"Makan yang banyak ya, Ma. Jangan malu-malu." Bu Nani menambahkan lauk ke piring Padma yang sudah kosong. Saat ini mereka makan bersama di ruang makan."Sudah cukup, Bu. Jangan ditambah lagi." Padma menahan tangan Bu Nani yang ingin menambahkan lauk lagi ke piringnya."Iya, Ma. Makan saja. Menambah beberapa kilo kalori, tidak akan berpengaruh banyak padamu. Namanya juga sedang berpesta," celetuk Erina sambil tertawa.Padma terdiam. Erina menyindirnya dalam bentuk canda."Kalau kamu tidak bisa bicara yang baik-baik, mending kamu diam saja, Rin." Tirta menegur Erina. Setelah puluhan tahun bersama, baru kali inilah ia ilfeel pada sikap Erina."Astaga, Tir. Aku cuma bercanda lho. Serius amat. Iya 'kan, Mbak?" Erina melayangkan tatapan tidak mau dibantah pada Padma. Padma diam saja. Ia tidak mau mengiyakan karena merasa tidak enak, seperti sikapnya dulu ketika ia dibully. Dengan diamnya, ia sudah mengambil sikap kalau ia tidak setuju dengan ucapan Erina."Kamu tidak perlu bertanya pada Pad
"Duh, kalian berdua jadi repot ya? Sini, sisanya Ibu saja yang mengeringkan." Bu Nani ikut mengambil kain lap dari laci."Tidak usah, Bu. Biar aku saja yang mengerjakannya. Tanggung. Lagi pula mencuci piring adalah tugas sehari-hariku. Ibu duduk-duduk santai saja di depan," saran Erina. Ia segera mengambil kain lap dari tangan Bu Nani."Baiklah. Ibu ke depan dulu ya? Mau mengobrol-ngobrol lagi dengan Tirta. Nanti kalian menyusul ya? Sudah lama kita tidak bersenda gurau," tukas Bu Nani dengan senyum semringah."Silakan, Bu. Nanti kalau sudah selesai kami akan menyusul," ujar Erina. Padma dalam diam memperhatikan air muka Bu Nani. Bu Nani tampak sangat bahagia. Sedari tadi Bu Nani tidak henti-hentinya tersenyum. Sepertinya ada hal yang membuat hatinya berbunga-bunga."Mbak pulangnya barengan denganku saja. Sepertinya Bu Nani masih kepingin mengobrol dengan Tirta di sini." Erina mencoba membujuk Padma."Tidak usah repot-repot, Rin. Aku bisa naik taksi online kok... kalau aku mau." Padma
"Sembilan kali lagi, Ma. Ayo semangat!" Wilma, Yesi dan Ririn menyemangati Padma yang tengah melakukan gerakan push up. Walau kedua tangannya gemeter kelelahan, Padma tetap fokus pada tujuannya.Sedikit lagi, Ma. Tahan kesakitanmu, demi membungkam mulut-mulut nyinyir esok hari."Selesai." Padma terduduk lemas usai menyelesaikan push up sebanyak tiga puluh lima kali. Mungkin bagi orang lain 35 kali itu sedikit. Tetapi baginya itu adalah perjuangan. Ia berancana akan menambah 1 kali lagi setiap harinya."Ya Allah, sampai gemeteran tangan sama kaki gue. Mau kurus itu susah banget ya? Giliran makan sedikit aja, langsung jadi daging." Padma ngos-ngosan."Lo mending makan dikit jadi daging. Gue dulu cuma ngeliat poster KF* di jalan, terus nelen ludah, langsung naik dua kilo," imbuh Yesi hiperbola."Wuih itu si Mike baru dateng. Langsung ngeliatin si Padma lagi. Ayo kita jauhan dulu. Biar doi bisa ngedeketin Padma." Wilma mengambil ancang-ancang untuk menjauh."Yuk... yuk... yuk..." Ririn da
Padma menoleh ke belakang. Ternyata memang Tirta. Bukan itu saja. Wilma, Ririn dan Yesi tampak tersenyum-senyum tidak jelas."Lho, kok Mas bisa ada di sini?" seru Padma kaget."Ya bisa lah. Namanya juga tempat umum. Sini sebentar. Ada yang ingin aku bicarakan denganmu." Tirta berusaha melepaskan pegangan tangan Michael."Tunggu dulu." Michael mempertahankan cengkramannya."Kamu belum memberitahuku nomor teleponmu." Michael terus menuntut."Untuk apa sih, Dek? Toh, nanti saya juga akan ke sini lagi." Padma berusaha menarik lengannya. Ia merasa tidak nyaman dengan situasi ini. Di mana Tirta dan Michael sama-sama memegangi satu lengannya. Wilma, Ririn dan Yesi membuat gerakan huruf O sambil bertepuk tangan kecil."Kok untuk apa. Ya agar saya bisa memantau hasil program kamu dong." Michael mempertahankan cengkraman tangannya."Kamu ikut program apa memangnya, Ma?" Tirta mengernyitkan alisnya."Itu, program 100 days to get better. Pengalaman pribadi Dek Michael ini saat kelebihan berat bad
