"Nak, ada aku di sini," ucap Banka. Mengusap lembut rambut Sally.
"Tuan pulang saja. Sally mau di sini bersama mama papa," kata Sally. Wanita itu terus menangis di hadapan makam kedua orang tuanya.Melihat gadis di depannya yang terus bersedih dengan wajah yang begitu pucat. Banka kemudian membopong Sally. Gadis yang nampak terkejut itu menggerak-gerakan kakinya, berusaha untuk lepas."Turunkan aku! Aku mau di sana saja!" teriak Sally, memberontak.Pria itu tidak mendengarkan teriakan Sally. Pukulan yang terus terjadi di dadanya, tak berarti besar baginya. Banka tetap berjalan menuju mobil. Pria keturunan bule itu berusaha untuk menghibur Sally dengan caranya sendiri.Keesokan harinya ...."Nak," panggil Banka. Menghampiri Sally yang tengah duduk termenung di sofa ruang tamu.Perempuan itu tidak menunjukan respon apapun, ia tetap diam.Melihat panggilannya tidak terjawab, Banka duduk di samping Sally sembari mengusap bahunya dengan lembut. "Aku tahu kamu sedang berduka. Aku pun merasa sangat sedih ketika melihat wajahmu murung. Bahkan air matamu sudah lelah untuk jatuh dari pipi lembutmu itu. Sudahlah, Sayang," harap Banka.Sally menatap tajam lelaki di sampingnya. "Semua orang yang aku cintai sudah meninggalkanku. Papa, mama, pacar. Semua pergi! Lalu? Apa alasanku untuk bahagia?!"Lelaki itu tersenyum. Kemudian meraih kedua tangan Sally dan menggenggamnya dengan erat. "Menikahlah denganku! Ini permintaan. Maukah kau memenuhinya? Aku tidak akan membiarkanmu kesepian lagi Sally," pinta Banka.Mendengar hal itu Sally sangat terkejut. Ia menarik tangannya, kemudian mengambil jarak menjauhi pria itu.Bagaimana bisa permintaan itu keluar dari mulut seorang pria yang lebih tua 10 tahun dari Sally, bahkan pria itu telah memiliki seorang istri. Sementara Sally? Baru saja lulus dari universitas. Bahkan, usianya belum menginjak 22 tahun."K-kau. Bagaimana bisa? B-bagaimana bisa kata-kata itu kau ucapkan, Tuan? Apakah kau lupa pada statusmu?" tuntut Sally.Banka tersenyum. Kemudian, mendekatkan diri pada Sally. Tanpa disadari, Banka mengecup kening Sally dengan lembut. Lelaki itu berkata, "Saat pertama kali melihatmu, aku benar-benar hanya berniat untuk membantu perekonomian keluargamu. Tetapi entah mengapa, saat ini aku begitu mencintaimu. Bahkan aku ingin kamu menjadi miliku sepenuhnya. Nak, menikahlah denganku. Aku berjanji, apa yang kau inginkan akan kupenuhi. Aku tidak akan menyakitimu seperti mantan pacarmu."PLAK!Tamparan keras mendarat di pipi Banka. Sally yang berada di puncak amarah, seketika bangkit. Kemudian, berlari menuju kamarnya.Bantal dan guling terus melayang, membentur tembok. Kekacauan itu, masih belum dapat mengurangi rasa kesal yang ada di batin Sally. Ia tahu, hidupnya di masa depan akan seperti apa. Tidak pernah terpikir bahwa nasibnya akan jadi seperti ini.Wanita itu mulai tenang, meskipun kamarnya sudah tak karuan. Sally mulai membaringkan tubuhnya. Ia menutup kedua mata, mencoba mengingat pesan terakhir sang ayah.Air matanya mengalir. Ia tak kuat lagi menahan segala beban yang ditanggungnya. Ia rindu keluarganya dulu. Keluarga