Sinar matahari pagi yang menembus jendela kamar, tidak membuat Sally dan suaminya terbangun. Pengantin baru itu terlelap begitu lama. Sampai ketika hari ingin menyambut datangnya waktu siang.
Tok … tok ….Tak ada balasan dari dalam kamar.Suara ketukan pintu masih terdengar, hingga Sally bangun dari tidurnya.“Ya?” sahut Sally. Mengusap-usap matanya dengan perlahan.“Selamat siang, Nyonya. Aku datang membawa makanan,” ucap seorang pelayan dari luar kamar.“Ya. Tunggu sebentar!” pintanya. Bangkit dari ranjang dan segera mengenakan pakaian. “Makanan apa yang dibawa?” tanya Sally. Membukakan pintu.Kriet ….Terlihat Satga membawa troli yang dipenuhi oleh makanan. “Ini makanan untuk Tuan dan Nyonya. Selamat menikmati ….” Satga pamit. Meninggalkan troli makanan di kamar Sally. “Oiya. Nyonya?” panggil Satga. Membalikkan tubuhnya dan membuka obrolan baru dengan Sally.“Ya?”Satga melirik ke arah ranjang. Wanita berambut hitam lurus itu kemudian berkata. “Tolong segera bangunkan tuan. Pukul 15.00 nanti, Nyonya dan tuan harus sudah rapih. Karena pesawat pribadi milik tuan akan lepas landas pukul 15.15. Setelah Nyonya selesai dengan makanannya, hubungi saya lewat telepon di meja. Saya akan menyiapkan Anda untuk pergi bulan madu. Masalah noda yang ada di ranjang, biar para pelayan yang membersihkannya. Mungkin itu saja. Saya pamit, Nyonya. Selamat siang dan selamat menikmati makanannya.” Satga pergi. Setelah menjelaskan penjelasan yang panjang.Sally hanya mengangguk. Gadis itu nampak terpukul. Baru kali ini ia merasa menjadi seorang ratu. Para pelayan melayani segala kebutuhannya dengan baik. Hidup Sally terasa lebih teratur dan terrencana.Sally mengarahkan pandangannya pada sang suami yang masih tertidur lelap di atas ranjang penuh noda. Perempuan itu mendekat, mengusap dengan halus kening suaminya. Tanpa disadari, Banka terbangun dan telah memperlihatkan manik matanya yang berwarna biru.Sally terkejut dan hendak menjauhinya, namun Banka dengan sigap menarik tangannya. Akhirnya, Banka pun berhasil mengambil kecupan bibir Sally. Pria itu dengan brutal membalikan tubuh Sally, sehingga Sally berada di bawah tubuh suaminya.Banka mengecupi setiap jengkal tubuh Sally. Pria itu hendak membuka pakaian istrinya. Tetapi seketika, tangan Sally menahan keinginan Banka. Wanita itu berkata. “Cukup. Kita makan dulu,” ucapnya.Banka menyudahi aksinya dan segera membenarkan pakaian Sally seperti semula. “Ah, iya. Maaf, Sayang. Kau terlalu menggemaskan. Ayo kita makan terlebih dahulu. Perut mungilmu itu sudah meronta meminta jatah makan,” cetus Banka. Membangunkan Sally yang terkapar.“Kita bulan madu, hari ini?” tanya Sally. Menyiapkan makanan untuk suaminya. “Kenapa kamu tidak pernah memberitahukan apapun padaku? Apa kau tahu? Aku sangat kesal karena sifatmu yang selalu merahasiakan dan selalu melakukan segala hal dengan mendadak sesuka hatimu.” Marah Sally. Mengingat kejadian menjijikan pada malam pertamanya.Setelah meneguk susu, Banka berkata. “Maaf, Sayang. Hal itu tidak akan terjadi lagi, semuanya sudah selesai.”