bugh!
"Dev!" Monica hanya bisa memekik nyaring saat suaminya memukul sang anak di depan matanya.Sementara Darwin yang tidak siap dengan pukulan dari ayahnya spontan terduduk di lantai sambil memegangi pipi yang terasa berdenyut. Sakit. Pukulan sang ayah benar-benar terasa sakit di area sekitar rahangnya.Sial! Kenapa tiba-tiba daddy-nya datang ke rumah? Pikir Darwin.Dev membuang napas kasar seraya menyalak tajam ke arah Darwin yang berada di bawah kakinya. Pria itu sungguh tak habis pikir dengan Darwin yang selalu bersikap seenaknya. Bahkan, putranya itu mulai berani menyakiti seorang perempuan. Terlebih, perempuan itu adalah istrinya sendiri. ck!Beruntung, Dev datang di saat yang tepat, dan bisa mengendalikan Darwin. "Kamu udah mulai berani main tangan sama istrimu, hah! Apa selama ini daddy ngajarin kamu seperti itu? Coba tadi daddy gak dateng, entah gimana nasib Selena." Dev menggulung lengan kemejanya sampai sebatas siku bergantian sambil melirik tajam ke arah Monica. "Liat, kelakuan anakmu."Kata-kata ketus yang terlontar dari mulut Dev ditanggapi dengan sinis oleh Monica. "Kamu harusnya tanya dulu duduk permasalahannya, jangan asal pukul. Pasti Selena yang duluan nyari masalah sama Darwin. Gak mungkin 'kan, gak ada asap kalo gak ada api?" Monica melangkah mendekati Darwin dan membantu putra kesayangannya berdiri.Pernyataan Monica membuat Dev mendengkus. "Kamu tanya sendiri sama dia. Apa kesalahan yang sudah dia perbuat, sampai-sampai Selena marah. Ini semua juga salah kamu." Tangan Dev berkacak pinggang."Lagi-lagi aku yang disalahin. Kan kamu sendiri, dulu yang maksa Darwin nikahin Selena? Sekarang liat! Rumah tangganya berantakan gara-gara dia belum siap nikah." Tatapan Monica masih tajam, tak terima bila Dev terus menyalahkannya.Dev berdecak keras, karena Monica selalu memutar balikkan fakta. Padahal, jelas-jelas anaknya yang bersalah dan tidak bisa bersikap dewasa.Lantas, Dev maju selangkah mendekati Darwin yang seketika menciut. Telunjuknya menuding ujung hidung Darwin sambil berkata, "Jangan kamu pikir daddy gak tau kelakuan kamu di belakang Selena selama ini. Daddy sudah pernah peringatankan kamu, Darwin. Apa kamu sudah lupa, hah?"Bulu kuduk Darwin sontak berdiri. Dia lupa, jika daddy-nya ini bisa melakukan apa saja terutama memata-matainya. Darwin bahkan sangat yakin jika Daddy-nya tahu soal hubungan gelapnya bersama Rania."Dad, aku ...." Sebelum semuanya semakin rumit, dan daddy-nya semakin murka, Darwin berupaya memberikan penjelasan. Walaupun Dev terlihat tidak tertarik dengan pembelaan sang anak."Daddy peringatkan sekali lagi sama kamu. Kalau sampai Daddy masih mendapat laporan tentang kamu dan Rania, kamu siap-siap angkat kaki dari perusahaan," ancam Dev, kali ini dia tidak main-main.Manik Darwin dan Monica melebar bersamaan. Keduanya saling menatap sekilas, lalu mendadak kehabisan kata-kata. Selama ini, Dev sudah berbaik hati dengan memberikan Darwin jabatan penting di salah satu perusahaan miliknya."Dev, i-ini berlebihan! Kamu gak bisa—" Monica mengatupkan mulut rapat-rapat, saat Dev mengangkat telapak tangannya. Kalimat protes yang hendak terlontar terpaksa dia telan