Menggunakan mobil sewaan dan memakai dress sederhana, dilengkapi scraf yang dipakai sebagai penutup kepala serta kacamata hitam plus masker, Xian Lie berjalan menuju tepian pantai.
Ia berdiri di bibir pantai dan celingukan ke sana ke mari sembari melihat jam di ponselnya.
“Ke mana dia? Jam segini belum juga datang,” gumamnya kesal.
Tak berapa lama, siluet seorang wanita yang ia tunggu, terlihat dari tempatnya berdiri. Putri semata wayang konglomerat minyak itu berkacak pinggang dan menggeram kesal.
“Dasar lelet!” umpatnya pelan.
“Miss Lie, maaf tadi saya ada meeting, makanya saya—”
“Gak usah basa-basi. Mana fotonya.” Xian Lie mengulurkan tangan dan membuka telapak tangannya.
“Anda gak sabaran ternyata.” Wanita itu mengambil ponselnya dan membuka galeri foto. “Ini. Teman saya yang jadi wartawan lepas yang ambil foto itu. Sepertinya, Trisha tak sebersih yang saya ki
Riana tersenyum tipis. “Ya, begitulah. Masih belum selesai. Tapi, gak papa. Ini ‘kan masih fitting. Selesai fitting, nanti aku betulin lagi. Yang penting pas dulu ke badannya.”Ayu menatap sedih atasannya itu. Dengan bibir bawah ia manyunkan, Ayu menunduk.“Kalo saja Ayu punya sedikiiiit aja dari kemampuan Ibu. Ayu pasti bisa bantuin Ibu,” sungut Ayu.Riana terkekeh. Wanita itu berdiri dan memutari mejanya, lalu merangkul mantan asisten pribadinya itu.“Nona Ayu Nadia, kamu bisa bantu aku dengan jadi model terkenal. Kalo kamu terkenal, kamu bisa pakai gaun rancanganku ke event-event penting, supaya karyaku lebih dikenal. Gimana? Setuju?” hibur Riana.Senyum Ayu mengembang. Ia memutar tubuhnya dan menatap ibunda Evan itu seraya mengangguk cepat.“Iya, Bu. Ayu pasti jadi terkenal,” ucap Ayu semangat.Riana menatap hangat Ayu dan melengkungkan bibirnya. ‘Kamu sangat polos, Yu&rs
“Pak, ini dokumen yang harus ditanda tangani.” Seorang lelaki berpakaian formal dan rapi, mengulurkan map ke meja kerja Irawan.Ayah kandung Dimas itu melihat sekilas map yang disodorkan sang asisten dan mengangguk.“Apa kamu sudah lakukan yang aku suruh?” tanya Irawan, masih dengan kegiatannya memeriksa file yang ada di depannya.“Sudah, Pak. Nanti jam 7 di restoran Bapak yang di Menteng, ruang VIP.”Irawan mengangguk dan tersenyum puas. Lelaki itu lantas mengambil map yang diberikan sang asisten dan menandatanganinya.“Soal host untuk talk show-nya?”“Sudah, Pak. Nona Xian Lie merekomendasikan Cathlyn.”Tangan Irawan yang sedang bergerak di atas kertas, terhenti. Ia mendongak dan melihat sang asisten.“Cathlyn? Kamu yakin?” tanya Irawan mencoba meyakinkan diri.“Benar, Pak. Ini pesan dari nona Xian Lie yang saya dapat tadi malam.” Lelak
Riana mencengkeram celana jeansnya. Ia menceku kain tebal itu. Tak peduli sakit yang terasa di jemarinya.Perutnya semakin bergolak setiap kali hembusan napas Irawan mengenai lehernya. Aroma alkohol dan tembakau begitu menyengat, menambah siksa perutnya.“Pak Irawan, apa begini cara Anda berbicara dengan calon menantu Anda? Kalau putra Anda tahu bahwa ayahnya sedang merayu tunangannya … bagaimana tanggapannya?”Riana menguatkan diri melawan lelaki itu, walau rasanya ia ingin memuntahkan isi perutnya di wajah paman kandungnya yang terus menatapnya penuh nafsu itu.Senyum Irawan memudar. Lelaki itu menarik tangannya dari bahu Riana dan memalingkan wajah. “Gak usah bawa-bawa anakku. Gak ada hubungannya sama dia.”Riana menyeringai. Ia menatap cemooh ayah tunangannya itu. “Tidak ada hubungannya? Anda saat ini sedang bersama calon istrinya dan bukan hanya itu, Anda juga memiliki pikiran mesum terhadap tunangann
