"Hmm ... Babe." Desahan lolos dari mulut perempuan yang sudah tidak tahan lagi dengan terjangan dari segala puncak klimaksnya malam ini. Seluruh tubuhnya menegang lalu bergetar hebat saat hujaman semakin cepat. "Darwin ...."
"Ran ...." Sang lelaki pun tak lama menyusul dan mencapai puncak klimaksnya dengan rasa puas bukan main. "Kamu selalu hebat, Ran," pujinya seraya mengecup singkat bibir wanitanya yang masih terengah-engah."Kamu juga. Gak ada tandingannya pokoknya." Perempuan bernama Rania itu balas memuji sang kekasih yang merupakan adik iparnya sendiri. Dia mengusap dada bidang di hadapan dengan tatapan memuja.Darwin adalah pria yang sangat sempurna. Dari segi fisik, rupa, hingga materi. Karenanya, Rania rela membuka lebar-lebar pahanya untuk suami adik tirinya sendiri. Dia pun tak perlu susah payah merayu pria satu ini sebab Darwin memang terkenal sebagai petualang yang handal."Masa?" Darwin bangkit, setelah melepas penyatuannya dengan Rania, kemudian terlentang di samping kakak tiri dari istrinya.Rania mengganti posisi jadi menyamping lalu meletakkan kepalanya di atas dada Darwin. Telunjuknya bermain-main di sana sambil berkata, "Kamu gak percaya kalo kamu memang gak ada tandingannya?""Percaya," sahut Darwin lalu merengkuh tubuh Rania dengan lengannya. "Kalo gak percaya, mana mungkin aku lebih milih kamu daripada pulang cepet." Kecupan dia berikan di kening Rania.Tangan Rania melingkar di perut Darwin yang keras dan padat. "Kamu memang gila! Harusnya kamu, tuh, sama Selena lagi dinner romantis di restoran mahal. Eh, ini malah asyik di sini sama aku." Rania terkekeh puas karena Darwin lebih mementingkan dirinya ketimbang istrinya. Jelas-jelas malam ini adalah hari jadi pernikahan lelaki itu.Darwin mendengkus, ketika Rania menyindir soal Selena. "Enakan di sini sama kamu," cicitnya santai tanpa merasa bersalah sama sekali. Padahal, sebelum berangkat kerja pagi tadi, istrinya yang lugu dan polos itu sudah berkali-kali mewanti-wanti agar dia pulang cepat malam ini.Namun, Rania memintanya untuk datang ke tempat ini. Darwin tentu tidak bisa menolak ajakan kakak iparnya yang sangat menggoda dan menggairahkan setiap kali mereka bercinta. Mengacuhkan permintaan Selena demi mereguk kepuasan bersama perempuan lain."Pasti dia lagi nungguin kamu." Rania tak berhenti menyinggung soal Selena."Biarin. Aku lagi males sama dia." Tatapan Darwin menerawang pada langit-langit kamar. "Gara-gara dia aku jadi harus nikah cepet," keluhnya, saat mengingat bagaimana Daddy-nya tiba-tiba memaksanya untuk menikahi seorang gadis."Kenapa gak kamu tolak aja waktu itu?"Darwin mengerjap seraya menghela napas panjang. "Daddy ngancem bakal ngusir aku dari perusahaan kalo aku nolak nikah sama Selena.""Aku juga bingung. Kenapa papaku malah jodohin dia sama kamu. Padahal aku yang paling tua. Bukannya seharusnya aku, ya, yang nikah duluan?" Bibir Rania mencebik kesal, hingga sekarang dia masih belum terima karena almarhum papanya malah menikahkan Selena lebih dulu.Gerutuan Rania membuat Darwin seketika mengalihkan pandangannya. Dia sebenarnya juga berpikir sama. Kenapa dia dinikahkan dengan Selena bukannya dengan Rania yang jauh lebih seksi dan menggoda."Walaupun aku nikah sama adik kamu, tapi aku tetep milih kamu, Ran. Natasya itu jauh kalo dibandingin sama kamu. Dia itu terlalu monoton dan kaku. Gak kayak kamu. Liar dan ngangenin." Darwin berbisik serak di telinga Rania lalu menggigitnya kecil. Dia lantas memiringkan tubuhnya, sampai bisa menatap wajah Rania yang cantik sepuasnya."Gombal banget, sih!" Rania mencubit perut Darwin dan lelaki