“Selesai? Kau benar sekali! Tetapi, apakah rasa malu-ku bisa selesai dan hilang begitu saja? Aku yang sedang merasakan malam pertama tanpa adanya satupun pakaian di tubuhku, lalu ada orang asing yang ikut menyaksikan bahkan memvideokan hal yang sangat privasi itu. Menurutmu, bisakah aku bersikap tenang saat ini?” racau Sally. Memakan makanannya dengan kasar. “Parahnya, aku sangat tidak nyaman dengan malam pertama yang akan kukenang seumur hidup. Bisa-bisanya dirimu meminta Robert-tangan kananmu, dengan bebas dapat melihat tubuhku. Bagimu, aku ini apa? Kita baru saja menikah dan aku sudah semarah ini padamu. Aku benar-benar kesal. Aku tidak mau bulan madu. Bulan madu saja sana berdua dengan Robert!” sambungnya. Terus mengungkit.Banka menatap Sally dengan tatapan yang dalam. “Haha … kamu semakin cantik ketika marah, Sayang,” kata Banka. “Tenang saja. Kamu harus terbiasa dengan hal itu. Kamu pasti akan terbiasa. Contohnya, mm ... kamu tidak akan mandi sendiri, Sally. Pilihanmu hanya ada dua. Kita mandi bersama atau kamu yang akan dimandikan oleh para pelayan,” sambungnya.“Apa?! Tidak mau. Aku ini orangnya sangat privasi. Aku mau mandi sendiri saja,” kata Sally. Dengan wajah kesalnya.“Baiklah. Habis ini kamu boleh mandi denganku. Sepulang bulan madu, barulah para pelayan yang memandikanmu. Itu memang tugas mereka, biarkan mereka mengerjakan tugasnya. Kau tidak mau para pelayan dipecat, bukan?” cetus Banka. Tersenyum.“Ihhh … aku mau mandi sendiri!” Sally merengek.“Ahahaa ….” Banka tertawa puas.Tak lama, suara ketukan pintu terdengar. Satga kembali dengan membawa perlengkapan mandi.“Permisi Tuan dan Nyonya. Saya ingin mengantarkan perlengkapan untuk mandi. Tuan dan Nyonya memiliki waktu mandi paling lama satu jam. Setelah itu, kalian harus segera siap untuk pergi ke tempat tujuan,” kata Satga. Menjelaskan.“Terima kasih Satga. Selama saya dan istri bulan madu. Para pelayan diberikan cuti. Belanja apapun yang kalian inginkan. Berikan saja tagihannya pada saya. Selesaikan tugasmu!” tutur Banka.Satga mengangguk kemudian pergi keluar dari kamar. Banka menggendong Sally menuju kamar mandi. Pasangan itu pun mandi bersama.Bumi bergetar, terpaan angin bagaikan badai. Tampak terlihat pesawat pribadi Banka telah mendarat tepat di samping rumah. Terdapat landasan pesawat di sana. Banka dan Sally dengan segera memasuki kabin. Dari dalam jendela kabin, Sally dapat melihat para pelayan melambaikan tangan dengan memasang wajah penuh senyum. Tak lama, pesawat pun lepas landas, mengangkasa.Di dalam pesawat. Seorang pelayan menyajikan berbagai makanan di atas meja makan yang tak begitu luas, namun nuansa mewah masih sangat terasa. Sebelum pelayan makanan itu pergi, ia berkata. “Selamat menikmati. Tuan dan Nyonya ….”“Ayo buka mulutmu, Sayang,” pinta Banka. Menyodorkan sesendok makanan tepat ke depan mulut Sally.Sally menggelengkan kepalanya. Sally tidak berniat untuk makan saat itu. Tak lama, ia pun membuka suara. “Mulutku pegal,” ucapnya.“Pegal kenapa, Sayang?” tanya Banka. Meletakan makanannya dan mengalihkan fokus pada Sally yang terlihat kesakitan. “Kita ke dokter?” sambungnya. Khawatir.“Obatnya ada di kamu …,” cetus Sally. Menepuk dada Banka, di hadapannya. “Punyamu terlalu besar tuh. Mulutku sakit, kalau terlalu rutin. Apalagi ini pengalaman pertamaku. Kenapa sih kamu suka sekali bermain dengan mulut?!” Sally kesal.Menatap suaminya dengan tatapan yang tajam.Banka yang semula sangat khawatir, kini tertawa terbahak-bahak. Pria itu menertawakan kejujuran yang baru saja Sally katakan. Ia mengusap halus rambut Sally. “Baiklah. Sesampainya di tempat bulan madu. Kita libur dulu pakai mulut ya. Kasihan, Sayangku. Di sana kita jalan-jalan saja dulu. Gimana?” ujarnya.Sally mengangguk. Wanita yang sedang sakit di bagian rahang itu malas menggunakan suaranya. Karena hal itu juga akan memicu rasa nyeri di mulutnya.Tak lama, pesawat pribadi Banka sampai di sebuah pulau yang tidak begitu besar. Namun terlihat sangat sepi. Pulau itu bernama Pulau Satu.Pulau Satu merupakan salah satu dari banyak pulau yang menjadi kepemilikan pribadi Banka.Banka berkata bahwa di pulau itu suasananya masih sangat asri dan satu-satunya bangunan yang ada, tak lain adalah milik Banka sendiri. Jadi baginya, untuk bulan madu bersama istri tercinta, Pulau Satu sangatlah cocok.