamu, Cintaku," sambungnya.Sally tersenyum. Tetapi, senyumannya masih menyembunyikan banyak pertanyaan yang dirasa janggal. Wanita itu kemudian memberanikan diri untuk bertanya. "Tuan, kenapa sepertinya kau tidak menyukai istri pertamamu? Mmm ... maksudku, kenapa dirimu seperti tidak menyayangi istrimu lagi. Terlebih, Tuan memilih menikahi aku, di saat kondisinya tidak baik-baik saja," kata Sally. Menundukan wajah.Banka mengembuskan nafas. Ia menggandeng tangan calon istrinya menuju sofa di ruang tamu. Pria itu memberikan isyarat pada Sally agar duduk di atas pengkuannya.Saat ini, Sally berada di atas pangkuan Tuan Banka. Mereka berhadapan dengan jarak yang begitu dekat.Setelah posisi mereka berdua dirasa nyaman. Banka mulai membuka suara. "Sebelum kujawab pertanyaanmu. Boleh aku meminta calon istriku memanggilku dengan sebutan sayang? Jangan ada kata tuan lagi yang terucap dari bibir mungilmu untukku. Bagaimana, setuju?"Sally mengangguk. "Iya ... aku setuju Tuan. Emm, Sayang. Maaf ...." Sally menunduk tersipu malu.Banka tertawa. Menengadahkan wajah Sally yang tertunduk. Kedua tangannya menjepit pipi cabi Sally dengan erat. Kemudian, Banka merenggut first kiss (ciuman pertama) Sally. Pria itu mengecup bibir Sally dengan lembut. Sally melepaskan kecupan itu. Kemudian berkata. "Maaf ... Aku tidak bisa. Ini pertama kalinya untukku." Jelasnya dengan wajah yang memerah.Banka memegang dagu Sally. Pria itu mendekatkan kembali bibirnya, bersiap untuk kecupan kedua. "Biar kuajari," katanya. Kembali mengecup Sally dengan lembut dan perlahan."Oh!" Sally menarik bibirnya dari bibir Banka. Wanita itu segera mengusap bibirnya yang memerah dengan lembut. "Aw ... sakit. Sekali!" ujar Sally. Dengan wajahnya yang imut, terkesan sedang marah."Haha ... maaf, Sayang. Aku sangat gemas padamu. Lain kali aku tidak akan menggigit bibirmu lagi. Maaf, ya?" pinta Banka. Mengusap rambut Sally."Huuu ... sakit tahu! Sekarang jangan pegang-pegang lagi! Cepat jawab saja pertanyaanku tadi. CEPAT!" Sally dengan wajah imutnya mulai merasa kesal.Banka tak dapat menahan keimutan gadis cantik di pangkuannya. Karena rasa gemasnya pada Sally. Banka kembali memainkan permainan bibirnya pada bibir Sally. Kali ini dengan cara paksa. Sally mencoba untuk lepas, namun seperti biasa Banka selalu menahannya.Setelah adegan penyaluran rasa kasih melalui bibir. Banka pun mulai menjawab pertanyaan dari Sally. "Baiklah. Karena aku sudah puas mengecup bibirmu. Maka aku akan menjawab pertanyaanmu," kata Banka. Mencubit bibir Sally. "Dulu aku sangat mencintai Maya, istri pertamaku. Tetapi saat ini tidak. Hanya ada rasa kasihan untuknya. Maka dari itu, dengan tidak adanya keraguan aku pun melamarmu, Sayang," tutur Banka. Mengecup pipi kanan dan kiri, dagu dan dahi Sally. Pria itu benar-benar gemas kepada calon istrinya."Duh ... sudah dong." celetuk Sally. Menjauhkan wajah Banka yang terus menerus menghirup aroma tubuhnya. "Memangnya kenapa? Bagaimana rasa cinta bisa berubah menjadi rasa kasihan? Coba ceritakan semuanya secara lengkap. Aku ingin