Brak! Pintu toilet ditendang terbuka. Tubuh Livy gemetar ketakutan. Sekarang kesadarannya kian jernih.Begitu menoleh, Livy melihat Wijaya berjalan masuk sambil tersenyum mesum. Pria itu mendekat dan mencekal lengannya.Wajah Livy sontak memucat dan isi kepalanya kosong. Sebelum dia sempat bereaksi, Wijaya sudah menariknya keluar dari toilet dan menyeretnya ke sofa.Gadis yang tadi melayani Wijaya sudah pergi. Kini hanya tertinggal Livy dan pria itu di dalam ruang VIP yang besar.Livy menyadari keganjilan situasi ini dan meronta sambil berteriak minta tolong. Dia lalu berlari menuju pintu. Namun, Livy yang sedang mabuk berat jelas tidak bisa menandingi Wijaya. Baru berlari beberapa langkah, dia sudah ditarik kembali.Seluruh dunia serasa berputar. Livy mendadak sudah ditindih di atas sofa. Bau rokok dan alkohol yang kental memenuhi hidungnya. Saat dia membuka matanya, dia berhadapan dengan sederet gigi kuning kehitaman. Huek! Livy memalingkan wajah dan muntah di lantai.Tangan Wijaya j
Tak disangka, dia rela menggunakan cara seperti ini. Tak heran pepatah lama mengatakan bahwa hati perempuan bisa menjadi sangat kejam. Namun, sekarang Livy telah benar-benar melihat kedok asli dari Annie, tetapi tidak ada lagi jalan untuk kembali.Di sini, dia tidak bisa memanggil pertolongan .... Nenek!Wajah Nenek yang lembut muncul di benaknya. Jika Nenek tahu dia diperlakukan seperti ini, pasti nenek akan merasa sedih. Dia tidak bisa menyerah begitu saja!Saat Livy sekali lagi ditekan ke sofa, dia mengumpulkan seluruh kekuatannya untuk mendorong Rambisi dengan keras. Rambisi yang tak menduga serangan itu, terjatuh ke lantai dengan langkah yang goyah. Ketika dia bangkit dengan marah, Livy meraih botol minuman keras di dekatnya dan menghantamkannya ke kepala Rambisi.Suara benturan yang keras terdengar segera setelahnya.Livy terpaku ketakutan melihat Rambisi terkapar di depannya. Matanya terbuka lebar, sementara darah segar mengalir deras dari dahinya. Namun, suara keras tadi ternya
"Astaga! Kak, istrimu sudah sadar!" ujar David sambil mengangkat kacamata berbingkai emasnya. Dia hampir saja bersiul ke arah Preston, tetapi langsung berhenti setelah mendapat tatapan tajam darinya."Pak Preston, aku harus meluruskan masalah ini! Rambisi adalah saksi, dia nggak boleh mati .... Kalau dia mati, aku nggak akan bisa lepas dari tuduhan," ucap Livy lemah.Bagaimanapun, kepala Rambisi terluka karena ulahnya. Jika Rambisi benar-benar mati, bukankah itu berarti ... dia akan dianggap sebagai pembunuh? Mengerikan sekali! Tubuh Livy bergetar ketakutan dan pikirannya terasa kosong."Hahaha ...." Sebelum Livy sempat bereaksi, terdengar suara tawa yang keras dari samping.Dengan kaget, Livy mendongak melihat David yang sedang tertawa terbahak-bahak di sampingnya. Apa yang menurutnya lucu? Livy bahkan sudah hampir mati ketakutan!"Serius nih, Kak. Kenapa istrimu pengecut begini? Terus, tadi dia manggil kamu ... Pak Preston?" David benar-benar hampir gila karena tertawa. "Kalian benar
