Beranda / Rumah Tangga / Madu Suamiku / Jangan Sentuh Anakku !

Share

Jangan Sentuh Anakku !

Penulis: Aisyah Ahmad
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-23 09:48:38

Berbagai pilihan itu terus berputar-putar di kepala. Salah satu di antaranya telah ia pertimbangkan matang-matang dan tentunya itu tidak mudah. Memang perlu ada yang di korbankan untuk mengurai semuanya.

"Em, aku... Pamit dulu ya, Res. Nanti aku kabari lagi. Perasaanku nggak enak," ucap Zahra. Lantas ia segera memberesi barang-barangnya. Setelah 3 jam keluar dari rumah dan menumpahkan segala pikirannya dengan sang sahabat sudah cukup membuat perasaannya lebih tenang dari sebelumnya.

"Oh ya, tapi kamu tidak apa-apa kan, Za ? Aku antar pulang, ya ?"

"Nggak perlu, Resti. Terimakasih ya, Aku bisa sendiri kok. lagian aku sudah pesan grab tadi," ucap Zahra. lantas ia segera beranjak karena mobil pesanannya sudah datang. Oa sengaja pulang dengan memesan taxi online agar segera sampai rumah. Entah mengapa, perasaannya mulai tak tenang. Ini juga pertama kali, ia pergi tanpa anak-anak selain kegiatan sekolah.

Mendung tanpa hujan kini menghiasi langit kota Malang. Ya, sejak tiga hari lalu, langit hanya memamerkan mendungnya tanpa mau menurunkan setetes airnya. sehingga membuat jalanan dipenuhi debu berterbangan. Sama halnya hati Zahra saat ini. hanya bisa bersedih tanpa bisa menumpahkan air matanya. Sudah terlalu sakit, bahkan menangis darah pun juga tak dapat merubah keadaan. Semuanya sudah terlanjur.

"Sesuai lokasi ya, mbak." ucap seorang pria yang duduk di kemudi itu. Zahra pun mengangguk, ia kini duduk di bangku belakang  seperti biasanya, sembari menatap rerumputan yang sudah kering akibat tak terkena hujan di musim kemarau.

'Seandainya air mataku bisa mewakili hujan, mungkin saat ini lebih baik ku berikan saja pada rerumputan itu. dari pada hanya untuk menangisinya, sepertinya jauh lebih bermanfaat. batin nya. Ia pun kini beralih menatap lurus kejalanan hingga tak lama, fokusnya menghilang karena banyaknya hal yang kini ia pikirkan.

"Sudah sampai, mbak," ucap sopir mengagetkannya.

"Loh, sudah sampai pak ?"

"Hehe, iya sudah mbak. Itu... Benar rumahnya kan ?"

"Oh iya, benar pak. Duh... Ini tadi mobilnya jalan kan ya pak, nggak terbang ?"

"Ah, mbak Zahra ini bisa saja. Ya jalan to mbak, pakai roda. Mana mungkin mobil saya bisa terbang. Mbak ini kok ya ada ada saja."

"Hehe, ya kali aja terbang, pak. Soalnya nggak kerasa jalannya. Tahu tahu sudah ada di depan rumah aja. ya sudah ini pak uangnya. Sisanya buat bapak saja ya," ucap Zahra sembari menyerahkan 3 lembar uang pada sopir tua itu.

"Maasyaallah, mbak. Ini terlalu banyak lho," ucapnya.

"Nggak apa pak, buat beli susu Nindi," ucap Zahra lagi. Ya, Dia memang sudah berlangganan dengan grab satu ini saat hendak pergi kemana saja ketika Dimas tak ada dirumah. Jadi dia sudah lumayan akrab, bahkan sudah seperti ayahnya sendiri karena memang pak Supri ini seumuran dengan Almarhum ayahnya dan sedikit banyak Zahra juga tahu tentang hidupnya yang serba pas pas an dan juga harus menghidupi cucu-cucunya setelah di tinggal mati oleh orang tua cucunya.