yang selalu harmonis, dan harta keluarganya yang melimpah. Tidak ada kekurangan sedikit pun dalam hidupnya, kala itu. Hingga sang ayah bangkrut dan datang seorang pria yang menawarkan bantuan.Itulah alasan di balik pesan terakhir sang ayah. Ayah Sally berpesan, agar anak tunggalnya membalas budi yang belum sempat ia lakukan.Balas budi yang dimaksud sang ayah ialah menjadi abdi dari Banka-lelaki kaya raya yang banyak membantu kehidupannya.Pesan sang ayah yang akan selamanya membekas dalam benak Sally, ialah ....'Nak. Ayah tahu, sebentar lagi mata ini tidak dapat melihatmu lagi. Tangan ini sudah tidak dapat merasakan lembutnya kulitmu. Wajah ini sudah tidak dapat menyaksikan kebahagiaan dalam dirimu.' Ayah Sally, mengambil nafas panjang. 'Ayah memintamu untuk membalas kebaikan yang telah diberikan oleh teman ayah-Banka. Ayah mempercayakanmu padanya. Patuhi dia, penuhi segala keinginannya. Hanya dia yang membantu kita di saat t-terpuruk. Ayah sangat m-menyaya-' ungkap sang ayah. Sebelum akhirnya menghembuskan nafas terakhir.Setelah memantapkan diri. Sally pun berniat untuk menghampiri Tuan Banka.Tok tok tok ...."Tuan."Banka menoleh, menuju sumber suara. Wajahnya tersenyum kemudian memperlihatkan kesedihan. "Nak, kemarilah." Banka meminta Sally untuk duduk di sampingnya. "Maaf ... aku egois dan tidak memikirkan perasaanmu. Seharusnya aku tidak mengatakan hal seperti itu kepadamu. Bagaimana mungkin kau memenuhi permintaan yang tidak masuk akal itu," cetus Banka."Aku bersedia, Tuan. Aku bersedia menjadi istri mudamu," jawabnya. Menundukan wajah.Banka tersentak. Dirinya benar-benar terkejut dengan apa yang baru saja ia dengar. "A-apa! Bagaimana maksudmu, Nak. Kau bersedia menjadi istriku?"Sally mengangguk, mengangkat wajahnya dan mencoba untuk mengukir garis bibir."Hanya untukmu, Tuan. Lagi pula saat ini, hanya dirimu yang ada untukku. Bagaimana bisa aku menolakmu? Selama ini, rumah yang aku dan keluargaku tempati adalah milikmu, hartamu. Bahkan dengan aku menjadi istrimu, semua itu belum terbalaskan. Tetapi aku akan mencoba membuatmu bahagia. Aku berharap dengan keputusanku ini, hidupku akan bahagia dan berguna untukmu," kata Sally. Memeluk Tuan Banka.Selama ini Sally menganggap Tuan Banka sebagai ayah kedua. Namun takdir berkata lain. Kini, Tuan Banka berstatus sebagai calon suaminya.Tuan Banka tersenyum dan membalas pelukan Sally. Pria setinggi 186 cm itu mengangkat tubuh Sally yang mungil setinggi-tingginya.Sally harap, ini adalah awal kisah keluarga bahagianya.Seorang gadis nampak anggun dengan berbalut dress putih berhiaskan kupu-kupu. Gadis itu menari bersama guling yang tengah dipeluk olehnya sembari mengikuti irama tarian. 'Hmm ... Adez, andai kau yang akan menikahiku,' ucapnya. Sally terus menari hingga terdengar suara ketukan pintu yang membuatnya mengakhiri khayalan bersama mantan pacarnya.Terlihat Banka yang telah rapih dengan jas hitamnya. Pria itu mengulurkan tangan kepada Sally. Mereka berdua akan pergi ke rumah Banka. Untuk pertama kalinya Sally akan bertemu dengan istri pertama calon suaminya. "Bagaimana Tuan Putri, sudah siap?" Ledek Banka menatap calon istrinya yang begitu cantik dengan penuh senyum.Sally mengangguk kemudian merespon uluran tangan yang diberikan oleh calon suaminya. Saat ini, Sally hanya berusaha untuk ikhlas. Siapa tahu, kehidupannya akan jauh lebih baik dengan adanya pernikahan ini.Terutama, ketika Sally mengetahui istri pertama calon suaminya terkena stroke dan hanya bisa berdiam di kursi roda. Karena
