"Daddy?"
Manik Selena mengerjap berkali-kali, memastikan jika yang ada di hadapannya sekarang ini memang benar ayah mertuanya. Kecewa? Sudah pasti Selena merasa kecewa karena dia pikir yang datang adalah Darwin—suaminya.'Kata Mas Darwin, Daddy baru pulang dari Singapur lusa, tapi, ini, kok?' Benak Selena jadi bertanya-tanya sendiri."Ekhm!" Dev—ayah mertua Selena berdeham sekali lagi, tatapannya mengarah pada meja makan yang penuh. Keningnya mengerut dalam, lalu bertanya, "Bukankah hari ini hari jadi pernikahan kalian?" Tatapannya beralih pada Selena yang mengangguk."I-iya, Dad." Selena berusaha memasang senyum kendati dadanya terasa sesak bukan main."Sekarang mana Darwinnya?" Dev melangkah mendekat, dan kini dia berdiri tepat di depan sang menantu.Jujur, penampilan Selena malam ini cukup membuatnya terpukau. Cantik dan tidak pernah neko-neko. Sayangnya, dia sudah membuat kesalahan besar dengan menikahkan gadis ini dengan putranya yang bodoh.Jarak yang begitu dekat membuat Selena merasa kurang nyaman. Meskipun yang ada di hadapannya ini adalah ayah mertuanya. Namun, ayah mertuanya yang satu ini berbeda dari ayah mertua di luaran sana. Dari segi usia mungkin Dev tak lagi muda, tetapi dari segi fisik tak perlu dipertanyakan lagi. Bahkan, Darwin kalah jauh dari segi manapun dengan sang ayah. Ketampanan Dev bisa dikatakan bak dewa Yunani.Alisnya rapi dan tebal, matanya tajam, hidungnya tinggi, lalu bibirnya begitu seksi. Rahangnya yang ditumbuhi bulu-bulu halus nampak tegas. Kulitnya juga putih. Tubuhnya sangat proporsional dan tegap. Pundaknya lebar, dan dadanya pun bidang."Selena …." Dev menginterupsi menantunya yang malah melamun.Selena jelas malu, karena kedapatan sedang mengagumi ayah mertuanya. "I-iya, Dad?" Sudut bibirnya sampai berkedut saking gugupnya."Daddy tadi tanya, Darwin ke mana?" ulang Dev.Sorot mata Dev tak lepas dari bentuk bibir Selena yang malam ini mirip kelopak mawar. Merah dan menggoda. Ditambah lagi dengan dress maroon, yang menampilkan sepasang bahunya yang indah, serta belahan dada rendah, memamerkan isinya yang sintal. Dress itu sangat cocok di tubuh ramping Natasya yang tidak terlalu tinggi. Bahkan, sukses membuat sekujur tubuh Dev meremang dan darahnya berdesir panas.Ck, sialan! Gerutu Dev."Mas Darwin b-belum pulang." Raut Selena berubah murung, dan Dev tentu menyadari itu.Satu tangan Dev masuk ke saku celana bahannya, lalu menggaruk pelipis dengan telunjuknya dan mengalihkan pandangannya ke arah lain."Kamu gak ngomong sama dia kalo malam ini kamu masak banyak buat rayain hari jadi pernikahan?" tanya Dev yang sedang berusaha untuk tidak menoleh."Aku udah ngomong sama Mas Darwin," sahut Selena lirih. "Tapi ..." Dia tiba-tiba baru menyadari sesuatu. "Hmm ... Lebih baik Daddy duduk dulu, biar Natasya buatin minum. Daddy mau dibikinin apa?" Dalam hati gadis itu merutuk dirinya sendiri karena telah membiarkan ayah mertuanya berdiri terlalu lama. Dia pun lekas menarik kursi untuk Dev.Mau tak mau Dev menoleh, menatap Selena dengan senyum samar. Dia lantas melirik kursi seraya berkata, "Bikinin Daddy kopi aja." Dev membuka kancing tengah jas-nya, lalu menduduki kursi."Baik, Dad."Bergegas Selena ke dapur, membuat kopi tanpa gula seperti selera kebanyakan para pria yang usianya tak lagi muda. Setahun menjadi menantu di keluarga Dev, membuat gadis itu sedikit banyak tahu soal kehidupan masing-masing anggota keluarga. Meskipun interaksi antara mereka bisa dikatakan sangat jarang, dikarenakan kesibukan.Mertuanya juga terbilang jarang bertandang ke rumah putranya. Apalagi Selena yang juga jarang diajak ke rumah mertuanya. Darwin