Setelah berjalan selama lebih dari dua puluh menit, Lydia merasakan kedua kakinya seakan kehilangan sensasi, dipenuhi dengan lecet-lecet yang menyiksa.Ketika mereka akhirnya sampai di tujuan, hujan deras baru saja mereda. Bunyi ombak menghantam pantai berbaur dalam irama serempak, angin berhembus dengan kuat, ombak besar menabrak-nabrak karang, menggema dengan suara yang menusuk. Setelah melewati hutan lebat, mereka menemukan tanah di tepi laut yang berubah menjadi lumpur licin dan basah, menciptakan kondisi yang membuat setiap langkah mereka semakin berat. Pria yang berjalan di depan Lydia melangkah dengan kekuatan yang tak kunjung surut, larinya tak terhenti, tanpa tanda kelelahan, seolah sudah sangat terbiasa dengan kondisi seperti ini.Di bawah barisan karang, mereka berjalan ke sisi yang terlindung angin di lereng bukit. Dilap dengan sigap memindahkan sebuah batu setinggi setengah manusia untuk membuka jalan. Dia mengajak Lydia, yang terkejut dan tertegun, untuk mengikuti ke se
Antartika?Lydia terdiam.Jangankan menyelamatkan mereka, bahkan apakah teman Dilap itu masih hidup atau sudah mati pun, mereka tak tahu. Tak ada harapan lagi.Apakah ini berarti sudah tidak ada harapan lagi?Wajah Lydia pucat pasi, sementara Dilap mengambil korek api yang sudah disiapkan dari tasnya dan mulai mendidihkan air."Jadi ... kamu nggak bisa menghubungi dunia luar?"Dilap menatapnya Lydia datar, menghilangkan harapannya."Nggak bisa.""Kamu nggak pernah mikir gimana caranya pergi dari sini?""Ya pasti sudah lah. Aku sudah mikir caranya. Aku bawa ‘orang bodoh’ ke sini, terus nunggu orang bodoh itu diselamatkan sama entah siapa. Nanti aku bisa ikut dia. Soalnya materi yang kucari juga sudah cukup."Lydia terngaga.Jadi maksudnya, Lydia lah orang bodohnya?Fakta ini seketika menyapu kegembiraan di hari Lydia. Dengan keahlian, Dilap mahir menyuling air laut, kemudian mengulangi proses penyulingan pada air hasil distilasi tersebut berulang kali. Setelah puas, ia mencicipi sediki
Mata Lydia sedikit perih, "Mereka pasti mengira aku sudah mati, pasti ayah dan kakakku sangat sedih."Dilap terdiam. Dia menatap Lydia yang terlihat putus asa dengan rasa iba.“Kita … masih punya harapan, kok.""Masih punya harapan apa?"Lydia menatap Dilap penuh harap. Dilap terdiam dan membuka mulutnya untuk berkata, "Dalam sejarah, ada orang yang berhasil menyeberangi lautan dengan cara berenang." “Bisa diam, nggak?" Lydia kesal."Oh, baiklah."Lydia akhirnya tertidur di atas tumpukan daun, dan Tiger yang merasa aman, merangkak keluar dari sakunya untuk menjelajahi gua. Dilap cepat menyadari keberadaan Tiger dan dengan lembut mengangkatnya, memeriksanya dengan rasa ingin tahu."Lydia ternyata suka bawa hewan peliharaan kemana-mana?"Tiger menghentakkan keempat kakinya di udara."Lepaskan aku, aku harimau, bukan hewan peliharaan!"Mata Dilap berbinar-binar."Jadi ini harimau palsu yang bisa bicara?"Kumis Tiger bergetar karena marah. Baginya itu adalah sebuah penghinaan terhadap
Lydia telah lama menyadari bahwa Dilap kekurangan uang. Jika tidak, mengapa dia akan melakukan pekerjaan berisiko tinggi seperti itu?Lydia menepuk bahu Dilap. "Tenang, aku punya banyak uang. Setelah kita keluar nanti, selama aku ada, kamu nggak akan kekurangan uang untuk dihabiskan!"Dilap tergugah sembari menatap Lydia dengan air mata menggenang di mata. "Lydia, esok hari nanti, aku bergantung sama kamu, ya.""Nggak masalah," jawab Lydia tanpa ragu-ragu. Dengan kekayaannya, tidak sulit membiayai seorang adik laki-laki lagi. Sementara itu, di ibu kota Zonomo, Kenny mendapat kabar tentang situasi Lydia. Dia segera berangkat dengan pesawat pribadinya menuju lokasi kejadian di laut. Liam masih belum kembali, dan ini menandakan masalah belum berakhir. Keluarga-keluarga yang terkait dengan Agustine enggan terlibat. Namun, ada yang terlalu penasaran dan tergesa-gesa mengunjungi rumah Lydia, memberikan karangan bunga yang tidak diinginkan. Rizal, yang baru saja pulih, marah besar dan haru
