Semua orang menyaksikan tindakan terakhir Dylan dengan mata tak percaya, seolah-olah dia sengaja menyerahkan diri pada nasibnya. Tony, dilanda kekhawatiran, bergegas menghampirinya, takut Dylan akan bertindak gegabah sekali lagi."Pak Dylan, baik-baik saja?" tanyanya, tapi yang dia temui hanyalah Dylan dengan mata tertutup, terkulai lemas di kursinya, tak berdaya. Dengan cepat, Tony memeriksa denyut nadi di leher Dylan, menghembuskan napas lega saat menemukan tanda-tanda kehidupan, lantas menoleh pada Liam dengan pandangan penuh rasa terima kasih."Terima kasih, Pak Liam. Pak Dylan pasti kelelahan; dia belum tidur berhari-hari," ucap Tony dengan suara serak.Liam menatap Dylan dengan perasaan yang rumit dan berkata, "Bawa dia pulang. Biar saja orangnya di sini untuk bekerja dengan saya."Tony mengangguk cepat, menyadari bahwa dia akan lebih khawatir tentang nasibnya sendiri jika Dylan bangun, mengingat moodnya yang tidak terduga. Sementara itu, Liam telah memanggil seseorang untuk menj
Lydia merasa betapa mengerikannya tempat ini, dia tak bisa bertahan lebih lama. Sebelum kepedihannya mendalam, seorang pria berpostur kekar menunjuk ke arahnya, mengisyaratkan api, lalu ke mulutnya, seolah sedang menyuruhnya makan. Tanpa perlu diterjemahkan, Lydia mengerti bahwa para orang asli di sini mencoba memanggangnya!Nasibnya sungguh malang! Panik melanda tubuh Lydia, dan dia menatap orang-orang liar di depannya dengan senyuman yang lebih menyeramkan daripada tangis. "Permisi, saya harus pergi," ucapnya sambil berguling berdiri, berusaha lari. Namun, ranting dan dahan berserakan di tanah menghalanginya, membuatnya tersandung dan jatuh.Lydia pusing dan demam, sempat tidur sesaat, lalu jatuh keras ke tanah, kesadarannya memudar. Terlentang di tanah dalam waktu yang lama, dia kehilangan kesadaran lagi.Orang-orang liar lainnya melihatnya, berbicara dengan orang yang mengenakan sepatu lumpur, tampaknya mereka berkomunikasi. Tapi tunggu, sepatu yang dikenakan oleh orang liar itu,
Lydia, sambil menutupi hidung dan mulutnya, batuk keras, sementara Tiger yang sedari tadi pura-pura tidak mati mulai bergerak di saku Lydia."Mama, aku tadi cari di database pengetahuanku, ini sepertinya adalah jenis upacara kuno," kata Tiger.Lydia sangat cemas mendengarnya. Apakah mereka benar-benar dalam bahaya?"Tiger, kamu ‘kan harimau, bisa nggak kamu serang mereka?" tanyanya.Tiger diam beberapa detik sebelum menjawab, "Sistem yang dirancang Amel memberiku kemampuan serangan 20 persen, tapi setelah dimodifikasi oleh Kenny, kemampuan seranganku sekarang nol. Mama, kayaknya kamu harus serang sendiri.”Lydia hanya bisa menggelengkan kepala. Sungguh harimau tidak berguna.Lydia hampir saja bertanya kepada Tiger tentang kemungkinan lari, ketika tiba-tiba seluruh kelompok orang liar di depan mereka tiba-tiba berhenti bernyanyi dan menari, dan ekspresi mereka menjadi serius.Lydia segera menyadari bahwa dia harus diam agar mereka tidak mengetahui keberadaan Tiger. Jika tidak, satu-satu