selalu beralasan jika Natasya memintanya untuk mengunjungi rumah orangtuanya.Kopi pun sudah siap, segera Selena membawanya ke meja makan. Ketika tiba di ruang makan, Selena tertegun, melihat Dev yang sudah tak memakai jas-nya, dan menggulung lengan kemejanya sampai ke siku. Ayah mertuanya itu bahkan sudah lebih dulu mencicipi masakannya.Sadar bila sedang diperhatikan menantunya, Dev pun menoleh. Dia berkata, "Maaf, tadi dari bandara daddy langsung ke sini dan belum sempat makan apa-apa. Jadi, daddy nyobain masakan kamu. Dan, ternyata rasanya cukup enak."Dev melanjutkan makan, mulutnya seperti tidak mau berhenti mengunyah. Udang goreng tepung yang disiram dengan saus asam manis ternyata sangat cocok di lidahnya. Untuk ukuran gadis seusia Selena, masakannya terbilang enak."Gak apa-apa, Dad. Natasya justru malu karena gak langsung nawarin Daddy. Ini kopinya sesuai selera Daddy. Tanpa gula." Selena meletakkan cangkir kopi ke meja makan. Pemandangan di depan mata sangatlah langka. Mungkin, bisa dihitung dengan jari —melihat ayah mertuanya makan di sini."Kamu udah makan?" tanya Dev, seraya menyendok sayur capcay ke piringnya."Belum, Dad.""Makan sekalian bareng Daddy." Dev memasukkan potongan bakso dan brokoli ke mulutnya."Aku nunggu Mas Darwin aja." Selena nampak murung, bila mengingat Darwin yang entah berada di mana saat ini."Gak usah nungguin suamimu. Hapenya aja gak aktif. Kemungkinan juga, dia gak bakal pulang malam ini," kata Dev dengan santai, sambil meraih gelas yang sudah berisi air. Dia meminumnya beberapa tegukan, lalu mengembalikannya dan melanjutkan menyendok nasi ke mulutnya.Perkataan Dev tentu membuat Selena kebingungan. "Dari mana Daddy tau kalo Mas Darwin gak pulang malam ini?" Dia memerhatikan raut Dev yang mendadak berubah datar.Dev tak langsung menjawab, dia terus mengunyah kemudian menelannya. "Mending nurut aja sama Daddy. Kamu gak usah mikirin Darwin lagi. Biar Daddy yang urus suamimu yang bodoh itu.""Tapi, Dad?"Sendok di tangan langsung diletakkan Dev ke piring. Dia menghela napas, kemudian menatap Selena yang menunggu jawaban. "Cukup kamu diam. Biar ini jadi urusan Daddy. Darwin itu memang harus diberi sedikit pelajaran biar dia sadar kalo sekarang dia udah punya istri. Sekarang …" Manik Dev melirik kursi di sampingnya yang kosong. "Kamu duduk dan makan. Buat apa kamu udah capek-capek masak tapi gak dimakan." Pria itu menghadap ke piringnya lagi dan lanjut makan.Dengan banyaknya pertanyaan yang masih berjejalan di kepala, Selena pada akhirnya menurut, sebab tidak mungkin juga dia membantah perintah ayah mertuanya. Duduk di sebelah Dev, lalu mulai mengisi piringnya.Diam-diam Dev melirik Selena seraya tersenyum tipis.Hal yang paling dibenci Dev ialah kembali ke rumah dan bertemu dengan Monica—istrinya. Jika bukan karena demi mempertahankan nama baik, sudah sejak lama Dev menceraikan Monica. Biar bagaimanapun jangan sampai ada orang luar yang mengendus masalah rumah tangganya. Biar ini jadi rahasianya."Bilang sama anakmu, kalo dia harus sadar dengan statusnya sekarang. Dia itu sudah menikah, dan gak bisa seenaknya lagi keluar dan pergi sama jalangnya." Dev berkata dengan raut tegas dari tempatnya duduk saat ini. Menatap Monica yang duduk di balik cermin rias."Kamu ngomong apa, sih, Dev? Darwin itu udah ngalah sama kamu. Dia terpaksa nikah sama gadis yang baru dikenal. Jadi, jangan salahin dia kalo sekarang kehidupan pernikahannya gak bahagia." Monica malah menyalahkan Dev atas keadaan rumah tangga anaknya. Perempuan itu lantas bangkit dan melenggang begitu saja ke kamar mandi.Dev menggeleng, seraya menatap