Malam ini, harta paling berharga yang dimiliki Sally akan lenyap. Kesucian yang selama 20 tahun dijaga dengan baik, dalam hitungan jam akan diambil alih oleh pria keturunan Amerika yang sangat kaya. Banka, panggilannya. Terlihat para pelayan sangat sibuk dengan ratunya malam ini. Sally tengah terduduk di antara para pelayan yang asyik mendandaninya. Kakinya dipoles dengan cat kuku, rambutnya dirapikan, wajahnya dirias oleh ahlinya, tubuhnya begitu harum dengan berbagai varian parfum yang dipakai, serta gaun mewah yang dikenakan olehnya. Malam ini, sebutan ratu bahkan layak untuk Sally.“Pelayan,” panggil Sally. Menatap kaca besar di hadapannya.Pelayan yang tengah merias wajah majikannya itu, seketika berhenti dan meluangkan waktu untuk menjawab panggilan Sally. “Ya, Nona. Ada yang bisa saya bantu?” sahut Mona, sang pelayan perias wajah.“Calon suamiku bilang, acara pernikahan kami tidak terlalu meriah dan akan digelar sederhana saja. Tetapi, sepertinya tidak. Lihat saja, lebih dari s
Sinar matahari pagi yang menembus jendela kamar, tidak membuat Sally dan suaminya terbangun. Pengantin baru itu terlelap begitu lama. Sampai ketika hari ingin menyambut datangnya waktu siang. Tok … tok ….Tak ada balasan dari dalam kamar. Suara ketukan pintu masih terdengar, hingga Sally bangun dari tidurnya.“Ya?” sahut Sally. Mengusap-usap matanya dengan perlahan.“Selamat siang, Nyonya. Aku datang membawa makanan,” ucap seorang pelayan dari luar kamar.“Ya. Tunggu sebentar!” pintanya. Bangkit dari ranjang dan segera mengenakan pakaian. “Makanan apa yang dibawa?” tanya Sally. Membukakan pintu.Kriet ….Terlihat Satga membawa troli yang dipenuhi oleh makanan. “Ini makanan untuk Tuan dan Nyonya. Selamat menikmati ….” Satga pamit. Meninggalkan troli makanan di kamar Sally. “Oiya. Nyonya?” panggil Satga. Membalikkan tubuhnya dan membuka obrolan baru dengan Sally.“Ya?” Satga melirik ke arah ranjang. Wanita berambut hitam lurus itu kemudian berkata. “Tolong segera bangunkan tuan. Pukul
“Sudah siapkah, Sayang?” Banka melirik ke arah toilet. Sang istri ada di dalamnya, dengan waktu yang cukup lama.“Emm ... sebentar lagi,” jawab Sally. Dari dalam toilet.“Kamu tidak apa? Aku khawatir,” ucap Banka. Menunggu di depan pintu toilet.Kriet ....Sally yang telah berada di dalamnya kurang lebih 45 menit, akhirnya keluar dari toilet.Banka menyadari sesuatu. Mata sang istri terlihat memerah. Pria itu seketika menunjukan sikapnya yang sangat khawatir. “Hei ... kenapa? Bisa katakan padaku?” pinta Banka. Berlutut di hadapan istrinya. “Tolong ...,” sambungnya.“Aku gak apa kok. Ayo! Kamu akan mengajakku keliling pulau, bukan?” ujar Sally. Mengalihkan pembicaraan. Banka bangkit dari posisinya. Pria berusia 35 tahun itu memeluk Sally dengan erat, mengusap rambutnya dengan halus kemudian dengan lembut mengecup keningnya. “Ada apa? Aku merasa gagal menjadi suami untukmu. Tolong katakan,” pinta Banka. Menuntun Sally untuk duduk di atas ranjang. Berharap sang istri akan menceritakan a