“Sepi sekali,” cetus Sally. Mengikuti langkah kaki suaminya.“Iya, memang. Cocokkan? Untuk berdua bersamamu. Kamu tahu alasanku pilih pulau ini?” ucap Banka. Menanyakan. Menggandeng lengan Sally yang sendari tadi berjalan di belakangnya.Sally menggelengkan kepalanya, mengartikan tidak tahu akan pertanyaan yang suaminya lontarkan.Banka tersenyum. Kemudian menjelaskan jawaban dari pertanyaannya itu. “Nama Pulau Satu berasal dari kepemilikan pulau ini yang hanya akan menjadi miliku dan di sini hanya ada bangunan yang berdiri atas namaku. Hanya aku satu-satunya. Maka dari itu hadirlah Pulau Satu.” Jelasnya. Menghentikan langkah.Sally yang melihat sang suami berhenti berjalan pun akhirnya bertanya. “Kenapa berhenti?” tanyanya.“Sini, naik.” Banka merunduk. Pria yang sangat tinggi itu, mempersilakan Sally untuk naik ke atas bahunya. Ia berniat menggendong Sally.“Ah, malu. Itu pelayanmu ada di belakang kita.” Tolaknya.“Ayo ….” Banka memaksa Sally untuk mendudukan tubuhnya di atas bahu Banka. Hingga pada akhirnya Sally pun berhasil diangkat oleh Banka. Wanita itu sangat terpesona dengan pemandangan yang dilihatnya.“Ya ampun … bagus sekali pemandangan dari atas sini. Oh begini, rasanya jadi orang tinggi,” cetus Sally. Sembari memukul-mukul halus kepala suaminya.“Nah, sudah lihatkan. Ayo sekarang turun lagi,” ucap Banka. Hendak menurunkan sang istri dari bahunya.“Ih, jangan! Kok diturunin sih. Kesal deh ….” Marah Sally. Menekuk wajah imutnya.Banka tertawa dan mempercepat jalannya, sehingga Sally dengan erat mencengkram kepala sang suami. “Aduh … jangan cepat-cepat dong, Suamiku. Nanti aku jatuh. Memangnya kamu tidak sayang sama aku?” tutur Sally.“Haha … siapa ya, yang tadi tidak mau naik?” Ledek Banka. Membuat Sally sedikit terpental-pental, karena jalannya yang agak dibuat sedikit melompat.“Itukan tadi, kalo sekarang mau. Pantas dari tadi aku hanya melihat rumput tinggi, ternyata memang akunya yang harus tinggi biar bisa lihat pemandangan indah seperti ini,” ujarnya tersenyum.Tak lama, Banka berhenti di depan sebuah rumah besar yang terlihat tua dengan bahan bangunannya yang terbuat dari kayu. “Ayo turun, Sayang. Kita sudah sampai,” katanya. Menurunkan Sally.Kriett ….Terlihat para pelayan membukakan pintu untuk tuannya. Banka dan Sally pun melangkah memasuki rumah itu.Sally takjub dengan apa yang ia lihat. Walaupun rumah kayu itu terkesan tua, tetapi barang-barang di dalamnya nampak masih bagus dan mewah. Ketika masuk ke dalam rumah, meja makan dengan dihiasi berbagai makanan langsung dapat terlihat oleh mata. Banyak varian ikan sebagai hidangan mereka saat itu. Mulai dari yang tidak pedas hingga yang pedas.Sally yang sudah menahan lapar sendari di pesawat, tanpa sengaja mengeluarkan suara perutnya di depan Banka.Kruekk ….Banka tertawa, kemudian menatap wajah Sally yang memerah.“Sayang lapar? Bunyi apa itu? Hahaha ….” Ledek Banka.“Ih … sudah, ah. Aku mau mandi,” cetus Sally. Meninggalkan suaminya.