punggung Monica yang lenyap di balik pintu kamar mandi. Kenapa jadi dia yang disalahkan? Bukankah dia sudah melaksanakan permintaan ayah Selena serta melunasi janjinya?"Mungkin, dari awal harusnya aku gak menikahkan Natasya dan Darwin," gumam Dev. Lagi-lagi dia mengingat Satria—ayah Selena, yang setahun lalu meninggal dunia.Sebelum pergi, Satria meminta Dev untuk menjaga Selena. Dan, memohon agar menikahkan Selena dengan siapapun asal anak gadisnya ada yang menjaga. Saat itu Dev pun tak punya pilihan lain. Tanpa berpikir panjang dia lantas menikahkan Darwin dan Selena. Namun, akhir-akhir ini dia juga baru menyadari jika apa yang dilakukannya adalah suatu kesalahan besar.Secara sadar dia justru telah membuat Selena menderita dengan pernikahannya. Selama ini Dev tahu bagaimana sikap Darwin terhadap Selena. Dia telah menyaksikannya sendiri malam ini.Pintu kamar mandi terbuka, Monica keluar dengan tubuh berbalut jubah mandi. Melirik Dev yang tenggelam dalam lamunannya tak acuh, Monica melangkah menuju walking closed untuk berganti baju.Piyama berbahan sutra sudah membalut badan Monica dengan sempurna, perempuan itu lalu ikut bergabung dengan Dev di ranjang. "Dev." Monica menyandarkan punggung ke kepala ranjang, menatap Dev.Dev tersentak, kemudian menoleh pada Monica. Mulutnya mengatup rapat, tak berminat menjawab panggilan istrinya.Manik Monica memicing, menekuk kedua kakinya, duduk bersila. Menatap lamat-lamat sang suami yang masih tampan dan bugar di usianya yang menginjak 45 tahun."Selama ini kamu mata-matain Darwin?" tanya Monica tak suka."Bukankah itu harus?" Alis kiri Dev terangkat. "... Aku cuma mau mastiin gimana kelakuan Darwin setelah menikah. Dan aku pikir kalo dia bakal berubah. Tapi ternyata masih sama aja. Anakmu gak ada bedanya sama ayahnya." Dev mendengkus usai berkata demikian. Lalu melengos dengan senyum miring."Kamu kenapa selalu ungkit-ungkit itu, Dev? Kenapa? Udah dua puluh lima tahun berlalu. Tapi kamu masih—""Udah berlalu katamu?" sinis Dev menyela ucapan Monica. "Seumur hidup aku gak akan pernah lupain kebusukan kalian. Dan, ingat satu hal ini." Dev mencengkeram kuat-kuat rahang Monica. Menyorot istrinya dengan tatapan kebencian. "Jangan kamu pikir aku udah lupain semuanya, Monic. Bersyukurlah karena aku tidak menendangmu dan Darwin dari hidupku."Monica hanya bisa meringis kesakitan. Kuku-kuku Dev seakan menancap di permukaan kulitnya yang mulus. "Dev, ini sakit. Lepas!" Kemarahan Dev selalu menyeramkan bagi Monica."Kamu kasih tau Darwin dan bilang ke dia untuk menghargai Selena. Kalo enggak, dia akan rasakan akibatnya. Ngerti!" Dev menghempas wajah Monica dengan kasar sampai wajah memerah itu terlempar ke samping. Kemudian dia beranjak, lalu keluar dari kamar.Brakk!Monica sampai berjengit karena Dev membanting pintunya. "Sial! Gara-gara Selena, hidup putraku terancam. Ini gak bisa dibiarin. Dev gak pernah main-main sama ucapannya."_bersambung ☘️Dev masuk ke ruang kerjanya, lalu menduduki kursi di balik meja yang selama ini menjadi tempatnya menyibukkan diri jika sedang berada di rumah. Dev mengambil ponsel dari saku celana, lalu membuka pesan gambar dari orang suruhannya. Rahangnya mengetat, saat melihat beberapa foto mobil Darwin masuk ke dalam gedung sebuah apartemen. Dev tidak perlu mencari tahu siapa yang didatangi oleh suami Natasya itu. Dia bahkan sudah mengendus perselingkuhan Darwin dengan kakak tiri Selena sejak tiga bulan yang lalu. Decakan dan gerutuan tak bisa ditahan oleh Dev, yang sangat kesal dengan tingkah Darwin."Anak ini memang bener-bener minta dikasih pelajaran. Harusnya dia di rumah sama istrinya. Ini malah ketemuan sama jalangnya." Dev membuang kasar napasnya, meletakkan asal ponselnya, lalu memijat pelipis. Tiba-tiba dia mengingat sesuatu. Dibukanya laci meja kerja, dan mengambil sebuah dokumen. Kening Dev mengernyit, menatap surat kepemilikan apartemen yang rencananya akan dia berikan sebagai hadi