tahu!" pintanya."Jadi begini, Sayang. Dulu ... saat seluruh hatiku untuk Maya. Tanpa kusadari membuatku menjadi lemah. Dengan bodohnya aku dapat terkelabui oleh istriku sendiri. Maya menduakanku dengan sahabatku sendiri. Seluruh pelayan bahkan tangan kananku sudah berusaha meyakinkanku, jika Maya telah mendua. Tetapi aku yang terlena dengan rasa sayang, tetap tidak mempercayainya. Sampai suatu ketika, aku menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri jika Maya tengah berhubungan badan bersama sahabatku, di ranjang tidurku. Aku benar-benar tidak habis pikir. Di saat pulang dari luar negeri setelah menyelesaikan bisnis, bagaimana bisa aku melihat istriku sedang menyalurkan hasratnya pada pria lain di kamar tidurku sendiri! Aku benar-benar kecewa padanya. Saat ini aku membencinya, bahkan aku ingin membalas dendam. Tetapi dengan kondisi Maya saat ini, aku tidak tega untuk menceraikannya. Jadi aku memerintahkan para pelayan untuk merawatnya. Tetapi dengan membantunya, aku juga ingin mendapatkan keuntungan tersendiri. Terutama untuk rencana balas dendamku." Jelas Banka panjang lebar, dengan wajahnya yang terlihat terbakar api amarah."Balas dendam? Aku melihat kau masih menyimpan rasa padanya. Jika tidak, untuk apa kau merawatnya?" timpal Sally.Banka mengecup dahi Sally kemudian memeluknya. Sembari memeluk Sally, pria itu berbisik. "Sebentar lagi kau akan tahu. Apa alasanku merawat Maya," katanya. Melepaskan pelukan.Banka memberikan ketukan di paha Sally, mengisyaratkan untuk bangkit. Pasangan itu segera beranjak dari sofa. Kemudian, Sally merapikan pakaiannya yang cukup berantakan. Sampai Banka menarik lengannya menuju keluar rumah. Mereka melaju, menuju rumah Banka dan istri pertamanya dengan menggunakan sedan putih.Sesampainya di rumah utama ....Sally dapat melihat dengan jelas bagaimana para pelayan membukakan jalan untuknya dan calon suaminya. Saat itu, Sally benar-benar merasa sebagai seorang ratu. Jika dulu ia merasa hidupnya penuh kemewahan, mungkin saat ini jauh lebih mewah dari pada saat itu."Selamat datang Tuan dan Nyonya muda ...." Sambut salah satu pelayan wanita sembari menundukan kepalanya.Banka mengangguk. Kemudian, memperlihatkan wajah ketusnya. "Di mana, Robert?" tanyanya. Mencari seseorang.Seorang lelaki muda yang terlihat seusia dengan Sally mendekat. "Di sini, Tuanku," jawabnya.Banka menatap Robert-tangan kanannya, dengan tatapan tajam. "Semua perintahku telah dilakukan?" tanya Banka. "Wanita itu?" sambungnya.Robert mengangguk. Kemudian menjawab. "Aman, Tuanku. Nyonya dalam kondisi baik dan sudah berada di tempat yang ditentukan." tutur Robert. Memberikan sebuah tab kepada tuannya. Tab itu menampakan seorang wanita yang tengah terbaring di atas ranjang.Banka melihat cctv yang berada di tab. Pria itu tersenyum dengan senyuman yang menyimpan niatan tertentu. "Bagus. Kita selesaikan secepatnya," ucap Banka. Membuat barisan pelayan berjalan rapih meninggalkan Sally dan Banka di depan pintu masuk utama.Tersisa Robert, yang bertugas untuk membukakan pintu.Pintu terbuka menampilkan