Pagi hari di saat Banka dan istrinya berbincang bersama di atas ranjang."Sally, semenjak putraku datang kamu selalu murung. Ada apa?" tanya Banka. Menatap Sally yang duduk di sampingnya.Sally menggelengkan kepala secara perlahan. Ia belum dapat mengikhlaskan apa yang terjadi padanya. "Aku tidak apa. Hanya terkejut sedikit, ternyata anak angkatmu benar-benar seusia denganku," sambungnya. Menutupi kegelisahan.Banka membalas dengan senyuman, sembari mendekap Sally, sang istri.Tok ... tok ... tok ...."Ayah, ini aku," ucap Adez. Dari luar kamar Banka."Putraku, kemarilah," sahut Banka. Mengajak Adez untuk masuk ke dalam kamarnya. "Ada apa?" Banka bertanya kembali, setelah melihat Adez memasuki kamar.Melihat kedatangan Adez, Sally yang menyadari bahwa dirinya baru saja terbangun dari tidur, segera merapikan tampilannya. "Pagi, Adez." Sapa Sally tersenyum ramah.Adez tak menggubris sapaan ibu tirinya, bahkan lelaki itu memalingkan wajahnya dari Sally. Dengan segera, ia berkata. "Pacarku
"Selamat makan semuanya," ajak Banka. Meminta seluruh orang yang ada di meja makan menyantap hidangan.Sally, Adez dan Yuna mengangguk. Kemudian menyantap santapan malam. Mereka tengah menghabiskan waktu bersama. "Sayang ... sini aku suapin." Yuna mengarahkan sendok tepat di depan mulut pacarnya, Adez.Respon baik ditunjukan oleh Adez yang langsung membuka mulutnya. Laki-laki itu hanya diam dan berusaha menyingkirkan tatapannya, jika tak sengaja membuat kontak dengan Sally."Sepinya .... Kita ini keluarga, loh. Momen seperti ini belum tentu akan terjadi lagi. Jadi pergunakan ini dengan baik, utarakan apa yang ingin diungkapkan," kata Banka. Menyantap makanannya. "Kalau begitu, obrolan ini saya buka dengan pertanyaan. Menurut Yuna, Adez cocok punya adik berapa?" tanya Banka. Menyambung perkataan. Mendengar hal itu, spontan Adez terbatuk-batuk dan hampir menyemburkan makanan di dalam mulutnya. Dengan sigap Yuna-sang kekasih, membantu Adez. "Uhuk-uhuk." Adez terbatuk cukup lama."Eh-eh
"Sayang, hati-hati ya. Semangat kerjanya, aku nunggu kamu di sini, ok?" kata Sally. Menyemangati suaminya yang hendak pergi bekerja. Kecupan di dahi diberikan Banka pada Sally. "Terima kasih, Sayangku. Aku pasti semangat dong," ucap Banka. "Aku berangkat dulu, ya. Kalau kamu butuh sesuatu, kamu boleh telepon Robert. Hari ini aku ada pertemuan bisnis, jadi maaf kalau kamu telepon aku, mungkin akan sulit teleponmu terjawab." Jelas Banka mengambil tas koper yang diberikan oleh istrinya. "Mmm ... baiklah. Hari ini sepertinya aku akan di rumah saja. Jadi, suami fokus kerja saja, ya. Aku akan baik-baik saja," cetus Sally. Menyakinkan sang suami. Banka mengangguk, lelaki itu mengecup bibir istrinya kemudian pergi masuk ke dalam mobil. Melihat suaminya yang telah berangkat kerja, Sally kembali masuk ke dalam rumah. 'Hari ini kegiatan apa yang bisa aku lakukan, ya?' tanyanya dalam hati. 'Eh?' Langkah Sally terhenti ketika melihat Adez yang tengah berbicara pada Maya. Karena merasa penasaran