“Tunggu … ayo kita mandi bersama, Sayang,” ujar Banka. Mengejar langkah istrinya.Pasangan baru itu pun melakukan hal yang ingin mereka lalukan. Mulai dari mandi bersama hingga melahap banyaknya hidangan.Setelah merasa puas dengan santapannya. Banka mengajak Sally untuk berkeliling pulau, malam nanti. Sally pun bersemangat dengan tawaran itu. Namun, mengingat sang suami yang selalu saja menjahilinya, ia berkata. “Kalau memang nanti malam kita mau keliling pulau, jangan jahil ya! Awas saja kalau bikin aku lemas lagi! Pokoknya aku mau menikmati suasana dulu,” gerutu Sally. Menatap Banka di hadapannya.Banka mengangguk, mengiyakan. “Iya, Sayang. Aku akan mengajakmu berkeliling. Tapi ada beberapa tantangan sih, hehehe ….” Ledeknya.Mendengar itu Sally pun mencubit perut Banka. Pasangan itu menghabiskan waktu sore dengan bermain kejar-kejaran di dalam hingga di luar rumah.Permainan itu berakhir dengan Sally yang mengaku menyerah dan tidak kuat berlari lagi. Banka sang suami menggendong Sally untuk sampai di kamar bulan madu mereka.“Sudah siapkah, Sayang?” Banka melirik ke arah toilet. Sang istri ada di dalamnya, dengan waktu yang cukup lama.“Emm ... sebentar lagi,” jawab Sally. Dari dalam toilet.“Kamu tidak apa? Aku khawatir,” ucap Banka. Menunggu di depan pintu toilet.Kriet ....Sally yang telah berada di dalamnya kurang lebih 45 menit, akhirnya keluar dari toilet.Banka menyadari sesuatu. Mata sang istri terlihat memerah. Pria itu seketika menunjukan sikapnya yang sangat khawatir. “Hei ... kenapa? Bisa katakan padaku?” pinta Banka. Berlutut di hadapan istrinya. “Tolong ...,” sambungnya.“Aku gak apa kok. Ayo! Kamu akan mengajakku keliling pulau, bukan?” ujar Sally. Mengalihkan pembicaraan. Banka bangkit dari posisinya. Pria berusia 35 tahun itu memeluk Sally dengan erat, mengusap rambutnya dengan halus kemudian dengan lembut mengecup keningnya. “Ada apa? Aku merasa gagal menjadi suami untukmu. Tolong katakan,” pinta Banka. Menuntun Sally untuk duduk di atas ranjang. Berharap sang istri akan menceritakan a
Pagi hari di saat Banka dan istrinya berbincang bersama di atas ranjang."Sally, semenjak putraku datang kamu selalu murung. Ada apa?" tanya Banka. Menatap Sally yang duduk di sampingnya.Sally menggelengkan kepala secara perlahan. Ia belum dapat mengikhlaskan apa yang terjadi padanya. "Aku tidak apa. Hanya terkejut sedikit, ternyata anak angkatmu benar-benar seusia denganku," sambungnya. Menutupi kegelisahan.Banka membalas dengan senyuman, sembari mendekap Sally, sang istri.Tok ... tok ... tok ...."Ayah, ini aku," ucap Adez. Dari luar kamar Banka."Putraku, kemarilah," sahut Banka. Mengajak Adez untuk masuk ke dalam kamarnya. "Ada apa?" Banka bertanya kembali, setelah melihat Adez memasuki kamar.Melihat kedatangan Adez, Sally yang menyadari bahwa dirinya baru saja terbangun dari tidur, segera merapikan tampilannya. "Pagi, Adez." Sapa Sally tersenyum ramah.Adez tak menggubris sapaan ibu tirinya, bahkan lelaki itu memalingkan wajahnya dari Sally. Dengan segera, ia berkata. "Pacarku
"Selamat makan semuanya," ajak Banka. Meminta seluruh orang yang ada di meja makan menyantap hidangan.Sally, Adez dan Yuna mengangguk. Kemudian menyantap santapan malam. Mereka tengah menghabiskan waktu bersama. "Sayang ... sini aku suapin." Yuna mengarahkan sendok tepat di depan mulut pacarnya, Adez.Respon baik ditunjukan oleh Adez yang langsung membuka mulutnya. Laki-laki itu hanya diam dan berusaha menyingkirkan tatapannya, jika tak sengaja membuat kontak dengan Sally."Sepinya .... Kita ini keluarga, loh. Momen seperti ini belum tentu akan terjadi lagi. Jadi pergunakan ini dengan baik, utarakan apa yang ingin diungkapkan," kata Banka. Menyantap makanannya. "Kalau begitu, obrolan ini saya buka dengan pertanyaan. Menurut Yuna, Adez cocok punya adik berapa?" tanya Banka. Menyambung perkataan. Mendengar hal itu, spontan Adez terbatuk-batuk dan hampir menyemburkan makanan di dalam mulutnya. Dengan sigap Yuna-sang kekasih, membantu Adez. "Uhuk-uhuk." Adez terbatuk cukup lama."Eh-eh