Liam terpaku di tempatnya, terkejut. Selama beberapa hari, dia tidak berani memikirkan atau menghadapi kenyataan. Di pikirannya, selalu bertanya-tanya, 'bagaimana jika?' Namun, setelah Kenny selesai berbicara, dia tiba-tiba membungkuk dan mulai gemetar hebat, menangis seperti seorang anak laki-laki. Shinta, yang berdiri di sampingnya, juga tergugah, matanya merah karena empati.Kenny menatap Liam dalam diam. "Maaf, aku datang terlalu lambat," ujarnya. Jika bukan karena penelitian rahasia yang mengisolasi dirinya, dia pasti sudah datang lebih awal. Namun, dengan kecerdasannya, Kenny berhasil menganalisis semua detail dan kemungkinan dengan tepat. Dia mengoreksi setiap penyimpangan satu per satu.Perangkat pelacakan Tiger tidak menunjukkan respons, tidak ada jejak apa pun yang terdeteksi pada peta satelit. Kemungkinan besar, sinyalnya telah diblokir oleh perangkat berteknologi tinggi. Oleh karena itu, mereka harus memfokuskan pencarian mereka pada kawasan laut yang berada dua ribu m
Lydia mengunyah daging ikan dengan wajah tanpa ekspresi, tanpa bumbu apa pun, dia tidak merasakan kelezatan alami dari ikan tersebut. Ikan itu terdampar ke pantai karena ombak, Dilap mengambilnya dan memanggangnya dengan beberapa daun kering. Rasanya tidak lebih dari asin dan hambar."Pengen banget makan di restoran Prancis tua di jalan-jalan Paris, ditemani dengan segelas anggur putih. Hmm, pasti sempurna," gumam Lydia.Dilap, yang sedang makan dengan semangat mendengar kata-kata Lydia. Dia menoleh dan terkekeh, "Lydia, kalau kamu nggak mau, sini buat aku." Dilap bercanda sembari berusaha mengambil potongan ikan di tangan Lydia.Lydia mengelak dan menatapnya tajam, melindungi makanannya."Hati-hati, Tiger bisa menggigitmu ..." balas Lydia.Tiger, yang berada di samping Lydia, membuat ekspresi menggeram yang menakutkan.Dilap mencoba menyarankan, "Kalau kamu bosan, sana pakai pakaian orang liar, aku akan membawamu melihat kelompok mereka."Lydia segera menggelengkan kepala. Mana mungk
Suara mendadak tembakan memecah kesunyian, menggugah orang-orang liar dari ketenangan mereka. Mereka terlonjak dalam kepanikan, memegang tongkat-tongkat kayu mereka, waspada.Lydia dan Dilap saling pandang, ekspresi di wajah Dilap, biasanya santai, kini tegang. Dia membisikkan peringatan untuk tetap diam dengan jari di bibirnya.Segera, suara kaki yang berlarian dan cabang pohon yang retak terdengar dimana-mana, diiringi teriakan dalam bahasa asing yang asing dan keras, seakan memberikan peringatan mendesak.Bajak laut, dengan amarah yang menyala dan kata-kata kasar, menyalakan senjata mereka, menciptakan atmosfer yang ketat. Meski mereka memiliki keunggulan dengan senjata api, mereka kalah jumlah dan peluru terbatas. Keunggulan mereka tidak signifikan.Mereka menggerutu dengan frustrasi karena telah mengikuti "mangsa" mereka ke sini, hanya untuk menemukan, selain orang-orang liar, tidak ada yang lain. Mereka merasa telah ditipu."Orang-orang liar di sini? Sial, membunuh mereka hanya a