"Alhamdulillah, terimakasih mbak Zahra. Berkah barokah ya untuk panjenengan. Semoga selalu di limpahkan rejeki dan nikmat sehat."

"Aamiin, aamiin. Ya udah pak saya masuk dulu ya,"

"Eh, tunggu mbak Zahra," ucap sopir itu menghentikan langkahnya.

"Iya pak ? Ada apa ?" Zahra pun menoleh.

"Mbak Zahra. Apapun masalahnya, selalu libatkan Allah. Ingat, Inna ma'al usri yusro. Dari tadi saya lihat mbak Zahra melamun. Banyak pikiran, maaf saya lancang mbak,"

"Hehe, aman pak, insyaallah saya baik baik saja kok. Terimakasih ya," ucap Zahra berusaha tersenyum, walau sebenarnya hatinya ambyar. orang lain saja bisa merasakan apa yang di rasakannya.

Sebelum masuk rumah, Zahra sudah berusaha mengatur hatinya agar tak kembali di kuasai oleh emosi hingga tak bisa berpikir jernih. Dengan langkah mantab ia membuka pintu rumah dan seketika terdengar jeritan Rayyan dan Zahwa berbarengan dari kamar atas. Sontak membuat Zahra kaget dan langsung lari ke atas.

Dan ketika sampai di lantai atas, dia lebih terkejut dengan pemandangan di depannya. Di lantai atas, terutama di lantai kamar anak-anak air bening menggenang meluas hingga keluar melewati pintu. di duga berasal dari kran kamar mandi anak-anak.

"Astagfirullah, Mas !!!" Zahra pun berteriak histeris juga saat mengetahui Dimas tengah memegang gayung hampir di pukulkan ke Rayyan. Bahkan di dahi Rayyan juga seperti gosong. entah jatuh atau karena di pukul gayung oleh Dimas, Zahra belum mendapatkan keterangan lebih lanjut. Ia segera menarik anak tujuh tahun itu ke pelukannya.

"Ada apa ini sih, mas ? Apa yang terjadi ?" Rayyan tampak ketakutan dan memeluk bundanya. Ia bersembunyi di belakang sang bunda.

"Hiks... Hiks... Huhuhu," di saat yang bersamaan juga terdengar suara Zahwa menangis. Zahra pun baru teringat dengan satu anaknya lagi. Ia mencarinya, dan ternyata Zahwa duduk di bawah sisi kanan ranjangnya dengan membawa botol susu kosong. Celananya pun tampak basah. entah karena ngompol atau karena air yang menggenang itu.

"Ya Allah, sini sayang." Zahra meraih gadis mungil tiga tahun itu. pun tampak mendekat dan memeluk erat seolah takut untuk di tinggalkan lagi.

"Maafin bunda ya sayang," ucap Zahra sembari mengelus rambut keriting putrinya.

Sungguh, ini penyesalan terdalam yang pernah ia rasakan selama ini. Sangat menyesal telah meninggalkan anak-anaknya bersama Ayahnya. Baru tiga jam saja seperti ini, bagaimana sehari ? Seminggu ? Sebulan ? Atau setahun ? Yang ada malah anak anak akan mati di tangannya.

"Adik Wawa kenapa sayang ? Hm ? Kenapa nangis ?"

"Susu," jawab Zahwa sembari menunjukan botol susu kosongnya.

"Iya, ayo kita bikin sekarang yuk. Sudah jangan nangis lagi ya, Bunda disini." Zahra menggendong Zahwa dan menggandeng Rayyan untuk di bawa ke dapur. Sebelum itu Zahra juga sudah mengganti baju-baju mereka. Dengan sabar dan telaten Zahra merawat keduanya dengan tulus.

