"Rara, lihat betapa berisiknya dia, nggak seperti kamu."Di titik tertinggi kincir ria, tanah di bawah terlihat sangat kecil.Aku tahu ada ventilasi udara kecil di atas kabin yang bisa untuk tempat keluar satu orang.Dengan segenap tenaga, aku memanjat keluar, lalu menarik putriku serta anak sialan itu.Kami sampai di penyangga yang terhubung ke kabin-kabin kincir ria, berupa jalur jeruji selebar satu meter.Lintasan itu terhubung dengan poros kincir ria.Aku meluncur menuruni lintasan bersama Rara dan si kecil yang pingsan.Meluncur ke bawah ....Hari sudah petang, jadi sudah sepi. Tidak ada yang menyadari kami di sini. Kami sangat kecil dalam bayangan kincir ria yang sangat besar.Di bagian luar jeruji, terdapat berbagai macam lampu warna-warni yang indah.Di dalam jeruji sangat gelap.Aku dan Rara meluncur turun seperti sedang bermain perosotan.Si gadis kecil sialan masih tak sadarkan diri.Setelah beberapa menit, kami akhirnya meluncur melintasi lintasan sepanjang ratusan meter da
"Sayang, aku mohon padamu, keluarlah.""Sayang, maafkan aku, jangan sakiti Lintang ....""Rara, di mana kamu, Rara sayang ...."Aku mengangkat telepon. "Menyakitinya? Dia cuma menemani Rara. Kamu mau jadi ayah tiri anak lain, makanya Rara cemburu. Apa kamu nggak malu?""Tutup teleponnya?""Rara minta aku menutup teleponnya, jadi kututup dulu ya ....""Kamu suruh orang memata-matai kegiatan kami? Dasar menjijikkan. Benar 'kan, Rara?""Menjijikkan!"Anak sialan di sampingku berteriak, "Ayah, tolong aku, tolong aku!"Aku menyumpal kaus kaki ke mulutnya."Rara ingin main bersamaku. Katanya kalian berisik, jadi harus dikurung di dalam mobil ....""Kenapa, Rara? Oke, oke, jangan main ponsel terus."Sama seperti yang Bisma lakukan sebelumnya, mematikan ponsel dengan tenang karena rengekan si kecil.Biarkan semua harapan padam sepenuhnya.Terjadi kekacauan di bawah sana.Suara Olivia terdengar di siaran. "Anakku nggak bersalah, Diana, aku rela bersujud kepadamu.""Diana, aku mohon.""Diana, ak
"Ma, tolong aku! Ayah mengunciku di dalam mobil."Aku menerima telepon dari putriku pada pukul 2 siang di musim panas saat matahari sangat terik.Aku panik ingin menyelamatkannya dan segera menelepon suamiku, tapi begitu telepon diangkat, suaranya terdengar tidak sabar."Anak Olivia sedang ngambek, aku mau menemaninya berkeliling taman hiburan. Jangan ganggu aku!"Mendengar suara panggilan diputus, hanya satu yang ada dalam benakku.Kalau terjadi apa-apa pada putriku, kalian harus membayarnya!...Pada pukul 2 siang saat matahari bersinar terang, aku sedang dalam perjalanan kerja di kota sebelah dan menerima telepon dari putriku yang berusia lima tahun, Rara.Sepertinya menelepon dari tabletnya.Dia berteriak ketakutan dengan suara terisak-isak."Mama, tolong aku!""Ayah mengunciku di dalam mobil."Kepalaku berdengung, serasa hampir pingsan."Sayang, jangan menangis, jangan menangis .... Beri tahu Mama, kamu di mana? Mama akan cepat-cepat ke sana!"Rara tampaknya sedikit lebih tenang d
Wajahnya tanpa ekspresi, tapi pada saat itu aku merasa seperti orang yang paling bahagia di seluruh dunia.Karena aku mencintainya sejak lama. Mencintai dalam diam, dan tidak pernah meminta apa pun.Kupikir, aku akhirnya telah membuatnya terkesan.Kami menikah dan memiliki Rara tak lama kemudian.Aku salah mengira bahwa hari-hari kami akan bahagia dan lancar selamanya.Namun suatu hari, aku melihat dia melamun menatap ponselnya, menangis tersedu-sedu.Aku diam-diam mengambil ponselnya dan menemukan sebuah berita buruk.Terjadi kecelakaan mobil yang serius, dan seorang wanita bersama anaknya selamat.Sedangkan suaminya meninggal dengan tragis.Dalam foto-foto berita, wanita tersebut berambut ikal panjang dan sangat cantik.Itu Olivia, yang sudah lama tidak kulihat.Bisma memaksa dirinya untuk tetap tenang. "Aku cuma kasihan pada mereka!"Selama beberapa hari berikutnya, dia sering melamun.Dia bahkan lupa hari-hari penting keluarga kami.Misalnya, ulang tahunku dan Rara, jadwal imunisas