pemandangan indah yang sangat mewah. Bagai surga dunia yang telah lama tak terlihat oleh kedua mata Sally.Banka tak pernah melepaskan gandengan tangannya pada Sally. Sampai pada akhirnya pasangan yang tak lama lagi akan resmi itu, tiba di sebuah kamar. Banka membuka pintu kamar, Maya terbaring di ranjang dengan kondisi menatap ke arah Sally dan calon suaminya. Wanita stroke itu tidak dapat menggerakan tubuhnya sedikit pun. Saat ini, ia hanya dapat melihat apa yang ada di depan matanya."Selamat siang istriku ...." Banka mendekati ranjang, kemudian duduk di samping Maya, istri pertamanya. "Bagaimana? Cantik bukan, istri mudaku ini" sambungnya. Menarik lengan Sally, sehingga Sally terduduk di pangkuannya.Sally hanya diam, ia tidak mengetahui apapun dan hanya mengikuti kemauan calon suaminya. "Kemari, Sayang. Kita perlihatkan bagaimana rasa cinta kita mengalir" ucap Banka. Mengecup bibir Sally. Begitu pun dengan Sally yang sudah cukup belajar dari calon suaminya, mulai mengikuti irama yang terjadi.Pasangan yang malam nanti menggelar pesta pernikahan itu, tengah memainkan atraksi bibir di depan seorang wanita tak berdaya yang berstatus sebagai istri pertama.Banka menyudahi permainan bibirnya. Pria itu bangkit, begitu pun dengan Sally. Banka mengatakan suatu hal yang membuat Sally tersentak. "Sampai jumpa, Maya. Selamat menyaksikan malam pertamaku nanti. Kau bisa melihat dua insan yang sedang bersetubuh di depan matamu sendiri. Seperti yang kulihat dulu!" tuntasnya. Membawa Sally keluar dari kamar tidur Maya.Sally yang tidak terima dengan kalimat yang keluar dari calon suaminya itu pun protes. Ia tidak mau malam pertama disaksikan oleh orang lain, meskipun orang tersebut tidak dapat melakukan apapun."Apa yang kau katakan?! Jangan libatkan aku dalam dendammu!" Marah Sally, melepaskan genggaman Banka."Bahkan kau sudah berjanji untuk selalu memenuhi permintaanku," sahut Banka. Seketika membuat Sally terdiam. Gadis yang merasa ketakutan itu, hanya bisa mengepalkan kedua tangannya."Jangan takut. Kumohon, sekali ini saja. Kita akan melakukan 'itu' di depan Maya. Kau tidak berhak menolak, karena ini sudah menjadi skenarioku!"Sally membelalakan matanya, ia benar-benar tidak percaya dengan apa yang akan terjadi padanya."Bagaimana kalau aku benar-benar menolak dan pergi darimu?" tantang Sally menjauhi calon suaminya.Malam ini, harta paling berharga yang dimiliki Sally akan lenyap. Kesucian yang selama 20 tahun dijaga dengan baik, dalam hitungan jam akan diambil alih oleh pria keturunan Amerika yang sangat kaya. Banka, panggilannya. Terlihat para pelayan sangat sibuk dengan ratunya malam ini. Sally tengah terduduk di antara para pelayan yang asyik mendandaninya. Kakinya dipoles dengan cat kuku, rambutnya dirapikan, wajahnya dirias oleh ahlinya, tubuhnya begitu harum dengan berbagai varian parfum yang dipakai, serta gaun mewah yang dikenakan olehnya. Malam ini, sebutan ratu bahkan layak untuk Sally.“Pelayan,” panggil Sally. Menatap kaca besar di hadapannya.Pelayan yang tengah merias wajah majikannya itu, seketika berhenti dan meluangkan waktu untuk menjawab panggilan Sally. “Ya, Nona. Ada yang bisa saya bantu?” sahut Mona, sang pelayan perias wajah.“Calon suamiku bilang, acara pernikahan kami tidak terlalu meriah dan akan digelar sederhana saja. Tetapi, sepertinya tidak. Lihat saja, lebih dari s
