Awalnya, Livy cukup terharu mendengar penjelasannya. Bagaimanapun, Preston memang harus mempertahankan Annie demi "keselamatan" Grup Sandiaga.Namun, perubahan ekspresi Preston yang mendadak ini membuatnya tampak menakutkan. Seolah-olah dia sedang mengancam Livy untuk menerima kenyataan ini dan tidak boleh menunjukkan ekspresi sedih sama sekali.Livy buru-buru menjelaskan, "Pak Preston, aku bukan sedih, aku merasa terharu. Annie sudah mendapat hukuman yang setimpal, jadi aku juga nggak akan perpanjang masalah ini lagi. Lagian, aku juga nggak mengalami kerugian besar."Livy menunjukkan sikap komprominya, berharap Preston bisa mengakhiri masalah ini. Sebenarnya, apa yang dilakukan Preston sudah cukup membuatnya lega. Jika Preston memilih untuk tidak menghukum Annie dan membiarkannya terus berbuat sesuka hati di kantor pusat, Livy juga tidak berdaya melawannya. Jadi, hasil ini sudah cukup membuatnya puas."Baguslah kalau kamu mikir begitu." Nada bicara Preston jadi agak melunak saat melih
Livy tertegun sejenak. Dia bisa memahami maksud dari peringatan Preston, tetapi ... dia memanggilnya hanya untuk mengingatkan soal itu?Livy berdiri beberapa detik lagi, memastikan Preston akan melanjutkan pekerjaannya. Dia tidak tahu apakah harus merasa lega atau malah sedikit bingung. Apakah mungkin Preston sudah kenyang makan di luar?Dia menggigit bibir, lalu menjawab dengan lembut, "Baik, Sayang."Setelah itu, dia segera keluar dari ruang kerja. Kesempatan untuk benar-benar beristirahat seperti ini sangat langka, jadi dia tidak mau menyia-nyiakannya.....Keesokan pagi, Livy bangun lebih awal dan menyiapkan sarapan yang mewah. Setelah itu, dia berangkat ke kantor bersama Preston dan berpisah di lantai bawah tanah gedung. Memikirkan bahwa dia tidak lagi harus menghadapi Annie hari ini membuat suasana hati Livy jauh lebih ringan.Dengan langkah mantap, Livy menuju ruang arsip untuk memulai pekerjaan. Hingga akhirnya, Bendy datang mengetuk pintu."Aku diberi tahu ada perubahan dalam
Wajah Livy langsung memucat karena ketakutan. Bagaimana Ivana bisa mengetahui hal ini? Mengapa dia berpikir bahwa kejadian ini ada hubungannya dengan Livy? Apakah dia mendengar tentang insiden Rambisi?"Nggak, sepertinya bukan ...." Sebelum Livy bisa memikirkan alasan untuk menjawab, Ivana sudah menepis teorinya sendiri. "Lagi pula, adikmu nggak akrab sama kamu, jadi seharusnya bukan karena ingin membantumu.""Adikku?" tanya Livy dengan bingung sambil mengernyit."Zoey, 'kan? Bukannya dia punya hubungan khusus sama Pak Preston?" ujar Ivana pelan, bahkan membuat gestur untuk mempertegas ucapannya."Apa hubungannya kejadian ini sama Zoey?" Livy benar-benar tidak mengerti bagaimana Ivana bisa mengaitkannya dengan adiknya.Ivana mulai menjelaskan dengan gaya analisis sok tahu, "Bu Annie sudah lama suka sama Pak Preston. Dari sekolah sampai bekerja di Grup Sandiaga, dia selalu mengikuti dan mengabdikan diri sepenuhnya. Jadi, kenapa tiba-tiba Pak Preston memindahkannya ke cabang?""Apalagi,