Ketika Lydia mengenali situasinya, sebuah rasa lega menyelubungi dirinya. Hujan yang deras mengguyur, membersihkan langit malam dan mengubah suasana menjadi gelap dan dingin, seolah-olah dunia telah berubah menjadi jurang yang menakutkan. Suara hujan yang memukul dedaunan menciptakan kegaduhan, sementara angin yang berhembus kencang dan deburan ombak menggabungkan kekuatannya untuk menghasilkan simfoni yang menyeramkan, dingin, dan penuh dengan keputusasaan.Lydia, yang tubuhnya telah basah kuyup dan menggigil karena dingin, merasakan seolah-olah kedinginan telah meresap jauh ke dalam tulang-tulangnya. Berhenti sejenak untuk mengambil nafas dalam kegelapan, suara langkah-langkah yang mendekat dari belakangnya menghantui telinganya. Dia dan orang liar palsu itu tampak liar bertukar pandang, dan kemudian dengan kepastian, melanjutkan lari mereka. Hujan dingin menyerang wajah Lydia, seolah-olah pisau yang sedang menusuk, menciptakan sensasi yang memilukan.Hanya dalam beberapa menit, di
Di bawah selimut malam yang gelap, suara tawa pria itu berdering dengan kejernihan yang memikat, mengungkap senyum yang tersembunyi dalam kegelapan. Mata penuh cahaya nakal berkedip, seolah menyimpan rahasia yang tak ingin dibagikan."Aku nggak mau kasih tau!" kelakarnya, suaranya bermain dalam irama misterius.Lydia, yang semula terdiam, merasakan sebuah kehangatan yang memenuhi ruang di hatinya. Ada sesuatu tentang keterusterangan pria di hadapannya, sesuatu yang menenangkan, membuatnya merasa dekat dengannya, seolah mereka terhubung oleh benang tak terlihat.Menyadari hal ini, Lydia tersenyum, tangannya perlahan menyentuh lengan pria itu. Kulitnya kasar namun kokoh, berlumur dengan noda-noda bumi, namun dia tidak peduli. Ini bukan saat untuk keengganan."Kedinginan?" tanyanya dengan perhatian, sambil mulai melepaskan jaketnya. "Pakai jaketku."Namun pria itu menahan tangannya, suaranya lembut, "Nggak usah, aku baik-baik saja."Lydia berhenti, pikirannya tiba-tiba tertuju pada Tiger
Dylan terbangun, matanya segera menangkap keakraban perabotan di sekelilingnya. Keterkejutannya membuatnya bangkit dengan cepat, tidak peduli pada jarum infus yang masih tertancap di tangan. Ia ingin mencabutnya, ingin segera pergi."Mau kemana kamu?" suara Sugiono terdengar, tua dan berwibawa, tapi terdengar penuh kemarahan.Para pelayan dan pembantu bergerak mendekat, siap mencegah Dylan. Namun, semuanya seperti terhenti oleh keberanian Dylan.Dengan mata yang menyala dan suara yang teguh, Dylan mengatakan, "Aku harus menemukan Lydia ...""Tapi dia sudah nggak ada," Sugiono menyatakan, suaranya seperti guntur yang menggelegar, mengguncang dunia Dylan. Itu adalah kenyataan yang telah diketahui semua orang, tapi Dylan menolak untuk menerimanya!Kata-kata itu seperti merobek lapisan penyangkalan yang telah ia jaga erat. Dylan terguncang, kehilangan pegangan.Dia menolak keras, matanya berkilat dengan penolakan, "Nggak! Dia nggak bisa ...!"Bahkan dalam keadaan syoknya, Dylan tidak bisa
Setelah berjalan selama lebih dari dua puluh menit, Lydia merasakan kedua kakinya seakan kehilangan sensasi, dipenuhi dengan lecet-lecet yang menyiksa.Ketika mereka akhirnya sampai di tujuan, hujan deras baru saja mereda. Bunyi ombak menghantam pantai berbaur dalam irama serempak, angin berhembus dengan kuat, ombak besar menabrak-nabrak karang, menggema dengan suara yang menusuk. Setelah melewati hutan lebat, mereka menemukan tanah di tepi laut yang berubah menjadi lumpur licin dan basah, menciptakan kondisi yang membuat setiap langkah mereka semakin berat. Pria yang berjalan di depan Lydia melangkah dengan kekuatan yang tak kunjung surut, larinya tak terhenti, tanpa tanda kelelahan, seolah sudah sangat terbiasa dengan kondisi seperti ini.Di bawah barisan karang, mereka berjalan ke sisi yang terlindung angin di lereng bukit. Dilap dengan sigap memindahkan sebuah batu setinggi setengah manusia untuk membuka jalan. Dia mengajak Lydia, yang terkejut dan tertegun, untuk mengikuti ke se
