"Ada yang bilang kalau Pak Preston menyukai adikmu. Bahkan ada juga yang bilang kalau mereka berdua sudah bersama," ucap Ivana.Ivana melanjutkan dengan penuh semangat, "Waktu jam pulang kerja kemarin, seseorang melihat adikmu pergi ke kantor CEO di lantai puncak. Oh iya, bukannya kamu merapikan data di lantai puncak kemarin? Kamu nggak lihat apa-apa?""Nggak, tuh. Zoey nggak bersama Pak Preston, semua itu hanya rumor nggak berdasar," bantah Livy.Ivana membalas sambil mengibaskan tangannya, "Ada yang memotret mereka dan mengunggahnya secara anonim di situs perusahaan. Aku sempat melihatnya, tapi waktu aku mau menyimpannya untuk diperlihatkan padamu, unggahan itu sudah diblokir. Mencurigakan, 'kan?"Livy tentu saja tahu apa yang terjadi kemarin. Hanya saja, dia tidak leluasa menjelaskannya.Livy juga tidak menyangka ada yang memotret Zoey saat gadis itu datang mencari Preston di kantor CEO. Grup Sandiaga ini sangat berbahaya. Ada mata-mata di mana-mana. Apa hubungannya dengan Preston b
Berhubung Annie sudah mengancam seperti itu, Livy pun tidak kuasa untuk menolak. Dia tidak punya pilihan selain menyanggupi, "Baik, Bu Annie."Annie menatap Livy lekat-lekat dan bertanya dengan dingin, "Kenapa aku nggak melihatmu turun waktu kamu kerja di lantai puncak kemarin? Apa kamu dan Pak Preston pulang sama-sama?"Jantung Livy berdebar. Dia segera menyunggingkan senyum canggung dan membantah, "Nggak, aku pulang duluan setelah selesai merapikan dokumen."Livy merasa Annie mencurigai hubungannya dengan Preston, jadi dia harus menepis kecurigaannya. Apalagi, alasan Annie selalu bersikap sinis padanya tidak lain karena Preston."Terus, kenapa aku nggak melihatmu pulang kerja?" tanya Annie sambil memicingkan matanya, terus mendesak Livy untuk buka mulut."Gula darah rendahku kambuh kemarin. Pak Preston menyuruhku pulang lebih awal, mungkin itu sebabnya Bu Annie nggak melihatku," sahut Livy, berpura-pura tenang.Merasa Livy tidak sedang berbohong, Annie menghela napas lega. Namun, dia
Sekarang, aroma itu juga tercium dari tubuh Livy. Annie terbakar api cemburu saat memikirkan asal aroma itu. Sialan! Dia tidak boleh membiarkan Livy menang lagi. Preston hanya miliknya seorang!....Setengah jam sebelum jam pulang kerja, Livy merampungkan tugasnya lebih awal. Kemudian, dia berkemas dan pergi bersama Annie.Livy sudah pernah kerja lapangan beberapa kali sebelumnya. Orang yang ditemuinya adalah perwakilan dari perusahaan mitra. Biasanya, pertemuan itu dilangsungkan selama jam kerja di kafe atau restoran.Namun, kali ini Annie membawanya ke kelab. Selain itu, mereka juga pergi pada malam hari, jadi Livy harus lembur.Bangunan bergaya Elupa itu membentang hampir separuh jalan. Papan nama neon "De Royal" bersinar terang, menonjolkan atmosfer pesta.Livy jarang menikmati kehidupan malam, tetapi bukan berarti dia tidak tahu tempat apa De Royal itu. Kelab ini adalah tempat bersenang-senang terbesar di ibu kota. Banyak orang kaya dan berpengaruh yang menghabiskan uang mereka di
Wajah pria itu terkesan mesum, tidak berbeda jauh dengan fotonya. Berbagai botol anggur berderet rapi di atas meja di depannya.Annie mendekati pria itu sambil tersenyum. Kemudian, dia menjabat tangannya dan berucap, "Maaf sudah membuatmu menunggu lama, Pak Wijaya. Jalanan agak macet, jadi kami sedikit terlambat."Pria yang dipanggil "Pak Wijaya" itu mendongak dengan malas dan menyahut pelan, "Bu Annie, orang-orang Grup Sandiaga benar-benar sombong. Kamu membuatku menunggu selama satu jam, lalu begitu datang, kamu hanya meminta maaf? Ini kurang tulus, 'kan?"Setelah mendapat kode, gadis di pelukan Wijaya lantas membuka botol anggur di meja sambil tersenyum."Sesuai aturan, orang yang terlambat harus dihukum minum tiga gelas. Kalau nggak, aku akan merasa diremehkan!" ucap Wijaya sambil menyeringai.Annie diam-diam mendorong Livy maju, lalu berucap sambil tersenyum, "Pak Wijaya, ini kelalaianku. Hanya saja, hari ini aku sedang nggak enak badan dan baru minum obat. Sekarang aku benar-bena