Sinar matahari pagi yang menembus jendela kamar, tidak membuat Sally dan suaminya terbangun. Pengantin baru itu terlelap begitu lama. Sampai ketika hari ingin menyambut datangnya waktu siang. Tok … tok ….Tak ada balasan dari dalam kamar. Suara ketukan pintu masih terdengar, hingga Sally bangun dari tidurnya.“Ya?” sahut Sally. Mengusap-usap matanya dengan perlahan.“Selamat siang, Nyonya. Aku datang membawa makanan,” ucap seorang pelayan dari luar kamar.“Ya. Tunggu sebentar!” pintanya. Bangkit dari ranjang dan segera mengenakan pakaian. “Makanan apa yang dibawa?” tanya Sally. Membukakan pintu.Kriet ….Terlihat Satga membawa troli yang dipenuhi oleh makanan. “Ini makanan untuk Tuan dan Nyonya. Selamat menikmati ….” Satga pamit. Meninggalkan troli makanan di kamar Sally. “Oiya. Nyonya?” panggil Satga. Membalikkan tubuhnya dan membuka obrolan baru dengan Sally.“Ya?” Satga melirik ke arah ranjang. Wanita berambut hitam lurus itu kemudian berkata. “Tolong segera bangunkan tuan. Pukul
“Sudah siapkah, Sayang?” Banka melirik ke arah toilet. Sang istri ada di dalamnya, dengan waktu yang cukup lama.“Emm ... sebentar lagi,” jawab Sally. Dari dalam toilet.“Kamu tidak apa? Aku khawatir,” ucap Banka. Menunggu di depan pintu toilet.Kriet ....Sally yang telah berada di dalamnya kurang lebih 45 menit, akhirnya keluar dari toilet.Banka menyadari sesuatu. Mata sang istri terlihat memerah. Pria itu seketika menunjukan sikapnya yang sangat khawatir. “Hei ... kenapa? Bisa katakan padaku?” pinta Banka. Berlutut di hadapan istrinya. “Tolong ...,” sambungnya.“Aku gak apa kok. Ayo! Kamu akan mengajakku keliling pulau, bukan?” ujar Sally. Mengalihkan pembicaraan. Banka bangkit dari posisinya. Pria berusia 35 tahun itu memeluk Sally dengan erat, mengusap rambutnya dengan halus kemudian dengan lembut mengecup keningnya. “Ada apa? Aku merasa gagal menjadi suami untukmu. Tolong katakan,” pinta Banka. Menuntun Sally untuk duduk di atas ranjang. Berharap sang istri akan menceritakan a
Pagi hari di saat Banka dan istrinya berbincang bersama di atas ranjang."Sally, semenjak putraku datang kamu selalu murung. Ada apa?" tanya Banka. Menatap Sally yang duduk di sampingnya.Sally menggelengkan kepala secara perlahan. Ia belum dapat mengikhlaskan apa yang terjadi padanya. "Aku tidak apa. Hanya terkejut sedikit, ternyata anak angkatmu benar-benar seusia denganku," sambungnya. Menutupi kegelisahan.Banka membalas dengan senyuman, sembari mendekap Sally, sang istri.Tok ... tok ... tok ...."Ayah, ini aku," ucap Adez. Dari luar kamar Banka."Putraku, kemarilah," sahut Banka. Mengajak Adez untuk masuk ke dalam kamarnya. "Ada apa?" Banka bertanya kembali, setelah melihat Adez memasuki kamar.Melihat kedatangan Adez, Sally yang menyadari bahwa dirinya baru saja terbangun dari tidur, segera merapikan tampilannya. "Pagi, Adez." Sapa Sally tersenyum ramah.Adez tak menggubris sapaan ibu tirinya, bahkan lelaki itu memalingkan wajahnya dari Sally. Dengan segera, ia berkata. "Pacarku
