Seperti biasa, Rei mengantarkan kliennya untuk melakukan pertemuan di club.
Meski dia bekerja sebagai akuntan di Sun club, Rei juga bertugas sebagai guide dari beberapa perusahaan besar.
Biasanya namanya digunakan untuk memesan ruangan. Untuk pertemuan-pertemuan yang bersifat pribadi dan tidak ingin dicatat dalam keuangan perusahaan.
Malam ini, tugasnya sudah selesai.
Jadi, wanita itu pun merapikan tas untuk bersiap untuk pulang.
Namun....
"Bisa temenin Pak Tedi dulu?" Seorang temannya sampaiberjalan menghampiri meminta tolong.
"Emang kenapa Pak Tedi minta ditemenin?" tanya Rei bingung karena tadi sewaktu ia tinggal tadi, pria itu terlihat baik-baik saja "Tadi pas gue ke sana ngantar minuman, temennya belum datang, dan dia gabut sendirian. Jadi dia minta gue manggil temen buat nemenin dia. Kebetulan lo kan udah mau pulang." Aura berkata, ia kemudian menepuk bahu Rei saya menata penuh harap kepada temannya itu. "Ruangan nomor 373 kan ya tadi?" Rei bertanya pada aura. "Pikun banget sih lo. Ruangan 377." Rei setuju ia menganggukkan kepalanya kemudian segera berjalan menuju ruangan di mana diminta tadi. Sebelum berjalan menuju ruangan Tedi, Rei berjalan ke dapur terlebih dahulu untuk minum sesuatu karena ia merasa benar-benar haus. Ada pelayan yang datang dari arah depan membawa makanan yang belum selesai dimakan dan minuman yang masih utuh. "Pras ini masih utuh?" "Masih mbak. Orangnya tadi mendadak pulang." Rei dengan segera ia meneguk minuman itu karena kehausan. Sebenarnya hal itu juga tidak dibenarkan, tapi mau bagaimana lagi, ia terlalu malas jika harus melangkahkan kakinya ke dapur. Kulkas yang menjorok lebih ke dalam lagi membutuhkan waktu yang cukup lama baginya. Kembali langkahkan kaki menuju ruangan untuk menemui Tedi. Tubuhnya menjadi panas akibat meminum minuman tadi. Ada sesuatu yang tak beres tapi ia coba untuk bersikap positif karena mungkin saja karena ini adalah masa suburnya. Ia kemudian masuk ke ruangan Tedi dan pria itu ada di sana. "Maaf lama Pak." Rei mendekat dan duduk di samping Tedi. Pria itu tersenyum dan mengangguk. "Minum?" tawar Tedi. Menawarkan minuman yang tadi ia pesan. Rei anggukan kepalanya. "Boleh Pak." Tedi menuangkan, dan keduanya menikmati minuman itu. Sesekali wanita itu memang butuh sedikit minum. Satu atau dua gelas saja. "Tumben temen bapak belum datang?" tanya Rei. "Iya, udah lebih dari dua jam aku nunggu." Tedi menjawab. "Kalau aku minta temenin kamu? " "Nggak apa-apa kok pak. Saya juga udah pulang." "Terima kasih ya. O iya gimana anak kamu? siapa namanya?" Tedi bertanya membuka pembicaraan di antara mereka berdua. "Strawberry Jilian, panggilannya Awbi, Bebe atau Jil. Udah 6 tahun Pak dan kelas 1 sekarang." Rei menjelaskan dengan bahagia tentang putrinya. Tedi menatap senyuman di wajah wanita yang kini duduk di samping Tedi. Tedi tersenyum ia merasakan kebahagiaan saat Rei tengah membicarakan putrinya. "Kapan-kapan, ayo kita ketemu sama anak kamu?" Tedi mengajak karena memang sebenarnya selama 1 tahun ini ia memiliki perasaan khusus terhadap Rei. Sementara itu Rei sama sekali tak tertarik untuk menjalin hubungan lagi dengan seorang pria. Wanita itu malas harus melayani, juga memikirkan hal-hal lain di rumah. Dan yang paling menyebalkan adalah ketika sudah melayani dan melakukan semua untuk suami, pria yang ia sebut suami itu malah mendua. Hal itu benar-benar membuatnya kecewa dan trauma. Rei mencoba positif thinking saja, kalau memang Tedi menyukai anak kecil dan bukan karena tertarik pada dirinya. "Boleh