"Kak Ray mau makan ?" Rayyan menggeleng pelan. Lantas Zahra meraih tangannya, "kak Ray, maafin bunda ya nak. Maafin Ayah juga." Zahra memeluk Rayyan dengan erat. Hatinya kembali teriris, bahkan yang ini lebih sakit. Bukan hanya tentang perasaannya lagi, tapi kini anak. Ya, sering terjadi Anak akan selalu menjadi korban atas pertengkaran kedua orang tua. Padahal anak tidak tahu apa-apa.

"Bunda, Ray nakal ya ?"

Zahra pun melepaskan pelukannya dan beralih menatap manik mata coklat milik anak sulungnya. "Nggak sayang, kak Ray nggak nakal kok. Kak Ray anak pintar, Kak Ray anak Sholeh. Kebanggaan Bunda dan Ayah."

"Tapi kata Ayah, Ray nakal. Ray pantas di hukum. Maafin Ray ya Bunda, Ray Janji nggak nakal lagi." Sekali lagi Zahra memeluk erat putra sulungnya.

"Memangnya, kenapa tadi Ray sampai dihukum Ayah ? Apa yang Ray lakukan, nak ? Hm ?"

"Ray patahin cran kamar mandi, bunda. Tapi beneran, Ray nggak sengaja bunda. Ray cu..." ucapannya terhenti saat ia melihat sang Ayah memandangnya dari kejauhan, lantas ia kembali bersembunyi di belakang ibunya. Memar bekas di pukul gayung di kepala Rayyan masih terlihat jelas. Jelas sangat sakit, apalagi hatinya. Tentu kejadian itu sangat membekas. Sebenarnya Dimas juga memandang keduanya dengan penuh penyesalan. Ia juga menyesal telah lepas emosi. Dan ini pertama kali ia lakukan, karena selama ini, Dimas tak pernah main tangan pada Zahra apalagi anak-anak. Dia hanya terbawa emosi saat Zahwa menangis meminta susu. Ia sudah berusaha membuatkan tapi ternyata caranya salah. Susunya tak ada rasa. tidak sesuai keinginan Zahwa hingga Zahwa tantrum. Dimas yang saat itu sedang bertengkar dengan Nisa via telephon juga semakin emosi. Apalagi di tambah dengan teriakan Rayyan dari kamar mandi, yang mana lantai sudah banjir akibat cran yang patah itu. Emosinya tambah berkali lipat hingga ia reflek memukul kepala Rayyan dengan gayung di kamar mandi. Ah, Ternyata memang tidak mudah di posisi Zahra, batin Dimas.

"Kak Ray, sama Zahwa ke kamar bunda dulu ya, nak. Biar bunda bersihin kamar kalian." Kedua anak manis itu mengangguk dan menuruti perintah bundanya.

"E.... Eum,. A aku... " Dimas tampak serba salah ketika Zahra menatapnya dengan tatapan yang sulit di artikan. Dari sorot matanya itu, tampak dia Marah dan juga kecewa.

"Kamu boleh marah, kesal, atau... Terserahlah. Tapi jangan pernah kau melampiaskan pada anak-anakku. Aku merawatnya dengan seluruh kasih sayangku, sekali lagi kau melakukannya, jangan harap kamu akan bertemu mereka lagi. Apapun alasannya." ucap Zahra, lantas ia berlalu begitu saja. Hatinya masih sangat sakit melihat anaknya di perlakukan demikian. Walau oleh ayahnya sendiri. Ibu mana yang sanggup ? Sepertinya, se galak apapun seorang ibu ia tak kan rela membiarkan orang lain menyakitinya. Bahkan induk ayam saja akan marah jika anak-anaknya di sentuh oleh tangan-tangan manusia.

Dimas mengusap kepalanya dengan kasar setelah Zahra berlalu meninggalkannya begitu saja di dapur. Semuanya menjadi semakin rumit sekarang.

"Agrrrh... !!!"

Tak berapa lama, Zahra turun kembali dengan membawa sebuah koper besar. Ia menggendong Zahwa yang tertidur serta menggandeng tangan Rayyan.

Dimas yang duduk di sofa sembari bermain ponsel itu pun kaget.

