Hati Livy terasa dingin, tetapi dia juga tidak berdaya. Dia kini sadar bahwa dia tak seharusnya menggantungkan harapan pada siapa pun.Setelah menenangkan diri cukup lama, akhirnya dia duduk perlahan. Tubuhnya memang tidak terluka parah, hanya ketakutan yang tadi membuatnya syok. Sekarang, rasa mabuknya sudah hilang. Tidak ada alasan baginya untuk terus tinggal di rumah sakit.Aroma disinfektan di rumah sakit membuatnya tidak nyaman. Sejak dulu, Livy memang tidak menyukai rumah sakit. Tempat ini penuh dengan kenangan menyakitkan. Ibunya meninggal di rumah sakit, neneknya pernah mengalami operasi berat di sini, dan di sanatorium tempat neneknya dirawat pun selalu tercium aroma disinfektan.Livy turun dari ranjang, lalu berganti pakaian dan pergi meninggalkan rumah sakit. Namun, ketika keluar dari pintu rumah sakit, dia tiba-tiba merasa bingung.Ke mana dia harus pergi?Sewa apartemennya sudah dihentikan. Dengan kondisi lelah seperti ini, dia tak mungkin mengunjungi neneknya. Satu-satuny
Untungnya, Rambisi gagal menjalankan rencananya kali ini. Jika tidak, Livy benar-benar tidak tahu harus bagaimana melanjutkan hidupnya.Oh ya, Rambisi ... bagaimana keadaannya sekarang?Livy memutuskan untuk menanyakannya kepada Preston agar dia bisa mempersiapkan mental. "Pak Preston, Pak Rambisi ...."Preston langsung memotong ucapannya, "Rambisi sudah siuman. Aku sudah suruh Bendy untuk lapor polisi dan selanjutnya dia akan dibawa ke kejaksaan untuk diproses hukum."Livy membelalakkan matanya dengan kaget. Diproses secara hukum? Apakah itu artinya Livy akan dijatuhkan tuduhan penganiayaan? Apakah Preston benar-benar akan menyudutkannya hanya demi Annie?Tangan Annie yang memegang sendok sontak gemetaran. Sekujur tubuhnya terasa dingin dan bubur yang disantapnya juga terasa hambar seketika."Tenang saja. Tindakanmu itu cuma melindungi diri, jadi kamu nggak bersalah." Preston menyadari apa yang ditakutkan Livy dan langsung meredakan ketakutannya.Livy tercengang dan hampir tidak bisa
Awalnya, Livy cukup terharu mendengar penjelasannya. Bagaimanapun, Preston memang harus mempertahankan Annie demi "keselamatan" Grup Sandiaga.Namun, perubahan ekspresi Preston yang mendadak ini membuatnya tampak menakutkan. Seolah-olah dia sedang mengancam Livy untuk menerima kenyataan ini dan tidak boleh menunjukkan ekspresi sedih sama sekali.Livy buru-buru menjelaskan, "Pak Preston, aku bukan sedih, aku merasa terharu. Annie sudah mendapat hukuman yang setimpal, jadi aku juga nggak akan perpanjang masalah ini lagi. Lagian, aku juga nggak mengalami kerugian besar."Livy menunjukkan sikap komprominya, berharap Preston bisa mengakhiri masalah ini. Sebenarnya, apa yang dilakukan Preston sudah cukup membuatnya lega. Jika Preston memilih untuk tidak menghukum Annie dan membiarkannya terus berbuat sesuka hati di kantor pusat, Livy juga tidak berdaya melawannya. Jadi, hasil ini sudah cukup membuatnya puas."Baguslah kalau kamu mikir begitu." Nada bicara Preston jadi agak melunak saat melih