Pak, kapan-kapan ya?" Keduanya kemudian berbicara tentang banyak hal terutama tentang basa-basi pekerjaan dan kehidupan. Sementara itu tubuh Rei terasa semakin hangat ada stimulus aneh yang menjalar. Dan tentu saja ia menduga karena meminum minuman yang tadi dibawa oleh Pras. Kenapa sih ini?! Sial!Makinya dalam hati. Dan kini matanya malah menatap ke arah tubuh Tedi. Mau bagaimana? Sudah 6 tahun ini tidak dijamah sama sekali. Lalu harus merasakan perasaan seperti ini. Rei menggelengkan kepalanya mencoba mengusir pikiran buruk yang kini hadir di dalam otak. "Pak maaf boleh saya minta satu gelas lagi." Rei meminta dan Tedi tentu memberikan. Rei meneguk hingga gelas kosong, tapi yang terjadi adalah tubuhnya malah semakin panas dan menginginkan sentuhan. "Pak maaf saya ke toilet sebentar ya." Rei pamit lalu ia berjalan dengan sedikit terhuyung ke toilet. "Perlu aku antar?" Tedi bertanya karena khawatir. Rei dengan cepat gelengkan kepalanya. Biasanya hanya meminum satu atau dua gelas dan sepertinya hari ini ia sudah minum 5 sloki dan itu benar-benar membuat kepalanya terasa berat. Ditambah lagi tumbuhnya semakin panas sementara ia berusaha untuk tetap mendapatkan kesadarannya. Wanita itu kemudian sampai di toilet. Dan ia kini menatap wajah di wastafel, lalu kemudian menoleh pada tangannya memperhatikan tangan kanannya dengan seksama. Segera langkahkan kakinya ke kamar mandi, dan berusaha menuntaskan keinginannya sendiri. Hingga ia mendesah sendiri. Tepat saat desahan terdengar seorang masuk ke dalam. Dua orang pengunjung itu saling menatap ketika mendengar suara dari dalam toilet. Kedua wanita itu kemudian menatap ke arah bawah dan hanya melihat satu kaki. Keduanya saling tatap karena merasa heran. Salah satunya kemudian terbatuk. Rei jelas terkejut karena mendengar suara batuk dari luar, berarti di tempat ini ada orang lain dan ia dengan segera menutup mulutnya dengan tangannya. Lalu dengan cepat menuntaskan keinginannya. Hingga tubuhnya bergetar akibat ulahnya sendiri. Tubuhnya berkeringat, napasnya terengah-engah. Setelahnya ia berdiri dan mengintip dari pintu melihat situasi. Tentu saja akan memalukan kalau ada yang melihatnya dalam kondisi seperti ini. Ia tak melihat siapapun lalu memutuskan untuk segera berjalan keluar. Kepalanya sudah semakin berat dan sepertinya sebentar lagi ia sudah kehilangan akal. "kamar 737 kan?" Rei bergumam sendiri. Kemudian kembali melangkahkan kakinya dan masuk ke kamar 737. Di sana ada seorang pria yang tertidur di sofa. Dan juga botol minumnya lebih banyak daripada tadi. "Pak Tedi minum-minum sebanyak ini?" Tatapan matanya seolah buram yang kemudian berjalan mendekat dan duduk di samping pria yang membandingkan tubuhnya itu. "Pak, Pak, sadar Pak." Pria itu tersadar kemudian duduk dan menatap Rei. Rei berusaha mendapatkan kesadarannya karena ia melihat proporsi tubuh yang berbeda di hadapannya. Belum sempat mendapatkan kesadaran pria itu berjalan mendekat dan kemudian menciumnya. "Pak—" Rei mencoba melawan. Hanya saja tenaga pria itu lebih kuat darinya. "Kamu lama banget Clar?"Seorang pria duduk dan menunggu, di hadapannya ada dua gelas minuman. Menatap sekitar, lalu ia mengeluarkan sesuatu dari dalam saku, dan menuangkan ke dalam gelas. Yogi punya rencana busuk. Ingin mendapatkan gadis yang sudah selama tiga minggu ini ia incar. Ya, tiga minggu kalian tidak salah membaca. Yogi Finanda seorang pemilik perusahaan yang bergerak dibidang kecantikan juga perusahaan ekspedisi. Di usianya yang menjelang tiga puluhan ia akhirnya