"Loh... Neng... Mau kemana, Neng ? Kalian pada mau kemana?"

Bab terkait

  • Madu Suamiku   Apakah Restu itu nyata ?

    "Minggir mas, tolong jangan halangi jalanku." Zahra berucap sembari terus berjalan tanpa memperdulikan suaminya."Neng, tolong neng... Jangan gini, jangan pergi, neng mau kemana ? Ini sudah hampir sore,""Minggir, Mas. awas dulu !" Zahra berucap lagi. Ia pun berhenti sejenak, tapi hanya membenarkan gendongan Zahwa yang hampir melorot. Dimas masih berusaha merayu Zahra, sesekali juga dia mencoba mengajak bicara Rayyan dengan membujuknya. Sayang sekali, akibat perbuatannya siang tadi masih membuat Rayyan trauma."Kita selesaikan dulu masalahnya, Neng. Aku...""Nggak sekarang, mas." ucap Zahra sembari melihat ke arah kedua anaknya. Zahra berusaha memberi kode pada Dimas agar tak membahasnya di depan anak-anak. Sayang sekali Dimas tak paham akan hal itu."Tapi kenapa ?" Tanya Dimas. Zahra menggeleng."Mas, minggir, tolong jangan halangi jalanku. Ini sudah sore kan?.""Iya mangkanya itu, ini sudah hampir sore. Kamu mau kemana ? Mau kamu bawa kemana anak-anak, neng ? Tolong, jangan pergi ya

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-23
  • Madu Suamiku   Murka Ibu Mertua

    "Assalamu'alaikum, bu... Ibuk... " ucap Zahra sembari mengetuk pintu rumah mertuanya dengan pelan. suaranya terdengar parau. Tiba-tiba saja, dia merasa tubuhnya panas. Pandanganya mulai buram setelah sebelumnya ia merasa sakit kepala dan kram di perutnya."Assalamu'alaikum... " Kali ini Zahra berteriak lebih keras. Beruntung Bu Sukma segera mendengarnya dan bergegas membuka pintu setelah menidurkan Zahwa ke kamar biasa. Kriiiieeek,"Astagfirullahal'adzim, ya Allah nduk !" Zahra langsung luruh ke lantai begitu Bu Sukma membuka pintu."Ya Allah Gusti. Daan... Dani! Dinda! Buruan kesini, mbak mu pingsan ini," teriak Bu Sukma. Jam menunjukkan pukul 11 malam. Semua pintu rumah warga sudah terkunci rapat termasuk rumah Bu Sukma. Bu Sukma pikir Zahra tidak jadi menginap di rumahnya. jadi ia mengunci pintu rumahnya tanpa menunggu Zahra pulang.Dani dan Dinda yang baru saja memejamkan matanya itu langsung kaget saat mendengar teriakan Ibunya. Keduanya segera keluar kamar dan mencari sumber s

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-23
  • Madu Suamiku   Perempuan Itu ?

    Plakk !!!!Bu Sukma menampar Dimas dengan keras. Dimas terhuyung, saat tiba-tiba ibunya menyerang tanpa dia tahu apa alasannya. Tampaknya, Bu Sukma benar-benar murka dengan tindakan anak lelakinya."Kamu pikir, kamu itu siapa tanpa seorang wanita ? Kalau nggak ada ibuk kamu nggak bakalan lahir! lha ibuk mu iki ya wanita, Le. kamu nyakitin istrimu wi ya sama aja nyakitin ibuk ! Wes puas ntuk mu ngelarani ?"ucap Bu Sukma meneriaki anaknya. sedangkan Dimas tampak memandang sang istri yang hanya diam tanpa membelanya."Buk... Ibuk, Dimas bisa jelasin semuanya buk,""Hallah, kadaluarsa ! Ibuk Rak butuh penjelasanmu. Kecewa ibuk, Dim ! Kurang opo bojo mu wi ? Kurang opo Zahra kui ? Ayu, gemati. Anak ya wes ono. Opo meneh to sing mbuk karepne ?""Buk... Ibuk, sik.. Dimas tak matur," Dimas berusaha merayu Ibunya. Ia berusaha meraih tangan Bu Sukma, tapi terus saja di tepis.Zahra sebenarnya tak tega telah membuat pertikaian antara ibu dan Anak itu. Tapi ya, bagaimanapun juga Ibunya berhak ta