Mendengar nama itu, Lydia nyaris terisak, kegembiraannya hampir membuatnya melompat. "Kakakku akan datang!" Sebelumnya, Lydia yakin dia akan menemui ajalnya di tempat ini.Beban yang telah menindih dadanya seolah terangkat. Suara bergelegar terus menggema di telinganya, seakan memanggil mereka.Lydia tak pernah merasa suara helikopter seindah itu sebelumnya, suara yang menariknya dari jurang kematian.Itu benar-benar kilau harapan, sinar mentari esok hari bagi Lydia!Dengan langkah yang hampir dua kali lebih cepat dari biasanya, Lydia berlari.Wajah Dilap berseri-seri, mencari rute pelarian sambil sesekali melirik ke arah Lydia."Lydia, kita akan pulang bersama, kamu nggak akan meninggalkanku, kan?" Lydia menoleh ke Dilap dengan senyuman cerah."Tentu saja!""Setelah kita pulang, apapun yang terjadi, kamu nggak boleh mengacuhkanku, ya.""Jangan khawatir, aku akan menjagamu seumur hidupmu!"Lydia menyadari kekhawatiran Dilap bahwa dia akan melupakan janjinya! Bukankah itu hanya tuga
Dulu, banyak yang berpikir Kelly akan menikah dengan Samuel, sehingga mereka semua bersikap manis padanya. Namun, ketika Samuel memilih orang lain, Kelly mendapati dirinya tak lagi bisa masuk ke lingkaran sosial tersebut. Tidak ada lagi yang mau membantunya.Lydia memandang dengan tatapan dingin. Dia tak tahu bagaimana wanita itu bisa sampai di sana, karena lokasinya cukup jauh dari tepi pantai. Sayangnya, tanpa undangan, wanita itu hanya bisa berdiri di luar, dihentikan oleh pengawal. Lydia berdiri diam, tak berniat membiarkannya masuk."Menolongmu? Atas dasar apa?" tanya Lydia.Kelly berdiri lemah dengan nada memelas. "Tapi Lydia, meski kita nggak akrab, hidupku hancur karena ulahmu. Kamu nggak merasa bersalah sedikit pun?"Walaupun kata-katanya penuh keluhan dan kemarahan, Kelly terlihat begitu lemah dan tidak berdaya. Dia menyalahkan segalanya pada Lydia. Seandainya Lydia tidak masuk ke ruangan itu dengan Malvin, dia mungkin sudah menjadi istri Samuel sekarang.Bagaimana mungk
Sebelum Lucas naik ke kapal, ia melihat beberapa mobil Ferrari terbaru terparkir di tepi pantai, termasuk salah satu yang sebelumnya dia sudah lama ingin beli tapi tidak pernah berhasil dibeli.Harus diakui, dia agak iri!"Lydia, apa kalian sekarang selalu pakai mobil Ferrari kalau pergi?" tanya Lucas.Lydia menatapnya dengan senyuman datar."Nggak, aku lebih sering pakai helikopter," jawab Lydia.Lucas hanya bisa terdiam.Tidak jauh dari sana, Dilap dan Malvin juga tiba.Lydia melihat mereka, segera menyapa.Dilap melirik Dylan dengan ekspresi merendahkan."Om payah banget sih. Dia bahkan belum berhasil dapetin hati yang dia sukai."Malvin berkomentar, "Kondisi Pak Dylan ‘kan nggak biasa."Jika tidak, dengan kualitas Dylan, dia bisa membuat hati siapa pun meleleh. Hanya saja sekarang, dia berurusan dengan Lydia.Lydia tersenyum sambil berkata, "Lama nggak ketemu. Apa kabar?"Dilap mengeluh dengan wajah muram, "Sejak kamu meninggalkan acara kami, popularitas kami menurun banyak. Bahkan
