"Sinta!" Wanita yang sudah hampir dua tahun menghilang itu kini berada di hadapanku. "Tari, apa kabar? suatu keberuntungan kamu ada di Bali." "Kamu...disini? Kamu pergi ke Bali?""Iya Tari, setelah proses pengadilan itu Aku dan Mas Rendra merasa terpuruk. Terlebih aku sedih harus kehilangan Nada.""Semua sudah menjadi masa lalu, sekarang kita sudah memiliki hidup masing-masing." "Hmmm, Aku tahu kamu sudah menikah lagi dengan seorang dokter hebat dan terkenal. Selamat Tari.""Iya, baru lima belas hari kami menikah, Terima kasih." "Tari... Aku mau meminta maaf kepadamu, karena Aku dengan sengaja menyakitimu." "Semua itu sudah berlalu, berusahalah untuk melupakannya!" Sinta mengelus-elus perutnya, memang nampak buncit tapi tidak terlalu besar. Apakah dia sedang hamil?"Aku sedang hamil sudah berusia delapan bulan, Aku menantikan kehamilan ini sudah begitu lama." Ucapnya dengan mata berbinar dan wajah bahagia."Selamat kalau begitu, semoga sehat sampai nanti persalinan." Tiba-tiba
"Apa! Sinta meninggal?" Aku begitu terkejut mendengar apa yang di ucapkan oleh customer service bahwa Sinta sudah meninggal dan sebagian karyawan sudah melayat ke sana."Bukankah Sinta sedang hamil?""Iya Bu, anaknya terpaksa harus lahir premature karena kecelakaan kemarin dan Bu Sinta mengalami pendarahan hebat setelah melahirkan, hingga akhirnya meninggal."Mendengar penjelasan dari customer service dadaku terasa sesak, baru kemarin aku bertemu dengannya dan dia bermain bersama anakku, kini aku menerima kabar duka tentang dirinya."Ma.. apa benar Bunda Sinta sudah meninggal? Baru kemarin Nada bermain sama Bunda. Huuaaa." Nada menangis tahu berita duka ini.Ku gendong gadis kecilku itu dan menenangkannya, sebelum pergi ke kamar aku meminta alamat Sinta yang ada di Bali."Mas, Sinta sudah meninggal." "Apa? Bukankah kemarin kalian baru saja bertemu?""Sinta mengalami kecelakaan kemarin Mas dan harus melahirkan lebih awal karena kehamilan Sita sejak awal sudah bermasalah jadi dia meng
"Mas jika Rindu nangis, cek popoknya kemungkinan dia pup atau sudah penuh pipis, jika bukan popoknya yang kotor , mungkin dia lapar Mas, jika bukan popok atau lapar , mungkin Rindu sedang ngantuk." Jelasku panjang lebar pada Mas Rendra di telepon.Sudah satu bulan Mas Rendra dan aku sering berhubungan via telepon karena Mas Rendra masih sering bingung merawat Rindu sendiri. Mas Rendra memang sudah menyewa baby sitter untuk Rindu tetapi jika Mas Rendra sudah pulang bekerja baby sitter itu pun pergi dan Mas Rendra merawat Rindu sendiri. {Baik Tari, terima kasih sudah mau Aku repotkan malam-malam begini.} Telepon dimatikan oleh Mas Rendra, aku yang sedang berada di balkon berniat untuk kembali ke kamar. Mas Mozhaf sudah berdiri tepat di depan pintu. "Mas, kamu belum tidur?" "Aku sudah tidur tadi, karena haus aku terbangun dan kamu sudah tidak ada di kamar." "Ohh.. ya sudah ayo kita masuk." Aku melingkarkan tanganku pada lengannya."Rendra lagi yang telepon ya Dik?" "Iya Mas," "Ken
"LEPASKAN TARI, RENDRA!"Teriakan Mas Mozhaf bergema di dalam rumah, baru kali ini aku melihat dirinya begitu tersulut amarah dan berbicara keras seperti itu, aku dan Mas Rendra langsung menoleh ke arah sumber suara keras itu, ngeyelnya Mas Rendra tetap mencengkram tanganku."Lepaskan Istriku!" Mas Mozhaf menarikku ke dalam pelukannya setelah berusaha melepaskan cengkraman Mas Rendra."Jangan berani kurang ajar ya kamu, Zhaf. Tari itu ibu dari ketiga anakku!" "Tapi Tari sekarang adalah istriku, kamu tidak berhak berbuat sesukamu kepadanya! Ku peringatkan kamu agar jangan berani macam-macam lagi dengan istriku!" "Bagaimanapun Aku dan Tari tidak akan dengan mudah terpisah, ada tiga penghubung di antara kami yang kamu tidak punya dengan Tari!" Mas Mozhaf menggertakan giginya dan mengepalkan tangannya, Aku yakin Mas Mozhaf sangat tersulut amarah atas ucapan Mas Rendra, segera ku usap punggungnya dan ku bisikkan agar bersabar, perlahan amarahnya mulai bisa di kendalikan."Pergilah dari
