Deru mobil suamiku memasuki pelataran rumah, Mas Mozhaf baru pulang dari rumah Nia, hari ini sampai 4 hari kedepan adalah jatah waktuku bersamanya. Enam bulan sudah kami menjalani pernikahan poligami ini, Mas Mozhaf memang berusaha untuk bersikap adil kepadaku dan Nia, tapi cintanya kini ku rasakan telah terbagi tidak utuh hanya untukku saja, seperti yang pernah dia janjikan padaku bahwa cintanya hanya untukku.Ku sambut dengan senyuman kedatangan suamiku, ku layani dengan baik kebutuhan perutnya dengan berbagai masakan kesukaannya, Mas Mozhaf selalu makan dengan lahap setiap apapun yang ku masak. "Masakanmu selalu enak dan lezat, Dik. Mas sangat beruntung memiliki istri yang memiliki tangan ajaib yang bisa membuat masakan apapun menjadi lezat." Aku selalu senang mendapat pujian darinya, setidaknya ada hal yang akan selalu membawanya pulang kepadaku. Anak-anakku sudah mulai bisa mandiri sendiri, si kecil Haris pun sudah masuk sekolah paud diantar mbok Yenni, sebagai kesibukan Aku se
syukurlah kamu sudah sadar, sayang." Pria yang menjadi suamiku itupun menggenggam erat tanganku dan terlihat begitu khawatir.Ku pegang kepalaku yang terasa sangat pusing. Aku lupa bagaimana bisa sampai berada di tempat ini. Hingga tak berapa lama aku mengingat kejadian yang telah ku saksikan, Mas Mozhaf dan Nia saling bermesraan."Pergilah , Mas. Aku ingin sendiri." Mas Mozhaf mendesah pelan, dari raut wajahnya nampak rasa cemas kepadaku. "Biar Mas temani, kamu masih belum sehat." Aku hanya terdiam tak menanggapinya, sengaja ku pejamkan kembali mataku rasanya aku masih begitu sakit melihatnya bermesraan di rumah sakit."Dik.."Panggilnya yang mengelus lembut tanganku. "Maafkan , Mas. Jika kamu harus melihat Mas bermesraan tadi bersama Nia." Ucap Mas Mozhaf yang sepertinya tahu sebab aku merajuk.Segera aku membuka mata dan menatapnya lekat. Netra ini tanpa komando langsung membasah, rasanya sakit saat jatah hari dirinya bersamaku malah dia mencuri kesempatan untuk bermesraan deng
Brraakkkk...Berbagai makanan lezat yang telah siap di sajikan di atas meja semua dijatuhkan oleh Nia. Nia begitu marah kepada Nico yang sudah berlalu seenaknya saja kepadanya kini, seperti saat ini Nico memaksa Nia untuk dinner bersamanya di private room sebuah restoran mewah."Sudah cukup sampai disini kamu selalu mengancamku, Nico!"Lelaki yang berwajah tampan dengan sedikit jambangnya berdiri mendekati Nia. Tubuhnya yang tinggi dan kekar seakan bisa menahan Nia dalam dekapannya."Aku akan melakukan apapun yang Aku mau, termasuk untuk memilikimu, Nia.""Arrgghh... Semua ini Gila! Aku sudah menikah dengan Mas Mozhaf, Nico. Aku tidak akan pernah meninggalkannya hanya untuk seorang pria be reng sek sepertimu!" "Anak yang kamu kandung itu adalah Anakku, Nia. Suamimu pasti akan sangat kecewa kepadamu dan akan segera menceraikanmu jika tahu kamu hamil benih laki-laki lain."Plaaakkk... Tamparan keras Nia daratkan di pipi Nico, rahang Nico mengeras karena menahan emosi, dirinya akan teta
Di rumah ibu mertua sedang ramai karena ada acara tujuh bulanan kehamilan Nia. Ibu mertuaku begitu bahagia dan antusias mempersiapkan semua kelengkapan acara syukuran.Mas Mozhaf tetap mengajakku saat ibu mertua melarang agar aku tidak ikut, katanya Aku ini hanya membawa si al saja. Mas Mozhaf tetap mengajakku, baginya anak itu adalah anakku juga. Andai mertua dan suamiku tahu kebenarannya bahwa anak yang di kandung Nia bukanlah anaknya Mas Mozhaf.Aku akan mengungkapkan semua kebusukan Nia selama tujuh bulan ini. Tidak akan ku biarkan Nia memperdaya suami dan mertuaku lagi. Bahkan ibu mertuaku mempersiapkan perhiasan yang dipunya keluarganya yang biasanya akan di wariskan turun temurun saat anak atau menantunya mengandung."Aku tidak akan membiarkan Nia mendapatkan perhiasan yang tidak seharusnya dia miliki!" Ucapku dalam hati saat melihat ibu mertua memamerkan perhiasan itu di hadapanku dan saudara yang lain."Tari, yang sabar ya, ibu Rina hanya sedang sangat antusias menyambut cucu