itu seketika mengaduh. "Pulang sana. Nanti kalo daddy-mu tau, bisa kacau semuanya." Rania mendorong dada Darwin yang hendak menempel di dadanya yang polos."Daddy gak akan tau. Dia 'kan lagi di Singapur. Pulangnya juga baru besok." Darwin menahan punggung Rania supaya tidak bergerak. "Gimana kalo satu ronde lagi? Aku masih kangen sama kamu." Bibir Darwin langsung memagut bibir Rania tanpa aba-aba, melumatnya rakus dan terburu-buru.Dan pada akhirnya, Rania pun pasrah saat Darwin menawarkan kenikmatan itu lagi. Dia sendiri telah terlanjur jatuh hati pada sosok tampan ini. Tak peduli bila yang dilakukannya adalah hal yang sangat menyakitkan bagi sang adik.Di satu sisi seseorang yang menunggu dengan setia justru sampai ketiduran di meja makan. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, tetapi sosok suami yang dia tunggu-tunggu kepulangannya tak kunjung datang.Selena terperanjat saat ponselnya berdering. "Astaga, aku ketiduran." Terhenyak sesaat, lalu melirik jam dinding. "Jam sepuluh?" Fokusnya kembali pada ponsel yang terus berdering. "Mami?"Tahu yang menelepon adalah ibu mertua, Selena lekas menjawabnya. "Halo, Mom?""Darwin ada di rumah, gak? Kok, hapenya mami telepon gak aktif." Suara mami terdengar cemas dari seberang sana."Mas Darwin belum pulang, Mom." Tak khayal Selena pun ikut merasa cemas karena ternyata ponsel sang suami tidak aktif."Ya udah. Mungkin hapenya lowbat. Teleponnya udah dulu. Daa ....""Daa, Mom." Selena menghela kecewa, dia pikir ibu mertuanya menelepon untuk mengucapkan selamat, ternyata hanya menanyakan keberadaan anak laki-lakinya.Meletakkan ponsel di meja, lalu menatap nanar menu makan malam yang sengaja dia masak sendiri. Masakan lezat itu pasti sudah dingin, pikirnya. Jangan lupa, ada kue tart sederhana pula yang bertengger manis di sana, dengan lilin angka satu yang menancap di atasnya. Berharap, dia bisa meniupnya bersama dengan Darwin."Kuenya ..." Sepasang manik Selena seketika memanas, karena butuh perjuangan untuk membuat kue tersebut.Sudah seringkali Darwin mengecewakannya seperti ini. Tak lebih dari satu kali pula, suaminya itu bahkan jarang pulang ke rumah. Kehadirannya di rumah ini seakan-akan tidak diinginkan. Selena mengira jika lambat laun dia bisa memiliki hati suaminya.Namun nyatanya, Darwin tak pernah menganggapnya sebagai istri. "Aku padahal tadi udah bilang sama dia buat minta pulang cepet. Tapi mana? Dia belum pulang sampe sekarang." Air mata kembali luruh di pipi mulus Selena. "Pernikahan macam apa ini? Aku seolah tidak dihargai sebagai istri."Menikah muda juga bukan keinginan Selena. Apalagi hidup selamanya bersama pria yang baru dikenalnya. Dia bahkan sampai rela menghentikan pendidikannya demi mewujudkan baktinya pada sang ayah yang telah tiada. Sejak menikah, Selena juga sudah berusaha untuk menerima kenyataan tersebut. Dia terus belajar menjadi istri yang baik dan berusaha menyenangkan hati Darwin."Apa mungkin aku masih kurang menarik di matanya? Astaga …." Kedua telapak tangan Selena mengusap wajah yang basah karena air mata. Rasa-rasanya semenjak menikah dia malah jadi sering menangis. Kebebasannya seolah terenggut paksa.Suara pintu terbuka membuat Selena sontak terperanjat. "Itu kayaknya Mas Darwin."Selena lekas meraih tisu untuk menghapus jejak basah di wajah, kemudian meneliti riasan yang tidak terlalu berantakan di layar ponsel. "Gak keliatan kalo abis nangis 'kan?" Dia memiringkan wajahnya ke kanan dan kiri. Takut apabila riasannya luntur dan Darwin pasti akan marah.Suara langkah sepatu semakin terdengar mendekat. Selena pun bergegas beranjak dari