Share

Bab 2

Wajahnya tanpa ekspresi, tapi pada saat itu aku merasa seperti orang yang paling bahagia di seluruh dunia.

Karena aku mencintainya sejak lama. Mencintai dalam diam, dan tidak pernah meminta apa pun.

Kupikir, aku akhirnya telah membuatnya terkesan.

Kami menikah dan memiliki Rara tak lama kemudian.

Aku salah mengira bahwa hari-hari kami akan bahagia dan lancar selamanya.

Namun suatu hari, aku melihat dia melamun menatap ponselnya, menangis tersedu-sedu.

Aku diam-diam mengambil ponselnya dan menemukan sebuah berita buruk.

Terjadi kecelakaan mobil yang serius, dan seorang wanita bersama anaknya selamat.

Sedangkan suaminya meninggal dengan tragis.

Dalam foto-foto berita, wanita tersebut berambut ikal panjang dan sangat cantik.

Itu Olivia, yang sudah lama tidak kulihat.

Bisma memaksa dirinya untuk tetap tenang. "Aku cuma kasihan pada mereka!"

Selama beberapa hari berikutnya, dia sering melamun.

Dia bahkan lupa hari-hari penting keluarga kami.

Misalnya, ulang tahunku dan Rara, jadwal imunisasi Rara, hari jadi pernikahan kami ....

Sebaliknya, dia mulai mengenakan aksesoris dan parfum yang selama ini tidak disukainya.

Biasanya tidak suka hairspray, tiba-tiba dia mulai menggunakannya untuk menata rambut dengan cermat.

Putriku memujinya, mengatakan bahwa Ayah semakin tampan.

Ada sebuah kekhawatiran yang tidak dapat dijelaskan dalam hatiku. Kepanikan yang samar-samar menguar.

Sampai kemudian, aku melihatnya berjalan keluar hotel sambil bergandengan tangan dengan Olivia ....

Aku bergegas mendekat dan menampar Olivia dengan keras!

Dan Bisma lalu menghalangi di depannya dan memarahiku.

"Kami nggak ngapa-ngapain. Pikiranmu saja yang terlalu kotor!"

Karena tidak bisa mengeluarkan bukti apa pun, aku menanyainya dengan geram, "Apa Rara tahu?"

"Jangan bawa-bawa Rara!"

Akulah yang ingin mengatakan kalimat ini!

Aku hanya punya Rara seorang. Aku tidak akan pernah membiarkan siapa pun menyakitinya.

Namun, Rara mungkin juga merasakan sesuatu.

Dia akhir-akhir ini selalu bertanya kepadaku, "Ma, Ayah di mana?"

"Ma, Rara nakal ya?"

"Ayah nggak pernah senyum ke Rara lagi."

Aku hanya mengatakan padanya bahwa ayahnya sedang sibuk bekerja.

Aku semakin cemas memikirkan putriku.

Mobilku melaju di jalan dengan kecepatan sangat tinggi, tidak peduli pada apa pun.

Karena aku ingin menyelamatkan putriku ....

Aku menelepon beberapa sahabatku di rumah, meminta mereka membantuku mencari solusi.

Cara apa pun yang mungkin. Aku rela membayar dengan seluruh uang yang kumiliki.

Tanpa Rara, hidupku tidak ada artinya.

Orang pertama yang kucari tentu saja Olivia.

Bisma sedang bersama anaknya. Asal bisa menghubungi dia, lokasi Bisma pasti bisa diketahui dengan sendirinya.

Sayangnya, aku tidak punya kontak Olivia.

Setelah tahu bahwa Bisma mendekatinya lagi, aku segera mencari-cari kontaknya di ponsel Bisma.

Tapi tidak ketemu apa-apa. Tidak ada petunjuk sama sekali.

Baru setelah beberapa waktu kemudian, ketika aku berkaca di cermin rias dan melihatnya menelepon, aku baru sadar.

Dia tidak perlu menyimpan apa pun.

Dia hafal nomor telepon Olivia di luar kepala.

Dia bahkan pernah mampir ke toko kue secara tiba-tiba dan mengatakan bahwa dia ingin membeli kue ulang tahun ....

Rara dan aku sontak terdiam.

"Ulang tahun kita masih lama ...."

Dan aku tiba-tiba menyadari bahwa dia bukannya salah ingat ulang tahun kami.

Melainkan karena perayaan ulang tahun adalah kenangannya dengan orang itu.

Tapi meski aku hanya pengganti, Rara tetap putri kandungnya.

Jarak ke rumah masih 70 kilometer.

Aku menginjak pedal gas sekencang-kencangnya!

Kemudian, aku mulai menelepon polisi lalu lintas, nomor gawat darurat, dan pemadam kebakaran kota kami.

Berusaha agar mereka menemukan mobil Bisma.

Waktu berlalu menit demi menit.

Teriakan panik putriku meminta tolong terus bergema di pikiranku.

Jangan khawatir, sayangku.

Aku mencoba menelepon putriku lagi.

Masih tidak aktif.

Jalan aspal di depan mataku seakan tak berujung.

Kabar buruk datang silih berganti.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status