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-23
  • Madu Suamiku   Tante Ninja

    'Dia ? Dia kah wanita yang berhasil membuat lelakiku berpaling ? Dia ? Dia kah mentari yang berhasil menyaingi sinar rembulan ? Ah, ternyata dugaanku keliru. Dia bukan seorang pelac*r atau kupu kupu malam. Dia bukan wanita yang gemar berpakaian layaknya telanjang. Tapi... '"Mbak, perkenalkan saya... Nisa," ucap wanita bercadar itu membuyarkan lamunan Zahra tentangnya."Mbak, maaf jika kedatanganku ini mengganggu mbak, tapi Mas Dimas yang memintaku datang kesini," Dimas pun langsung berdiri dan memberikan kursi tempat duduknya untuk Nisa. Ia sengaja memberikan ruang bagi kedua wanitanya untuk berdekatan. Setelah Nisa duduk, Zahra memalingkan wajahnya dan menghadap ke sisi tembok, membelakangi Nisa. Tampak tak sopan memang kelihatannya. Tapi Zahra kini tengah berusaha menyembunyikan luka dalam hatinya serta air mata yang terus berdesakan ingin keluar."Mbak... Maaf, beribu kali maaf aku ucapkan. Aku rasa mbak sudah tahu siapa Nisa ini. Nisa tahu mbak sakit, Nisa juga sakit kok mbak...

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-24
  • Madu Suamiku   Pertengkaran

    "Jadi, sudah berapa lama Mas ?" Zahra bertanya sembari memegangi ponselnya yang masih menampakkan foto dua manusia tanpa busana di atas ranjang sebuah hotel. Keduanya tersenyum merekah hingga senyuman mereka itu menciptakan sayatan luka yang amat dalam di hati Zahra. "Dua tahun, Neng." jawab Dimas menunduk. "Astaghfirullah, Astagfirullahal'adzim... Laaillahaillallah," ucap Zahra lagi sembari memegangi dadanya yang kian terasa sesak. Lagi-lagi bulir bening itu lolos dari matanya. mengingat perselingkuhan lelaki yang selama ini ia percaya. "Neng, aku bisa jelasin Neng. Aku bisa jelasin semuanya. Ini nggak seperti yang kamu pikirkan." "Cukup mas ! Cukup ! Sudahi omong kosong mu itu ! Hah, kamu memang pantas dengannya mas. Cukup! aku sudah jijik denganmu !" ucap Zahra. Ia segera menepis tangan sang suami saat hendak membujuknya. "Neng... " "Aggrrrhhhh..... " Zahra melempar semua apapun yang berada di atas meja riasnya hingga hancur berantakan. Ia menangis pilu, "Tega kamu mas ! Jah

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-23

Bab terbaru

  • Madu Suamiku   Tante Ninja

    'Dia ? Dia kah wanita yang berhasil membuat lelakiku berpaling ? Dia ? Dia kah mentari yang berhasil menyaingi sinar rembulan ? Ah, ternyata dugaanku keliru. Dia bukan seorang pelac*r atau kupu kupu malam. Dia bukan wanita yang gemar berpakaian layaknya telanjang. Tapi... '"Mbak, perkenalkan saya... Nisa," ucap wanita bercadar itu membuyarkan lamunan Zahra tentangnya."Mbak, maaf jika kedatanganku ini mengganggu mbak, tapi Mas Dimas yang memintaku datang kesini," Dimas pun langsung berdiri dan memberikan kursi tempat duduknya untuk Nisa. Ia sengaja memberikan ruang bagi kedua wanitanya untuk berdekatan. Setelah Nisa duduk, Zahra memalingkan wajahnya dan menghadap ke sisi tembok, membelakangi Nisa. Tampak tak sopan memang kelihatannya. Tapi Zahra kini tengah berusaha menyembunyikan luka dalam hatinya serta air mata yang terus berdesakan ingin keluar."Mbak... Maaf, beribu kali maaf aku ucapkan. Aku rasa mbak sudah tahu siapa Nisa ini. Nisa tahu mbak sakit, Nisa juga sakit kok mbak...