duduknya, kemudian merapikan rambut serta dress dengan bahu terbuka dan berbelahan dada sangat rendah—menonjolkan isinya yang putih mulus dan berisi. Warna maroon begitu kontras dengan warna kulit Natasya.Belum sempat Selena selesai merapikan diri, sosok yang baru saja masuk, yang dia pikir suaminya sudah berdiri di hadapannya dan kini tengah termangu menatapnya. Pria tinggi tegap masih mengenakan stelan rapi yang dia panggil dengan sebutan 'Daddy'.Manik safirnya tak berkedip, memandang perempuan muda yang selama setahun ini menjadi menantu dadakannya. Dev Atalarich nama pria itu.Kepala Selena yang menunduk membuatnya tidak tahu, bahkan tidak sadar bila saat ini dia tengah diperhatikan. Merasa sudah cukup memastikan penampilan, Selena lantas mengangkat pandangan.Detik itu juga bola matanya membeliak ketika melihat sosok yang ternyata bukan suaminya."Daddy?"Dev terhenyak mendengar suara lembut menantunya. Dia sontak berdeham sambil mengalihkan pandangannya. Bibirnya tersenyum kikuk._bersambung ☘️"Daddy?"Manik Selena mengerjap berkali-kali, memastikan jika yang ada di hadapannya sekarang ini memang benar ayah mertuanya. Kecewa? Sudah pasti Selena merasa kecewa karena dia pikir yang datang adalah Darwin—suaminya.'Kata Mas Darwin, Daddy baru pulang dari Singapur lusa, tapi, ini, kok?' Benak Selena jadi bertanya-tanya sendiri. "Ekhm!" Dev—ayah mertua Selena berdeham sekali lagi, tatapannya mengarah pada meja makan yang penuh. Keningnya mengerut dalam, lalu bertanya, "Bukankah hari ini hari jadi pernikahan kalian?" Tatapannya beralih pada Selena yang mengangguk."I-iya, Dad." Selena berusaha memasang senyum kendati dadanya terasa sesak bukan main."Sekarang mana Darwinnya?" Dev melangkah mendekat, dan kini dia berdiri tepat di depan sang menantu.Jujur, penampilan Selena malam ini cukup membuatnya terpukau. Cantik dan tidak pernah neko-neko. Sayangnya, dia sudah membuat kesalahan besar dengan menikahkan gadis ini dengan putranya yang bodoh.Jarak yang begitu dekat membuat Selen
Dev masuk ke ruang kerjanya, lalu menduduki kursi di balik meja yang selama ini menjadi tempatnya menyibukkan diri jika sedang berada di rumah. Dev mengambil ponsel dari saku celana, lalu membuka pesan gambar dari orang suruhannya. Rahangnya mengetat, saat melihat beberapa foto mobil Darwin masuk ke dalam gedung sebuah apartemen. Dev tidak perlu mencari tahu siapa yang didatangi oleh suami Natasya itu. Dia bahkan sudah mengendus perselingkuhan Darwin dengan kakak tiri Selena sejak tiga bulan yang lalu. Decakan dan gerutuan tak bisa ditahan oleh Dev, yang sangat kesal dengan tingkah Darwin."Anak ini memang bener-bener minta dikasih pelajaran. Harusnya dia di rumah sama istrinya. Ini malah ketemuan sama jalangnya." Dev membuang kasar napasnya, meletakkan asal ponselnya, lalu memijat pelipis. Tiba-tiba dia mengingat sesuatu. Dibukanya laci meja kerja, dan mengambil sebuah dokumen. Kening Dev mengernyit, menatap surat kepemilikan apartemen yang rencananya akan dia berikan sebagai hadi
Darwin kembali ke rumah sekitar pukul sembilan pagi bersama Rania yang ikut serta. Namun, saat tiba di rumah pemberian papinya, dia tidak mendapati siapa pun termasuk sang istri."Rumahmu sepi, pada ke mana? Selena juga gak keliatan." Rania mendaratkan bokongnya di sofa ruang tamu. Pandangannya mengelilingi seluruh rumah yang ditempati adik tirinya selama satu tahun terakhir. Rasa iri selalu menggelapkan hati perempuan itu. Baginya, Selena sangat beruntung, sebab bisa menikah di usia muda dan mendapatkan suami tajir. Lalu, keinginan untuk merebut apa yang dimiliki oleh Selena tak bisa terbendung. Rania mulai merayu Darwin, dan berhasil membuat pria itu menidurinya selama tiga bulan ini.Darwin yang baru saja mengecek kamar untuk mencari keberadaan Selena, melangkah menuju dapur. Mengambilkan minum untuk Rania karena di jam segini biasanya asisten rumahnya sedang pergi ke pasar."Lagi pergi kali," sahut Darwin, sambil melangkah ke ruang tamu. Di tangannya ada dua minuman kemasan kalen