"Masuk."Setelah Preston berkata demikian, Bendy membuka pintu dan masuk. Saat melihat Livy sudah tersadar, dia menyapa dengan hormat, "Bu Livy, gimana keadaannya?""Aku sudah baikan. Terima kasih," jawab Livy dengan terus terang.Preston memicingkan mata melihatnya. Bendy segera mengalihkan pembicaraan ke topik utama. "Kata Bu Annie, semalam itu ...." Bendy melirik sekilas pada Livy. Semua ucapannya seolah-olah tertahan di tenggorokannya."Katakan," perintah Preston dengan nada dingin dan penuh wibawa.Bendy menunduk untuk menghindari tatapan Livy, lalu melapor dengan hormat, "Kata Bu Annie, semalam Bu Livy yang berinisiatif meminta untuk bertugas ke luar. Selain itu, dia sudah menasihati Bu Livy untuk jangan minum anggur, tapi Bu Livy malah nggak mau pergi setelah mabuk.""Sebaliknya, dia malah ngobrol dengan akrab sama Rambisi dan Rambisi bahkan menyetujui proyek berprofit rendah itu. Melihat masalahnya sudah selesai, Bu Annie ingin pulang dan menawarkan untuk membawa Bu Livy pulang
Hati Livy terasa dingin, tetapi dia juga tidak berdaya. Dia kini sadar bahwa dia tak seharusnya menggantungkan harapan pada siapa pun.Setelah menenangkan diri cukup lama, akhirnya dia duduk perlahan. Tubuhnya memang tidak terluka parah, hanya ketakutan yang tadi membuatnya syok. Sekarang, rasa mabuknya sudah hilang. Tidak ada alasan baginya untuk terus tinggal di rumah sakit.Aroma disinfektan di rumah sakit membuatnya tidak nyaman. Sejak dulu, Livy memang tidak menyukai rumah sakit. Tempat ini penuh dengan kenangan menyakitkan. Ibunya meninggal di rumah sakit, neneknya pernah mengalami operasi berat di sini, dan di sanatorium tempat neneknya dirawat pun selalu tercium aroma disinfektan.Livy turun dari ranjang, lalu berganti pakaian dan pergi meninggalkan rumah sakit. Namun, ketika keluar dari pintu rumah sakit, dia tiba-tiba merasa bingung.Ke mana dia harus pergi?Sewa apartemennya sudah dihentikan. Dengan kondisi lelah seperti ini, dia tak mungkin mengunjungi neneknya. Satu-satuny
Untungnya, Rambisi gagal menjalankan rencananya kali ini. Jika tidak, Livy benar-benar tidak tahu harus bagaimana melanjutkan hidupnya.Oh ya, Rambisi ... bagaimana keadaannya sekarang?Livy memutuskan untuk menanyakannya kepada Preston agar dia bisa mempersiapkan mental. "Pak Preston, Pak Rambisi ...."Preston langsung memotong ucapannya, "Rambisi sudah siuman. Aku sudah suruh Bendy untuk lapor polisi dan selanjutnya dia akan dibawa ke kejaksaan untuk diproses hukum."Livy membelalakkan matanya dengan kaget. Diproses secara hukum? Apakah itu artinya Livy akan dijatuhkan tuduhan penganiayaan? Apakah Preston benar-benar akan menyudutkannya hanya demi Annie?Tangan Annie yang memegang sendok sontak gemetaran. Sekujur tubuhnya terasa dingin dan bubur yang disantapnya juga terasa hambar seketika."Tenang saja. Tindakanmu itu cuma melindungi diri, jadi kamu nggak bersalah." Preston menyadari apa yang ditakutkan Livy dan langsung meredakan ketakutannya.Livy tercengang dan hampir tidak bisa
Awalnya, Livy cukup terharu mendengar penjelasannya. Bagaimanapun, Preston memang harus mempertahankan Annie demi "keselamatan" Grup Sandiaga.Namun, perubahan ekspresi Preston yang mendadak ini membuatnya tampak menakutkan. Seolah-olah dia sedang mengancam Livy untuk menerima kenyataan ini dan tidak boleh menunjukkan ekspresi sedih sama sekali.Livy buru-buru menjelaskan, "Pak Preston, aku bukan sedih, aku merasa terharu. Annie sudah mendapat hukuman yang setimpal, jadi aku juga nggak akan perpanjang masalah ini lagi. Lagian, aku juga nggak mengalami kerugian besar."Livy menunjukkan sikap komprominya, berharap Preston bisa mengakhiri masalah ini. Sebenarnya, apa yang dilakukan Preston sudah cukup membuatnya lega. Jika Preston memilih untuk tidak menghukum Annie dan membiarkannya terus berbuat sesuka hati di kantor pusat, Livy juga tidak berdaya melawannya. Jadi, hasil ini sudah cukup membuatnya puas."Baguslah kalau kamu mikir begitu." Nada bicara Preston jadi agak melunak saat melih