menemukan seorang wanita yang ingin ia taklukan. Hanya saja Yogi malas menjalani pendekatan terlalu lama. Buang-buang waktu, jadi hari ini ia punya ide untuk membuat Clarissa Atharazka merasakan malam panas bersamanya. Ditengah perasaan gugup, Yogi sudah meneguk banyak alkohol. Kadar toleransinya pada alkohol tinggi sehingga ia merasa tak masalah jika minum lagi dan lagi. Sambil menunggu Clarissa yang tadi tengah ke toilet. Sayangnya, niatnya akan gagal. Karena gadis itu melihat apa yang dilakukan Yogi saat ia akan masuk ke ruangan,
"Yogi Finanda?" gumam Reisha Clemira setengah sadar.Janda beranak satu itu semalam menghabiskan waktu bersama dengan seorang pria yang tak dikenal dan hanya ditinggalkan dengan sebuah note? Sayangnya, Rei sontak tersadar kala menatap dinding yang menunjukkan pukul 07.00 pagi!"Ah sial!" paniknya. Wanita itu pun segera bergegas untuk menuju toilet seraya memunguti pakaian yang berserakan. Ponselnya sudah berdering sejak tadi dan itu adalah Strawberi putrinya, panggilannya Jil atau Bebe (Bibi). Anak perempuan itu berusia 6 tahun dan kini berada di kelas 1 sekolah dasar. Malam tadi seharusnya ia pulang setelah bekerja. Tapi malam tadi entah apa yang terjadi dan ia malah berakhir di hotel ini. Setelah membersihkan diri dan memakai pakaian ia segera beranjak pergi dari hotel Menatap layar ponsel. Banyak sekali panggilan dari ponsel milik Sinta temannya yang memang diminta untuk menjaga Bebe. Dan kini ponsel itu berdering lagi segera ia terima. "Ya Bebe?" "Mami di mana? Hari ini a
"Gue nggak tahu dia siapa, tapi namanya Rei. Kayaknya dia salah satu pekerja di klub. Soalnya, di bajunya dia ada pin yang dipakai sama karyawan club itu." "Tapi kalian main aman kan?" Jimmy bertanya, karena takut sepupunya melakukan kebodohan tanpa menggunakan pengaman dalam berhubungan. Sayangnya jawaban Yogi membuat Jimmy lagi-lagi terbelalak. Sepupunya itu malah menggelengkan kepalanya. Tentu saja jawabannya berarti, bahwa semalam Yogi berhubungan tanpa pengaman dan jelas itu beresiko tinggi. Kepala jadi rasanya benar-benar sakit akibat kelakuan Yogi. "Kok bisa-bisanya lo nggak pakai pengaman?""Gue mabuk berat. Dan kayaknya cewek itu juga. Soalnya waktu kita berhubungan, Dia sama sekali nggak nyebut nama gue, tapi nama cowok lain. Pak siapa gitu." Yogi mencoba menyatukan semua kepingan ingatannya. hanya saja ia telah mengingat nama yang disebutkan oleh Rei semalam."Berarti kemungkinan itu pacar atau suaminya? Cantik?" Jimmy bertanya sambil mendekatkan tubuhnya kepada Yogi, la
Sementara itu di lokasi lain, kini Yogi tengah sibuk memerhatikan pemotretan salah satu model pilihannya untuk produk lipstik terbaru dari perusahaan miliknya. Pria itu cukup perfeksionis dalam segala hal, bahkan hingga pemilihan model pun ikut turun tangan. Dan selalu disaat pemotretan Ia juga hadir untuk memerhatikan dan memberikan masukan.Model berdiri dengan cantik menggunakan baju berwarna merah, memegang produk lipstik terbaru mereka seri bold. Hanya saja Yogi merasa ada sesuatu yang kurang."Cut!" Pria itu berteriak membuat semua yang ada di sana menghentikan kegiatan. Deff, sang fotografer menatap dengan heran. Kenapa tiba-tiba saja sang atasan meminta kegiatan mereka dihentikan."Lipstiknya terlalu gelap, kenapa kalian pakai warna Mahogany 420d09? Ganti! Bran Red!" Yogi memerintahkan. Tentu saja mendengar teguran dari sangat Hasan membuat penata rias segera mengganti lipstik sesuai dengan permintaan. Dari kejauhan Yogi memerhatikan kemudian pria itu berteriak sekali lagi.