Darwin kembali ke rumah sekitar pukul sembilan pagi bersama Rania yang ikut serta. Namun, saat tiba di rumah pemberian papinya, dia tidak mendapati siapa pun termasuk sang istri."Rumahmu sepi, pada ke mana? Selena juga gak keliatan." Rania mendaratkan bokongnya di sofa ruang tamu. Pandangannya mengelilingi seluruh rumah yang ditempati adik tirinya selama satu tahun terakhir. Rasa iri selalu menggelapkan hati perempuan itu. Baginya, Selena sangat beruntung, sebab bisa menikah di usia muda dan mendapatkan suami tajir. Lalu, keinginan untuk merebut apa yang dimiliki oleh Selena tak bisa terbendung. Rania mulai merayu Darwin, dan berhasil membuat pria itu menidurinya selama tiga bulan ini.Darwin yang baru saja mengecek kamar untuk mencari keberadaan Selena, melangkah menuju dapur. Mengambilkan minum untuk Rania karena di jam segini biasanya asisten rumahnya sedang pergi ke pasar."Lagi pergi kali," sahut Darwin, sambil melangkah ke ruang tamu. Di tangannya ada dua minuman kemasan kalen
"Berhenti di sini aja, Pak." Selena menginterupsi tukang ojek online yang mengantarnya pulang ke rumah almarhum papanya.Rumah peninggalan yang kini ditempati oleh ibu tirinya. Selena bergegas turun, dan melepas helm milik tukang ojek. Dia mengembalikannya, lalu menyodorkan selembar uang warna merah. "Helm-nya, Pak. Terus ini ongkosnya. Kembaliannya buat Bapak aja." Diberi uang tip yang lumayan besar, senyum sang tukang ojek seketika mengembang lebar. "Makasih, Neng." "Sama-sama, Pak." Tukang ojek berlalu, Selena lekas memasuki halaman rumah tersebut. Baru tiga langkah, seketika gadis itu menyendu. Ingatannya kembali pada kepulangannya tahun lalu. Waktu itu, dia mendapat kabar jika papanya meninggal karena kecelakaan.Kepulangannya pada hari itu di sambut oleh jenazah papanya yang sudah terbujur kaku. Yang lebih mengejutkan lagi ialah—mamanya tiba-tiba memberikan surat wasiat terakhir sang papa. Surat wasiat yang berisi perihal permintaan terakhir Satria kepada Selena untuk berhent
bugh!"Dev!" Monica hanya bisa memekik nyaring saat suaminya memukul sang anak di depan matanya. Sementara Darwin yang tidak siap dengan pukulan dari ayahnya spontan terduduk di lantai sambil memegangi pipi yang terasa berdenyut. Sakit. Pukulan sang ayah benar-benar terasa sakit di area sekitar rahangnya. Sial! Kenapa tiba-tiba daddy-nya datang ke rumah? Pikir Darwin. Dev membuang napas kasar seraya menyalak tajam ke arah Darwin yang berada di bawah kakinya. Pria itu sungguh tak habis pikir dengan Darwin yang selalu bersikap seenaknya. Bahkan, putranya itu mulai berani menyakiti seorang perempuan. Terlebih, perempuan itu adalah istrinya sendiri. ck! Beruntung, Dev datang di saat yang tepat, dan bisa mengendalikan Darwin. "Kamu udah mulai berani main tangan sama istrimu, hah! Apa selama ini daddy ngajarin kamu seperti itu? Coba tadi daddy gak dateng, entah gimana nasib Selena." Dev menggulung lengan kemejanya sampai sebatas siku bergantian sambil melirik tajam ke arah Monica. "Liat