Karena sebelum Dylan beristirahat dia memerintahkan Bobby untuk membuat hubungannya dengan Lydia membaik, Bobby begadang semalaman. Akhirnya, Bobby terpikirkan satu ide bagus. Sebentar lagi adalah ulang tahun Rizal.Lydia tidak membawa banyak barang saat datang, begitupun ketika dia pergi. Lydia berdiri di gerbang sambil mengucapkan selamat tinggal pada Dylan. Akhirnya bisa beberapa hari tidak perlu melihat Dylan lagi. Lydia senang sekali ….Dylan memperhatikan Lydia dengan lembut saat Lydia pergi. Kemudian, dia menatap Bobby dengan garang setelahnya.“Sudah disiapkan?”Bobby dengan mantap mengangguk, "Pasti, jangan khawatir, Pak. Pertemuan Bapak dengan calon ayah mertua di acara ini pasti akan membantu Pak Dylan menjadi bagian dari Keluarga Bram."Wajah Dylan tetap terlihat serius, tetapi bibirnya sedikit tersenyum. Dia tampak lebih santai.Bobby melanjutkan, "Pak Dylan itu luar biasa. Susah loh Pak cari orang yang setara dengan Pak Dylan. Pak Rizal pasti akan menghargai niat baik
Saat dokter spesialis sedang melakukan pemeriksaan, Dylan akhirnya melepaskan tangan Lydia.Tidak sampai satu menit kemudian, karena Dylan tidak mendengar suara Lydia, dia berkata, “Lydia, sini tanganmu.”Suara Dylan terdengar lemah dan menyedihkan.Para dokter merasa, “Hubungan Pak Dylan dan Bu Lydia bagus sekali ....”Pak Dylan kelihatannya bukan tipe orang yang suka menempel pada orang lain. Mengejutkan sekali sikapnya hari ini.Tidak lama kemudian, satu tangan menyelusup. Dylan segera menggenggamnya, seketika sadar merasa lega.Dylan tidak berani mengelus-elusnya karena takut Lydia marah.Berhasil berkompromi sedikit seperti ini saja, bisa membuat semua ketidaknyamanan Dylan malam ini hilang.Pemeriksaan berlanjut selama sepuluh menit. Detak jantung Dylan berdetak cepat selama sepuluh menit.Namun, saat pemeriksaan hampir selesai, mereka mendengar suara Bobby dari luar."Bu Lydia beneran cuma makan sup sarang burung waletnya semangkuk? Mau nggak saya ambilin lagi?Suara itu semakin
Lydia merasa tidak seharusnya dia menerima berlian begitu saja. Lydia berencana untuk memberikan kejutan yang lebih besar untuk ulang tahun Mike nanti.Di dalam mobil, Ruben dan sopir duduk di depan, sedangkan Lydia dan Dylan duduk di belakang. Dylan duduk dengan mata tertutup, tampak dingin. Dia tidak mengucapkan sepatah kata pun.Lydia memberikan sedikit jeda, tiba-tiba dia teringat bahwa Dylan meminta pendapatnya tentang makan malam tadi malam, dan dia sama sekali tidak memberikan tanggapan apa pun! Lydia memberi isyarat dengan batuk kecil."Sebenarnya koki restoran itu cukup bagus, rasa dan tampilannya sangat baik. Apa pendapatmu?" Dylan mengangkat sedikit alisnya. Wajahnya terlihat sedikit lebih baik."Hmm, yang penting kamu suka." Lydia lega. Dia merasa tidak seharusnya dirinya makan gratis dan membuat Dylan marah. Lydia melihat Ruben di depan."Ruben, gimana menurut kamu?" Ruben menjawab, "Rasanya biasa saja, tampilannya saja bagus. Nggak bikin kenyang."Lydia mengernyitkan
Dylan merasakan pandangannya sedikit gemetar. Diam-diam dia merasa terganggu. Semua persiapan yang telah Dylan buat kini tertinggal oleh seikat berlian dari seorang bocah? Mengapa Charter bisa memiliki anak sepayah itu.Ekspresi Lydia berubah. Bagaimana mungkin Mike menyimpan barang-barang seharga itu, yang seharusnya ada di brankas, dalam kantongnya begitu saja? Lydia tersenyum. Dia tampak bingung dan geli melihat kepolosan Mike."Kamu harus simpan ini kembali, ya. Kakak nggak bisa terima," kata Lydia dengan lembut.Mike tampak kecewa, merengek sambil menarik tangan Lydia."Kakak nggak suka? Aku punya yang lebih besar lagi!" katanya dengan polos.Lydia hanya bisa tersenyum getir. Sulit menjelaskan hal-hal seperti ini kepada seorang anak kecil.Dengan senyum yang dipaksakan, Lydia menerima berlian itu."Aku suka, kok. Tapi Mike jangan kasih yang begini lagi ya nanti."Lydia berencana menyerahkannya kembali kepada Charter. Mike tampak sangat bahagia karena Lydia menerima hadiahnya.