Annie terkekeh-kekeh, lalu membentak tegas, "Bu Livy, saat ini kamu sedang mewakili perusahaan. Kalau kamu menyinggung Pak Wijaya hingga kerja sama gagal, apa kamu sanggup bertanggung jawab? Cepat ke sini!"Annie sengaja mengancam Livy. Jika Livy menolak, takutnya besok Annie akan membuat laporan ke departemen SDM bahwa Livy membuat masalah saat kerja lapangan dan menyinggung klien.Peraturan di Grup Sandiaga sangat ketat. Setiap performa karyawan akan dijatuhi hukuman dan diberikan penghargaan yang setimpal.Livy mungkin tidak akan langsung dipecat karena menyinggung klien. Namun, namanya akan masuk dalam catatan hitam dan gajinya akan dikurangi.Jika pelanggaran yang dilakukannya mencapai jumlah tertentu, kontrak kerjanya dengan Grup Sandiaga otomatis akan berakhir.Memikirkan jumlah pengeluaran yang akan timbul setelah neneknya dipindahkan ke Sanatorium Sejahtera, Livy terpaksa menggertakkan gigi dan menurut.Livy tidak bisa mengandalkan Preston selamanya. Selain itu, Wijaya belum t
Brak! Pintu toilet ditendang terbuka. Tubuh Livy gemetar ketakutan. Sekarang kesadarannya kian jernih.Begitu menoleh, Livy melihat Wijaya berjalan masuk sambil tersenyum mesum. Pria itu mendekat dan mencekal lengannya.Wajah Livy sontak memucat dan isi kepalanya kosong. Sebelum dia sempat bereaksi, Wijaya sudah menariknya keluar dari toilet dan menyeretnya ke sofa.Gadis yang tadi melayani Wijaya sudah pergi. Kini hanya tertinggal Livy dan pria itu di dalam ruang VIP yang besar.Livy menyadari keganjilan situasi ini dan meronta sambil berteriak minta tolong. Dia lalu berlari menuju pintu. Namun, Livy yang sedang mabuk berat jelas tidak bisa menandingi Wijaya. Baru berlari beberapa langkah, dia sudah ditarik kembali.Seluruh dunia serasa berputar. Livy mendadak sudah ditindih di atas sofa. Bau rokok dan alkohol yang kental memenuhi hidungnya. Saat dia membuka matanya, dia berhadapan dengan sederet gigi kuning kehitaman. Huek! Livy memalingkan wajah dan muntah di lantai.Tangan Wijaya j
Sebagai seorang sekretaris, bagaimana caranya menggoda atasan yang merupakan seorang presdir? Langsung tidur dengannya. Itulah yang dilakukan oleh Livy Pratama.Saat ini, keningnya dibasahi keringat, rambut hitam panjangnya terurai di bahu, dan telapak tangannya menempel di dinding .... Tubuhnya bergetar dan kedua kakinya terasa sangat lemas hingga tak bisa berdiri tegak.Dia hampir terjatuh, tetapi Preston Sandiaga buru-buru menangkapnya dan melemparkannya ke atas ranjang. Livy merasakan ranjang itu tenggelam dan tak lama kemudian, dia harus menghadapi babak baru yang penuh gairah.Livy tidak menyangka semuanya akan berjalan begitu lancar malam ini.Mereka sedang dalam perjalanan bisnis saat ini dan keduanya menginap di hotel yang sama. Livy merasa agak mabuk setelah jamuan makan malam tadi, sehingga dia memutuskan untuk mengetuk pintu kamar Preston.Preston membuka pintu kamar dan melihatnya. Livy bahkan belum sempat memulai pertunjukan yang telah dipersiapkannya. Namun, dia telah di
Mendengar perkataan itu, tangan Livy langsung gemetaran. Ponselnya tergelincir dari tangannya dan terjatuh ke lantai. Livy bahkan sempat curiga pendengarannya bermasalah.Sambil memegang dadanya, Livy buru-buru memungut kembali ponselnya dan bertanya dengan terbata-bata, "Pak Preston, apa ... ada masalah?""Kamu tahu sendiri." Setelah melontarkan ucapan tersebut, Preston langsung menutup teleponnya. Wajah Livy memucat seketika.Ini benar-benar gawat! Preston pasti mau buat perhitungan dengannya!Setelah Livy meletakkan koper Preston di dalam apartemennya, dia segera pulang ke rumah dan mulai mengirimkan lamaran pekerjaan. Karena terlalu lelah, Livy tertidur di atas meja begitu selesai mengirimkan beberapa lamaran. Tiba-tiba, dering telepon membangunkannya.Melihat nama Preston di layar, Livy langsung terkejut dan rasa kantuknya hilang seketika. Dia segera mengangkat telepon itu. "Pak ... Pak Preston.""Di mana kamu?" Pertanyaan yang sederhana itu membuat bulu kuduknya berdiri.Livy mel