"Nak, besok kami akan pergi berlibur," ucap Banka. Menatap Adez-putranya dengan tajam. Adez tak bergeming, kemudian bertanya. "Ke mana?" Belum sempat Banka menjawab pertanyaan itu, Sally datang membawa sarapan untuk suami dan anak tirinya yang telah lama menunggu di meja makan. "Sarapan ... sarapan ...." Sally berjalan mendekat, dengan wajah sumringah. Membawa dua piring nasi goreng. "Wah ... hebat sekali istriku yang rajin memasak ini," puji Banka. Tersenyum sembari mempersilakan sang istri untuk duduk di samping kursinya. "Di sini duduknya, Sayang." "Memangnya ini enak?" ejek Adez. Memainkan timun yang menjadi hiasan nasi goreng buatan Sally. "Dicoba dulu .... jangan mengejek!" Sally kesal. Menekuk wajah cantiknya. "Haha ... iya, Dez. Dicoba dulu masakan mamamu ini," cetus Banka. "Ayo kita makan bersama, Sayangku," sambungnya. Membuka mulut untuk melahap sesuap nasi goreng. Banka dan Adez secara bersamaan melahap sesuap nasi goreng buatan Sally. Seketika mereka mengeluarkan re
Malam itu di bawah sinar rembulan. Adez, Sally, dan Luzzi tengah berkumpul di rooftop. Meow ... meow ....“Luzzi, sudah! Itu makanan ibuku,” ujar Adez menghentikan kucingnya yang terus meminta jatah otak-otak.Sally menekuk wajahnya. Hatinya masih terkejut dengan tingkah laku kucing Adez yang nakal. Selain itu, otak-otak hasil gorengannya pun terus diambili Luzzi sehingga makanannya kian sedikit.“Maaf, besok akan kuganti.” Adez berjalan menjauhi luzzi. “Eh, tidak apa. Otak-otak itukan memang punya dia. Aku yang seharusnya tidak makan,” cetus Sally. Adez tersenyum. “Boleh juga. Sekarang sudah bisa bersikap dewasa yak.” Ledek Adez.“Tuh,kan. Kalo aku serius kamu seperti itu.” Sally bangkit memukul-mukul Adez. Mereka berdua tertawa bersama, sebelum Adez membuat suasana hening dengan pernyataannya. “Aku akan pergi, besok.”“Apa?!” Sally terkejut tak percaya. Sebelumnya Adez tidak membicarakan apapun dengannya. “Kenapa? Kok tiba-tiba mau pergi?” sambungnya bertanya.Adez tersenyum, ta
"Kamu sejak kapan ada di depan kamarku, Dez?" tanya Sally. Berjalan mengikuti langkah Adez."Aku baru saja tiba saat kamu keluar kamar. Kenapa memangnya?" Tanya Adez membalikkan pertanyaan."T-tidak apa," jawab Sally. "Ngomong-ngomong, kamu tidak ikut bisnis ayahmu?" tanyanya.Adez menggelengkan kepala. "Tidak. Bahkan aku tidak tahu sama sekali projek ayah kali ini," kata Adez."Ouh, iyakah. Kenapa bisa begitu? Aku kira kamu selalu tahu dan menjalankan bisnis yang sama," ujar Sally."Tidak, kami berbeda bidang. Bidang bisnisku di bidang properti sedangkan ayah di bidang pengelolaan uang," tuturnya. Pintu lift terbuka. Seperti biasa Sally dapat melihat pemandangan dari atap rumahnya yang begitu indah. "Pemandangan di sini tidak pernah mengecewakan," kata Sally.Adez tersenyum. "Jelas. Karena Mama Maya yang memilih rumah ini. Dia sangat memperhatikan estetika setiap sudut yang dapat dipandang di dalam ataupun di luar rumah," kata Adez."Mama Maya? Dia yang memilih rumah ini?" Adez meng