"Selamat makan semuanya," ajak Banka. Meminta seluruh orang yang ada di meja makan menyantap hidangan.Sally, Adez dan Yuna mengangguk. Kemudian menyantap santapan malam. Mereka tengah menghabiskan waktu bersama. "Sayang ... sini aku suapin." Yuna mengarahkan sendok tepat di depan mulut pacarnya, Adez.Respon baik ditunjukan oleh Adez yang langsung membuka mulutnya. Laki-laki itu hanya diam dan berusaha menyingkirkan tatapannya, jika tak sengaja membuat kontak dengan Sally."Sepinya .... Kita ini keluarga, loh. Momen seperti ini belum tentu akan terjadi lagi. Jadi pergunakan ini dengan baik, utarakan apa yang ingin diungkapkan," kata Banka. Menyantap makanannya. "Kalau begitu, obrolan ini saya buka dengan pertanyaan. Menurut Yuna, Adez cocok punya adik berapa?" tanya Banka. Menyambung perkataan. Mendengar hal itu, spontan Adez terbatuk-batuk dan hampir menyemburkan makanan di dalam mulutnya. Dengan sigap Yuna-sang kekasih, membantu Adez. "Uhuk-uhuk." Adez terbatuk cukup lama."Eh-eh
"Sayang, hati-hati ya. Semangat kerjanya, aku nunggu kamu di sini, ok?" kata Sally. Menyemangati suaminya yang hendak pergi bekerja. Kecupan di dahi diberikan Banka pada Sally. "Terima kasih, Sayangku. Aku pasti semangat dong," ucap Banka. "Aku berangkat dulu, ya. Kalau kamu butuh sesuatu, kamu boleh telepon Robert. Hari ini aku ada pertemuan bisnis, jadi maaf kalau kamu telepon aku, mungkin akan sulit teleponmu terjawab." Jelas Banka mengambil tas koper yang diberikan oleh istrinya. "Mmm ... baiklah. Hari ini sepertinya aku akan di rumah saja. Jadi, suami fokus kerja saja, ya. Aku akan baik-baik saja," cetus Sally. Menyakinkan sang suami. Banka mengangguk, lelaki itu mengecup bibir istrinya kemudian pergi masuk ke dalam mobil. Melihat suaminya yang telah berangkat kerja, Sally kembali masuk ke dalam rumah. 'Hari ini kegiatan apa yang bisa aku lakukan, ya?' tanyanya dalam hati. 'Eh?' Langkah Sally terhenti ketika melihat Adez yang tengah berbicara pada Maya. Karena merasa penasaran
"Nak, besok kami akan pergi berlibur," ucap Banka. Menatap Adez-putranya dengan tajam. Adez tak bergeming, kemudian bertanya. "Ke mana?" Belum sempat Banka menjawab pertanyaan itu, Sally datang membawa sarapan untuk suami dan anak tirinya yang telah lama menunggu di meja makan. "Sarapan ... sarapan ...." Sally berjalan mendekat, dengan wajah sumringah. Membawa dua piring nasi goreng. "Wah ... hebat sekali istriku yang rajin memasak ini," puji Banka. Tersenyum sembari mempersilakan sang istri untuk duduk di samping kursinya. "Di sini duduknya, Sayang." "Memangnya ini enak?" ejek Adez. Memainkan timun yang menjadi hiasan nasi goreng buatan Sally. "Dicoba dulu .... jangan mengejek!" Sally kesal. Menekuk wajah cantiknya. "Haha ... iya, Dez. Dicoba dulu masakan mamamu ini," cetus Banka. "Ayo kita makan bersama, Sayangku," sambungnya. Membuka mulut untuk melahap sesuap nasi goreng. Banka dan Adez secara bersamaan melahap sesuap nasi goreng buatan Sally. Seketika mereka mengeluarkan re