"Sayang, hati-hati ya. Semangat kerjanya, aku nunggu kamu di sini, ok?" kata Sally. Menyemangati suaminya yang hendak pergi bekerja. Kecupan di dahi diberikan Banka pada Sally. "Terima kasih, Sayangku. Aku pasti semangat dong," ucap Banka. "Aku berangkat dulu, ya. Kalau kamu butuh sesuatu, kamu boleh telepon Robert. Hari ini aku ada pertemuan bisnis, jadi maaf kalau kamu telepon aku, mungkin akan sulit teleponmu terjawab." Jelas Banka mengambil tas koper yang diberikan oleh istrinya. "Mmm ... baiklah. Hari ini sepertinya aku akan di rumah saja. Jadi, suami fokus kerja saja, ya. Aku akan baik-baik saja," cetus Sally. Menyakinkan sang suami. Banka mengangguk, lelaki itu mengecup bibir istrinya kemudian pergi masuk ke dalam mobil. Melihat suaminya yang telah berangkat kerja, Sally kembali masuk ke dalam rumah. 'Hari ini kegiatan apa yang bisa aku lakukan, ya?' tanyanya dalam hati. 'Eh?' Langkah Sally terhenti ketika melihat Adez yang tengah berbicara pada Maya. Karena merasa penasaran
"Nak, besok kami akan pergi berlibur," ucap Banka. Menatap Adez-putranya dengan tajam. Adez tak bergeming, kemudian bertanya. "Ke mana?" Belum sempat Banka menjawab pertanyaan itu, Sally datang membawa sarapan untuk suami dan anak tirinya yang telah lama menunggu di meja makan. "Sarapan ... sarapan ...." Sally berjalan mendekat, dengan wajah sumringah. Membawa dua piring nasi goreng. "Wah ... hebat sekali istriku yang rajin memasak ini," puji Banka. Tersenyum sembari mempersilakan sang istri untuk duduk di samping kursinya. "Di sini duduknya, Sayang." "Memangnya ini enak?" ejek Adez. Memainkan timun yang menjadi hiasan nasi goreng buatan Sally. "Dicoba dulu .... jangan mengejek!" Sally kesal. Menekuk wajah cantiknya. "Haha ... iya, Dez. Dicoba dulu masakan mamamu ini," cetus Banka. "Ayo kita makan bersama, Sayangku," sambungnya. Membuka mulut untuk melahap sesuap nasi goreng. Banka dan Adez secara bersamaan melahap sesuap nasi goreng buatan Sally. Seketika mereka mengeluarkan re
'Untuk apa Adez ikut berlibur di sini, ya?' tanya Sally dalam hati. "Suamiku ... tolong bawakan handukku ke sini," pintanya. Banka yang tengah asyik menonton televisi sembari berbaring di atas ranjang pun berkata. "Tidak perlu pakai handuk, Sayang. Aku juga sudah biasa melihatnya. Adegan film ini sangat asyik, aku tidak mau melewatkannya." Banka menolak. Lelaki itu lebih mempedulikan tontonannya. "Ah, kamu gitu deh! Aku minta tolong malah dicuekin. Awas ya, kamu ...." Sally mengancam. Perempuan itu berjalan keluar kamar mandi untuk mengambil handuknya. "Haha ... iya ambil saja handuknya, Sayang .... Kalau begini aku jadi bisa melihatmu tanpa busana bukan,' cetus Banka. "Dasar cabul!" celetuk Sally. Meninggalkan Banka. Melihat istrinya yang hendak pergi, Banka bertanya. "Sayang, mau ke mana?" "Ke mana saja. Asal tidak dekat-dekat si cabul ini!" Ledek Sally pergi dari kamar hotelnya. Dress putih polos dikenakan oleh Sally. Saat ini, gadis itu tidak mementingkan style dan riasan wa