Hari demi hari, kondisi kesehatan mental Sally semakin membaik. Wajah cantik wanita itu mampu memperlihatnya ukiran bibirnya lagi. Berkat kerjasama yang dilakukan oleh Banka dan Adez, Sally dapat sedikit melupakan kejadian naas yang menimpanya. Tetapi rasa tenang hatinya tak bertahan lama, hari ini kecemasannya kembali lagi."Sayang ... kamu akan baik-baik saja," ujar Banka. Mengelus-elus istrinya yang tengah memeluknya dengan erat. "Jangan pergi ...." Sally terus meminta agar suaminya tidak jadi berangkat ke luar kota."Aku tidak bisa, Sayangku .... Aku harus menjalankan bisnis ini," kata Banka. Mengusap air mata Sally yang mulai tumpah."Kamu tidak sayang ya sama aku? Aku takut kalau sendirian, sejak kejadian itu kamu selalu menemani aku." "Hei ... aku sangat mencintaimu, aku sayang padamu. Kamu mau ikut aku pergi ke luar kota?" tanya Banka. Meyakinkan istrinya.Sally menggelengkan kepala. "Tidak mau. Aku mau kamu di sini menemaniku! Kalau tidak aku marah," gumam Sally. Mengancam s
Dua hari setelah pemeriksaan kejiwaan .... Banka, Sally, Adez dan para pelayan berkumpul mengadakan bakar-bakar di taman samping rumah. "Sayang, bagaimana kalau kita pergi mencari tempat yang penuh dengan ketenangan?" tanya Banka. Sembari melahap makanan di meja makan."Ke mana?" Sally mengembalikan pertanyaan suaminya. "Adez, Sabrina wanita yang baik. Aku merasa memiliki teman yang sangat menenangkan pikiranku," sambung Sally. Menatap Adez yang tengah makan bersama Sally dan Banka."Iya, dia teman sekolahku. Kalau kamu mau, nanti akan aku berikan nomor teleponnya. Siapa tahu bisa membantumu untuk mempermudah konsultasi," jawab Adez."Iya, baiklah. Terima kasih," ucap Sally. Menyantap nasi goreng."Bagaimana kalau kita pergi berlibur ke daerah pegunungan. Suasananya pasti sangat asri dan sejuk. Rasa lelah dan stres kita pasti akan terbantu, tutur Banka."Boleh. Kapan kita akan pergi?" tanya Sally. "Apakah Adez akan ikut?" "Malam ini pun boleh," kata Banka."Aku tidak ikut, Sally. K
"Sally, maafkan aku," ucap Banka. Terus memohon kepada istrinya.Sally tak membalas perkataan suaminya, wanita itu hanya diam seribu bahasa. Banka yang melihat istrinya marah mencoba untuk mendekatkan diri. "Sayang, ayolah ... maafkan aku. Aku berjanji tidak egois lagi," ucap Banka. "Loh, kamu kenapa berkeringat dingin seperti ini? Padahal AC sudah dinyalakan. Kamu sakit, Sayang?" tanyanya. Memeriksa suhu tubuh Sally dengan punggung tangannya."Takut ....""Takut kenapa, Sayang?" tanya Banka. Memeluk istrinya. "A-aku tidak mau di kamar ini. Aku mau pindah," ujarnya berusaha bangkit dari ranjang. Namun sayangnya tubuh Sally tak seimbang kemudian jatuh tersungkur. Brug!"Ya ampun, Sayang!" teriak Banka. Segera menggendong istrinya. Tlit ... tlit ..../Ada apa, Ayah?/(Aku ingin menanyakan tentang istriku.)/Istrimu kenapa?/(Dia baru saja jatuh pingsan. Tubuhnya penuh dengan keringat tetapi suhu tubuhnya dingin. Apa kamu tahu penyebabnya? Mungkin kau salah memberi dia suatu makanan.)