'Untuk apa Adez ikut berlibur di sini, ya?' tanya Sally dalam hati. "Suamiku ... tolong bawakan handukku ke sini," pintanya. Banka yang tengah asyik menonton televisi sembari berbaring di atas ranjang pun berkata. "Tidak perlu pakai handuk, Sayang. Aku juga sudah biasa melihatnya. Adegan film ini sangat asyik, aku tidak mau melewatkannya." Banka menolak. Lelaki itu lebih mempedulikan tontonannya. "Ah, kamu gitu deh! Aku minta tolong malah dicuekin. Awas ya, kamu ...." Sally mengancam. Perempuan itu berjalan keluar kamar mandi untuk mengambil handuknya. "Haha ... iya ambil saja handuknya, Sayang .... Kalau begini aku jadi bisa melihatmu tanpa busana bukan,' cetus Banka. "Dasar cabul!" celetuk Sally. Meninggalkan Banka. Melihat istrinya yang hendak pergi, Banka bertanya. "Sayang, mau ke mana?" "Ke mana saja. Asal tidak dekat-dekat si cabul ini!" Ledek Sally pergi dari kamar hotelnya. Dress putih polos dikenakan oleh Sally. Saat ini, gadis itu tidak mementingkan style dan riasan wa
Malam itu di bawah sinar rembulan. Adez, Sally, dan Luzzi tengah berkumpul di rooftop. Meow ... meow ....“Luzzi, sudah! Itu makanan ibuku,” ujar Adez menghentikan kucingnya yang terus meminta jatah otak-otak.Sally menekuk wajahnya. Hatinya masih terkejut dengan tingkah laku kucing Adez yang nakal. Selain itu, otak-otak hasil gorengannya pun terus diambili Luzzi sehingga makanannya kian sedikit.“Maaf, besok akan kuganti.” Adez berjalan menjauhi luzzi. “Eh, tidak apa. Otak-otak itukan memang punya dia. Aku yang seharusnya tidak makan,” cetus Sally. Adez tersenyum. “Boleh juga. Sekarang sudah bisa bersikap dewasa yak.” Ledek Adez.“Tuh,kan. Kalo aku serius kamu seperti itu.” Sally bangkit memukul-mukul Adez. Mereka berdua tertawa bersama, sebelum Adez membuat suasana hening dengan pernyataannya. “Aku akan pergi, besok.”“Apa?!” Sally terkejut tak percaya. Sebelumnya Adez tidak membicarakan apapun dengannya. “Kenapa? Kok tiba-tiba mau pergi?” sambungnya bertanya.Adez tersenyum, ta
"Kamu sejak kapan ada di depan kamarku, Dez?" tanya Sally. Berjalan mengikuti langkah Adez."Aku baru saja tiba saat kamu keluar kamar. Kenapa memangnya?" Tanya Adez membalikkan pertanyaan."T-tidak apa," jawab Sally. "Ngomong-ngomong, kamu tidak ikut bisnis ayahmu?" tanyanya.Adez menggelengkan kepala. "Tidak. Bahkan aku tidak tahu sama sekali projek ayah kali ini," kata Adez."Ouh, iyakah. Kenapa bisa begitu? Aku kira kamu selalu tahu dan menjalankan bisnis yang sama," ujar Sally."Tidak, kami berbeda bidang. Bidang bisnisku di bidang properti sedangkan ayah di bidang pengelolaan uang," tuturnya. Pintu lift terbuka. Seperti biasa Sally dapat melihat pemandangan dari atap rumahnya yang begitu indah. "Pemandangan di sini tidak pernah mengecewakan," kata Sally.Adez tersenyum. "Jelas. Karena Mama Maya yang memilih rumah ini. Dia sangat memperhatikan estetika setiap sudut yang dapat dipandang di dalam ataupun di luar rumah," kata Adez."Mama Maya? Dia yang memilih rumah ini?" Adez meng