“Hati-hati, Sayang,” ucap Banka. Menuntun Sally. “Iya suamiku,” Balas Sally. “Maaf ya, malam itu aku ceroboh. Makanya kakiku terkilir,” sambungnya. “Tidak, Sayang. Harusnya aku yang meminta maaf padamu. Malam itu, saat filmnya selesai aku malah tertidur,” tutur Banka. Mendudukan Sally di sofa ruang tamu. Pasangan itu telah kembali ke rumah setelah 2 hari berlibur. “Sayang, aku haus. Tolong ambilkan aku minum,” pinta Sally. Banka mengangguk. “Robert!” panggilnya berteriak. “Tidak mau diambilkan oleh Robert. Kamu saja yang ambil minum,” ucap Sally. Robert datang menghampiri. “Ya, Tuan? Ada yang bisa saya bantu?” tanya Robert. “Tidak, Rob. Kamu pergi saja. Aku meminta suamiku untuk mengambil minum,” kata Sally. “Cepat ambilkan aku minum. Kamu ini malas sekali, aku ingin kamu yang ambilkan minum, Sayang ….” Rengek Sally. “Huft. Baiklah. Robert, kau bisa pergi,” cetus Banka. Bangkit dan hendak pergi ke dapur. “Tuan,” panggil Robert. “Tuan muda tidak ada di rumah, sejak Tuan dan Nyo
“Sayang, ayo temani aku rapat bisnis lagi. Rapat kali ini diselenggarakan di luar kota, jadi kita berdua bisa menghabiskan waktu bersama,” pinta Banka. Memeluk Sally yang terhempit oleh kedua kakinya di atas ranjang. Sally menggelengkan kepalanya. “Aku tidak mau,” jawabnya singkat. “Hei, kamu kenapa? Sejak pulang dari perusahaan untuk rapat bisnis, kamu terlihat seperti orang yang gelisah. Kenapa, Sayang? Katakan padaku,” kata Banka. Membelai rambut istrinya. “Aku tidak apa,” ucap Sally. “Aku hanya ingin di rumah,” sambungnya. “Kamu tidak mau menemaniku?” tanya Banka. “Bukan seperti itu, Sayang. A-aku … tidak terlalu menyukai lingkungan bisnis. Aku merasa kurang nyaman saat berada di antara orang-orang berjiwa bisnis,” tuturnya. “Aku akan pergi selama 2 hari. Apa kamu tidak merindukan aku?” tanya Banka. “Ayolah, ikut bersamaku. Aku lebih bersemangat ketika kamu berada di sampingku, Sayang.” Banka terus berusaha agar istrinya luluh. “Aku tidak mau, Sayang. Bisakah kamu mengerti p
Malam itu di bawah sinar rembulan. Adez, Sally, dan Luzzi tengah berkumpul di rooftop. Meow ... meow ....“Luzzi, sudah! Itu makanan ibuku,” ujar Adez menghentikan kucingnya yang terus meminta jatah otak-otak.Sally menekuk wajahnya. Hatinya masih terkejut dengan tingkah laku kucing Adez yang nakal. Selain itu, otak-otak hasil gorengannya pun terus diambili Luzzi sehingga makanannya kian sedikit.“Maaf, besok akan kuganti.” Adez berjalan menjauhi luzzi. “Eh, tidak apa. Otak-otak itukan memang punya dia. Aku yang seharusnya tidak makan,” cetus Sally. Adez tersenyum. “Boleh juga. Sekarang sudah bisa bersikap dewasa yak.” Ledek Adez.“Tuh,kan. Kalo aku serius kamu seperti itu.” Sally bangkit memukul-mukul Adez. Mereka berdua tertawa bersama, sebelum Adez membuat suasana hening dengan pernyataannya. “Aku akan pergi, besok.”“Apa?!” Sally terkejut tak percaya. Sebelumnya Adez tidak membicarakan apapun dengannya. “Kenapa? Kok tiba-tiba mau pergi?” sambungnya bertanya.Adez tersenyum, ta
"Kamu sejak kapan ada di depan kamarku, Dez?" tanya Sally. Berjalan mengikuti langkah Adez."Aku baru saja tiba saat kamu keluar kamar. Kenapa memangnya?" Tanya Adez membalikkan pertanyaan."T-tidak apa," jawab Sally. "Ngomong-ngomong, kamu tidak ikut bisnis ayahmu?" tanyanya.Adez menggelengkan kepala. "Tidak. Bahkan aku tidak tahu sama sekali projek ayah kali ini," kata Adez."Ouh, iyakah. Kenapa bisa begitu? Aku kira kamu selalu tahu dan menjalankan bisnis yang sama," ujar Sally."Tidak, kami berbeda bidang. Bidang bisnisku di bidang properti sedangkan ayah di bidang pengelolaan uang," tuturnya. Pintu lift terbuka. Seperti biasa Sally dapat melihat pemandangan dari atap rumahnya yang begitu indah. "Pemandangan di sini tidak pernah mengecewakan," kata Sally.Adez tersenyum. "Jelas. Karena Mama Maya yang memilih rumah ini. Dia sangat memperhatikan estetika setiap sudut yang dapat dipandang di dalam ataupun di luar rumah," kata Adez."Mama Maya? Dia yang memilih rumah ini?" Adez meng