"Hai dokter Mozhaf, bagaimana kabarnya? Apa sudah rutin untuk meminum obatnya?" "Obat apa yang dokter maksud?" Mas Mozhaf kebingungan."Loh apa ibu Tari tidak memberitahu penyakit dokter Mozhaf? Tetapi ibu Tari sudah rutin selalu mengambil obat yang selalu aku resepkan untuk dokter kok." Dokter Sarah menatap heran kepadaku."Duduk dulu Dokter, biar kita jelaskan ini."Mas Mozhaf menatapku seolah meminta segera untuk menjelaskan semua kebingungannya."Jadi ketika kita melakukan pemeriksaan beberapa bulan yang lalu kepada dokter Sarah, Mas Mozhaf ternyata Azoospermia." Jelasku dengan menatap wajah suamiku yang penuh dengan pertanyaan."A..apa?" "Benar dokter, dokter Mozhaf mengalami Azoospermia, tapi tenang saja istri dokter begitu telaten merawat dokter semoga saja segera ada keajaiban agar dokter bisa segera memiliki anak kandung.""Omong kosong apa ini? Azoospermia apa itu? Anakku sehat wal Afiat, aku merawatnya dengan baik. Kenapa kamu berbicara seperti itu!" Ibu mertuaku terlihat
"Yaitu mengharapkan kejujuranmu, Nia. Itu hal yang sangat mustahil di dunia ini!" Aku dan Mas Mozhaf hendak kembali berjalan untuk pergi ke kamar namun Nia kembali menahan Mas Mozhaf."Tunggu Mas, Aku mohon kali ini percayalah padaku. Jika anak dalam kandunganku ini adalah anakmu, Mas." "Semua sudah bersaksi bahwa itu anak dari Nico. Hentikan omong kosongmu ini , Nia." "Tidak Mas. Semua hanya berbicara tanpa adanya bukti yang menunjukkan bahwa ini adalah anak dari Nico.""Apa kamu lupa! Keterangan dari dokter Sarah tadi? Bahwa aku menderita Azoospermia yang bahkan mustahil untuk membuatmu hamil!" Gertak Mas Mozhaf dengan suara parau karena menahan amarah.Nia memandang wajah Mas Mozhaf lekat, seperti kehilangan kata-kata untuk membela diri lagi. "Sekarang terimalah semua akibat dari perbuatanmu. Bertanggung jawablah atas kematian Sinta, istrinya Rendra. Dan saat ini, detik ini juga Aku menjatuhkan talak kepadamu Nia. Sekarang kamu bukan istriku lagi." Nia tercenung dengan semua
"dokter Nia telah di bebaskan bersyarat oleh Ayahnya, Tuan." Jelas seorang bodyguard Rendra."Apa!" Rendra memukul meja yang berada di depannya karena emosi."Ayahnya cukup punya pengaruh sehingga kepolisian tidak bisa berbuat banyak. Bahkan Ayah dokter Nia mampu membeli hukum.""Kurang ajar! Bagaimanapun Nia haru mendapatkan balasan untuk semua perbuatannya kepada istriku!" Rendra dan para bawahannya merencanakan sesuatu yang pasti tidak akan melibatkan hukum, karena keluarga Nia anti hukum."Aku pastikan kamu akan merasakan hal yang sama seperti Sinta dulu, Nia." Gumam Rendra licik.Tiba-tiba markas Rendra di serang oleh segerombolan orang bersenjata yang menerobos masuk. Orang-orang yang begitu kuat dan terampil dalam menggunakan senjata. Semua bawahan Rendra dengan cepat te was seketika di tempat. Hanya menyisakan Rendra seorang, orang-orang itu menggunakan penutup wajah yang hanya menampilkan matanya saja. Salah satu dari mereka memukuli Rendra, walau Rendra berusaha melawan d
"Kamu sudah menandatangani surat cerai yang sudah pengacaraku kirimkan bukan?" Ucap Mozhaf sembari mengurai pelukan Nia."Mas.." "Baiknya kita segera seleseikan hubungan ini agar tidak berlarut-larut hingga kita bisa melanjutkan kehidupan kita masing-masing.""Aku tidak ingin bercerai Mas!" "Sayangnya aku ingin bercerai." Mozhaf tersenyum sekilas lalu melanjutkan langkah untuk segera pergi dari rumah keluarga Wijaya. Namun Nia malah memeluknya dari belakang."Jangan katakan itu, Mas. Aku mencintaimu, maafkan semua kesalahanku." Mozhaf menarik nafas dalam, "Nia memang begitu keras kepala, apakah dirinya tidak sadar telah melakukan kesalahan begitu besar?" Ucap Mozhaf dalam hati.Mozhaf merasakan gerakan lembut dari perut buncit Nia. Bayi itu memang tidak bersalah, bahkan Mozhaf sangat bahagia atas kehadirannya, sebelum tahu bahwa bayi itu adalah benihnya Nico bukan dari benihnya. Semua begitu menyakitkan baginya kini. Rasa kecewa dan marah menjadi satu, rasanya Mozhaf ingin melampi