Antartika?Lydia terdiam.Jangankan menyelamatkan mereka, bahkan apakah teman Dilap itu masih hidup atau sudah mati pun, mereka tak tahu. Tak ada harapan lagi.Apakah ini berarti sudah tidak ada harapan lagi?Wajah Lydia pucat pasi, sementara Dilap mengambil korek api yang sudah disiapkan dari tasnya dan mulai mendidihkan air."Jadi ... kamu nggak bisa menghubungi dunia luar?"Dilap menatapnya Lydia datar, menghilangkan harapannya."Nggak bisa.""Kamu nggak pernah mikir gimana caranya pergi dari sini?""Ya pasti sudah lah. Aku sudah mikir caranya. Aku bawa ‘orang bodoh’ ke sini, terus nunggu orang bodoh itu diselamatkan sama entah siapa. Nanti aku bisa ikut dia. Soalnya materi yang kucari juga sudah cukup."Lydia terngaga.Jadi maksudnya, Lydia lah orang bodohnya?Fakta ini seketika menyapu kegembiraan di hari Lydia. Dengan keahlian, Dilap mahir menyuling air laut, kemudian mengulangi proses penyulingan pada air hasil distilasi tersebut berulang kali. Setelah puas, ia mencicipi sediki
Dulu, banyak yang berpikir Kelly akan menikah dengan Samuel, sehingga mereka semua bersikap manis padanya. Namun, ketika Samuel memilih orang lain, Kelly mendapati dirinya tak lagi bisa masuk ke lingkaran sosial tersebut. Tidak ada lagi yang mau membantunya.Lydia memandang dengan tatapan dingin. Dia tak tahu bagaimana wanita itu bisa sampai di sana, karena lokasinya cukup jauh dari tepi pantai. Sayangnya, tanpa undangan, wanita itu hanya bisa berdiri di luar, dihentikan oleh pengawal. Lydia berdiri diam, tak berniat membiarkannya masuk."Menolongmu? Atas dasar apa?" tanya Lydia.Kelly berdiri lemah dengan nada memelas. "Tapi Lydia, meski kita nggak akrab, hidupku hancur karena ulahmu. Kamu nggak merasa bersalah sedikit pun?"Walaupun kata-katanya penuh keluhan dan kemarahan, Kelly terlihat begitu lemah dan tidak berdaya. Dia menyalahkan segalanya pada Lydia. Seandainya Lydia tidak masuk ke ruangan itu dengan Malvin, dia mungkin sudah menjadi istri Samuel sekarang.Bagaimana mungk
Sebelum Lucas naik ke kapal, ia melihat beberapa mobil Ferrari terbaru terparkir di tepi pantai, termasuk salah satu yang sebelumnya dia sudah lama ingin beli tapi tidak pernah berhasil dibeli.Harus diakui, dia agak iri!"Lydia, apa kalian sekarang selalu pakai mobil Ferrari kalau pergi?" tanya Lucas.Lydia menatapnya dengan senyuman datar."Nggak, aku lebih sering pakai helikopter," jawab Lydia.Lucas hanya bisa terdiam.Tidak jauh dari sana, Dilap dan Malvin juga tiba.Lydia melihat mereka, segera menyapa.Dilap melirik Dylan dengan ekspresi merendahkan."Om payah banget sih. Dia bahkan belum berhasil dapetin hati yang dia sukai."Malvin berkomentar, "Kondisi Pak Dylan ‘kan nggak biasa."Jika tidak, dengan kualitas Dylan, dia bisa membuat hati siapa pun meleleh. Hanya saja sekarang, dia berurusan dengan Lydia.Lydia tersenyum sambil berkata, "Lama nggak ketemu. Apa kabar?"Dilap mengeluh dengan wajah muram, "Sejak kamu meninggalkan acara kami, popularitas kami menurun banyak. Bahkan