Hari demi hari, kondisi kesehatan mental Sally semakin membaik. Wajah cantik wanita itu mampu memperlihatnya ukiran bibirnya lagi. Berkat kerjasama yang dilakukan oleh Banka dan Adez, Sally dapat sedikit melupakan kejadian naas yang menimpanya. Tetapi rasa tenang hatinya tak bertahan lama, hari ini kecemasannya kembali lagi."Sayang ... kamu akan baik-baik saja," ujar Banka. Mengelus-elus istrinya yang tengah memeluknya dengan erat. "Jangan pergi ...." Sally terus meminta agar suaminya tidak jadi berangkat ke luar kota."Aku tidak bisa, Sayangku .... Aku harus menjalankan bisnis ini," kata Banka. Mengusap air mata Sally yang mulai tumpah."Kamu tidak sayang ya sama aku? Aku takut kalau sendirian, sejak kejadian itu kamu selalu menemani aku." "Hei ... aku sangat mencintaimu, aku sayang padamu. Kamu mau ikut aku pergi ke luar kota?" tanya Banka. Meyakinkan istrinya.Sally menggelengkan kepala. "Tidak mau. Aku mau kamu di sini menemaniku! Kalau tidak aku marah," gumam Sally. Mengancam s
Dua hari setelah pemeriksaan kejiwaan .... Banka, Sally, Adez dan para pelayan berkumpul mengadakan bakar-bakar di taman samping rumah. "Sayang, bagaimana kalau kita pergi mencari tempat yang penuh dengan ketenangan?" tanya Banka. Sembari melahap makanan di meja makan."Ke mana?" Sally mengembalikan pertanyaan suaminya. "Adez, Sabrina wanita yang baik. Aku merasa memiliki teman yang sangat menenangkan pikiranku," sambung Sally. Menatap Adez yang tengah makan bersama Sally dan Banka."Iya, dia teman sekolahku. Kalau kamu mau, nanti akan aku berikan nomor teleponnya. Siapa tahu bisa membantumu untuk mempermudah konsultasi," jawab Adez."Iya, baiklah. Terima kasih," ucap Sally. Menyantap nasi goreng."Bagaimana kalau kita pergi berlibur ke daerah pegunungan. Suasananya pasti sangat asri dan sejuk. Rasa lelah dan stres kita pasti akan terbantu, tutur Banka."Boleh. Kapan kita akan pergi?" tanya Sally. "Apakah Adez akan ikut?" "Malam ini pun boleh," kata Banka."Aku tidak ikut, Sally. K
"Sally, maafkan aku," ucap Banka. Terus memohon kepada istrinya.Sally tak membalas perkataan suaminya, wanita itu hanya diam seribu bahasa. Banka yang melihat istrinya marah mencoba untuk mendekatkan diri. "Sayang, ayolah ... maafkan aku. Aku berjanji tidak egois lagi," ucap Banka. "Loh, kamu kenapa berkeringat dingin seperti ini? Padahal AC sudah dinyalakan. Kamu sakit, Sayang?" tanyanya. Memeriksa suhu tubuh Sally dengan punggung tangannya."Takut ....""Takut kenapa, Sayang?" tanya Banka. Memeluk istrinya. "A-aku tidak mau di kamar ini. Aku mau pindah," ujarnya berusaha bangkit dari ranjang. Namun sayangnya tubuh Sally tak seimbang kemudian jatuh tersungkur. Brug!"Ya ampun, Sayang!" teriak Banka. Segera menggendong istrinya. Tlit ... tlit ..../Ada apa, Ayah?/(Aku ingin menanyakan tentang istriku.)/Istrimu kenapa?/(Dia baru saja jatuh pingsan. Tubuhnya penuh dengan keringat tetapi suhu tubuhnya dingin. Apa kamu tahu penyebabnya? Mungkin kau salah memberi dia suatu makanan.)