"Berhenti di sini aja, Pak." Selena menginterupsi tukang ojek online yang mengantarnya pulang ke rumah almarhum papanya.Rumah peninggalan yang kini ditempati oleh ibu tirinya. Selena bergegas turun, dan melepas helm milik tukang ojek. Dia mengembalikannya, lalu menyodorkan selembar uang warna merah. "Helm-nya, Pak. Terus ini ongkosnya. Kembaliannya buat Bapak aja." Diberi uang tip yang lumayan besar, senyum sang tukang ojek seketika mengembang lebar. "Makasih, Neng." "Sama-sama, Pak." Tukang ojek berlalu, Selena lekas memasuki halaman rumah tersebut. Baru tiga langkah, seketika gadis itu menyendu. Ingatannya kembali pada kepulangannya tahun lalu. Waktu itu, dia mendapat kabar jika papanya meninggal karena kecelakaan.Kepulangannya pada hari itu di sambut oleh jenazah papanya yang sudah terbujur kaku. Yang lebih mengejutkan lagi ialah—mamanya tiba-tiba memberikan surat wasiat terakhir sang papa. Surat wasiat yang berisi perihal permintaan terakhir Satria kepada Selena untuk berhent
bugh!"Dev!" Monica hanya bisa memekik nyaring saat suaminya memukul sang anak di depan matanya. Sementara Darwin yang tidak siap dengan pukulan dari ayahnya spontan terduduk di lantai sambil memegangi pipi yang terasa berdenyut. Sakit. Pukulan sang ayah benar-benar terasa sakit di area sekitar rahangnya. Sial! Kenapa tiba-tiba daddy-nya datang ke rumah? Pikir Darwin. Dev membuang napas kasar seraya menyalak tajam ke arah Darwin yang berada di bawah kakinya. Pria itu sungguh tak habis pikir dengan Darwin yang selalu bersikap seenaknya. Bahkan, putranya itu mulai berani menyakiti seorang perempuan. Terlebih, perempuan itu adalah istrinya sendiri. ck! Beruntung, Dev datang di saat yang tepat, dan bisa mengendalikan Darwin. "Kamu udah mulai berani main tangan sama istrimu, hah! Apa selama ini daddy ngajarin kamu seperti itu? Coba tadi daddy gak dateng, entah gimana nasib Selena." Dev menggulung lengan kemejanya sampai sebatas siku bergantian sambil melirik tajam ke arah Monica. "Liat
Sepasang manik bulat Selena tak berkedip, menatap pria yang baru saja mengatakan bila apartemen mewah ini adalah miliknya. Selena lantas mengerling seraya memerhatikan raut Dev yang nampak begitu serius dengan perkataannya barusan."Selena, kamu … dengar perkataan daddy barusan 'kan?" Dev memastikan jika gadis di hadapannya ini sungguh-sungguh mendengar perkataannya barusan dengan sedikit mencondongkan wajahnya.Selena spontan beringsut mundur karena jaraknya dengan Dev terlalu dekat saat ini. "Selena denger, kok, Dad," sahutnya.Jawaban Selena membuat Dev mengangguk dan tersenyum. "Terus, gimana? Kamu … Suka 'kan sama apartemennya?""Hmm …" Sejenak, Selena mengalihkan pandangannya ke sekitar unit dengan pencahayaan yang sangat terang itu. Dari segi manapun, unit yang dibelikan Dev untuknya terbilang sangat mewah dan luas. Semuanya sudah tersedia di sana. "Bukankah ini terlalu besar kalau Selena yang tinggal di sini sendirian, Dad?" ujar Selena yang kembali menatap mertuanya.Kening D
