"Sudah ku duga, kamu pasti lupa dan tidak mengingat karena kejadian itu mungkin tidak berarti bagimu." "Maksudmu kejadian yang mana?" "Saat itu Aku sudah kuliah semester enam, Aku kehilangan gairah untuk melanjutkan kuliah karena ibu kandungku meninggal dunia. Seolah tujuan hidupku hilang bersamaan dengan meninggalnya ibuku."Ternyata ibu kandung dokter Mozhaf telah meninggal, pantas saja wanita yang ku kira ibu kandungnya tadi hanya bersikap datar dan acuh."Lalu apa hubungannya denganku?" Tanyaku masih kebingungan."Aku begitu frustasi dan terluka karena kepergian ibuku, aku merasa duniaku hilang saat itu juga, Aku begitu menyayangi ibuku bahkan aku masuk kuliah kedokteran karena permintaannya." Dokter Mozhaf menarik nafas dalam mungkin dia masih belum ikhlas sepenuhnya akan kehilangan ibunya."Hari itu aku pergi ke pantai sendirian, aku berniat ingin mengakhiri hidupku dengan melompat dari atas tebing dan terjatuh ke dalam laut. Namun saat itu kamu mencegahku dengan manarik tanga
"Ma.. Om dokter kok engga kesini lagi, Ma?" Tanya Rangga yang sedang sibuk memainkan truk mainannya."Mungkin Om Dokter sedang sibuk sayang, jadi belum sempat datang kesini." Jawabku untuk menenangkannya."Om Dokter tinggal disini aja ya Ma, biar bisa deket sama Rangga terus." Ujar Rangga polos.Aku hanya menanggapi dengan senyuman semua celotehnya, anak-anakku masih terlalu kecil untuk memahami masalah orang dewasa. Mereka hanya merasakan ada yang mengisi ruang kosong di hati mereka dengan kehadiran Dokter Mozhaf. Sudah satu bulan Dokter Mozhaf tidak berkunjung ke rumah karena memang ada acara di luar kota.Benda pipihku bergetar ada pesan singkat dari Dokter Mozhaf.[Dik Tari, Mas hari ini sudah menyelesaikan urusan di Bali dan sudah bisa kembali ke Jakarta, Mas bawakan banyak mainan dan oleh-oleh untuk anak-anak, Mas Merindukan mereka.Seulas senyum merekah di bibirku, aku begitu senang membaca pesan singkat itu, begitu perhatiannya Mas Mozhaf kepada ketiga anakku, ketiga anakku pu
Setelah selesei memadu kasih, kami bergegas membersihkan diri dan melaksanakan solat subuh bersama."Dik.. Mas sangat bahagia karena telah memilikimu seutuhnya." Ucap Mas Mozhaf sambil mencium keningku."Terima kasih telah datang dan memberikan obat untuk hatiku dan ketiga anakku, semoga kamu laki-laki terakhir sampai akhir hayatku, Mas." Lalu kami berdua pun berpelukan, netraku membasah karena rasa bahagia."Mas suka nasi goreng seafood?" "Apapun aku suka asal kamu yang memasak." Jawab Mas Mozhaf sambil melingkarkan tangannya pada pinggangku."Kita sarapan dulu, biar berenergi Mas." Aku segera melepaskan pelukannya."Baiklah, aku tidak akan menggodamu, sini aku bisa membantu kamu memasak, gini-gini aku bisa mengupas bawang loh." "Tidak usah, Mas tunggu saja sambil nonton televisi atau mengerjakan pekerjaan, biar aku saja yang masak nanti aku buatkan kopi.""Tidak mau, aku ingin membantumu memasak. Sini aku bantu racikin bumbunya.""Tapi Mas.." Ah ya sudahlah, Mas Mozhaf sama seka
"Sinta!" Wanita yang sudah hampir dua tahun menghilang itu kini berada di hadapanku. "Tari, apa kabar? suatu keberuntungan kamu ada di Bali." "Kamu...disini? Kamu pergi ke Bali?""Iya Tari, setelah proses pengadilan itu Aku dan Mas Rendra merasa terpuruk. Terlebih aku sedih harus kehilangan Nada.""Semua sudah menjadi masa lalu, sekarang kita sudah memiliki hidup masing-masing." "Hmmm, Aku tahu kamu sudah menikah lagi dengan seorang dokter hebat dan terkenal. Selamat Tari.""Iya, baru lima belas hari kami menikah, Terima kasih." "Tari... Aku mau meminta maaf kepadamu, karena Aku dengan sengaja menyakitimu." "Semua itu sudah berlalu, berusahalah untuk melupakannya!" Sinta mengelus-elus perutnya, memang nampak buncit tapi tidak terlalu besar. Apakah dia sedang hamil?"Aku sedang hamil sudah berusia delapan bulan, Aku menantikan kehamilan ini sudah begitu lama." Ucapnya dengan mata berbinar dan wajah bahagia."Selamat kalau begitu, semoga sehat sampai nanti persalinan." Tiba-tiba