Livy tertegun sejenak. Dia bisa memahami maksud dari peringatan Preston, tetapi ... dia memanggilnya hanya untuk mengingatkan soal itu?Livy berdiri beberapa detik lagi, memastikan Preston akan melanjutkan pekerjaannya. Dia tidak tahu apakah harus merasa lega atau malah sedikit bingung. Apakah mungkin Preston sudah kenyang makan di luar?Dia menggigit bibir, lalu menjawab dengan lembut, "Baik, Sayang."Setelah itu, dia segera keluar dari ruang kerja. Kesempatan untuk benar-benar beristirahat seperti ini sangat langka, jadi dia tidak mau menyia-nyiakannya.....Keesokan pagi, Livy bangun lebih awal dan menyiapkan sarapan yang mewah. Setelah itu, dia berangkat ke kantor bersama Preston dan berpisah di lantai bawah tanah gedung. Memikirkan bahwa dia tidak lagi harus menghadapi Annie hari ini membuat suasana hati Livy jauh lebih ringan.Dengan langkah mantap, Livy menuju ruang arsip untuk memulai pekerjaan. Hingga akhirnya, Bendy datang mengetuk pintu."Aku diberi tahu ada perubahan dalam
Wajah Livy langsung memucat karena ketakutan. Bagaimana Ivana bisa mengetahui hal ini? Mengapa dia berpikir bahwa kejadian ini ada hubungannya dengan Livy? Apakah dia mendengar tentang insiden Rambisi?"Nggak, sepertinya bukan ...." Sebelum Livy bisa memikirkan alasan untuk menjawab, Ivana sudah menepis teorinya sendiri. "Lagi pula, adikmu nggak akrab sama kamu, jadi seharusnya bukan karena ingin membantumu.""Adikku?" tanya Livy dengan bingung sambil mengernyit."Zoey, 'kan? Bukannya dia punya hubungan khusus sama Pak Preston?" ujar Ivana pelan, bahkan membuat gestur untuk mempertegas ucapannya."Apa hubungannya kejadian ini sama Zoey?" Livy benar-benar tidak mengerti bagaimana Ivana bisa mengaitkannya dengan adiknya.Ivana mulai menjelaskan dengan gaya analisis sok tahu, "Bu Annie sudah lama suka sama Pak Preston. Dari sekolah sampai bekerja di Grup Sandiaga, dia selalu mengikuti dan mengabdikan diri sepenuhnya. Jadi, kenapa tiba-tiba Pak Preston memindahkannya ke cabang?""Apalagi,
"Nek, aku nggak apa-apa kok. Kebetulan saja baru-baru ini aku dipromosikan, jadi ada banyak pekerjaan yang harus diserahterimakan. Setelah sibuk beberapa waktu ini, aku pasti akan datang menemuimu saat liburan nasional. Aku akan menemanimu selama beberapa hari, gimana?"Livy mengingat bahwa liburan nasional hanya tinggal setengah bulan lagi. Setelah sibuk beberapa waktu lagi, dia ingin benar-benar meluangkan waktu untuk mengunjungi neneknya dan merawatnya dengan baik."Oke, syukurlah kalau kamu nggak usah lembur di hari libur. Nenek kangen sama kamu ...." Suara Winda terdengar seperti sedang berusaha untuk menahan tangisannya. Selain itu, dia juga berpesan, "Oh ya, nanti jangan lupa bawa Stanley ke sini juga. Ada yang mau Nenek bicarakan sama kalian."Mendengar neneknya mengungkit tentang Stanley, Livy langsung terdiam.Saat liburan nasional nanti, Stanley akan menikah dengan Chloe. Bagaimana dia bisa menjelaskan hal ini pada neneknya? Neneknya tidak boleh mengalami syok sekarang, jad
Perubahan di mata Preston membuat Livy bisa merasakan makna tersembunyi dalam ucapannya. Namun, saat ini ... bukan waktu yang tepat baginya untuk "membalas budi".Dia masih memiliki setumpuk pekerjaan yang belum selesai. Barusan saja, dia menyempatkan diri menelepon neneknya sebelum pukul delapan, lalu kembali fokus pada lembur."Pak Preston, aku masih harus lembur. Mungkin aku baru bisa pulang larut malam," kata Livy dengan suara pelan. Dia merasa agak takut untuk langsung menatap mata pria itu karena khawatir Preston akan mengira bahwa ini hanya alasannya untuk menghindar.Preston merasa kecewa, tetapi dia tidak menyalahkan Livy. Dia ingin sekali menyuruh Livy berhenti lembur dan pulang bersamanya, tetapi ... Preston tahu betul bahwa Livy memang perlu lembur untuk mengambil alih tugas Sherly. Ini memang tanggung jawabnya dan dia tidak bisa membiarkan keinginan pribadinya mengganggu tugas Livy.Dengan sifatnya yang tegas dalam urusan pekerjaan, Preston menahan diri dan berkata, "Baikl