"Nek, aku nggak apa-apa kok. Kebetulan saja baru-baru ini aku dipromosikan, jadi ada banyak pekerjaan yang harus diserahterimakan. Setelah sibuk beberapa waktu ini, aku pasti akan datang menemuimu saat liburan nasional. Aku akan menemanimu selama beberapa hari, gimana?"Livy mengingat bahwa liburan nasional hanya tinggal setengah bulan lagi. Setelah sibuk beberapa waktu lagi, dia ingin benar-benar meluangkan waktu untuk mengunjungi neneknya dan merawatnya dengan baik."Oke, syukurlah kalau kamu nggak usah lembur di hari libur. Nenek kangen sama kamu ...." Suara Winda terdengar seperti sedang berusaha untuk menahan tangisannya. Selain itu, dia juga berpesan, "Oh ya, nanti jangan lupa bawa Stanley ke sini juga. Ada yang mau Nenek bicarakan sama kalian."Mendengar neneknya mengungkit tentang Stanley, Livy langsung terdiam.Saat liburan nasional nanti, Stanley akan menikah dengan Chloe. Bagaimana dia bisa menjelaskan hal ini pada neneknya? Neneknya tidak boleh mengalami syok sekarang, jad
Perubahan di mata Preston membuat Livy bisa merasakan makna tersembunyi dalam ucapannya. Namun, saat ini ... bukan waktu yang tepat baginya untuk "membalas budi".Dia masih memiliki setumpuk pekerjaan yang belum selesai. Barusan saja, dia menyempatkan diri menelepon neneknya sebelum pukul delapan, lalu kembali fokus pada lembur."Pak Preston, aku masih harus lembur. Mungkin aku baru bisa pulang larut malam," kata Livy dengan suara pelan. Dia merasa agak takut untuk langsung menatap mata pria itu karena khawatir Preston akan mengira bahwa ini hanya alasannya untuk menghindar.Preston merasa kecewa, tetapi dia tidak menyalahkan Livy. Dia ingin sekali menyuruh Livy berhenti lembur dan pulang bersamanya, tetapi ... Preston tahu betul bahwa Livy memang perlu lembur untuk mengambil alih tugas Sherly. Ini memang tanggung jawabnya dan dia tidak bisa membiarkan keinginan pribadinya mengganggu tugas Livy.Dengan sifatnya yang tegas dalam urusan pekerjaan, Preston menahan diri dan berkata, "Baikl
"Aku sudah bilang sama Preston. Saat pernikahan Chloe nanti, aku akan memperkenalkanmu dengan resmi sebagai istri sah Preston!" ucap Tristan sambil mengelus janggutnya.Namun, Livy langsung terpaku dan pikirannya terasa buntu.Dia teringat bahwa Stanley telah mengundang banyak teman lama, terutama beberapa sahabat dekatnya yang semuanya mengenal Livy. Meskipun dulu hubungan asmara mereka dirahasiakan, semua orang tahu bahwa Livy dan Stanley adalah teman baik. Jika mereka melihatnya di acara pernikahan, Livy tidak mungkin bisa berpura-pura tidak mengenal mereka.Jika hal itu terjadi, Preston pasti akan tahu bahwa dia dan Stanley sudah saling kenal sejak lama. Padahal, saat pertama kali bertemu di kediaman Keluarga Sandiaga, mereka berpura-pura tidak saling mengenal.Awalnya, Livy berpikir bahwa dengan banyaknya tamu di pernikahan itu, dia bisa menghindari terlalu banyak kontak dengan teman-teman Stanley, terutama karena dia berada di pihak "keluarga pengantin wanita". Namun, dengan renc
Keringat dingin mengucur di punggung Livy. Dia bahkan sudah memikirkan kemungkinan terburuk yang akan terjadi. Mungkinkah Stanley datang karena khawatir Livy akan membuat masalah menjelang pernikahan, sehingga dia sengaja datang menemui neneknya untuk mengancamnya?Tanpa memedulikan mobil Preston yang belum meninggalkan tempat itu, Livy langsung melangkah cepat menghampiri Stanley."Stanley!" serunya dengan keras, menghentikan langkah pria itu. Stanley tertegun, lalu berbalik dan melihat Livy mendekat dengan ekspresi penuh amarah.Hal yang paling mengerikan adalah, mobil Preston masih terparkir di pinggir jalan. Jendelanya masih terbuka dan pandangan Preston jelas tertuju pada mereka berdua.Apa Livy sudah gila? Stanley terkejut hingga dahinya mengucurkan keringat deras. Dia buru-buru menunjukkan senyum menggoda sambil menyapa, "Pagi, Bibi." Stanley sengaja menaikkan volume suaranya saat berkata demikian.Livy terkejut mendengar panggilan tersebut, lalu tersadar bahwa Preston masih ada