Lydia mengelus rambut Mike yang lembut. Dia tak bisa menolaknya."Tentu saja!"Mata Dylan yang tadinya berbinar, perlahan meredup. Suaranya terasa lebih dingin."Kamu keluar sendiri gini, memangnya Charter tahu?"Mike takut. Dia merapat ke pelukan Lydia.Paman yang menyebalkan itu, bahkan saat sakit pun tetap saja menjengkelkan!Dengan angkuhnya, Dylan mengeluarkan ponselnya dan langsung menelepon Charter."Anakmu kabur. Sekarang sama aku dan Lydia."Maksudnya jelas: Segera jemput.Dylan sengaja menyalakan speaker, agar Mike mendengar suara Charter.Charter terdengar datar dan dingin di telepon."Oh begitu? Tolong jaga dia, aku sedang rapat, bye."Telepon terputus.Mereka bertiga terdiam sejenak. Mike menyadari apa yang terjadi. Dia segera memeluk Lydia dengan gembira."Hore! Aku bisa sama kakak cantik!"Wajah Dylan pucat sembari melihat layar ponsel yang sudah mati, napasnya tak karuan.Sudah susah-susah merencanakan kencan, malah berakhir dengan menjaga anak Charter? Sungguh menjengk
Keesokan harinya, Lydia menerima telepon dari Liam."Nielson Group ada masalah. Apa ini berkaitan dengan Dylan?"Lydia sudah menduga Liam pasti akan menyadari sesuatu. Dia sedang berada di luar negeri, berita dari dalam negeri seharusnya belum sampai kepadanya dengan secepat itu.Lydia dengan tenang menjelaskan kepada Liam tentang Preston yang ternyata adalah pelaku di balik semua ini.Liam terdiam lama, suaranya terdengar sangat dingin."Pastikan Ruben selalu melindungi kamu, jangan lengah. Urusan lainnya jangan kamu urusi, kita bicarakan nanti setelah aku kembali."Lydia hanya menjawab "oke".Mereka kemudian membicarakan beberapa hal lain, lalu menutup teleponnya.Lydia mengerahkan seluruh perhatiannya pada proyek kerjasama mereka. Dia pergi ke Julist Group pagi-pagi sekali.Victor yang masih kurang berpengalaman, menghadapi beberapa masalah rumit. Dia belum bisa mengambil keputusan dengan cepat. Lydia menghabiskan sehari penuh bersama Victor, dengan sabar mengajarinya. Tak terasa,
Ketika Bobby sedang duduk sendirian di ruang tamu, wajahnya tampak cemas dan khawatir tentang Dylan, ia tiba-tiba mendengar suara di pintu. Dylan sudah pulang. Dengan penuh semangat, Bobby bergegas menyambutnya."Pak Dylan, sudah pulang? Meski kondisi tubuh Pak Dylan begini, masih saja Pak Dylan kerja keras. Pak Dylan itu orang paling hebat yang pernah saya temui, loh …."Dylan tadi sudah merasa cukup baik setelah berhasil menangani Preston. Saat itu, Dylan menjadi kesal mendengar ucapan Bobby. Pujian yang tak berbobot.Sambil menahan emosi marahnya, Dylan bertanya, "Lydia sudah pulang?""Iya, Pak Dylan. Hari ini kayaknya mood Bu Lydia kurang baik. Sebaiknya Pak Dylan nggak menemuinya dulu, deh. Biar nggak nambah masalah ...."Mata Dylan yang dalam dan penuh arti membuat Bobby merinding. Bobby terbatuk kecil, mencoba memperbaiki suasana."Tadi ikut Bu Lydia ke pesta. Pemandangan kayak gitu biasanya cuma bisa lihat di TV. Tapi saya rasa, sih, pesta tadi kurang oke karena nggak ada Pa