Hari demi hari, kondisi kesehatan mental Sally semakin membaik. Wajah cantik wanita itu mampu memperlihatnya ukiran bibirnya lagi. Berkat kerjasama yang dilakukan oleh Banka dan Adez, Sally dapat sedikit melupakan kejadian naas yang menimpanya. Tetapi rasa tenang hatinya tak bertahan lama, hari ini kecemasannya kembali lagi."Sayang ... kamu akan baik-baik saja," ujar Banka. Mengelus-elus istrinya yang tengah memeluknya dengan erat. "Jangan pergi ...." Sally terus meminta agar suaminya tidak jadi berangkat ke luar kota."Aku tidak bisa, Sayangku .... Aku harus menjalankan bisnis ini," kata Banka. Mengusap air mata Sally yang mulai tumpah."Kamu tidak sayang ya sama aku? Aku takut kalau sendirian, sejak kejadian itu kamu selalu menemani aku." "Hei ... aku sangat mencintaimu, aku sayang padamu. Kamu mau ikut aku pergi ke luar kota?" tanya Banka. Meyakinkan istrinya.Sally menggelengkan kepala. "Tidak mau. Aku mau kamu di sini menemaniku! Kalau tidak aku marah," gumam Sally. Mengancam s
Dua hari setelah pemeriksaan kejiwaan .... Banka, Sally, Adez dan para pelayan berkumpul mengadakan bakar-bakar di taman samping rumah. "Sayang, bagaimana kalau kita pergi mencari tempat yang penuh dengan ketenangan?" tanya Banka. Sembari melahap makanan di meja makan."Ke mana?" Sally mengembalikan pertanyaan suaminya. "Adez, Sabrina wanita yang baik. Aku merasa memiliki teman yang sangat menenangkan pikiranku," sambung Sally. Menatap Adez yang tengah makan bersama Sally dan Banka."Iya, dia teman sekolahku. Kalau kamu mau, nanti akan aku berikan nomor teleponnya. Siapa tahu bisa membantumu untuk mempermudah konsultasi," jawab Adez."Iya, baiklah. Terima kasih," ucap Sally. Menyantap nasi goreng."Bagaimana kalau kita pergi berlibur ke daerah pegunungan. Suasananya pasti sangat asri dan sejuk. Rasa lelah dan stres kita pasti akan terbantu, tutur Banka."Boleh. Kapan kita akan pergi?" tanya Sally. "Apakah Adez akan ikut?" "Malam ini pun boleh," kata Banka."Aku tidak ikut, Sally. K
"Sally, maafkan aku," ucap Banka. Terus memohon kepada istrinya.Sally tak membalas perkataan suaminya, wanita itu hanya diam seribu bahasa. Banka yang melihat istrinya marah mencoba untuk mendekatkan diri. "Sayang, ayolah ... maafkan aku. Aku berjanji tidak egois lagi," ucap Banka. "Loh, kamu kenapa berkeringat dingin seperti ini? Padahal AC sudah dinyalakan. Kamu sakit, Sayang?" tanyanya. Memeriksa suhu tubuh Sally dengan punggung tangannya."Takut ....""Takut kenapa, Sayang?" tanya Banka. Memeluk istrinya. "A-aku tidak mau di kamar ini. Aku mau pindah," ujarnya berusaha bangkit dari ranjang. Namun sayangnya tubuh Sally tak seimbang kemudian jatuh tersungkur. Brug!"Ya ampun, Sayang!" teriak Banka. Segera menggendong istrinya. Tlit ... tlit ..../Ada apa, Ayah?/(Aku ingin menanyakan tentang istriku.)/Istrimu kenapa?/(Dia baru saja jatuh pingsan. Tubuhnya penuh dengan keringat tetapi suhu tubuhnya dingin. Apa kamu tahu penyebabnya? Mungkin kau salah memberi dia suatu makanan.)