Livy tertegun sejenak. Dia bisa memahami maksud dari peringatan Preston, tetapi ... dia memanggilnya hanya untuk mengingatkan soal itu?Livy berdiri beberapa detik lagi, memastikan Preston akan melanjutkan pekerjaannya. Dia tidak tahu apakah harus merasa lega atau malah sedikit bingung. Apakah mungkin Preston sudah kenyang makan di luar?Dia menggigit bibir, lalu menjawab dengan lembut, "Baik, Sayang."Setelah itu, dia segera keluar dari ruang kerja. Kesempatan untuk benar-benar beristirahat seperti ini sangat langka, jadi dia tidak mau menyia-nyiakannya.....Keesokan pagi, Livy bangun lebih awal dan menyiapkan sarapan yang mewah. Setelah itu, dia berangkat ke kantor bersama Preston dan berpisah di lantai bawah tanah gedung. Memikirkan bahwa dia tidak lagi harus menghadapi Annie hari ini membuat suasana hati Livy jauh lebih ringan.Dengan langkah mantap, Livy menuju ruang arsip untuk memulai pekerjaan. Hingga akhirnya, Bendy datang mengetuk pintu."Aku diberi tahu ada perubahan dalam
Kalimat ini benar-benar kejam saat memarahi seorang pria. Chloe sama sekali tidak menjaga harga diri Stanley. Sungguh tajam dan mematikan. Bagaimanapun, pria paling pantang kemampuan ranjangnya dicela.Wajah Stanley sontak memucat, lalu akhirnya menjadi suram. Namun, karena ada orang lain di tempat itu, dia merasa malu untuk marah. Dia hanya bisa menenangkan Chloe dengan nada memelas."Ya sudah, aku tahu kamu cuma main-main di luar untuk membuatku kesal. Aku sudah menyadari kesalahanku dan aku nggak akan melakukannya lagi. Kalau kamu nggak enak badan, aku akan menemanimu selama dua hari ke depan dan menjadi pelayan pribadimu, oke?"Ugh .... Livy hampir muntah mendengarnya. Untung saja dia sedang lapar, jadi perutnya kosong. Kalau tidak, dia pasti sudah muntah karena mual."Nggak perlu repot-repot. Oh, mantan pacarmu masih ada di sini. Sepertinya dia juga sakit. Pak Stanley, kalau kamu peduli dan menanyakan kabarnya, mungkin kalian bisa balikan lagi," sindir Chloe yang kembali menyerang
Menahan rasa pedih di hatinya, Livy berbalik untuk pergi. Samar-samar, dia mendengar Preston di belakangnya mengangkat telepon.Nada bicaranya tiba-tiba menjadi lembut, bahkan terdengar agak hangat. "Sylvia, aku masih sibuk.""Ya, aku nggak akan lupa."Mendengar sampai di situ, Livy hanya bisa tersenyum getir. Perbedaan antara cinta dan tidak cinta memang sangat jelas.Livy kembali ke kantornya, tumpukan pekerjaan masih menggunung. Dia mengusap perutnya yang mulai terasa lapar, lalu akhirnya memutuskan untuk turun dan mencari sesuatu untuk dimakan.Saat pintu lift terbuka, terlihat beberapa orang dari departemen lain yang masih lembur. Ketika melihat Livy, pandangan mereka menunjukkan penghinaan. Beberapa bahkan mendesaknya ke bagian paling dalam lift, seolah-olah Livy adalah sesuatu yang menakutkan."Itu dia, 'kan?""Ya, benar. Dia nggak terlihat seperti wanita penggoda, tapi trik yang digunakannya sangat hebat.""Hahaha, jangan bicara begitu. Gimana kalau dia dengar nanti?""Biarkan