“Ellena, kali ini aku ikuti saranmu buat kasih dia kelonggaran waktu. Tapi, cukup sekali ini saja,” ketus Xian Lie seraya menghempaskan bokongnya di sofa salah satu restoran mewah di kawasan jl. Jend. Sudirman.“Ck … tenang. Itu sudah cukup. Aku yakin pandangan Eric terhadapmu akan berubah setelah ini,” sahut Ellena yang ikut duduk di seberang tunangan Eric itu.Xian Lie melipat bibirnya dan menatap ragu general manager Glamorous itu. “Kau yakin?”“100%. Yang ada di mata Eric saat ini hanya Trisha. Aku yakin, dia pasti akan ikut menyalahkanmu kalo kamu memberi tekanan padanya.” Ellena melihat Xian Lie dan tersenyum seringai. “Berpura-pura berbelas kasih, tidak akan merugikanmu.”“Tapi … bagaimana kalo ternyata dia berhasil?”“Hahaha … I doubt that …,” jawab Ellena dengan tawanya.“Hmm, okay. Aku percaya sama kamu. Karena &hel
Netizen kembali dibuat heboh dengan berita soal Riana. Hampir di setiap lama berita dan media sosial, Foto-foto Riana bersama seorang lelaki yang bukan tunangannya terpasang.Bahkan dalam hitungan detik setelah dirilis, kolom komen yang memuatnya kebajiran hujatan dan sindiran.Foto-foto Riana kali ini, menjadi skandal paling heboh yang mengguncang dunia infotainment.Xian Lie menyeringai kala melihat reaksi Eric ketika melihat berita tentang Riana melalui ponselnya.“Sekarang kau bisa lihat, ‘kan? Itu warna asli wanita yang kamu cintai. Tanpa malu, dia berciuman dengan tunangannya walau baru saja dia terlibat dengan laki-laki lain!”Xian Lie mendekati Eric dan mengambil ponselnya dari tangan lelaki itu. “Sakit? Itu juga yang aku rasakan saat aku lihat kamu dengannya, Eric.Apa yang aku lakukan, hanya sebatas untuk mempertahankan milikku dari perempuan macam dia! Aku terlalu mencintaimu karena itu aku melakukann
Eric duduk di ruang meeting dengan wajah yang berselimut mendung. Lelaki itu terlihat tak fokus dan sering mengecek ponselnya.Semua chat dan panggilannya pada Riana, tak satupun yang dibalas wanita itu. Kegelisahan Eric, tak luput dari mata Cathlyn yang duduk di hadapannya.“Tuan Jenkins? Bagaimana menurut Anda? Apa … saya cocok untuk jadi host Beyond the Fashion?” lontar Cathlyn, setelah ia mendengar ucapan setuju dari Xian Lie dan co-produser acara.Eric acuh tak acuh melirik Cathlyn, lalu melihat semua orang yang ternyata juga menatapnya, menunggu jawaban.“Whatever,” ucapnya tak bergairah.Cathlyn memandang Xian Lie sambil tersenyum tipis serta menyentakkan alisnya dan disambut aktris cantik itu dengan seringai.“Aku pilih Ayu. Dia lebih cocok. Selain karena wajahnya masih fresh di layar kaca, Ayu juga pernah belajar design. Jadi, pengetahuannya seputar fashion lebih banyak dibanding Cathlyn," lontar
Eric duduk di kursi di dalam kamarnya ditemani cahaya lampu temaram. Kegelapan yang menyelimutinya, sama dengan kondisi hatinya berkabut karena dirundung gundah dan cemburu.‘Ana….'Nama itu terus bergulir di pikirannya. Walau niat memaksa menghilangkan curiga, tapi warita yang ada seolah menghapus asa.Toktoktok….Eric menoleh malas ke arah pintu kamarnya. Ia mendesah dan memaksa senyum, ketika dilihatnya wajah imut putranya melongok dari balik pintu.“Dad? Can I come in?” tanya Evan meminta izin.“Hmm. Come here!” seru Eric sambil melambaikan tangannya.Evan segera masuk dan menutup pintu lalu berlari dan naik ke atas pangkuan sang ayah.“Dad … apa Daddy gak takut gelap?”Eric mengusap sayang rambut putranya itu dan tersenyum tipis. “Kenapa harus takut? Gelap dan terang, sama saja. Asal, pikiran kita jernih
“Jadi itu tanggapanmu soal mama? Hehh! ... ternyata ... kamu memang orang berengsek!” dengus Dimas. Wajah ganteng dokter muda itu berubah garang dan menatap sinis pasangan suami istri di hadapannya.“Dimas! Jaga bicaramu! Biar bagaimanapun aku ini Papa-mu!” sergah Irawan.“Papa? Apa kau layak disebut Papa? HAH?! Bahkan calon menantumu pun tidak kau lepaskan!” sengit Dimas. Matanya memerah. Napasnya berpacu hingga terasa menyesakkan.“Aku belum memaafkanmu karena KAU membiarkan mama meninggal. Dan sekarang … ckckck … kau memang layak dapat julukan ayah ter-berengsek di dunia!” tunjuk Dimas lalu berbalik dan melangkah pergi.“DIMAS! BERHENTI KAU!”Dimas menghentikan langkahnya. Ia mengambil napas dalam-dalam dan berbalik menghadap ayahnya.“Kalau bukan karena aku, kamu tidak akan bisa jadi seperti ini. Kalau bukan karena aku, kamu juga tidak pernah bertemu perempua