"Mas apa ada yang kamu sembunyikan dariku?" Setelah mendapatkan kabar dari Seva, gegas Aku mengajak Mas Zhaf untuk bertemu, kami bertemu di kafe dekat Rumah sakit tempatnya bekerja."Maksudmu dengan yang Aku sembunyikan sesuatu itu apa Dik?""Mas kira kamu kemari karena merindukan Mas." Lanjutnya sambil terkekeh kecil.'Dia pura-pura tidak tahu atau hanya menyangkal kebenaran saja?' Batinku."Hmm.. kalau Mas tidak mau jujur, Aku saja yang bertanya." Tatapannya mulai serius.Ku sodorkan ponselku, Poto yang dokter Nia kirim ku perlihatkan. Nampak wajahnya yang terkejut."ii.. ini apaan Dik?""Itu foto dari dokter Nia, bukankah kalian telah tidur bersama?" "Sumpah demi Tuhan, Mas tidak pernah berbuat hal seperti ini di dengannya." "Lalu ini apa? Ini foto asli Mas bukan editan." Mas Zhaf seolah sedang memikirkan sesuatu, dia memegang tanganku dan ingin mencoba menjelaskan semuanya."Begini Dik..waktu ada seminar kemarin itu Mas pergi bersama beberapa dokter termasuk Nia. Kami tinggal
Mas Mozhaf menghentikan mobil kami tepat di parkiran dalam pantai Ancol, setahun kami menikah tentu Aku telah hafal kebiasaannya. Jika hatinya sedang gelisah atau sedang ada masalah pasti Mas Zhaf selalu pergi ke pantai hanya sekedar untuk mendengar deru ombak dan menatap langit malam penuh bintang, katanya itu mampu membuatnya tenang dan bisa berfikir jernih."Kita istirahat dulu disini Dik." "Iya Mas, aku mau telepon Mbok Yenni dulu, tanya kondisi anak-anak." "Silahkan." Sebagai ibu dari tiga anak aku tetap mengkhawatirkan mereka, tapi sebagai istri aku harus mendampingi suamiku menenangkan hatinya.Selesei aku menitip pesan kepada Mbok Yenni, ku lihat Mas Zhaf sedang memandang ke arah laut dengan deru ombak yang selalu bergantian menghantam daratan."Mas..""Hmm.. iya." "Sepanjang jalan tadi aku memikirkan semua ucapan Nia. Ucapannya tidak sepenuhnya salah.""Maksudnya?" Aku menghela nafas walau aku berusaha untuk acuh terhadap ucapan Nia namun tetap itu menggangguku."Nia leb
"Apakah rencanamu ini akan berhasil? Mereka akan berpisah seperti yang telah kamu perkirakan?" Nia sedang berhadapan dan berbicara dengan seorang laki-laki dengan tubuh tinggi besar yang memakai baju serba hitam. Hoodie yang menutupi kepalanya perlahan dibuka, laki-laki tersebut adalah Rendra."Kita lihat saja hubungan mereka pasti saat ini sedang kacau karena foto mesra kalian berdua. Aku tahu kondisi mental mantan istriku itu, jadi serahkan semuanya kepadaku, kamu hanya harus mengikuti setiap perintahku." Nia mendecih, dirinya merasa pria di hadapannya ini begitu sombong dan percaya diri, hingga memintanya untuk menuruti perintahnya seperti seorang Bos."Aku bukan bawahan atau suruhanmu, Bung!" "Jika kamu masih memiliki keinginan untuk bersama dengan Mozhaf lakukan sesuai arahanku dan jangan membantah. Aku yang lebih tahu tentang kehidupan Tari.""Baiklah, aku mau mengikuti semua arahanmu karena kamu mantan suami dari Tari. Aku hanya ingin melihat mereka berpisah, tapi kalau samp
Nia tercenung mendengar semua cerita dari Rendra, wajahnya berubah menjadi gugup, entah apa yang Nia pikirkan bukankah Nia tidak mengenal Sinta dan Rendra sebelumnya?"Baiklah, aku akan turuti semua perintahmu, sekarang rencana apa yang akan kita lakukan untuk memisahkan Mas Mozhaf dari Tari?"Rendra membisikkan sesuatu kepada Nia, rencana jahat apalagi yang akan mereka perbuat, membuat Nia tersenyum sinis.****Ruangan yang di dominasi dengan warna putih, ada sofa panjang dan meja untuk menerima tamu, ruangan dengan bau ciri khas rumah sakti ini adalah Ruangan kerja suamiku."Aku senang sekali istriku repot-repot ke kantorku karena merindukanku." Goda Mas Mozhaf kepadaku."Ih apaan sih Mas, aku kesini karena ingin bawain makan siang yang hangat aja untukmu,""Jadi kamu tidak rindu padaku?""Tidak." Aku tersenyum malu kepadanya, kenapa pula harus di perjelas jika aku merindukannya."Baiklah, seperinya istriku yang cantik ini malu karena ketahuan merindukan suaminya.""Sudah Mas, janga