Karena sebelum Dylan beristirahat dia memerintahkan Bobby untuk membuat hubungannya dengan Lydia membaik, Bobby begadang semalaman. Akhirnya, Bobby terpikirkan satu ide bagus. Sebentar lagi adalah ulang tahun Rizal.Lydia tidak membawa banyak barang saat datang, begitupun ketika dia pergi. Lydia berdiri di gerbang sambil mengucapkan selamat tinggal pada Dylan. Akhirnya bisa beberapa hari tidak perlu melihat Dylan lagi. Lydia senang sekali ….Dylan memperhatikan Lydia dengan lembut saat Lydia pergi. Kemudian, dia menatap Bobby dengan garang setelahnya.“Sudah disiapkan?”Bobby dengan mantap mengangguk, "Pasti, jangan khawatir, Pak. Pertemuan Bapak dengan calon ayah mertua di acara ini pasti akan membantu Pak Dylan menjadi bagian dari Keluarga Bram."Wajah Dylan tetap terlihat serius, tetapi bibirnya sedikit tersenyum. Dia tampak lebih santai.Bobby melanjutkan, "Pak Dylan itu luar biasa. Susah loh Pak cari orang yang setara dengan Pak Dylan. Pak Rizal pasti akan menghargai niat baik
Saat dokter spesialis sedang melakukan pemeriksaan, Dylan akhirnya melepaskan tangan Lydia.Tidak sampai satu menit kemudian, karena Dylan tidak mendengar suara Lydia, dia berkata, “Lydia, sini tanganmu.”Suara Dylan terdengar lemah dan menyedihkan.Para dokter merasa, “Hubungan Pak Dylan dan Bu Lydia bagus sekali ....”Pak Dylan kelihatannya bukan tipe orang yang suka menempel pada orang lain. Mengejutkan sekali sikapnya hari ini.Tidak lama kemudian, satu tangan menyelusup. Dylan segera menggenggamnya, seketika sadar merasa lega.Dylan tidak berani mengelus-elusnya karena takut Lydia marah.Berhasil berkompromi sedikit seperti ini saja, bisa membuat semua ketidaknyamanan Dylan malam ini hilang.Pemeriksaan berlanjut selama sepuluh menit. Detak jantung Dylan berdetak cepat selama sepuluh menit.Namun, saat pemeriksaan hampir selesai, mereka mendengar suara Bobby dari luar."Bu Lydia beneran cuma makan sup sarang burung waletnya semangkuk? Mau nggak saya ambilin lagi?Suara itu semakin
Lydia merasa tidak seharusnya dia menerima berlian begitu saja. Lydia berencana untuk memberikan kejutan yang lebih besar untuk ulang tahun Mike nanti.Di dalam mobil, Ruben dan sopir duduk di depan, sedangkan Lydia dan Dylan duduk di belakang. Dylan duduk dengan mata tertutup, tampak dingin. Dia tidak mengucapkan sepatah kata pun.Lydia memberikan sedikit jeda, tiba-tiba dia teringat bahwa Dylan meminta pendapatnya tentang makan malam tadi malam, dan dia sama sekali tidak memberikan tanggapan apa pun! Lydia memberi isyarat dengan batuk kecil."Sebenarnya koki restoran itu cukup bagus, rasa dan tampilannya sangat baik. Apa pendapatmu?" Dylan mengangkat sedikit alisnya. Wajahnya terlihat sedikit lebih baik."Hmm, yang penting kamu suka." Lydia lega. Dia merasa tidak seharusnya dirinya makan gratis dan membuat Dylan marah. Lydia melihat Ruben di depan."Ruben, gimana menurut kamu?" Ruben menjawab, "Rasanya biasa saja, tampilannya saja bagus. Nggak bikin kenyang."Lydia mengernyitkan
Dylan merasakan pandangannya sedikit gemetar. Diam-diam dia merasa terganggu. Semua persiapan yang telah Dylan buat kini tertinggal oleh seikat berlian dari seorang bocah? Mengapa Charter bisa memiliki anak sepayah itu.Ekspresi Lydia berubah. Bagaimana mungkin Mike menyimpan barang-barang seharga itu, yang seharusnya ada di brankas, dalam kantongnya begitu saja? Lydia tersenyum. Dia tampak bingung dan geli melihat kepolosan Mike."Kamu harus simpan ini kembali, ya. Kakak nggak bisa terima," kata Lydia dengan lembut.Mike tampak kecewa, merengek sambil menarik tangan Lydia."Kakak nggak suka? Aku punya yang lebih besar lagi!" katanya dengan polos.Lydia hanya bisa tersenyum getir. Sulit menjelaskan hal-hal seperti ini kepada seorang anak kecil.Dengan senyum yang dipaksakan, Lydia menerima berlian itu."Aku suka, kok. Tapi Mike jangan kasih yang begini lagi ya nanti."Lydia berencana menyerahkannya kembali kepada Charter. Mike tampak sangat bahagia karena Lydia menerima hadiahnya.