Setelah memastikan bahwa Stanley telah pergi jauh, Livy baru berbalik dan berkata pada Preston, "Kamu lanjutkan saja kesibukanmu. Aku mau ketemu dulu sama Nenek."Livy merasa sangat berterima kasih pada Preston karena telah membantu menyembunyikan fakta bahwa neneknya dirawat di sini. Tentu, Preston tidak benar-benar berniat menolong. Hanya saja, karena identitas Livy sebagai "anak yatim" di Keluarga Sandiaga, tidak mungkin tiba-tiba muncul seorang nenek yang dirawat di sini.Meski begitu, Livy merasa lega karena rahasianya tidak terbongkar, baik di hadapan Preston maupun Stanley."Jam tiga nanti kujemput. Temani nenekmu dulu," ucap Preston sambil melirik jam tangan sebelum berbalik dan pergi.Livy menghela napas lega sambil menepuk dadanya, lalu berjalan masuk ke sanatorium. Namun, ketika dia tiba di lantai tempat neneknya dirawat sesuai petunjuk perawat, dia melihat dua baris perawat sedang terburu-buru mendorong tempat tidur seorang pasien ke depan.Begitu Livy memperhatikan dengan
Kalimat ini benar-benar kejam saat memarahi seorang pria. Chloe sama sekali tidak menjaga harga diri Stanley. Sungguh tajam dan mematikan. Bagaimanapun, pria paling pantang kemampuan ranjangnya dicela.Wajah Stanley sontak memucat, lalu akhirnya menjadi suram. Namun, karena ada orang lain di tempat itu, dia merasa malu untuk marah. Dia hanya bisa menenangkan Chloe dengan nada memelas."Ya sudah, aku tahu kamu cuma main-main di luar untuk membuatku kesal. Aku sudah menyadari kesalahanku dan aku nggak akan melakukannya lagi. Kalau kamu nggak enak badan, aku akan menemanimu selama dua hari ke depan dan menjadi pelayan pribadimu, oke?"Ugh .... Livy hampir muntah mendengarnya. Untung saja dia sedang lapar, jadi perutnya kosong. Kalau tidak, dia pasti sudah muntah karena mual."Nggak perlu repot-repot. Oh, mantan pacarmu masih ada di sini. Sepertinya dia juga sakit. Pak Stanley, kalau kamu peduli dan menanyakan kabarnya, mungkin kalian bisa balikan lagi," sindir Chloe yang kembali menyerang
Menahan rasa pedih di hatinya, Livy berbalik untuk pergi. Samar-samar, dia mendengar Preston di belakangnya mengangkat telepon.Nada bicaranya tiba-tiba menjadi lembut, bahkan terdengar agak hangat. "Sylvia, aku masih sibuk.""Ya, aku nggak akan lupa."Mendengar sampai di situ, Livy hanya bisa tersenyum getir. Perbedaan antara cinta dan tidak cinta memang sangat jelas.Livy kembali ke kantornya, tumpukan pekerjaan masih menggunung. Dia mengusap perutnya yang mulai terasa lapar, lalu akhirnya memutuskan untuk turun dan mencari sesuatu untuk dimakan.Saat pintu lift terbuka, terlihat beberapa orang dari departemen lain yang masih lembur. Ketika melihat Livy, pandangan mereka menunjukkan penghinaan. Beberapa bahkan mendesaknya ke bagian paling dalam lift, seolah-olah Livy adalah sesuatu yang menakutkan."Itu dia, 'kan?""Ya, benar. Dia nggak terlihat seperti wanita penggoda, tapi trik yang digunakannya sangat hebat.""Hahaha, jangan bicara begitu. Gimana kalau dia dengar nanti?""Biarkan