kembali.Lalu giliran Darwin yang membuka mulut. "Selena minta cerai, Dad."Monica seketika menatap Darwin. "Darwin ....""Selama ini Darwin juga gak pernah cinta sama Selena, Dad. Jadi, menurut Darwin, memang lebih baik kami akhiri pernikahan ini," lanjut Darwin, tetapi Dev belum mau menanggapi.Monicalah yang dibuat ketar-ketir sekarang. "Darwin, kamu gak bisa ambil keputusan—""Mas Darwin benar, Mom. Pernikahan kami memang udah gagal dari awal." Selena tiba-tiba muncul, dengan koper di tangan. Dia yang sempat mendengar perdebatan ketiga orang tersebut merasa sakit hati. Tak pernah dianggap sang suami adalah hal paling menyakitkan.Dev memutar tungkai, berbalik menatap Selena yang berdiri beberapa meter dari tempatnya. Tatapan menantunya itu begitu teduh, membuat ulu hati Dev berdenyut nyeri.Selena menatap Dev. "Maaf, Dad. Aku mau cerai dari Mas Darwin aja. Daripada kami saling menyakiti satu sama lain. Aku mohon ... biarin aku pergi dari rumah ini. Aku udah gak bisa tinggal serumah sama laki-laki yang gak pernah menganggap keberadaanku. Aku juga masih punya harga diri dan gak sudi nerima kembali bekas kakak tiriku."Dagu Selena terangkat tinggi, tak mau menunjukkan kepada ke tiga orang di hadapan—betapa terlukanya dia saat ini. Terutama Darwin. Pria yang selama ini dia pikir bisa menghargainya.Dev menoleh menatap Darwin dengan sorot mata sangat tajam. Darwin sontak menundukkan pandangan. Dia lalu kembali menatap Selena, dan melangkah mendekat. Menantunya itu pasti sangat terluka saat ini dengan sikap Darwin."Selena, daddy... minta maaf atas nama Darwin," ujar Dev, sorot matanya begitu menyiratkan penyesalan yang mendalam.Selena tertegun, tidak menyangka jika mertuanya ini akan meminta maaf padanya. "Daddy gak salah," ujarnya, lalu mengembuskan napas panjang.Dev menggeleng. Tentunya dia sangat merasa bersalah dengan apa yang dialami Selena selama menjadi istri Darwin. "Selama ini daddy—"Selena menyela, "Selama ini Daddy udah baik sama aku." Dia lantas menatap Monica. "Mami juga."***Suasana di dalam mobil cukup hening. Perempuan yang memutuskan ingin berpisah dari suaminya itu terlihat melamun di sepanjang jalan. Menatap nanar kendaraan yang berlalu-lalang dari balik jendela mobil yang dia buka separuh kacanya. Udara malam ini terasa sejuk, sedikit berguna untuk mengurangi rasa sesak yang mengimpit dada.Selena ingin menangis, meratapi nasibnya yang sebentar lagi akan menyandang status janda muda.Hfuuhh, pengorbanannya selama hampir setahun harus berakhir dengan cara menyedihkan. Selena merasa gagal mengemban amanah papanya.'Maafin Selena, Pa ...' Desah kecewa berembus dari hidung serta bibir mungil Selena.Di samping Selena ada Dev yang berusaha sedang fokus pada jalanan di depan mata. Namun, rasanya sangat sulit sebab kini dia tengah berpikir keras untuk mengembalikan keceriaan gadis yang sebentar lagi akan berstatus mantan menantunya itu.Dev memutar roda kemudi mobilnya, masuk ke basemen sebuah gedung apartemen. Setelah Selena meminta bercerai dari Darwin, Selena juga bersikeras pergi dari rumah suaminya. Tentu saja keputusan tersebut membuat Dev harus memikirkan tempat tinggal yang layak untuk