"Apa! Sinta meninggal?" Aku begitu terkejut mendengar apa yang di ucapkan oleh customer service bahwa Sinta sudah meninggal dan sebagian karyawan sudah melayat ke sana."Bukankah Sinta sedang hamil?""Iya Bu, anaknya terpaksa harus lahir premature karena kecelakaan kemarin dan Bu Sinta mengalami pendarahan hebat setelah melahirkan, hingga akhirnya meninggal."Mendengar penjelasan dari customer service dadaku terasa sesak, baru kemarin aku bertemu dengannya dan dia bermain bersama anakku, kini aku menerima kabar duka tentang dirinya."Ma.. apa benar Bunda Sinta sudah meninggal? Baru kemarin Nada bermain sama Bunda. Huuaaa." Nada menangis tahu berita duka ini.Ku gendong gadis kecilku itu dan menenangkannya, sebelum pergi ke kamar aku meminta alamat Sinta yang ada di Bali."Mas, Sinta sudah meninggal." "Apa? Bukankah kemarin kalian baru saja bertemu?""Sinta mengalami kecelakaan kemarin Mas dan harus melahirkan lebih awal karena kehamilan Sita sejak awal sudah bermasalah jadi dia meng
"Mas jika Rindu nangis, cek popoknya kemungkinan dia pup atau sudah penuh pipis, jika bukan popoknya yang kotor , mungkin dia lapar Mas, jika bukan popok atau lapar , mungkin Rindu sedang ngantuk." Jelasku panjang lebar pada Mas Rendra di telepon.Sudah satu bulan Mas Rendra dan aku sering berhubungan via telepon karena Mas Rendra masih sering bingung merawat Rindu sendiri. Mas Rendra memang sudah menyewa baby sitter untuk Rindu tetapi jika Mas Rendra sudah pulang bekerja baby sitter itu pun pergi dan Mas Rendra merawat Rindu sendiri. {Baik Tari, terima kasih sudah mau Aku repotkan malam-malam begini.} Telepon dimatikan oleh Mas Rendra, aku yang sedang berada di balkon berniat untuk kembali ke kamar. Mas Mozhaf sudah berdiri tepat di depan pintu. "Mas, kamu belum tidur?" "Aku sudah tidur tadi, karena haus aku terbangun dan kamu sudah tidak ada di kamar." "Ohh.. ya sudah ayo kita masuk." Aku melingkarkan tanganku pada lengannya."Rendra lagi yang telepon ya Dik?" "Iya Mas," "Ken
"LEPASKAN TARI, RENDRA!"Teriakan Mas Mozhaf bergema di dalam rumah, baru kali ini aku melihat dirinya begitu tersulut amarah dan berbicara keras seperti itu, aku dan Mas Rendra langsung menoleh ke arah sumber suara keras itu, ngeyelnya Mas Rendra tetap mencengkram tanganku."Lepaskan Istriku!" Mas Mozhaf menarikku ke dalam pelukannya setelah berusaha melepaskan cengkraman Mas Rendra."Jangan berani kurang ajar ya kamu, Zhaf. Tari itu ibu dari ketiga anakku!" "Tapi Tari sekarang adalah istriku, kamu tidak berhak berbuat sesukamu kepadanya! Ku peringatkan kamu agar jangan berani macam-macam lagi dengan istriku!" "Bagaimanapun Aku dan Tari tidak akan dengan mudah terpisah, ada tiga penghubung di antara kami yang kamu tidak punya dengan Tari!" Mas Mozhaf menggertakan giginya dan mengepalkan tangannya, Aku yakin Mas Mozhaf sangat tersulut amarah atas ucapan Mas Rendra, segera ku usap punggungnya dan ku bisikkan agar bersabar, perlahan amarahnya mulai bisa di kendalikan."Pergilah dari
"Mas apa ada yang kamu sembunyikan dariku?" Setelah mendapatkan kabar dari Seva, gegas Aku mengajak Mas Zhaf untuk bertemu, kami bertemu di kafe dekat Rumah sakit tempatnya bekerja."Maksudmu dengan yang Aku sembunyikan sesuatu itu apa Dik?""Mas kira kamu kemari karena merindukan Mas." Lanjutnya sambil terkekeh kecil.'Dia pura-pura tidak tahu atau hanya menyangkal kebenaran saja?' Batinku."Hmm.. kalau Mas tidak mau jujur, Aku saja yang bertanya." Tatapannya mulai serius.Ku sodorkan ponselku, Poto yang dokter Nia kirim ku perlihatkan. Nampak wajahnya yang terkejut."ii.. ini apaan Dik?""Itu foto dari dokter Nia, bukankah kalian telah tidur bersama?" "Sumpah demi Tuhan, Mas tidak pernah berbuat hal seperti ini di dengannya." "Lalu ini apa? Ini foto asli Mas bukan editan." Mas Zhaf seolah sedang memikirkan sesuatu, dia memegang tanganku dan ingin mencoba menjelaskan semuanya."Begini Dik..waktu ada seminar kemarin itu Mas pergi bersama beberapa dokter termasuk Nia. Kami tinggal