"Kok kita ke mall sih, Mas? Memang pertemuannya sambil belanja gitu?" Padma heran saat Tirta membelokkan mobil ke sebuah mall."Kamu mau belanja?" Tirta balik bertanya."Ya nggak lah. 'Kan aku belum kurus."Ups, ia keceplosan."Apa hubungannya antara belum kurus dengan tidak belanja? Agak lain kamu ini memang." Tirta menghidupkan lampu tangan saat sebuah mobil terlihat akan keluar dari parkiran."Beruntung banget kita hari ini ya, Mas." Padma mencoba mengalihkan pembicaraan."Beruntung kenapa?" Tirta melajukan kendaraan setelah mobil yang ia tunggu keluar dari lot parkir. Baru setelahnya ia mematikan mesin mobil."Aku meminta pertemuan di mall agar cepat selesai. Kafe di mall itu ramai. Jennifer pasti tidak betah duduk lama-lama di sana." Tirta memberi alasan. Padma nyengir. Jennifer memang tidak menyukai kebisingan."Temani aku ke satu tempat dulu, baru kita menemui Jennifer ya. Ada waktu sekitar satu jam lagi.""Oke, Mas." Padma mengangguk. Keduanya kemudian keluar dari mobil dan be
"Kami ada tiga contoh cincin model terbaru yang cocok sekali untuk pernikahan. Model-modelnya simple namun sangat elegant. Cocok dengan Ibu. Misalnya seperti cincin model solitaire ini." Sang pramuniaga mengeluarkan sepasang cincin bermata satu."Atau yang model three-stone seperti ini. Dan yang model bezel ini juga bagus." Sang pramuniaga mengeluarkan masing-masing cincin yang ia sebutkan namanya."Tidak usah dikeluarkan semua, Mbak." Padma buru-buru menolak."Kalau tidak dikeluarkan, bagaimana bisa kamu coba, Ma." Tirta mengangguk ke arah pramuniaga. Memberi kode bahwa ia menyetujui aksi si pramuniaga."Ayo dicoba dulu cincin-cincinnya, Bu. Ketiganya adalah cincin- incin terbaik yang sedang best seller saat ini." Sang pramuniaga meyakinkan Padma."Pilihlah yang terbaik dan sesuai dengan seleramu, Ma. Jangan mengecewakan orang yang akan mengenakannya nanti," bujuk Tirta lembut.Rasa-rasanya malah aku yang kecewa, Mas. Aku seperti mempersembahkan mimpiku untuk orang lain. Eh bangun, M
Setelah hampir enam bulan bekerja di PT Karya Graha Mandiri, untuk pertama kalinya Padma tidak fokus dalam bekerja. Tanpa bisa ia kontrol, benaknya terus menebak-nebak, siapa kiranya perempuan yang akan dinikahi oleh Tirta."Bagaimana menurutmu, Ma?" Tirta tiba-tiba saja bertanya pada Padma."Hah, maksudnya bagaimana, Mas?" Padma kelimpungan. Ia jadi merasa tidak enak karena terkesan tidak cekatan."Bu Jenni ingin mengubah model karpetnya. Dari yang bentuknya persegi panjang ini menjadi oval?" Tirta menunjuk objek di layar laptop."Tambah bagus 'kan, Mbak? Jadinya rasanya lebih hangat dan tidak kaku." Jennifer ikut menunjuk layar laptop."Begini ya, Bu Jenni. Menurut disiplin ilmu interior, karpet berbentuk bulat memang bisa menghadirkan rasa hangat dan intim. Namun, ada beberapa ruangan yang tidak cocok menggunakan karpet jenis ini. Contohnya ya ruangan cluster kita yang type ini." Padma memberi pengertian pada Jennifer. Mendengar sanggahannya, air muka Jennifer seketika berubah keru
"Sebenarnya aku sudah sangat lama menyukaimu. Jauh... jauh sebelum kamu mengenal Dimas. Aku sudah menyukaimu saat kamu masih berseragam putih biru dan aku putih abu-abu. Aku suka memandangimu saat kamu ikut dengan Pak Manan membeli kendaraan. Aku bahkan siap siaga ikut ayahku ke showroom setiap tanggal 5 tiap bulannya. Karena aku tahu, kamu pasti akan datang ke showroom untuk membayar cicilan mobil bersama ayahmu. Kamu adalah cinta monyetku, Ma." Tirta mengungkapkan rahasia masa lalunya.Begitu rupanya."Tapi aku tidak pernah melihat rasa cintamu, baik waktu itu mau pun sekarang, Mas. Yang aku lihat adalah seorang anak remaja tanggung yang kerap mengusili semua urusanku," ungkap Padma apa adanya."Aku jadi kesal padamu, karena aku tidak sempat mengungkapkan rasa cintaku. Aku tertikung oleh Dimas. Padahal aku sudah lama mengumpulkan niat untuk menembakmu, saat seragammu berubah dari putih biru menjadi putih abu-abu." Tirta bersungut-sungut. Ia sekarang tidak gengsi lagi untuk mengaku.