"Kamu itu memang bodoh, Darwin!" Monica tak bisa lagi menahan kekesalannya pada putra satu-satunya itu. "Bisa-bisanya kamu selingkuh sama kakak tirinya Selena. Di mana otak kamu, Darwin? Di mana? Kayak gak ada perempuan lain aja! Ck!" Gelas kosong di hadapan, Monica isi dengan bir, lalu dia meneguknya.Darwin melakukan hal yang sama—mengisi gelasnya dengan bir kemudian meminumnya. "Mom, Rania itu hot-nya luar biasa. Mana mungkin Darwin gak tertarik sama dia," cicit Darwin sambil meletakkan gelas yang sudah kosong ke meja minibar di rumah Monica. Lelaki itu tak menyesal sama sekali sudah berselingkuh dengan kakak tiri istrinya.Monica menggeleng tak percaya dengan jawaban Darwin yang terkesan santai. "Darwin, kamu gak bisa sesantai itu. Kamu tadi lupa, daddy-mu udah marah besar sama kamu karena menantu kesayangannya minta cerai dari kamu?"Kemarahan Dev tadi, jelas sangat mengganggu pikiran Monica. Dia takut apabila suaminya benar-benar menendang Darwin dari perusahaannya."Mami tenang
Tadinya, begitu tiba di gedung apartemen yang sudah lama dia sewa, Dev ingin bergegas naik ke unitnya, lalu beristirahat. Namun, ketika mematikan mesin mobil, dan tak sengaja menoleh ke belakang, dia melihat tas selempang Selena yang ternyata tertinggal di jok beserta koper yang masih berada di bagasi. Lantas, mau tak mau Dev pun kembali lagi ke gedung apartemen Selena yang letaknya memang tak terlalu jauh dari gedung apartemen yang disewa. Hanya menempuh sekitar lima belas menit, Dev sudah berada di sana lagi. Dengan dibantu pihak keamanan gedung, Dev membawa koper Selena yang ukurannya tidak terlalu besar menuju lantai atas. Sementara tas selempang gadis itu dibawa sendiri oleh Dev. Akses unit yang belum sempat diganti memudahkan Dev untuk masuk. Dia buka pintunya, lalu menggeret gagang koper dan membawanya masuk. Dev menutup pintunya kembali, lalu berjalan menuju kamar Selena yang rupanya tidak tertutup. "Dia belum tidur?" Dev mendorong pin
Setelah lama menyandang status duda dari pernikahan sebelumnya. Pada akhirnya, Darwin memantapkan diri—melangsungkan pernikahan untuk yang kedua kali dengan gadis pilihannya. Emma—seorang gadis yang berprofesi sebagai model majalah dan catwalk telah menjerat hati seorang Darwin. Bisa dikatakan, jika Darwin jatuh cinta pada pandangan pertama waktu pertama kali dia bertemu sang calon istri di sebuah acara amal yang diadakan di Singapur. Pada hari itu, Darwin sangat yakin jika Emma adalah jodoh yang dikirim Tuhan untuknya. Bagaimana tidak? Di saat dia bertahun-tahun menyandang status duda serta mencoba memperbaiki diri, takdir dengan segala perannya telah menuntunnya pada sosok Emma. Bak gayung bersambut, tak membutuhkan waktu yang lama Darwin mencoba mendekati Emma kala itu. Perempuan berparas indo itu menerima pinangan Darwin enam bulan yang lalu. Prosesnya pun begitu singkat. Darwin tak ingin berlama-lama menyendiri lagi.Dan, pernikahan yang seharusnya digelar dua pekan lagi, terpa
"Daddy ...." Seorang gadis kecil berusia enam tahun, yang baru saja tiba memanggil sang daddy sambil berlarian di ruangan yang seluruhnya didominasi kaca. Sang ibu yang membuntuti sampai kewalahan. "Naomi, jangan lari-lari, Nak!" Selena menggeleng berkali-kali, merasa gemas dengan gadis kecilnya yang selalu tidak sabaran menemui daddy-nya. Dev yang siang itu baru saja selesai meeting, dan masih mengobrol dengan dua orang kolega bisnisnya seketika menoleh ke arah putrinya. "Naomi ...." Kedua kolega bisnis Dev pun melakukan hal yang sama. Mereka tersenyum melihat tingkah lucu Naomi yang tak malu-malu di hadapan orang asing. "Daddy!" Naomi menghambur memeluk Dev. "Daddy kenapa gak jadi jemput Naomi?" protes gadis kecil itu, dengan raut cemberut. Bibir mungilnya mencebik. Merasa bila sang anak protes, Dev pun lekas meminta maaf. "Maafin daddy, ya? Daddy lagi ada tamu. Tuh!" Dev mengedikkan dagu ke arah kedua tamunya.Bibir mungil Naomi mengatup rapat, seraya menelengkan kepala ke a