"Aku sudah bilang sama Preston. Saat pernikahan Chloe nanti, aku akan memperkenalkanmu dengan resmi sebagai istri sah Preston!" ucap Tristan sambil mengelus janggutnya.Namun, Livy langsung terpaku dan pikirannya terasa buntu.Dia teringat bahwa Stanley telah mengundang banyak teman lama, terutama beberapa sahabat dekatnya yang semuanya mengenal Livy. Meskipun dulu hubungan asmara mereka dirahasiakan, semua orang tahu bahwa Livy dan Stanley adalah teman baik. Jika mereka melihatnya di acara pernikahan, Livy tidak mungkin bisa berpura-pura tidak mengenal mereka.Jika hal itu terjadi, Preston pasti akan tahu bahwa dia dan Stanley sudah saling kenal sejak lama. Padahal, saat pertama kali bertemu di kediaman Keluarga Sandiaga, mereka berpura-pura tidak saling mengenal.Awalnya, Livy berpikir bahwa dengan banyaknya tamu di pernikahan itu, dia bisa menghindari terlalu banyak kontak dengan teman-teman Stanley, terutama karena dia berada di pihak "keluarga pengantin wanita". Namun, dengan renc
"Tenang saja, serahkan sisanya padaku," ucap Linda."Terima kasih. Aku traktir kamu makan lain hari," kata Livy sambil buru-buru berjalan pergi.Sayangnya, saat ini kebetulan adalah jam sibuk. Taksi yang dipesan Livy baru akan sampai 1 jam 45 menit lagi. Hal ini membuatnya merasa sangat lesu.Tiba-tiba, Livy menerima pesan di WhatsApp. Pengirimnya adalah Preston.[ Sudah naik taksi? Bagi pelat nomornya. ]Livy terpaksa mengirimkan tangkapan layar dari halaman pemesanan taksi.Preston mengirimkan pesan lagi.[ Aku jemput kamu. ]Livy merasa ragu untuk memberitahukan alamatnya sekarang. Namun, dia lantas sadar bahwa hasil tangkapan layar tadi sudah menunjukkan titik lokasinya. Artinya, Preston tahu bahwa dia berada di Dibiza.Entah apa yang dipikirkan Preston saat tahu dirinya berada di sini. Untungnya, Linda memang bekerja di sini. Jadi, dia masih bisa menjadikan itu sebagai alasan.Livy duduk di sofa lobi, menunggu Preston datang menjemputnya. Tak lama kemudian, dia melihat sekelompok
Stanley terpancing. Dia lantas mengikuti wanita itu naik ke kamar di lantai atas. Alhasil, begitu masuk kamar, wanita itu langsung melepas pakaiannya."Tunggu! Kamu ngapain? Bukannya ini hanya pura-pura?" tanya Stanley kaget.Wanita itu tersenyum manis, membuatnya terlihat kian mirip dengan Livy. Dia berkata, "Kak, kamu sudah menolongku. Sebagai gantinya, aku akan menemanimu malam ini. Nggak perlu bayar.""Nggak perlu," tolak Stanley. Meski begitu, dia merasa sangat tergoda.Wanita itu sudah menanggalkan semua pakaiannya. Melihatnya berjalan mendekat, Stanley buru-buru balik badan. Dia tidak berani menatap wanita itu, takut dirinya akan hilang kendali.Wanita itu memeluk Stanley dari belakang, menempelkan tubuh mereka erat-erat dan menggodanya. Stanley tidak tahan godaan. Akhirnya, dia berbalik dan merengkuh wanita itu.Livy yang menyaksikan semua ini dari kamera CCTV mengernyit dan merasa jijik."Sudah kubilang, 'kan? Dia pasti akan terpancing kalau digoda wanita yang mirip denganmu,"