"Di mana istriku?" tanya Banka. Menabrak tubuh Adez yang ada di depan pintu, kemudian segera mencari keberadaan istrinya. "Pelankan suaramu, Ayah. Istrimu sedang tidur," jawab Adez."Sayang ... kasihan sekali istri cantikku ini," cetus Banka. Mengusap lembut rambut Sally."Pelaku sudah ditangkap?" tanya Adez. Mendekati sang ayah."Itu urusanku," sahut Banka."Jawab saja pertanyaanku! Ini juga bagian dari urusanku," celetuk Adez. Menginginkan jawaban pasti dari ayahnya."Akan kuurus semua. Tenang saja," kata Banka."Seberapa sulit menjawab pertanyaanku, Ayah? Jangan bilang kalau kau membebaskan pelayan pengkhianat serta anak dari rekan bisnismu itu!" "Aku sudah memikirkan jalan terbaik. Yang terpenting istriku tidak apa," katanya."Tidak apa? Mungkin bisa terlihat jika fisik Sally masih baik-baik saja. Tetapi psikisnya? Jiwanya mungkin tidak, Ayah. Sudah aku pastikan jika mentalnya sangat rapuh saat ini. Cobaan bertubi-tubi bahkan menghancurkan semangatnya," tutur Adez."Aku tahu apa
"Adez, kenapa kamu tidak bilang saja kalau darahku menempel di mana-mana? Kalau beginikan aku yang malu," cetus Sally. Tengah mencuci pakaian dan barang-barang yang terkena darah haidnya."Maaf, aku tidak tega membangunkanmu," jawab Adez. "Sally, aku tidak ada pembalut," sambungnya."Oh, ya. Bagaimana ini, tolong carikan pembalut untukku secepat mungkin!" pintanya. Mendekam di kamar mandi."Apa aku harus meminta pembalut ke tempat aku meminjam celana?" tanya Adez."Huh, apa di apartemen ini tidak ada minimarket?" tanya Sally. "Kalau tidak ada pembalut aku tidak bisa keluar dari kamar mandi ini," sambungnya."Baiklah, tunggu. Aku akan pergi membeli pembalut. Adakah yang mau kamu beli selain itu?""Kamu mau ke minimarket?""Ya," sahut Adez."Baiklah kalau begitu aku titip ramen, sosis dan makanan-makanan ringan," jawab Sally."Banyak juga," kata Adez."Loh, tadi kamu tanya. Aku jawab semua keinginanku," ujar Sally."Iya, tunggu, " ucap Adez. Pergi keluar kamar.'Huh! Ada-ada saja. Kalau
"Berhenti! Kembalikan pisau itu ke kantung celanamu!" pinta Sally. Sedikit membentak pria misterius itu."Aku akan menghabisi nyawa lelaki yang sok menjadi pahlawan kesiangan ini," cetusnya. Memainkan pisau dengan jari jemarinya."Tidak, hentikan! Kau akan mendapat penyiksaan seumur hidupmu jika kamu melakukan itu, aku bersumpah!" Sally penuh amarah. "Haha ... lucunya kamu," kata lelaki misterius. Brak! "Shit! " Pria misterius itu terjatuh dengan kencang ke belakang hingga kepalanya membentur lantai. Rupanya Adez membalas hal yang sama yang dilakukan lelaki misterius itu padanya. Kini Adez merebut pisau yang terjatuh milik sang lelaki misterius. Tanpa basa basi Adez memukulinya hingga terluka parah. Tak lupa ia membuka topeng kucing lelaki itu. "Akan kubongkar identitasmu!" cetus Adez. Membelah topeng kucing menggunakan pisau yang digenggamnya. Topeng kucing itu retak dan terbelah. Sally dan Adez dapat melihat dengan jelas siapa dalang di balik kejadian kala itu. "Sa-satria," ce
"Siapa kamu?!" Sally terkejut, segera bangkit dari posisi terlentang. "Sutt ... diam saja!" sahut lelaki misterius itu. Melanjutkan aksinya. Pria bertopeng kucing itu tengah memakaikan pakaian pelayan ke tubuh Sally. "LEPASKAN!" teriak Sally. Meronta-ronta. Sally berhasil bangkit dari ranjang tidurnya. Namun ternyata ....Brug!Sally terjatuh dengan kondisi kakinya yang terjerat rantai. "Aww ....""Mau ke mana, Sayang?" tanya pria itu. Mengembalikan posisi Sally ke tempat semula."Siapa kau? Beraninya kamu menyentuhku! Aku akan mengadukan kejahatanmu ini kepada suamiku!" cetus Sally. "SUAMIKU ... TOLONG AKU ...." teriaknya. Terus memanggil-manggil Banka."Haha ...." Pria misterius itu tertawa sembari mendekat ke arah Sally. "Kamu panggil siapa? Memangnya ada yang dengar?" sambungnya memainkan rambut Sally."Jangan sentuh aku lagi, lepaskan!" Brontak Sally. Menepis tangan pria itu. "Aku memang sengaja membuatmu sadar kembali, karena aku ingin melihat ekspresimu ketika berhubungan bad