Lydia mengelus rambut Mike yang lembut. Dia tak bisa menolaknya."Tentu saja!"Mata Dylan yang tadinya berbinar, perlahan meredup. Suaranya terasa lebih dingin."Kamu keluar sendiri gini, memangnya Charter tahu?"Mike takut. Dia merapat ke pelukan Lydia.Paman yang menyebalkan itu, bahkan saat sakit pun tetap saja menjengkelkan!Dengan angkuhnya, Dylan mengeluarkan ponselnya dan langsung menelepon Charter."Anakmu kabur. Sekarang sama aku dan Lydia."Maksudnya jelas: Segera jemput.Dylan sengaja menyalakan speaker, agar Mike mendengar suara Charter.Charter terdengar datar dan dingin di telepon."Oh begitu? Tolong jaga dia, aku sedang rapat, bye."Telepon terputus.Mereka bertiga terdiam sejenak. Mike menyadari apa yang terjadi. Dia segera memeluk Lydia dengan gembira."Hore! Aku bisa sama kakak cantik!"Wajah Dylan pucat sembari melihat layar ponsel yang sudah mati, napasnya tak karuan.Sudah susah-susah merencanakan kencan, malah berakhir dengan menjaga anak Charter? Sungguh menjengk
Keesokan harinya, Lydia menerima telepon dari Liam."Nielson Group ada masalah. Apa ini berkaitan dengan Dylan?"Lydia sudah menduga Liam pasti akan menyadari sesuatu. Dia sedang berada di luar negeri, berita dari dalam negeri seharusnya belum sampai kepadanya dengan secepat itu.Lydia dengan tenang menjelaskan kepada Liam tentang Preston yang ternyata adalah pelaku di balik semua ini.Liam terdiam lama, suaranya terdengar sangat dingin."Pastikan Ruben selalu melindungi kamu, jangan lengah. Urusan lainnya jangan kamu urusi, kita bicarakan nanti setelah aku kembali."Lydia hanya menjawab "oke".Mereka kemudian membicarakan beberapa hal lain, lalu menutup teleponnya.Lydia mengerahkan seluruh perhatiannya pada proyek kerjasama mereka. Dia pergi ke Julist Group pagi-pagi sekali.Victor yang masih kurang berpengalaman, menghadapi beberapa masalah rumit. Dia belum bisa mengambil keputusan dengan cepat. Lydia menghabiskan sehari penuh bersama Victor, dengan sabar mengajarinya. Tak terasa,
Ketika Bobby sedang duduk sendirian di ruang tamu, wajahnya tampak cemas dan khawatir tentang Dylan, ia tiba-tiba mendengar suara di pintu. Dylan sudah pulang. Dengan penuh semangat, Bobby bergegas menyambutnya."Pak Dylan, sudah pulang? Meski kondisi tubuh Pak Dylan begini, masih saja Pak Dylan kerja keras. Pak Dylan itu orang paling hebat yang pernah saya temui, loh …."Dylan tadi sudah merasa cukup baik setelah berhasil menangani Preston. Saat itu, Dylan menjadi kesal mendengar ucapan Bobby. Pujian yang tak berbobot.Sambil menahan emosi marahnya, Dylan bertanya, "Lydia sudah pulang?""Iya, Pak Dylan. Hari ini kayaknya mood Bu Lydia kurang baik. Sebaiknya Pak Dylan nggak menemuinya dulu, deh. Biar nggak nambah masalah ...."Mata Dylan yang dalam dan penuh arti membuat Bobby merinding. Bobby terbatuk kecil, mencoba memperbaiki suasana."Tadi ikut Bu Lydia ke pesta. Pemandangan kayak gitu biasanya cuma bisa lihat di TV. Tapi saya rasa, sih, pesta tadi kurang oke karena nggak ada Pa