Stanley mengajak teman-temannya untuk makan bersama di Olive Tower. Ketika mereka semua berada di ruang VIP, Nicky keluar untuk menelepon.Usai mendapat informasi ini, Livy segera mengganti pakaian dan meninggalkan apartemen. Dia tidak memberi tahu Preston tentang kepergiannya.Livy hanya berpamitan pada Tina. Dia berkata hendak menemui temannya dan tidak ingin menginterupsi pekerjaan Preston. Dia juga meminta Tina menyampaikan bahwa dirinya akan segera kembali jika Preston mencarinya.Di dalam taksi, Nicky memberi tahu Livy bahwa mereka akan pindah ke Dibiza. Livy lantas meminta sopir untuk mengubah rute. Dibiza adalah nama sebuah kelab terkenal.Livy berpesan pada Nicky untuk merahasiakan kedatangannya. Dia beralasan ingin memberi mereka kejutan.Sebelum mereka sampai, Livy sudah terlebih dahulu tiba di Dibiza. Dia juga sudah menghubungi Charlene sebelumnya.Charlene mengenal Linda, manajer Dibiza. Hubungan akrab keduanya memuluskan rencana Livy.Livy menemui Linda dan memilih bebera
Ketika manusia sedang lemah, mereka selalu mencari sandaran. Kebetulan, Preston ada di sisi Livy untuk membantunya. Mungkin, ini hanya efek psikologis. Livy tidak berani berpikir terlalu jauh, apalagi mencintai Preston. Ini karena dia tahu betul bahwa dia bukan istri sah yang sesungguhnya.Kalau bukan karena ada Tina di sini, Livy tidak mungkin memanggil Preston dengan semesra itu. Biasanya, Livy memanggilnya dengan sebutan Pak Preston karena Preston memang atasannya."Sudah baikan?" tanya Preston setelah melepas sepatunya. Kemudian, dia menghampiri Livy.Livy mengangguk. "Sudah. Rencananya aku mau kerja besok.""Nggak usah repot-repot. Yang penting sembuh dulu." Supaya Livy tidak cemas, Preston pun menggodanya, "Lagian, perusahaan tetap beroperasi seperti biasanya tanpa kamu."Livy tahu Preston sedang bercanda dan bukan ingin mengejeknya. Hatinya terasa hangat. Dia bergumam, "Ya sudah. Aku istirahat sehari lagi. Lusa baru kerja."Livy tidak ingin menunda terlalu banyak pekerjaan. Sela
"Hanya saja, Rivano juga menjenguk temannya yang sakit. Mungkin dia memang cuma ingin menjenguk nenek Livy. Tapi, ini bukan berarti kematian nenek Livy nggak ada kaitan dengannya. Mungkin kebetulan, mungkin juga bukan ...." David menganalisis dengan saksama.Preston mengernyit sambil menatap ke kejauhan. Entah apa yang dia pikirkan. Dia berujar dengan pelan, "Rahasiakan dulu hal ini."....Selama beberapa hari ini, Livy terus tidur. Dia terus bermimpi saat neneknya masih hidup. Setiap kali membuka mata, dia merasa kematian neneknya hanyalah mimpi.Namun, setiap kali Preston menyuapinya makan, Livy akan tersadar dari mimpinya. Neneknya benar-benar sudah tiada.Setelah memastikan semua ini nyata, pikiran Livy menjadi lebih jernih. Dia menyibakkan selimutnya dan berjalan tanpa alas kaki, lalu membuka pintu kamar.Rumah yang luas ini tampak kosong melompong. Matahari telah bersinar terik. Hari ini bukan akhir pekan. Jadi, Preston pasti sudah pergi ke perusahaan.Tina yang menjinjing keranj
Tiga hari kemudian, Livy menyaksikan dengan mata kepala sendiri saat neneknya dikremasi. Ketika menerima guci abu, Livy hanya bisa menunduk dengan bengong. Semua ini terasa seperti mimpi. Namun, fakta menyadarkannya bahwa neneknya memang telah tiada.Preston mengatur semuanya dengan sangat baik, termasuk makam untuk neneknya. Livy dibawa ke pemakaman untuk mengubur neneknya.Pemakaman diadakan dengan sangat sederhana. Tidak ada orang lain, hanya ada Preston dan Livy. Charlene sedang syuting di luar negeri. Sehingga Livy tidak mengabarinya soal masalah ini. Dia tidak ingin Charlene khawatir dan berdampak pada pekerjaannya. Rivano sempat datang untuk berbelasungkawa, tetapi Livy mengusirnya.Saat ini, Livy berlutut di depan makam neneknya. Langit mendung dan mulai gerimis, persis dengan suasana hatinya. Makin deras air mata Livy, makin deras pula hujan yang turun.Preston memayungi Livy sambil menunggunya dengan tenang. Tiba-tiba, ponsel Preston yang berdering memecahkan keheningan.Satu