menantunya.Entah kenapa, semuanya terjadi begitu saja dan secara kebetulan. Dev yang sudah berencana ingin memberikan hadiah sebuah apartemen, kini tak lagi menundanya.Selena terhenyak ketika sadar jika mobil ayah mertuanya berhenti di sebuah basemen parkir. Dia buru-buru menoleh untuk meminta penjelasan. "Dad, kita mau ngapain ke sini? Daddy bilang, mau nganterin aku pulang ke rumah, tapi, ini kenapa kita ke ...."Dev mematikan mesin mobil, lalu menoleh menatap Selena sambil tersenyum. "Apartemen."Kerutan di dahi Selena terangkat tinggi. "Apartemen?""Hmm." Dev melepas sabuk pengamannya. "Ayo turun." Dia lantas turun terlebih dahulu baru kemudian Selena menyusul.***Setibanya di dalam unit apartemen yang sangat-sangat mewah dan luas, mulut Selena hampir menganga karena takjub. "Dad, ini ....?" Kakinya melangkah menapak lantai marmer yang terlihat kinclong dan bersih. Pandangannya mengedar—ke seluruh penjuru unit yang didominasi warna putih.Semua sudah tersedia di dalam unit apartemen itu. Lengkap dan tak kurang satu pun. Karena Dev membelinya dengan harga yang sangat tinggi. "Kamu suka?" tanya Dev, memerhatikan raut Selena yang tak semurung tadi.Langkah gadis itu berhenti tepat di mini bar, Dev pun melakukan hal yang sama. "Ini ... apartemen Daddy?" Selena malah bertanya dengan raut polosnya."Bukan." Dev menarik stolbar, dan mempersilakan Selena duduk. "Duduk dulu." Tangannya terulur di depan Selena.Selena termangu menatap telapak tangan Dev. Ragu-ragu dia mengulurkan tangannya. Dev menggenggam tangan Selena, lalu membantunya menaiki stolbar yang agak tinggi.Setelah memastikan Selena duduk dengan nyaman, barulah Dev menyusul duduk. Kemudian pria berkemeja abu itu menghela panjang napasnya sebelum memulai obrolan.Tampak dari sorot mata Selena yang begitu penasaran. Sikap dan tingkah Dev memang agak berbeda kali ini."Begini, sebenarnya ... daddy beli apartemen ini untuk hadiah hari jadi pernikahan kamu sama Darwin." Dev meletakkan kedua tangannya di meja mini bar yang terbuat dari kaca. Telunjuknya mengetuk-ngetuk pelan kaca itu.Selena menyimak tingkah Dev.Dev menggaruk pelipis, lalu lanjut bicara, "Tapi, berhubung kalian mau bercerai, jadi ... Daddy mutusin kalau apartemen ini buat kamu aja. Kamu bisa tinggal di sini mulai sekarang. Gimana? Kamu berani 'kan tinggal di sini sendirian?""A-apa? Apartemen ini buat aku?""Hmm. Buat kamu."_bersambung ...Sepasang manik bulat Selena tak berkedip, menatap pria yang baru saja mengatakan bila apartemen mewah ini adalah miliknya. Selena lantas mengerling seraya memerhatikan raut Dev yang nampak begitu serius dengan perkataannya barusan."Selena, kamu … dengar perkataan daddy barusan 'kan?" Dev memastikan jika gadis di hadapannya ini sungguh-sungguh mendengar perkataannya barusan dengan sedikit mencondongkan wajahnya.Selena spontan beringsut mundur karena jaraknya dengan Dev terlalu dekat saat ini. "Selena denger, kok, Dad," sahutnya.Jawaban Selena membuat Dev mengangguk dan tersenyum. "Terus, gimana? Kamu … Suka 'kan sama apartemennya?""Hmm …" Sejenak, Selena mengalihkan pandangannya ke sekitar unit dengan pencahayaan yang sangat terang itu. Dari segi manapun, unit yang dibelikan Dev untuknya terbilang sangat mewah dan luas. Semuanya sudah tersedia di sana. "Bukankah ini terlalu besar kalau Selena yang tinggal di sini sendirian, Dad?" ujar Selena yang kembali menatap mertuanya.Kening D