"Di mana istriku?" tanya Banka. Menabrak tubuh Adez yang ada di depan pintu, kemudian segera mencari keberadaan istrinya. "Pelankan suaramu, Ayah. Istrimu sedang tidur," jawab Adez."Sayang ... kasihan sekali istri cantikku ini," cetus Banka. Mengusap lembut rambut Sally."Pelaku sudah ditangkap?" tanya Adez. Mendekati sang ayah."Itu urusanku," sahut Banka."Jawab saja pertanyaanku! Ini juga bagian dari urusanku," celetuk Adez. Menginginkan jawaban pasti dari ayahnya."Akan kuurus semua. Tenang saja," kata Banka."Seberapa sulit menjawab pertanyaanku, Ayah? Jangan bilang kalau kau membebaskan pelayan pengkhianat serta anak dari rekan bisnismu itu!" "Aku sudah memikirkan jalan terbaik. Yang terpenting istriku tidak apa," katanya."Tidak apa? Mungkin bisa terlihat jika fisik Sally masih baik-baik saja. Tetapi psikisnya? Jiwanya mungkin tidak, Ayah. Sudah aku pastikan jika mentalnya sangat rapuh saat ini. Cobaan bertubi-tubi bahkan menghancurkan semangatnya," tutur Adez."Aku tahu apa
"Adez, kenapa kamu tidak bilang saja kalau darahku menempel di mana-mana? Kalau beginikan aku yang malu," cetus Sally. Tengah mencuci pakaian dan barang-barang yang terkena darah haidnya."Maaf, aku tidak tega membangunkanmu," jawab Adez. "Sally, aku tidak ada pembalut," sambungnya."Oh, ya. Bagaimana ini, tolong carikan pembalut untukku secepat mungkin!" pintanya. Mendekam di kamar mandi."Apa aku harus meminta pembalut ke tempat aku meminjam celana?" tanya Adez."Huh, apa di apartemen ini tidak ada minimarket?" tanya Sally. "Kalau tidak ada pembalut aku tidak bisa keluar dari kamar mandi ini," sambungnya."Baiklah, tunggu. Aku akan pergi membeli pembalut. Adakah yang mau kamu beli selain itu?""Kamu mau ke minimarket?""Ya," sahut Adez."Baiklah kalau begitu aku titip ramen, sosis dan makanan-makanan ringan," jawab Sally."Banyak juga," kata Adez."Loh, tadi kamu tanya. Aku jawab semua keinginanku," ujar Sally."Iya, tunggu, " ucap Adez. Pergi keluar kamar.'Huh! Ada-ada saja. Kalau
"Berhenti! Kembalikan pisau itu ke kantung celanamu!" pinta Sally. Sedikit membentak pria misterius itu."Aku akan menghabisi nyawa lelaki yang sok menjadi pahlawan kesiangan ini," cetusnya. Memainkan pisau dengan jari jemarinya."Tidak, hentikan! Kau akan mendapat penyiksaan seumur hidupmu jika kamu melakukan itu, aku bersumpah!" Sally penuh amarah. "Haha ... lucunya kamu," kata lelaki misterius. Brak! "Shit! " Pria misterius itu terjatuh dengan kencang ke belakang hingga kepalanya membentur lantai. Rupanya Adez membalas hal yang sama yang dilakukan lelaki misterius itu padanya. Kini Adez merebut pisau yang terjatuh milik sang lelaki misterius. Tanpa basa basi Adez memukulinya hingga terluka parah. Tak lupa ia membuka topeng kucing lelaki itu. "Akan kubongkar identitasmu!" cetus Adez. Membelah topeng kucing menggunakan pisau yang digenggamnya. Topeng kucing itu retak dan terbelah. Sally dan Adez dapat melihat dengan jelas siapa dalang di balik kejadian kala itu. "Sa-satria," ce
"Siapa kamu?!" Sally terkejut, segera bangkit dari posisi terlentang. "Sutt ... diam saja!" sahut lelaki misterius itu. Melanjutkan aksinya. Pria bertopeng kucing itu tengah memakaikan pakaian pelayan ke tubuh Sally. "LEPASKAN!" teriak Sally. Meronta-ronta. Sally berhasil bangkit dari ranjang tidurnya. Namun ternyata ....Brug!Sally terjatuh dengan kondisi kakinya yang terjerat rantai. "Aww ....""Mau ke mana, Sayang?" tanya pria itu. Mengembalikan posisi Sally ke tempat semula."Siapa kau? Beraninya kamu menyentuhku! Aku akan mengadukan kejahatanmu ini kepada suamiku!" cetus Sally. "SUAMIKU ... TOLONG AKU ...." teriaknya. Terus memanggil-manggil Banka."Haha ...." Pria misterius itu tertawa sembari mendekat ke arah Sally. "Kamu panggil siapa? Memangnya ada yang dengar?" sambungnya memainkan rambut Sally."Jangan sentuh aku lagi, lepaskan!" Brontak Sally. Menepis tangan pria itu. "Aku memang sengaja membuatmu sadar kembali, karena aku ingin melihat ekspresimu ketika berhubungan bad