Livy mengikuti Bendy ke ruangan Preston. Ekspresi pria itu terlihat kurang baik, tangannya memegang tablet, sepertinya sedang membaca pesan di grup.[ Livy dan Pak Bendy mesra sekali. Livy pasti sangat mencintainya. ]Setelah membaca satu per satu komentar, Preston perlahan-lahan mendongak menatap Livy yang berdiri di depannya. "Apa pendapatmu setelah mendengar orang-orang bilang kamu sangat cocok dengan Bendy?"Wajah Bendy langsung menjadi muram. Fitnah, ini benar-benar fitnah! Bukankah setiap kali dia mencari Livy karena perintah Preston? Dia hanya menjalankan tugas, tetapi foto-foto itu malah digunakan oleh orang lain untuk membuat masalah."Ini ... semua ini cuma kesalahpahaman." Livy menggigit bibirnya, menatap Bendy dengan agak canggung dan berkata, "Pak Bendy, apa kamu bisa meluangkan waktu untuk menjelaskan hal ini kepada semua orang?""Baik, aku akan segera mengurusnya." Setelah berkata demikian, Bendy langsung berlari keluar, khawatir dirinya akan terlibat dalam pertengkaran
Livy terpaku mendengar sindiran terakhir dari rekan kerjanya yang segera diikuti oleh tawa sinis."Berani melakukannya tapi nggak berani mengakuinya, ya?"Salah satu rekan kerja lainnya menarik lengannya dan berkata, "Sudahlah, jangan terlalu keras. Nanti dia atur kita jadi petugas kebersihan seperti yang dilakukannya sama adiknya."Usai bicara, para rekan kerjanya pun pergi.Livy yang kebingungan, menoleh ke Ivana yang masih di sampingnya. "Apa aku melakukan sesuatu yang membuat mereka marah?" tanyanya ragu.Ivana tampak sedikit canggung dan ragu-ragu sebelum akhirnya berkata pelan, "Livy, kamu benar-benar minta bantuan agar Zoey dipindahkan ke departemen pemasaran?"Livy terkejut dan segera bertanya, "Dari mana kamu tahu soal itu?"Ivana menghela napas panjang. "Grup obrolan perusahaan sudah heboh soal itu! Aku yakin kamu punya alasan sendiri dan aku tahu kamu bukan orang seperti yang mereka bicarakan. Tapi sekarang, di kantor ... rumor itu sudah menyebar ke mana-mana."Livy merasa s
Livy tidak terlalu memikirkan hal itu. Bagaimanapun, ini adalah area umum, jadi melihat orang lewat adalah hal yang wajar. Saat kembali ke mejanya, Sherly baru kembali setelah beberapa waktu.Livy segera berdiri dan bersiap untuk melaporkan perkembangan proyek. Namun, suara salah satu rekan kerja di sebelahnya tiba-tiba terdengar. "Bu Sherly, tadi pakaian yang Anda pakai bagus sekali. Kenapa sekarang ganti baju lagi?"Sherly tersenyum tipis, lalu merapikan rambutnya dengan anggun dan menjawab, "Tadi agak kotor, jadi aku ganti."Setelah itu, dia menoleh ke arah Livy dengan ekspresi lembut dan memberikan komentar yang terdengar penuh perhatian, "Livy, tubuhmu belum sepenuhnya pulih. Seharusnya kamu istirahat saja di rumah. Aku nggak mau kehilangan salah satu talenta terbaik di departemen sekretaris ini."Ucapan itu segera membuat rekan-rekan lain di sana memandang Livy dengan tatapan yang sulit dijelaskan. Ada rasa iri yang tidak bisa disembunyikan.Livy terkejut dan buru-buru berkata, "
Livy hanya menggelengkan kepala dengan senyum pahit.Bergantung pada orang lain hanyalah kesia-siaan. Bahkan Preston yang masih berstatus sebagai suaminya saja bisa bersikap seperti ini padanya. Apalagi jika mereka bercerai nanti, siapa tahu apakah Livy akan menjadi korban balas dendamnya atau tidak.Livy harus fokus membangun kariernya sendiri. Hanya dengan memiliki kekuatan dan kemandirian, dia bisa hidup lebih baik.....Keesokan paginya, Livy bangun lebih awal untuk pergi ke kantor.Sherly sudah mengirimkan laporan perkembangan proyek selama dua hari terakhir. Begitu tiba di meja kerjanya, Livy langsung tenggelam dalam pekerjaannya.Seperti biasa, Ivana datang tepat waktu. Saat melihat Livy, dia terlihat terkejut. "Livy, bukannya kamu lagi sakit? Kenapa baru istirahat satu hari sudah masuk kerja lagi?""Aku sudah merasa lebih baik sekarang, jadi aku masuk. Proyek ini cukup banyak kerjaan, jadi aku nggak bisa terus beristirahat," jelas Livy dengan singkat."Iya juga sih." Ivana meng