Sepasang manik bulat Selena tak berkedip, menatap pria yang baru saja mengatakan bila apartemen mewah ini adalah miliknya. Selena lantas mengerling seraya memerhatikan raut Dev yang nampak begitu serius dengan perkataannya barusan."Selena, kamu … dengar perkataan daddy barusan 'kan?" Dev memastikan jika gadis di hadapannya ini sungguh-sungguh mendengar perkataannya barusan dengan sedikit mencondongkan wajahnya.Selena spontan beringsut mundur karena jaraknya dengan Dev terlalu dekat saat ini. "Selena denger, kok, Dad," sahutnya.Jawaban Selena membuat Dev mengangguk dan tersenyum. "Terus, gimana? Kamu … Suka 'kan sama apartemennya?""Hmm …" Sejenak, Selena mengalihkan pandangannya ke sekitar unit dengan pencahayaan yang sangat terang itu. Dari segi manapun, unit yang dibelikan Dev untuknya terbilang sangat mewah dan luas. Semuanya sudah tersedia di sana. "Bukankah ini terlalu besar kalau Selena yang tinggal di sini sendirian, Dad?" ujar Selena yang kembali menatap mertuanya.Kening D
"Kamu itu memang bodoh, Darwin!" Monica tak bisa lagi menahan kekesalannya pada putra satu-satunya itu. "Bisa-bisanya kamu selingkuh sama kakak tirinya Selena. Di mana otak kamu, Darwin? Di mana? Kayak gak ada perempuan lain aja! Ck!" Gelas kosong di hadapan, Monica isi dengan bir, lalu dia meneguknya.Darwin melakukan hal yang sama—mengisi gelasnya dengan bir kemudian meminumnya. "Mom, Rania itu hot-nya luar biasa. Mana mungkin Darwin gak tertarik sama dia," cicit Darwin sambil meletakkan gelas yang sudah kosong ke meja minibar di rumah Monica. Lelaki itu tak menyesal sama sekali sudah berselingkuh dengan kakak tiri istrinya.Monica menggeleng tak percaya dengan jawaban Darwin yang terkesan santai. "Darwin, kamu gak bisa sesantai itu. Kamu tadi lupa, daddy-mu udah marah besar sama kamu karena menantu kesayangannya minta cerai dari kamu?"Kemarahan Dev tadi, jelas sangat mengganggu pikiran Monica. Dia takut apabila suaminya benar-benar menendang Darwin dari perusahaannya."Mami tenang
Tadinya, begitu tiba di gedung apartemen yang sudah lama dia sewa, Dev ingin bergegas naik ke unitnya, lalu beristirahat. Namun, ketika mematikan mesin mobil, dan tak sengaja menoleh ke belakang, dia melihat tas selempang Selena yang ternyata tertinggal di jok beserta koper yang masih berada di bagasi. Lantas, mau tak mau Dev pun kembali lagi ke gedung apartemen Selena yang letaknya memang tak terlalu jauh dari gedung apartemen yang disewa. Hanya menempuh sekitar lima belas menit, Dev sudah berada di sana lagi. Dengan dibantu pihak keamanan gedung, Dev membawa koper Selena yang ukurannya tidak terlalu besar menuju lantai atas. Sementara tas selempang gadis itu dibawa sendiri oleh Dev. Akses unit yang belum sempat diganti memudahkan Dev untuk masuk. Dia buka pintunya, lalu menggeret gagang koper dan membawanya masuk. Dev menutup pintunya kembali, lalu berjalan menuju kamar Selena yang rupanya tidak tertutup. "Dia belum tidur?" Dev mendorong pin
"Pak PresDir memerintah supaya semua barang-barang Pak Manager yang ada di dalam di pindah. Lalu letakkan di meja staf sebelah sana. Paham?" titah salah satu sekretaris Dev bernama Marvin pada dua office boy yang baru saja tiba di ruangan GM(General Manager)."Paham, Pak." Kedua office boy mengangguk dan menjawab serentak. Meski penasaran, tetapi mereka memilih diam. Menuruti perintah dari atasan mereka yang diketahui sangat-sangat disiplin. "Saya tinggal dulu." Marvin keluar dari ruangan yang selama ini ditempati Darwin setelah beres memerintah. Pagi-pagi sekali, Dev menghubunginya dan memberikan perintah di luar dugaannya. Yang Marvin tidak mengerti, 'Mengapa tiba-tiba atasan sekaligus sahabatnya itu menurunkan jabatan Darwin secara mendadak', padahal dia pikir Dev tidak akan pernah bertindak demikian. "Pagi, Om." Darwin langsung menyapa ketika berpapasan dengan Marvin di depan pintu ruangannya. Pemuda itu terlihat ramah seperti biasa.