Sebelumnya....Rei sedang berada di ruang kerjanya.Hari ini Sinta sudah kembali ke kampung dan ia mau tau mau akan membawa Bebe ke kantor. Rasanya gelisah sekali sejak tadi karena jam makan siang nanti ia harus menjemput putri semata wayangnya itu. Menjelang pukul dua belas, ia melangkahkan kakinya ke dapur. Tadi memang sudah mengatakan akan meminta tolong Pras yang memang sudah datang siang tadi. Karena hari ini tak ada pekerjaan lain, Pras memang sengaja datang lebih pagi dan sibuk dengan pekerjaan dapur, membantu koki menyiapkan bahan makanan. "Pras," panggil Rei pada Pras yang kini tengah sibuk duduk di sudut dapur seraya memainkan ponsel miliknya. "iya Mbak?" Pras segera berdiri dan berjalan mendekati Rei. "Tolongin aku jemput Bebe ya?" pinta Rei seraya menyerahkan kunci motor miliknya, dan sebuah paper bag berisi jaket milik Strawberry. "Sama ini jaketnya, minta dia pakai jaket dulu ya." Bebe sejak kecil sering terkena sakit flu dan juga memiliki riwayat atsma. Hal itu y
Mobil Tedi kini berhenti tepat di depan rumah Rei. Pria itu menoleh ke belakang dan mendapati Strawberry yang tengah tertidur. "Bebe tidur Rei." "Dari dulu emang Bebe cepat capek Pak. Karena dia juga dari riwayat asma. Dari kecil Emang sering sakit, makanya tadi saya larang untuk kita makan malam di luar. Bukan nggak mau, saya cuman mikirin dia aja Pak." Rei menjelaskan. Tedi menatap wanita yang ia sukai yang kini tengah memerhatikan putrinya dengan tatapan penuh kasih sayang. Hanya dengan memerhatikan seperti ini saja, membuat kedua sudut bibirnya tertarik ke atas."Biar saya gendong bawa masuk ke dalam.""Ngerepotin bapak nanti, biar saya aja pak.""No, no enggak repot kok." Tedi segera berjalan ke luar dari mobil. Pria itu kemudian beranjak ke kursi belakang, untuk menggendong Strawberry.Sementara kini Rei berjalan cepat untuk menuju pintu dan membukakan untuk Tedi. Dari kejauhan ada Yogi yang menatap keduanya. Dari tadi ia mengikuti mobil Tedi, hanya saja keduanya tak menyadar
Mobil Tedi kini berhenti tepat di depan rumah Rei. Pria itu menoleh ke belakang dan mendapati Strawberry yang tengah tertidur. "Bebe tidur Rei." "Dari dulu emang Bebe cepat capek Pak. Karena dia juga dari riwayat asma. Dari kecil Emang sering sakit, makanya tadi saya larang untuk kita makan malam di luar. Bukan nggak mau, saya cuman mikirin dia aja Pak." Rei menjelaskan. Tedi menatap wanita yang ia sukai yang kini tengah memerhatikan putrinya dengan tatapan penuh kasih sayang. Hanya dengan memerhatikan seperti ini saja, membuat kedua sudut bibirnya tertarik ke atas."Biar saya gendong bawa masuk ke dalam.""Ngerepotin bapak nanti, biar saya aja pak.""No, no enggak repot kok." Tedi segera berjalan ke luar dari mobil. Pria itu kemudian beranjak ke kursi belakang, untuk menggendong Strawberry.Sementara kini Rei berjalan cepat untuk menuju pintu dan membukakan untuk Tedi. Dari kejauhan ada Yogi yang menatap keduanya. Dari tadi ia mengikuti mobil Tedi, hanya saja keduanya tak menyadar