Amarah Preston hampir meluap dari dadanya. Genggaman tangannya di pergelangan Livy semakin erat, seolah ingin menghancurkan tulangnya.Tatapan dingin penuh kemarahan terpancar dari matanya, membuat Livy semakin gemetar. Air mata mengalir deras dari matanya karena rasa sakit yang tak tertahankan.Dengan suara terisak, dia mencoba menjelaskan, "Sayang, aku dan Nicky cuma teman. Bukan seperti yang kamu pikirkan. Kami nggak melakukan apa-apa ... bisa nggak kamu percaya padaku?""Percaya padamu?" Preston tertawa sinis, kemudian melepaskan genggamannya dengan kasar. Dia bersandar ke sofa dan menatapnya dengan pandangan penuh ejekan."Livy, ucapanmu nggak berarti apa-apa. Lebih baik buktikan dengan tindakan bahwa kamu nggak bisa meninggalkan aku."Livy tertegun. Buktikan? Mengapa dia harus membuktikannya?Dengan hati-hati, dia menyembunyikan pergelangan tangannya yang sakit di balik tubuhnya. Kemudian, dia bertanya dengan suara serak, "Kamu ... nggak ingin aku pergi, bukan?"Livy menatap Pres
Pria itu bertubuh tinggi dan tegap. Auranya saat ini begitu menekan hingga membuat orang merasa tertekan."Pak Preston." Nicky menyeka sudut bibirnya yang berdarah sambil memberikan senyum sopan. "Namaku Nicky.""Aku nggak tertarik mengenal orang yang nggak ada hubungannya denganku," balas Preston dengan ketus, lalu langsung menggenggam tangan Livy dan menariknya.Tangan Livy yang baru saja terluka akibat pegangan Nicky, kini digenggam erat oleh Preston dengan kasar. Rasa sakit itu membuat air matanya hampir mengalir."Pak Preston, tangan Livy terluka!" kata Nicky dengan cemas dan mencoba mendekat. Namun, tatapan dingin dari wajah Preston membuatnya mundur dengan gugup."Dia itu istriku. Nggak butuh perhatianmu!" Suara Preston semakin dingin, dengan nada penuh ketegasan yang membuat siapa pun merasa kecil di hadapannya."Kalau begitu, boleh aku bertanya, Pak Preston? Apakah Anda benar-benar melindungi istri Anda dengan baik?" Nicky tahu bahwa kata-katanya akan memancing masalah, tetapi
Livy ragu sejenak. Dia tahu Nicky selalu menganggapnya sebagai teman baik, dan kemungkinan besar telepon semalam telah membuatnya khawatir.Setelah memastikan melalui cermin bahwa luka-lukanya sudah tertutup dengan baik dan tidak terlihat, dia berganti pakaian dan turun ke bawah.Mobil Nicky terparkir di dekat air mancur yang tidak jauh dari rumahnya."Maaf ya, Nicky, semalam aku cuma terlalu tertekan. Maaf kalau aku mengganggumu," kata Livy dengan nada menyesal.Temannya tidak banyak, terutama setelah dia putus dengan Stanley. Livy awalnya berpikir bahwa hubungan mereka juga akan berakhir, tetapi nyatanya, Nicky tetap menjadi temannya."Nggak apa-apa. Orang yang bisa masuk ke Grup Sandiaga pasti orang-orang hebat, jadi wajar kalau merasa tertekan. Tapi, Livy, kamu sudah sangat luar biasa," jawab Nicky sambil memperhatikan Livy dengan saksama.Dia tahu ada sesuatu yang disembunyikan Livy darinya. Namun, mengingat posisinya sebagai teman biasa, dia merasa tidak punya hak untuk bertanya