"Kamu itu memang bodoh, Darwin!" Monica tak bisa lagi menahan kekesalannya pada putra satu-satunya itu. "Bisa-bisanya kamu selingkuh sama kakak tirinya Selena. Di mana otak kamu, Darwin? Di mana? Kayak gak ada perempuan lain aja! Ck!" Gelas kosong di hadapan, Monica isi dengan bir, lalu dia meneguknya.Darwin melakukan hal yang sama—mengisi gelasnya dengan bir kemudian meminumnya. "Mom, Rania itu hot-nya luar biasa. Mana mungkin Darwin gak tertarik sama dia," cicit Darwin sambil meletakkan gelas yang sudah kosong ke meja minibar di rumah Monica. Lelaki itu tak menyesal sama sekali sudah berselingkuh dengan kakak tiri istrinya.Monica menggeleng tak percaya dengan jawaban Darwin yang terkesan santai. "Darwin, kamu gak bisa sesantai itu. Kamu tadi lupa, daddy-mu udah marah besar sama kamu karena menantu kesayangannya minta cerai dari kamu?"Kemarahan Dev tadi, jelas sangat mengganggu pikiran Monica. Dia takut apabila suaminya benar-benar menendang Darwin dari perusahaannya."Mami tenang
Tadinya, begitu tiba di gedung apartemen yang sudah lama dia sewa, Dev ingin bergegas naik ke unitnya, lalu beristirahat. Namun, ketika mematikan mesin mobil, dan tak sengaja menoleh ke belakang, dia melihat tas selempang Selena yang ternyata tertinggal di jok beserta koper yang masih berada di bagasi. Lantas, mau tak mau Dev pun kembali lagi ke gedung apartemen Selena yang letaknya memang tak terlalu jauh dari gedung apartemen yang disewa. Hanya menempuh sekitar lima belas menit, Dev sudah berada di sana lagi. Dengan dibantu pihak keamanan gedung, Dev membawa koper Selena yang ukurannya tidak terlalu besar menuju lantai atas. Sementara tas selempang gadis itu dibawa sendiri oleh Dev. Akses unit yang belum sempat diganti memudahkan Dev untuk masuk. Dia buka pintunya, lalu menggeret gagang koper dan membawanya masuk. Dev menutup pintunya kembali, lalu berjalan menuju kamar Selena yang rupanya tidak tertutup. "Dia belum tidur?" Dev mendorong pin
"Pak PresDir memerintah supaya semua barang-barang Pak Manager yang ada di dalam di pindah. Lalu letakkan di meja staf sebelah sana. Paham?" titah salah satu sekretaris Dev bernama Marvin pada dua office boy yang baru saja tiba di ruangan GM(General Manager)."Paham, Pak." Kedua office boy mengangguk dan menjawab serentak. Meski penasaran, tetapi mereka memilih diam. Menuruti perintah dari atasan mereka yang diketahui sangat-sangat disiplin. "Saya tinggal dulu." Marvin keluar dari ruangan yang selama ini ditempati Darwin setelah beres memerintah. Pagi-pagi sekali, Dev menghubunginya dan memberikan perintah di luar dugaannya. Yang Marvin tidak mengerti, 'Mengapa tiba-tiba atasan sekaligus sahabatnya itu menurunkan jabatan Darwin secara mendadak', padahal dia pikir Dev tidak akan pernah bertindak demikian. "Pagi, Om." Darwin langsung menyapa ketika berpapasan dengan Marvin di depan pintu ruangannya. Pemuda itu terlihat ramah seperti biasa.