Rei berjalan keluar setelah berhasil memadamkan api. Di sana ia melihat putrinya tengah menyantap makanan yang tadi dibeli oleh Yogi. Wanita itu berjalan mendekati mobil, Yogi kemudian keluar dari dalam mobil berjalan menghampiri Rei, ia merasa cemas. "Udah? Semua Oke? Butuh panggil tukang atau apa gitu?" Pria itu bertanya sebagai bentuk kekhawatiran yang ia rasakan sejak tadi."Oke kok pak. Cuma korban panci aja yang gosong, tapi selain itu semua Oke kok. Makasih karena udah mau bantuin jagain Bebe." Rei ucapkan itu. Jujur saja Yogi masih tak percaya pada dirinya sendiri. Tadi dia berjalan ke rumah Rei untuk membuktikan perasaannya sendiri. Tak ada niat untuk mendekatkan diri atau bertingkah seolah ingin PDKT seperti ini. Tapi kini ia malah bersikap seolah benar-benar menyukai Rei. Sementara nalarnya masih tak bisa menerima Kalau ia jatuh cinta pada wanita gemuk seperti sosok yang berdiri di hadapannya kini. Yogi dalam dilema karena merasa benar-benar ada yang salah dalam otaknya.
"Mami di sini!" Bebe segera berteriak ketika dia melihat Yogi yang tengah terduduk di sebuah kursi taman tak jauh dari rumah hantu. Yogi memiliki asma dan tiba-tiba saja kambuh setelah ia keluar dari rumah hantu tadi. Rasanya seperti kekurangan oksigen, ia memutuskan untuk duduk di kursi. Sementara memilih tak peduli saat Rei dan juga yang lain melangkahkan kakinya untuk menuju ke wahana lain. "Papi nggak apa-apa? Papi kenapa?" Bebe bertanya karena ia merasa cemas dengan Yogi. Anak itu duduk di samping Yogi, kemudian menepuk-nepuk punggung Yogi yang terduduk lemas. Yogi tersenyum, dia senang sekali mendapat perhatian seperti itu dari strawberry. "Papi nggak apa-apa sayang, cuman Papi ada asma dan tadi kambuh habis keluar dari ruangan itu."Saat itu Rei dan juga Tedi berlari menghampiri. Mereka juga cemas dengan keadaan Yogi. "Kamu nggak apa-apa kan pak?" Rei bertanya pada Yogi. Wanita itu kemudian duduk di samping Yogi, dia menyentuhkan k pria itu, dan juga membuka kancing kemeja
Bebe senang sekali hari ini. Dia bisa melihat banyak hewan di sana. Gadis kecil itu begitu excited, terus berbicara dan juga tertawa. Ini adalah pertama kalinya dia bisa melihat hewan secara langsung. Rei tidak menyesal sudah membawa gadis kecilnya ke sana. Sejak menelusuri Taman safari tadi, Putri kecilnya banyak sekali bertanya ini dan itu. Setelah berada di ujung perjalanan, mereka segera turun. Perjalanan masih akan berlanjut, masih banyak hewan yang akan mereka lihat seperti gajah dan juga bisa berfoto bersama hewan lainnya. Bebe berada dalam gendongan Yogi, anak itu berkata kelelahan Setelah dia sibuk bermain dengan kelinci. Padahal wajah Bebe sudah memerah karena cuaca yang cerah. Tapi dia masih begitu bersemangat. Apalagi saat tadi lumba-lumba. "Mami im happy. Tadi lihat lumba-lumba. Ternyata besar sekali ya mami?" tanya anak itu. Ia meminta turun dan berjalan bersama Rei."Iya sayang."Rei berjalan di belakang bersama dengan Tedi. Wanita itu juga merasa senang karena akhir
Yogi menatap dengan tatapan iri dan dengki ke arah Rei dan Tedi. Jelas ada percik-percik api cemburu yang ia rasakan. Saat ini ia bisa memastikan kalau apa yang ia rasakan adalah cinta. Berawal dari cinta satu malam, kemudian berakhir dengan hatinya yang berdebar dan inginkan Rei. Jangan lupakan, semua itu berbekal juga akibat ASI yang ia rasakan di malam panas itu. "Mau jalan- jalan." Tedi menjawab, kemudian berjalan menuju mobil miliknya sambil menggendong Strawberry. Saat digendong anak