Livy mengikuti Bendy ke ruangan Preston. Ekspresi pria itu terlihat kurang baik, tangannya memegang tablet, sepertinya sedang membaca pesan di grup.[ Livy dan Pak Bendy mesra sekali. Livy pasti sangat mencintainya. ]Setelah membaca satu per satu komentar, Preston perlahan-lahan mendongak menatap Livy yang berdiri di depannya. "Apa pendapatmu setelah mendengar orang-orang bilang kamu sangat cocok dengan Bendy?"Wajah Bendy langsung menjadi muram. Fitnah, ini benar-benar fitnah! Bukankah setiap kali dia mencari Livy karena perintah Preston? Dia hanya menjalankan tugas, tetapi foto-foto itu malah digunakan oleh orang lain untuk membuat masalah."Ini ... semua ini cuma kesalahpahaman." Livy menggigit bibirnya, menatap Bendy dengan agak canggung dan berkata, "Pak Bendy, apa kamu bisa meluangkan waktu untuk menjelaskan hal ini kepada semua orang?""Baik, aku akan segera mengurusnya." Setelah berkata demikian, Bendy langsung berlari keluar, khawatir dirinya akan terlibat dalam pertengkaran
Livy terpaku mendengar sindiran terakhir dari rekan kerjanya yang segera diikuti oleh tawa sinis."Berani melakukannya tapi nggak berani mengakuinya, ya?"Salah satu rekan kerja lainnya menarik lengannya dan berkata, "Sudahlah, jangan terlalu keras. Nanti dia atur kita jadi petugas kebersihan seperti yang dilakukannya sama adiknya."Usai bicara, para rekan kerjanya pun pergi.Livy yang kebingungan, menoleh ke Ivana yang masih di sampingnya. "Apa aku melakukan sesuatu yang membuat mereka marah?" tanyanya ragu.Ivana tampak sedikit canggung dan ragu-ragu sebelum akhirnya berkata pelan, "Livy, kamu benar-benar minta bantuan agar Zoey dipindahkan ke departemen pemasaran?"Livy terkejut dan segera bertanya, "Dari mana kamu tahu soal itu?"Ivana menghela napas panjang. "Grup obrolan perusahaan sudah heboh soal itu! Aku yakin kamu punya alasan sendiri dan aku tahu kamu bukan orang seperti yang mereka bicarakan. Tapi sekarang, di kantor ... rumor itu sudah menyebar ke mana-mana."Livy merasa s
Livy tidak terlalu memikirkan hal itu. Bagaimanapun, ini adalah area umum, jadi melihat orang lewat adalah hal yang wajar. Saat kembali ke mejanya, Sherly baru kembali setelah beberapa waktu.Livy segera berdiri dan bersiap untuk melaporkan perkembangan proyek. Namun, suara salah satu rekan kerja di sebelahnya tiba-tiba terdengar. "Bu Sherly, tadi pakaian yang Anda pakai bagus sekali. Kenapa sekarang ganti baju lagi?"Sherly tersenyum tipis, lalu merapikan rambutnya dengan anggun dan menjawab, "Tadi agak kotor, jadi aku ganti."Setelah itu, dia menoleh ke arah Livy dengan ekspresi lembut dan memberikan komentar yang terdengar penuh perhatian, "Livy, tubuhmu belum sepenuhnya pulih. Seharusnya kamu istirahat saja di rumah. Aku nggak mau kehilangan salah satu talenta terbaik di departemen sekretaris ini."Ucapan itu segera membuat rekan-rekan lain di sana memandang Livy dengan tatapan yang sulit dijelaskan. Ada rasa iri yang tidak bisa disembunyikan.Livy terkejut dan buru-buru berkata, "
Livy hanya menggelengkan kepala dengan senyum pahit.Bergantung pada orang lain hanyalah kesia-siaan. Bahkan Preston yang masih berstatus sebagai suaminya saja bisa bersikap seperti ini padanya. Apalagi jika mereka bercerai nanti, siapa tahu apakah Livy akan menjadi korban balas dendamnya atau tidak.Livy harus fokus membangun kariernya sendiri. Hanya dengan memiliki kekuatan dan kemandirian, dia bisa hidup lebih baik.....Keesokan paginya, Livy bangun lebih awal untuk pergi ke kantor.Sherly sudah mengirimkan laporan perkembangan proyek selama dua hari terakhir. Begitu tiba di meja kerjanya, Livy langsung tenggelam dalam pekerjaannya.Seperti biasa, Ivana datang tepat waktu. Saat melihat Livy, dia terlihat terkejut. "Livy, bukannya kamu lagi sakit? Kenapa baru istirahat satu hari sudah masuk kerja lagi?""Aku sudah merasa lebih baik sekarang, jadi aku masuk. Proyek ini cukup banyak kerjaan, jadi aku nggak bisa terus beristirahat," jelas Livy dengan singkat."Iya juga sih." Ivana meng