Beberapa bulan kemudian...."Mbok ... Mbok Nung." Siang itu Selena terlihat baru saja keluar dari kamar sambil berulang kali mengusap perut yang sudah makin membesar. Dia juga sesekali meringis seperti orang menahan sakit. Yang paling terasa ialah di bagian perut dan pinggang. Mbok Nung muncul dari dapur, kemudian tergopoh-gopoh menghampiri istri Dev itu. "Ya, Non ....""Mbok, perut aku kok kenceng-kenceng terus, ya?" adu Selena, lantas dibantu mbok Nung gadis itu duduk di sofa ruang tamu. Dia menarik napas dalam-dalam kemudian membuangnya perlahan. Mbok Nung duduk di samping Selena, lalu memegang perut gadis itu. Mbok Nung terlihat sedang berpikir sambil meraba perut yang memang mengencang. "Iya, Non. Kenceng-kencengnya timbul hilang gitu, Non? Kayaknya dedeknya mau keluar, Non. Soalnya 'kan udah lewat dari perkiraan lahir." Selena terus mencoba mengatur napasnya, kendati dia begitu gugup saat ini. "Iya-ya, Mbok? Kayaknya gitu. Pas aku cek tadi udah ngeflek di celana." ujarnya."
Setelah menghubungi pihak kepolisian, Marvin juga menghubungi Dev. Sementara Darwin terlihat sedang berjaga-jaga di depan pintu utama. Security rumah yang sempat kecolongan pun diperintahkan untuk mengawasi di bagian halaman belakang. Sedangkan Lexy yang tidak menyadari jika dirinya akan digelandang masih terlihat duduk bersama Monica di ruang tamu rumah itu. Keduanya masih terlibat perdebatan yang tak kunjung selesai. Lexy merasa kecewa sekaligus marah dengan mantan selingkuhannya yang selama bertahun-tahun menyembunyikan kebenaran. Suasana siang itu cukup menegangkan bagi Darwin, yang baru kali pertama akan menyaksikan penangkapan pelaku penembakan sang ayah secara langsung. 'Apa aku sudah melakukan hal yang tepat?' Benak pemuda itu tak berhenti bertanya-tanya sendiri, memikirkan sesuatu yang telah dia putuskan dengan matang. Melaporkan pria yang baru dia ketahui sebagai ayah kandungnya, merupakan hal yang sama sekali tidak pernah terlintas di pikiran Darwin. Namun, dia pun tak
"Aku bisa minta tolong, Vin. Tolong kamu ke rumahnya Monica. Tanya keberadaan Darwin sama dia." Dev berbicara dengan Marvin lewat panggilan telepon sejak sepuluh menit yang lalu. Sejak dia tidak bisa menghubungi Darwin, Dev merasa khawatir. Dia hanya ingin mengabarkan jika dia sudah kembali dari rumah sakit. "Baik, Dev. Kebetulan banget aku lagi perjalanan ke rumahnya." Marvin menyahut. Kening Dev mengernyit, "Oh, ada urusan apa?" tanyanya sambil beranjak dari tempat tidur, lalu berjalan ke arah balkon."Aku mau minta tanda tanda Monica. Ini 'kan mau akhir bulan. Kamu lupa kalau dia juga pemilik saham di perusahaan?" Terdengar kekehan dari Marvin, dan suara-suara bising kendaraan. "Hmm, ya ... ya ... Aku bahkan gak sadar kalau udah mau akhir bulan. Baiklah. Nanti, kalau kamu udah dapet kabar soal Darwin langsung hubungi aku aja. Oh, ya ... Gimana soal asisten rumah yang aku minta kemarin?" Dev hampir lupa menanyakan perihal itu. "Nanti siang orangnya diantar ke tempatmu. Namanya