itu melambaikan tangannya ke arah Yogi. Dan Yogi juga melakukan hal yang sama dia lambaikan tangan kepada Strawberry. Rei mengikuti langkah Tedi, tapi dia berhenti tepat di depan Yogi. "Kita mau jalan-jalan ke seaworld Pak.""Mas, please." Yogi menekankan, ia tak mau kalah dengan Tedi, yang bisa dengan luwes Rei panggil dengan sebutan Mas."Iya Mas," sahut Rei mengikuti keinginan Yogi. Tedi mendudukkan Bebe di kursi belakang, dia juga memakaikan sabuk pengaman. Setelahnya berjalan keluar, dan ber
"Lagi pada ngomongin apa sih serius banget?" Rei datang dari arah dapur, sambil membawakan nasi goreng untuk Tedi. Wanita itu kemudian segera memberikan piring berisi nasi goreng kepada Tedi."Terima kasih," ucap Tedi."Sama-sama Mas. Enggak tau sesuai sama selera kamu atau enggak." Rei kembali duduk di tempatnya tadi. dia kini mulai menyantap kembali nasi goreng miliknya.Tedi menyantap nasi goreng di tangannya. "Tadi aku cerita sama kamu kalau mau ke taman Safari. Terus, aku tanya di sana ada lumba-lumba atau enggak. kata Om Tedi, lumba-lumba itu ada di seaworld. Mami, Kalau Mami gajian boleh kita kasih word aja? Bebe nggak usah ke taman Safari." Bebe kembali bertanya kepada sang ibu. Ia berubah pikiran setelah melihat foto-foto yang tadi ditunjukkan oleh Tedi."Gimana kalau kita ke seaworld hari ini?" tanya Tedi tiba-tiba.Rei dan Bebe menatap ke arah pria itu bersamaan. Bebe pasti senang mendengar apa yang dikatakan oleh pria yang duduk di sampingnya. Namun Rei merasa kalau itu ti
Apa yang dilakukan oleh Clarissa, membuat Deff jadi tak bisa berhenti memikirkan tentang Bebe. Bayangan anak itu terus berputar yang di dalam pikirannya. Ia juga terus menatap foto Strawberry sejak kembali ke rumah.Tidak bisa dielak lagi, kalau gadis kecil itu adalah putrinya. Wajah mereka berdua benar-benar mirip, Ia bahkan sengaja menyandingkan foto kecilnya dengan Bebe. Ada perasaan bersalah karena ia tak bisa melihat putrinya sampai saat ini berada di sekolah dasar. Untuk menghilangkan kegalauan— ia memutuskan untuk menghubungi Kanaya, kekasihnya. Tak lama, sampai panggilan diterima oleh Kanaya."Ya sayang?" Sapaan terdengar dari balik telepon. Suara Kanaya masih sangat serak, sepertinya dia terbangun karena panggilan telepon dari Deff."Kamu masih tidur ya?""Hmm, aku kemarin habis ada fashion show. Terus hari ini niatnya siang aku ada kerjaan. Kayaknya aku nggak bisa datang ke Jakarta minggu depan deh.""Kenapa?" tanya Deff. Jujur saja merasa kecewa, tapi dia bisa apa? Kanaya
Sebuah rumah besar berdiri di salah satu sudut kota Jogjakarta. Seorang pria dan wanita paruh baya tengah duduk di teras belakang. Mereka menatap ke arah berbungaan yang mekar begitu indah di halaman rumah yang mereka tata sendiri."Besok aku mau beli bunga mawar kuning ah Pap. Kayaknya bagus deh kalau ditaruh di sudut sana." Wanita berusia 40 tahunan, dengan tatatpan sayu dan wajah yang lembut itu bernama Ratih, dia menunjuk ke salah satu sudut di taman yang masih kosong."Kamu beli aja, besok aku anterin kalau kamu mau." Dan yang menjawab ini adalah Bramantyo. Suami dari Ratih, pria berusia 50 tahun itu berbicara tanpa menatap ke arah sang istri. Dia sedang membaca artikel bisnis dari tab yang berada di genggamannya.Saat itu, seorang pria bertubuh tegap dengan lesung pipi berjalan masuk menghampiri. Dia adalah Juniar, kakak dari Rei. Pria itu duduk di hadapan kedua orang tuanya Ia lalu meletakkan sebuah amplop berisi foto-foto di atas meja. Jun baru saja tiba dari Jakarta untuk me