Ternyata itu adalah "ayah terbaiknya".Livy tidak berniat meladeninya, tetapi Rivano maju dan berkata lagi, "Biaya pengobatan di sini seharusnya sangat mahal, 'kan? Aku punya sedikit uang. Aku diam-diam menyimpannya dari Kristin dan Zoey untukmu. Aku bantu kamu bayar biaya operasinya."Sesudah mendengarnya, ekspresi Livy baru berubah. Dia menoleh menatap sosok belakang Rivano yang hendak pergi. Nada bicaranya terdengar tegas saat menyergah, "Kami nggak butuh uangmu! Pergi!""Livy, kenapa kamu sekejam ini sama ayahmu? Kamu putri kandungku. Mana mungkin kuabaikan?" timpal Rivano yang bersikap seolah-olah dirinya adalah ayah yang sangat baik.Namun, tidak peduli bagaimana Rivano berusaha, Livy tidak akan pernah melupakan kekejamannya setelah Helen meninggal, serta kebanggaan pada ekspresi Kristin dan Zoey saat dibawa pulang.Saat ini, Livy tidak ingin meladeni Rivano. Dia sedang mencemaskan keselamatan neneknya.Tiba-tiba, pintu ruang operasi dibuka. Dokter berjalan keluar sambil menatap
Jawaban ini membuat ekspresi Nicky membeku. Dia sulit untuk memercayainya. Kemudian, dia teringat pada ucapan bibi Stanley dan bertanya untuk memastikan, "Kamu ikut acara siang juga?"Livy agak terkejut karena mengira tidak ada yang melihatnya. Kini, dia tidak punya alasan untuk menyembunyikan apa pun lagi. Dia mengangguk. "Ya, tapi aku langsung pergi istirahat setelah siap makan. Aku nggak enak badan.""Kamu sakit?" Hal pertama yang dicemaskan Nicky adalah kesehatan Livy. Namun, setelah tersadar kembali, tatapannya menjadi sedih.Ternyata benar, Livy dan Preston bersama. Nicky awalnya mengira keduanya hanya pacaran. Siapa sangka, ternyata keduanya sudah menikah."Sudah jauh lebih baik," timpal Livy yang menyadari kejanggalan dari sikap Nicky. Dia tidak tahu apa yang janggal, tetapi bisa merasakannya. Apa mungkin Nicky terkejut dengan kabar pernikahannya?"Aku nggak bermaksud merahasiakannya darimu. Tapi, kami memang menutupi pernikahan ini dari semua orang. Semua karyawan di perusahaa
Livy mengangguk. "Aku bisa ambil sendiri. Nggak usah merepotkan Preston."Livy menoleh dan berujar, "Preston, panggil saja aku kalau ada masalah. Aku pergi cari makan dulu."Mereka sudah melihat Bahran tidak ada di sini. Itu artinya, mereka tidak bisa membuat perhitungan dengan Bahran sekarang.Livy memang lapar sampai kepalanya terasa agak sakit. Dia harus mengisi perutnya dulu. Sebelum Preston mengiakan, Livy sudah pergi makan supaya dia tidak pingsan karena gula darah rendah.Livy makan sepotong kue dan minum segelas jus jeruk dengan lahap. Seketika, dia merasa berenergi kembali. Ketika dia hendak pergi, tiba-tiba ada yang memanggil, "Livy."Livy lantas berbalik dan agak terkejut. "Nicky?" Untungnya, Livy telah membuat persiapan mental."Lama nggak ketemu." Nicky mendekat. "Kami beberapa kali mengajakmu ketemu, tapi kamu nggak bisa.""Ya, aku sibuk kerja, ditambah lagi harus jaga nenekku. Sekarang aku jarang keluar. Charlene saja datang ke rumahku kalau mau ngobrol," jelas Livy sege