"Perutku laper banget." Pagi-pagi sekali Selena terlihat sudah memasuki pantry sambil mengusap-usap perut. Sejak subuh tadi Selena merasa sangat lapar, karenanya dia pergi ke pantry untuk mencari sesuatu yang bisa dimakan. Pertama-tama yang gadis itu lakukan adalah membuka kulkas, kemudian mengambil satu buah apel merah. Setelah mengambil apel, tak lupa dia turut mengambil susu hamil kemasan siap minum rasa mocca. Selena lantas menduduki kursi meja makan, lalu meminum susu hamil terlebih dahulu, baru setelah itu mengigit apel."Non ..." Mbok Nung muncul di pantry dan agak kaget melihat Selena yang sudah berada di sana. Rupa-rupanya, istri majikannya itu tengah menyantap buah dan minum susu. "Non Selena laper, ya?" "Iya, Mbok. Dari tadi subuh perutku laper banget," cicit Selena sambil mengunyah apel. "Tau-tau kayak gini, padahal kemarin-kemarin enggak, Mbok." Selena merasa aneh, sebab sejak awal-awal hamil dia tidak pernah merasa kelaparan seperti ini."Hormon, Non. Biasanya bawaan
Marvin mendorong kursi roda Dev sampai ke kamar. Beberapa saat yang lalu mereka baru saja tiba di apartemen setelah melakukan perjalanan cukup jauh. "Akhirnya, habis ini kamu bisa tidur nyenyak," cicit Marvin menggoda sang sahabat. Marvin yang tahu betul—bagaimana kacaunya jadwal tidur Dev selama Selena pergi. Hari-hari Dev hanya diisi dengan mencari keberadaan sang istri, sampai-sampai tidak memerhatikan penampilan serta kesehatannya. Namun, setelah Selena ditemukan, tentu saja semua itu tidak akan terjadi lagi. Selena sudah ditemukan dan sudah mau kembali padanya. Mulai detik ini Dev akan mengisi hari-harinya bersama sang istri dan calon anaknya. "Aku bisa minta tolong, Vin?" tanya Dev, menatap Marvin dengan serius. "Apa?" "Tolong carikan satu lagi asisten rumah tangga buat bantuin mbok Nung. Soalnya nanti mbok Nung cuma aku minta ngurusin Selena," kata Dev. Niat itu sudah Dev pikirkan sejak dia tahu Selena hamil. Berhubung ada masalah tak terduga, dia jadi harus menundanya."
"Kondisi Pak Dev sudah cukup baik. Tinggal menunggu jahitannya kering." Dokter yang selama tiga hari ini memantau kondisi Dev berkata sambil mengecek bekas jahitan luka tembak Dev. "Itu artinya saya sudah diperbolehkan pulang?" Dev nampak antusias mendengar keterangan dokter. Dia benar-benar sudah bosan berada di rumah sakit. Terlebih, Dev tidak bisa leluasa berinteraksi dengan sang istri saat berada di ruangan rawat itu. Selena menghela panjang seraya menggeleng. Heran dengan suaminya yang begitu terburu-buru ingin pulang. Padahal, dia berharap jika Dev bisa berada di rumah sakit dua atau tiga hari lagi, sampai kondisinya benar-benar pulih. "Dad, bukankah lebih bagus kita tunggu sampai kondisi Daddy benar-benar pulih?" ujar Selena terpaksa menyela perbincangan antara suaminya dan dokter. Dev menatap sang istri, kemudian menggeleng. "Daddy udah pulih, Selena. Lagi pula ini bukan yang pertama kalinya Daddy kena tembak. Daddy sudah terbiasa dengan ini." Tatapan Dev berubah penuh art
"Daddy ... Selena temenin tidur, ya?" Setelah mendapat izin dari dokter, Selena langsung mendatangi ruangan sang suami dengan perasaan bahagia. Malam ini dia akan tidur di samping Dev, dan berharap akan ada keajaiban. "Daddy cepetan bangun, karena Selena udah gak sabar pengen cerita banyak sama Daddy." Selena naik ke bed dengan perlahan, dan hati-hati. Tubuhnya yang mungil tidak mengalami kesulitan berarti saat mencoba berbaring di samping Dev. Selena tidur dalam posisi miring, tangan kanannya melingkar di pinggang suaminya. "Selama Selena jauh dari Daddy, jujur Selena gak bisa tidur. Selena terus kepikiran Daddy. Tapi, akal dan hati Selena bertolak belakang. Selena benci sekaligus cinta mati sama Daddy," kata Selena, seakan-akan Dev mendengarnya. Gadis itu meletakkan kepalanya tepat di dada Dev. Meresapi kehangatan yang begitu dia rindukan. Selena tak menampik, jika hatinya benar-benar sudah tertambat pada satu nama yakni Dev. "Dad, kira-kira Daddy pengen punya anak laki-laki at