“Tapi aku sudah punya ibu, tante.” Ucap Misella dengan polos.Anya tersenyum getir, dia tak tahu kata-kata apa yang bisa menjelaskan jika ibu gadis ini telah meninggal."Nak," panggil Anya dengan lembut, "tante ada sesuatu yang harus disampaikan. Ibumu sangat kuat, dia sudah berjuang dengan sekuat tenaga, tapi... Tuhan punya rencana lain. Ibumu sudah tidak sakit lagi sekarang, dia sudah tenang di surga."Gadis kecil itu menatap Anya dengan bingung, lalu perlahan matanya mulai dipenuhi air mata saat dia mulai menyadari arti dari kata-kata Anya. "Ibu... sudah tidak ada lagi?" tanyanya dengan suara gemetar.Anya mengangguk, matanya berkaca-kaca. "Iya, sayang. Tapi kita di sini bersamamu, kamu tidak sendirian."Gadis kecil itu mulai menangis, dan Anya langsung merengkuhnya dalam pelukan, mencoba memberikan kenyamanan sebanyak mungkin dalam momen penuh kesedihan itu. "Ibumu akan selalu ada di hatimu, Misella. Meskipun sekarang dia tidak bisa bersamamu secara fisik, dia akan selalu menjaga
“Selamat siang, Anya. Senang bertemu denganmu hari ini.” Ucap Matthew dengan ramah.Mereka saat ini berada di sebuah restoran mewah di dalam hotel, tempat pertemuan mereka membahas pekerjaan bersama.“Siang, Matt. Maaf aku sedikit terlambat. Ada kendala dijalan.” Ucap Anya yang berusaha bersikap profesional disini.Matthew tersenyum lembut, menandakan bahwa dia tidak mempermasalahkan keterlambatan Anya. "Tidak masalah, Anya. Aku mengerti. Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk bertemu hari ini," katanya, mengisyaratkan pelayan untuk mendekat.Setelah mereka memesan makanan, Matthew kembali berbicara, kali ini dengan nada yang sedikit lebih serius. "Aku sangat tertarik dengan ide-ide yang kau ajukan untuk proyek ini. Aku yakin kita bisa menciptakan sesuatu yang luar biasa bersama."Anya mengangguk, fokus pada topik pekerjaan yang diangkat oleh Matthew. "Aku juga merasa optimis dengan kolaborasi kita. Aku sudah mempersiapkan beberapa konsep untuk dibahas, tapi sebelum kita mulai, ada
Di mansion yang penuh canda tawa ditambah keceriaan Misella di tengah keluarga itu membuat suasana semakin hidup.“Tan- eh mama, apa boleh Misel tambah ayam gorengnya?” Tanya Misella pada Anya.Walaupun disini dia sudah satu minggu, namun rasanya masih sungkan untuk memanggil Anya mama.Anya yang mendengar itu tersenyum, “Tentu, jika kamu suka boleh dihabiskan semua.” Ucap Anya sambil menaruh satu potong paha ayam di piring anak tersebut.David juga tersenyum mendengar itu, “Misella, papa lupa bertanya padamu. Apakah kamu pernah masuk taman kanak-kanak sayang?”“Taman kanak-kanak?” Beo Misella seolah asing dengan kata itu.David mengangguk, lalu menjelaskan dengan lembut. "Iya, taman kanak-kanak. Itu adalah tempat di mana anak-anak sepertimu pergi untuk bermain dan belajar bersama teman-teman. Kamu akan belajar banyak hal baru dan membuat banyak teman di sana."Misella mengerutkan kening sejenak, mencoba memahami. "Misel belum pernah, Papa. Tapi Misel ingin belajar dan punya banyak te
“Tangkap!!” Aditnya melempar bola mainan ke arah Misella.Di tengah taman bermain itu mereka tampak sangat fokus bermain tanpa menyadari jika mereka menjadi pusat perhatian.“Apakah mereka adik dan kakak? Atau malah ayahnya?” Ibu-ibu yang melihat itu mulai bergosip, terlebih Aditnya merupakan pria yang muda hampir matang dan sangat tampan.“Iya, aku juga baru melihat mereka hari ini. Apakah mereka orang baru?” Ibu-ibu yang lain menyahuti.Aditya dan Misella terus bermain tanpa menyadari bisikan para ibu-ibu di sekitar mereka. Tawa Misella yang ceria menggema di taman saat Aditya berlari mengejarnya, bola mainan di tangan."Ayo, Misella, lebih cepat!" Aditya tertawa sambil pura-pura mengejar Misella yang berlari kecil dengan penuh semangat.Sementara itu, ibu-ibu di sekitar taman semakin penasaran. "Anaknya cantik sekali, dan laki-laki itu kelihatan sangat sayang padanya. Pasti keluarga yang harmonis," salah satu ibu berkomentar."Iya, aku juga penasaran siapa mereka," sahut ibu lainn