Amarah Preston hampir meluap dari dadanya. Genggaman tangannya di pergelangan Livy semakin erat, seolah ingin menghancurkan tulangnya.Tatapan dingin penuh kemarahan terpancar dari matanya, membuat Livy semakin gemetar. Air mata mengalir deras dari matanya karena rasa sakit yang tak tertahankan.Dengan suara terisak, dia mencoba menjelaskan, "Sayang, aku dan Nicky cuma teman. Bukan seperti yang kamu pikirkan. Kami nggak melakukan apa-apa ... bisa nggak kamu percaya padaku?""Percaya padamu?" Preston tertawa sinis, kemudian melepaskan genggamannya dengan kasar. Dia bersandar ke sofa dan menatapnya dengan pandangan penuh ejekan."Livy, ucapanmu nggak berarti apa-apa. Lebih baik buktikan dengan tindakan bahwa kamu nggak bisa meninggalkan aku."Livy tertegun. Buktikan? Mengapa dia harus membuktikannya?Dengan hati-hati, dia menyembunyikan pergelangan tangannya yang sakit di balik tubuhnya. Kemudian, dia bertanya dengan suara serak, "Kamu ... nggak ingin aku pergi, bukan?"Livy menatap Pres
Pria itu bertubuh tinggi dan tegap. Auranya saat ini begitu menekan hingga membuat orang merasa tertekan."Pak Preston." Nicky menyeka sudut bibirnya yang berdarah sambil memberikan senyum sopan. "Namaku Nicky.""Aku nggak tertarik mengenal orang yang nggak ada hubungannya denganku," balas Preston dengan ketus, lalu langsung menggenggam tangan Livy dan menariknya.Tangan Livy yang baru saja terluka akibat pegangan Nicky, kini digenggam erat oleh Preston dengan kasar. Rasa sakit itu membuat air matanya hampir mengalir."Pak Preston, tangan Livy terluka!" kata Nicky dengan cemas dan mencoba mendekat. Namun, tatapan dingin dari wajah Preston membuatnya mundur dengan gugup."Dia itu istriku. Nggak butuh perhatianmu!" Suara Preston semakin dingin, dengan nada penuh ketegasan yang membuat siapa pun merasa kecil di hadapannya."Kalau begitu, boleh aku bertanya, Pak Preston? Apakah Anda benar-benar melindungi istri Anda dengan baik?" Nicky tahu bahwa kata-katanya akan memancing masalah, tetapi
Livy ragu sejenak. Dia tahu Nicky selalu menganggapnya sebagai teman baik, dan kemungkinan besar telepon semalam telah membuatnya khawatir.Setelah memastikan melalui cermin bahwa luka-lukanya sudah tertutup dengan baik dan tidak terlihat, dia berganti pakaian dan turun ke bawah.Mobil Nicky terparkir di dekat air mancur yang tidak jauh dari rumahnya."Maaf ya, Nicky, semalam aku cuma terlalu tertekan. Maaf kalau aku mengganggumu," kata Livy dengan nada menyesal.Temannya tidak banyak, terutama setelah dia putus dengan Stanley. Livy awalnya berpikir bahwa hubungan mereka juga akan berakhir, tetapi nyatanya, Nicky tetap menjadi temannya."Nggak apa-apa. Orang yang bisa masuk ke Grup Sandiaga pasti orang-orang hebat, jadi wajar kalau merasa tertekan. Tapi, Livy, kamu sudah sangat luar biasa," jawab Nicky sambil memperhatikan Livy dengan saksama.Dia tahu ada sesuatu yang disembunyikan Livy darinya. Namun, mengingat posisinya sebagai teman biasa, dia merasa tidak punya hak untuk bertanya