"Bu Diana, mobil suamimu ada di parkiran kantor!""Diana, taman hiburan kota sudah minta bantuan teman-teman driver ojek online, tapi belum ada tanda-tanda.""Diana, Olivia nggak ada di kantor. Katanya dia sedang perjalanan kerja di luar kota dengan laki-laki entah siapa.""Bantu aku cari tahu mobilnya!" Aku hampir berteriak."Rara masih di dalam mobil!"Pemandangan di depanku berbayang-bayang fatamorgana karena cahaya matahari terik.Aku merasa seperti terjebak dalam fatamorgana juga. Aku sudah melaju kencang, tidak peduli pada apa pun.Jangan khawatir, sayangku.Mobilku semakin mendekati kota.Tapi aku tidak santai sama sekali.Ponsel Bisma masih mati.Sama seperti dia tidak pulang di malam hari.Rara tidak bisa tidur dan menangis ingin dipeluk ayahnya."Mungkin Ayah tersesat? Ma, ayo kita cari Ayah?"Aku tidak tega mengatakan padanya bahwa ayahnya sedang berada di rumah orang lain saat ini ....Aku mengelabuinya, mengatakan bahwa ayahnya bekerja lembur.Dia lalu menangis-nangis ingi
Aku tiba di rumah sakit.Saat itu sudah sekitar pukul 5 sore. Aku menerobos lampu merah beberapa kali untuk sampai ke sini.Vena dan beberapa teman sedang menungguku dengan wajah cemas."Situasinya kurang optimis, tenangkan dirimu dulu."Pandangan mataku menggelap.Aku berjalan ke depan pintu ruang gawat darurat.Malaikat kecilku ada di dalam, masih berusaha diselamatkan.Kenapa sampai seperti ini?Bukankah hanya terkunci di dalam mobil? Kenapa bisa begitu serius?Dia kemarin memeluk dan menciumku dengan manis sebelum aku pergi, memintaku agar jangan pergi terlalu lama.Kenapa bisa dalam sekejap mata, dia harus dilarikan ke ruang gawat darurat ....Aku memikirkan kemungkinan terburuk sepanjang perjalanan. Aku tetap tidak menyangka masalahnya akan menjadi sangat serius.Vena memberitahuku bagaimana Rara ditemukan."Polisi lalu lintas membantu melacak mobil Olivia, tapi mobilnya nggak ada di taman hiburan ....""Lalu kami memeriksa rekaman CCTV di pintu masuk TK dan menemukan mobilnya."
Aku berlari menghambur ke arahnya.Namun, aku melihat dia mendesah dan menggelengkan kepala. Jantungku terasa seakan berdetak dalam kehampaan.Aku mengguncang dokter itu. "Dokter, Rara baik-baik saja, 'kan!"Dia mencoba menenangkan aku, dan mengatakan bahwa Rara sementara ini harus dirawat di ICU."Di mana ayahnya?""Sebaiknya minta dia datang secepatnya."Dengan putus asa dan marah, aku ingin meraih dokter itu, berlutut dan memintanya untuk berusaha lebih keras.Tapi aku kemudian melihat anak kesayanganku yang tubuhnya terhubung dengan selang-selang, didorong di ranjang rumah sakit menuju ICU.Aku bagaikan binatang yang kehilangan jiwanya, berlari liar dengan air mata dan ingus yang tak terbendung."Rara, Rara, kamu bisa melewatinya, Rara-ku sayang."Mata Rara terpejam rapat dan setiap jengkal kulitnya ditutupi perban.Wajahnya pucat, diam dan tak berjiwa.Malaikat kecil itu kini terbaring di ranjang rumah sakit seperti boneka yang rusak.Padahal dia masih melompat-lompat penuh gembir
Saat aku hendak menerobos pergi, polisi berseru melalui pengeras suara."Bu Diana, tenanglah!""Kami sudah menghubungi suamimu!"Bagus.Bagus sekali, kebetulan aku dan Rara sedang mencarinya.Rara selalu berharap kami bisa bersatu kembali sebagai keluarga yang utuh.Rara, sayangku.Kamu mungkin bisa bertemu dengan ayahmu sebentar lagi."Pak Bisma?""Saya dari Polres Adibara. Jadi begini, putri bapak meninggal dunia ....""Istri Bapak terlalu terpukul dan membawa pergi jenazahnya ...."Ada keheningan di seberang telepon selama setengah detik, lalu terdengar suara dingin."Diana, hebat sekali kamu. Bisa minta orang pura-pura jadi polisi?""Atau kamu ingin aku ikut main pura-pura juga bersamamu?""Jenazah Rara? Aku ingin lihat bagaimana Rara pura-pura mati!""..."Ketika mendengar kalimat ini, aku tidak bisa menahan tawa.Tertawa terbahak-bahak. Air mata berderai tanpa bisa dihentikan."Benar, sudah kubilang Rara baik-baik saja, Rara sedang pura-pura!""Rara sayangku sedang pura-pura!""R