Om Yogi!Om Yogi!Om Yogi!Ya ampun suara siapa sih ini? pagi-pagi gini teriak-teriak? Kayak suaranya Rama sama Ryan. Yogi membatin dalam hatinya. Ini masih terlalu pagi untuk dia membuka mata dan bangun. Sementara suara bising di kamar itu mengganggu tidurnya malam ini. Tiba-tiba saja dia membuka mata, ketika merasakan sebuah cubitan di pipinya. "Rama?!" Pria itu tersentak kaget ketika menatap anak berusia 7 tahun itu yang kini tepat berada di hadapannya. "Ada aku juga Om." Kini ada lagi yang lebih kecil, dan itu adalah Rian. Mereka berdua adalah anak dari Yuna, kakak kedua dari Yogi. Masih ada yang lainnya berusia 4 tahun, namanya adalah Raka. Tentu saja hal ini membuat dia terkejut Kenapa tiba-tiba saja kedua keponakannya itu berada di dalam kamarnya?"Kok kalian ada di sini sih?""Iya, kita ke sini sama nenek, sama bunda, sama tante Yura, sama adek Yemi." Itu adalah Rian yang kini duduk di dalam pangkuan Yogi. Dan yang dimaksud dengan Yemi itu adalah anak dari Yura. "Ngapain
Deff kini tengah bersama Clarissa, seperti biasa keduanya tengah ngobrol mengenai pekerjaan. Clarissa juga tengah dilanda kebimbangan. Itu semua karena sang ayah memintanya untuk segera mengurus perusahaan. Perusahaan ayah Clarissa bergerak di bidang konstruksi. Dan ia sama sekali tak tertarik."Gue juga bingung banget, papi minta supaya gue cepat-cepet urus perusahaan." Clarissa bercerita kemudian meneguk mojito yang ia pesan tadi."Lagian Gue rasa lo nggak usah nolak. Karena mau apapun bidang bisnisnya, sebagai kepala perusahaan gue rasa tugasnya akan sama aja. Yang jalib kerjasama, ngecek dokumen, hal-hal kayak gitu, kecuali lo ke terjun langsung di lapangan." Deff coba mengungkapkan pendapat kepada sahabatnya."Iya, gue cuman ngerasa belum siap aja sama itu semua. BTW, gimana kerjaan lo di tempatnya Pak Yogi?"Deff mengunyah kentang goreng, sebelum ia menjawab pertanyaan Clarissa mengenai pekerjaannya. "Biasa aja sih. Nggak ada yang spesial. Ya biasa, kalau ada yang salah pasti h
Sepeninggalan Rei dan Bebe kini hanya ada Yogi dan Tedi. Seketika hening tak ada pembicaraan dari kedua pria itu. Mereka hanya saling diam, Yogi sibuk menatap layar pada ponselnya; sementara itu Tedi menunggu sambil sibuk menggerakkan kakinya, canggung. Tedi merasa ada yang harus dibicarakan dengan Yogi. Setidaknya mereka berdua harus mengobrol. "Saya dengar Pak Yogi lagi ada kerjasama baru sama salah satu perusahaan ponsel merk Korea" "Ah, itu perusahaan papi saya. Kebetulan sekarang yang megang bukan saya lagi tapi, kakak perempuan saya." Jawaban Yogi memutus pertanyaan dari Tedi. Kini hening lagi, karena tak ada pertanyaan lain yang terlontar dari bibir pria pucat itu. Masalahnya, Yogi memang tak suka terlalu banyak berbasa-basi. Memang sih dia mengenal Tedi, tapi hanya sebatas itu saja. Tidak ada kerjasama di antara keduanya. Meskipun sering bertemu di beberapa kesempatan. Apalagi kini sudah jelas kalau pria di samping itu sebagai lawannya untuk mendapatkan hati Rei. Itu yan