“Mama! Papa!” Misella langsung berlari saat melihat David dan Anya sedang duduk bersantai di ruang keluarga.“Sudah pulang? Dimana kak Aditya?” Tanya Anya sambil merapikan rambut gadis kecil itu dengan penuh kasih sayang.“Tadi kakak bilang jika ada urusan, jadi cuma mengantar Sella sampai pintu.” Ucap Misella.“Anak itu tak tau sopan santun.” Gumam David dengan tajam.Anya langsung menyentuh tangan David dan tersenyum, “Abaikan saja, mungkin dia memang dalam kondisi yang mendesak. Dan dia juga mengantarkan Misella balik dengan selamat kan?”David menghela napas, kemudian mengangguk setuju dengan Anya. "Iya, kamu benar. Yang penting Misella sudah kembali dengan selamat," ucapnya, sambil tersenyum pada putri kecil mereka.Anya lalu mengalihkan perhatiannya kepada Misella. "Kamu senang bermain di taman tadi, Sayang?" tanyanya sambil memeluknya.Misella mengangguk dengan antusias. "Iya, Mama! Tadi Sella main bola sama Kak Aditya, tapi ada anak-anak lain yang ingin merebut bola Sella," uc
“Seragamnya sangat cocok untuk Misella..” Puji Anya dengan bahagia melihat gadis itu menggunakan seragam TK tersebut.Misella tampak menggemaskan apalagi dengan kucir dua di rambutnya, membuatnya terlihat menjuntai.“Apa Misella nanti dapat teman banyak?” Anya mengangguk, “Tentu saja, yang penting Misella jangan ceritakan tentang ibu dan ayahmu ya. Cukup mama dan papa saja yang tahu, karena jika mereka tahu kamu anak adopsi mama takut kamu dijahati oleh mereka.” Ucap Anya sambil membenarkan anakan rambut Misella dengan lembut.Misella menatap Anya dengan mata yang besar dan penasaran, kemudian mengangguk pelan. "Baik, Mama. Misella janji tidak akan cerita ke teman-teman."Anya tersenyum lembut, merasa lega melihat kepatuhan Misella. "Bagus sekali, Sayang. Kamu hanya perlu menjadi diri sendiri, bersikap ramah, dan nikmati waktu bermainmu di sekolah. Mama dan Papa akan selalu ada untukmu."David, yang telah memperhatikan dari dekat, ikut tersenyum dan menepuk pundak Misella dengan penu
“Nyoya Amelia.” Panggil Anya dengan tenang saat dia berjalan mendekati meja yang telah mereka pesan.Amelia langsung tersenyum menyambut Anya. “Sepertinya kau sangat sibuk ya, ternyata selebram sepertimu juga memiliki jadwal yang padat.” Ucap Amelia dengan ramah, namun Anya tahu jika Amelia tak benar-benar tulus.Tapi dia penasaran apa yang akan dibahas wanita yang mengejar cinta suaminya ini sekarang.“Tidak sibuk, hanya saja saat kau menelpon tadi aku sedang bekerja dan sudah libur beberapa hari karena mood ibu hamil selalu berubah-ubah.” Ucap Anya sambil duduk di depan kursi Amelia.Amelia tersenyum tipis, meskipun matanya sedikit berkilat mendengar Anya menyebut dirinya hamil."Oh, selamat ya. Aku baru tahu kau hamil. Pasti David sangat bahagia."Anya mengangguk pelan, tetap waspada dengan kata-kata Amelia. "Ya, kami sangat bersyukur."Amelia memainkan cangkir kopinya sebentar, seolah mempertimbangkan bagaimana memulai percakapan ini. "Sebenarnya, ada sesuatu yang ingin kubicaraka
“Sayang, kau sudah datang? Padahal aku berniat meyusulmu setelah rapat tadi.” Ucap David begitu dia melihat isrinya sudah di ruang kerjanya.Dia menghampiri Anya dan memeluk wanita itu dan mengecup keningnya.Anya tersenyum dan membalas pelukan suaminya, “Hanya mengobrol sebentar, tidak lama.” Ucap Anya.“Mengobrol apa? Apa dia mencari masalah lagi?” Tanya David lalu mengajak Anya untuk duduk di sofa.“Dia hanya bercerita tentang masa lalu kalian, tapi aku tak terlalu peduli. Bukankah semua orang punya masa lalu?” Tanya Anya dengan tenang.David menghela napas lega mendengar tanggapan Anya. "Iya, semua orang punya masa lalu. Tapi masa laluku dengan Amelia sudah lama berlalu, dan yang penting bagiku sekarang adalah kamu dan keluarga kita," ucapnya dengan penuh keyakinan.Anya tersenyum, merasakan ketulusan dalam kata-kata suaminya. "Aku tahu, dan aku percaya padamu. Aku hanya ingin kita fokus pada masa depan kita bersama, terutama dengan bayi-bayi kita yang akan datang."David meremas