"Di mana istriku?" tanya Banka. Menabrak tubuh Adez yang ada di depan pintu, kemudian segera mencari keberadaan istrinya. "Pelankan suaramu, Ayah. Istrimu sedang tidur," jawab Adez."Sayang ... kasihan sekali istri cantikku ini," cetus Banka. Mengusap lembut rambut Sally."Pelaku sudah ditangkap?" tanya Adez. Mendekati sang ayah."Itu urusanku," sahut Banka."Jawab saja pertanyaanku! Ini juga bagian dari urusanku," celetuk Adez. Menginginkan jawaban pasti dari ayahnya."Akan kuurus semua. Tenang saja," kata Banka."Seberapa sulit menjawab pertanyaanku, Ayah? Jangan bilang kalau kau membebaskan pelayan pengkhianat serta anak dari rekan bisnismu itu!" "Aku sudah memikirkan jalan terbaik. Yang terpenting istriku tidak apa," katanya."Tidak apa? Mungkin bisa terlihat jika fisik Sally masih baik-baik saja. Tetapi psikisnya? Jiwanya mungkin tidak, Ayah. Sudah aku pastikan jika mentalnya sangat rapuh saat ini. Cobaan bertubi-tubi bahkan menghancurkan semangatnya," tutur Adez."Aku tahu apa
"Adez, kenapa kamu tidak bilang saja kalau darahku menempel di mana-mana? Kalau beginikan aku yang malu," cetus Sally. Tengah mencuci pakaian dan barang-barang yang terkena darah haidnya."Maaf, aku tidak tega membangunkanmu," jawab Adez. "Sally, aku tidak ada pembalut," sambungnya."Oh, ya. Bagaimana ini, tolong carikan pembalut untukku secepat mungkin!" pintanya. Mendekam di kamar mandi."Apa aku harus meminta pembalut ke tempat aku meminjam celana?" tanya Adez."Huh, apa di apartemen ini tidak ada minimarket?" tanya Sally. "Kalau tidak ada pembalut aku tidak bisa keluar dari kamar mandi ini," sambungnya."Baiklah, tunggu. Aku akan pergi membeli pembalut. Adakah yang mau kamu beli selain itu?""Kamu mau ke minimarket?""Ya," sahut Adez."Baiklah kalau begitu aku titip ramen, sosis dan makanan-makanan ringan," jawab Sally."Banyak juga," kata Adez."Loh, tadi kamu tanya. Aku jawab semua keinginanku," ujar Sally."Iya, tunggu, " ucap Adez. Pergi keluar kamar.'Huh! Ada-ada saja. Kalau
"Berhenti! Kembalikan pisau itu ke kantung celanamu!" pinta Sally. Sedikit membentak pria misterius itu."Aku akan menghabisi nyawa lelaki yang sok menjadi pahlawan kesiangan ini," cetusnya. Memainkan pisau dengan jari jemarinya."Tidak, hentikan! Kau akan mendapat penyiksaan seumur hidupmu jika kamu melakukan itu, aku bersumpah!" Sally penuh amarah. "Haha ... lucunya kamu," kata lelaki misterius. Brak! "Shit! " Pria misterius itu terjatuh dengan kencang ke belakang hingga kepalanya membentur lantai. Rupanya Adez membalas hal yang sama yang dilakukan lelaki misterius itu padanya. Kini Adez merebut pisau yang terjatuh milik sang lelaki misterius. Tanpa basa basi Adez memukulinya hingga terluka parah. Tak lupa ia membuka topeng kucing lelaki itu. "Akan kubongkar identitasmu!" cetus Adez. Membelah topeng kucing menggunakan pisau yang digenggamnya. Topeng kucing itu retak dan terbelah. Sally dan Adez dapat melihat dengan jelas siapa dalang di balik kejadian kala itu. "Sa-satria," ce
"Siapa kamu?!" Sally terkejut, segera bangkit dari posisi terlentang. "Sutt ... diam saja!" sahut lelaki misterius itu. Melanjutkan aksinya. Pria bertopeng kucing itu tengah memakaikan pakaian pelayan ke tubuh Sally. "LEPASKAN!" teriak Sally. Meronta-ronta. Sally berhasil bangkit dari ranjang tidurnya. Namun ternyata ....Brug!Sally terjatuh dengan kondisi kakinya yang terjerat rantai. "Aww ....""Mau ke mana, Sayang?" tanya pria itu. Mengembalikan posisi Sally ke tempat semula."Siapa kau? Beraninya kamu menyentuhku! Aku akan mengadukan kejahatanmu ini kepada suamiku!" cetus Sally. "SUAMIKU ... TOLONG AKU ...." teriaknya. Terus memanggil-manggil Banka."Haha ...." Pria misterius itu tertawa sembari mendekat ke arah Sally. "Kamu panggil siapa? Memangnya ada yang dengar?" sambungnya memainkan rambut Sally."Jangan sentuh aku lagi, lepaskan!" Brontak Sally. Menepis tangan pria itu. "Aku memang sengaja membuatmu sadar kembali, karena aku ingin melihat ekspresimu ketika berhubungan bad