Penurunan jabatan yang dilakukan sang daddy benar-benar membuat Darwin merasa terkejut sekaligus malu luar biasa. Bagaimana bisa, dia yang tadinya menjabat sebagai General Manager, sekarang hanya menjadi staf biasa? Belum lagi, telinganya harus mendengar suara-suara sumbang yang secara tidak langsung merasa senang akan nasibnya. Rupa-rupanya, semua ucapan dan ancaman daddy-nya tak main-main. Darwin sampai tak habis pikir, 'mengapa daddy-nya begitu membela Selena' Sementara yang berstatus anaknya adalah dirinya. CK!"Sialan! Gara-gara Selena, aku jadi bahan ejekan di kantor." Mulut Darwin tak berhenti menggerutu sejak tadi, duduk pun dia merasa tidak nyaman. Seluruh mata kini tertuju padanya. Melempar tatapan remeh. Yang awalnya mereka semua hormat padanya, saat ini rasa hormat itu telah berubah menjadi rasa kasihan. "Aku harus minta penjelasan sama Daddy. Gak bisa aku kayak gini," putus Darwin seraya bangkit dari duduknya. Setidaknya, dia bisa bernegosiasi. Bagaimanapun, statusnya
Suara bel berulang-ulang dari arah luar, membuat Selena setengah berlari keluar dari kamarnya. Gadis itu baru saja selesai mandi, terlihat dari kepalanya yang masih terbungkus handuk warna pink. "Ya ... sebentar!" Selena bergegas membuka pintu dari dalam dengan berbagai macam pertanyaan di kepala. Siapa gerangan yang bertamu di unitnya? pikirnya. Alisnya menaut ketika mendapati perempuan paruh baya yang wajahnya cukup familiar ada di depannya. "Mbok Nung?" Perempuan dengan perawakan sedikit gemuk dan beberapa helai rambut yang memutih itu tersenyum, lalu menyapa, "Selamat pagi menjelang siang, Non? Boleh saya masuk?" "Eh, ayo masuk, Mbok." Saking terkejutnya, Selena sampai lupa mempersilakan Mbok Nung masuk. Dia pun membuka lebar-lebar pintunya."Makasih, Non." Mbok Nung mengangguk lantas melangkah masuk, Selena menyusulnya setelah menutup kembali pintunya. "Mbok Nung kenapa ke sini?" tanya Selena yang sudah tidak bisa menahan diri untuk bertanya. "Duduk sini, Mbok." Setelah memp
"Mau ngapain kamu ke sini, Mas?" tanya Selena datar. Tatapannya begitu dingin pada sosok laki-laki yang sebentar lagi akan menjadi mantan suaminya. Gadis itu juga enggan membuka pintu lebih lebar lagi. Sambutan Selena membuat sepasang alis Darwin naik. Sebenarnya, dia sendiri malas menemui istrinya ini untuk mengemis minta maaf. Darwin benar-benar terpaksa melakukan hal yang tidak dia sukai, seandainya tidak mengingat jabatannya. "Ekhm!" Darwin berdeham sebentar, lalu memasukkan tangan kirinya ke saku celana. "Aku pengen ketemu sama istriku. Emangnya gak boleh?" ujarnya, lantas tersenyum palsu. Selena mendengkus jengah. 'Cih, sejak kapan lelaki berkulit putih pucat ini menganggapnya istri? Pikirnya."Semenjak aku liat kamu sama Kak Rania lakuin hal menjijikan. Sejak saat itu, aku udah gak anggep kamu sebagai suamiku. Hubungan kita udah berakhir. Aku bukan lagi istrimu. Ngerti!" Manik Selena melotot tajam, sementara Darwin bersikap sangat tenang. Lelaki itu tengah menahan dirinya a
'Ada hubungan apa kamu sama Daddy, hah? Aku yakin, kamu pasti udah ngerayu Daddy, sampai dia gak pernah membelaku.''Seenggaknya dia gak munafik kayak kamu! Dia gak berpura-pura polos, demi nutupin sifat aslinya yang gak bermoral! Kamu selama ini pasti ngerayu Daddy 'kan, hah!' Air mata Selena tak berhenti mengalir, saat tuduhan-tuduhan keji yang terlontar dari mulut Darwin terus terngiang di telinga. Rasa sakit akibat perbuatannya belum juga sembuh, lalu kini lelaki itu menambahnya dengan sebuah fitnah. Selena sungguh tak menyangka jika Darwin mempunyai pemikiran picik semacam itu. Menuduhnya tanpa memikirkan perasaannya. "Brengsek kamu, Mas!" Untuk yang kesekian kalinya, Selena mengumpat Darwin. Setelah apa yang dilakukan oleh suaminya itu, semua rasa hormat Selena turut lenyap bersamaan dengan rasa percayanya. Baju-baju yang baru saja ditata oleh Mbok Nung di lemari, kini kembali dikeluarkan oleh Selena. Satu persatu, dia memasukkannya ke dalam koper. Sampai tak ada yang tersisa