  • Madu Suamiku   Perempuan Itu ?

    Plakk !!!!Bu Sukma menampar Dimas dengan keras. Dimas terhuyung, saat tiba-tiba ibunya menyerang tanpa dia tahu apa alasannya. Tampaknya, Bu Sukma benar-benar murka dengan tindakan anak lelakinya."Kamu pikir, kamu itu siapa tanpa seorang wanita ? Kalau nggak ada ibuk kamu nggak bakalan lahir! lha ibuk mu iki ya wanita, Le. kamu nyakitin istrimu wi ya sama aja nyakitin ibuk ! Wes puas ntuk mu ngelarani ?"ucap Bu Sukma meneriaki anaknya. sedangkan Dimas tampak memandang sang istri yang hanya diam tanpa membelanya."Buk... Ibuk, Dimas bisa jelasin semuanya buk,""Hallah, kadaluarsa ! Ibuk Rak butuh penjelasanmu. Kecewa ibuk, Dim ! Kurang opo bojo mu wi ? Kurang opo Zahra kui ? Ayu, gemati. Anak ya wes ono. Opo meneh to sing mbuk karepne ?""Buk... Ibuk, sik.. Dimas tak matur," Dimas berusaha merayu Ibunya. Ia berusaha meraih tangan Bu Sukma, tapi terus saja di tepis.Zahra sebenarnya tak tega telah membuat pertikaian antara ibu dan Anak itu. Tapi ya, bagaimanapun juga Ibunya berhak ta

  • Madu Suamiku   Murka Ibu Mertua

    "Assalamu'alaikum, bu... Ibuk... " ucap Zahra sembari mengetuk pintu rumah mertuanya dengan pelan. suaranya terdengar parau. Tiba-tiba saja, dia merasa tubuhnya panas. Pandanganya mulai buram setelah sebelumnya ia merasa sakit kepala dan kram di perutnya."Assalamu'alaikum... " Kali ini Zahra berteriak lebih keras. Beruntung Bu Sukma segera mendengarnya dan bergegas membuka pintu setelah menidurkan Zahwa ke kamar biasa. Kriiiieeek,"Astagfirullahal'adzim, ya Allah nduk !" Zahra langsung luruh ke lantai begitu Bu Sukma membuka pintu."Ya Allah Gusti. Daan... Dani! Dinda! Buruan kesini, mbak mu pingsan ini," teriak Bu Sukma. Jam menunjukkan pukul 11 malam. Semua pintu rumah warga sudah terkunci rapat termasuk rumah Bu Sukma. Bu Sukma pikir Zahra tidak jadi menginap di rumahnya. jadi ia mengunci pintu rumahnya tanpa menunggu Zahra pulang.Dani dan Dinda yang baru saja memejamkan matanya itu langsung kaget saat mendengar teriakan Ibunya. Keduanya segera keluar kamar dan mencari sumber s

  • Madu Suamiku   Apakah Restu itu nyata ?

    "Minggir mas, tolong jangan halangi jalanku." Zahra berucap sembari terus berjalan tanpa memperdulikan suaminya."Neng, tolong neng... Jangan gini, jangan pergi, neng mau kemana ? Ini sudah hampir sore,""Minggir, Mas. awas dulu !" Zahra berucap lagi. Ia pun berhenti sejenak, tapi hanya membenarkan gendongan Zahwa yang hampir melorot. Dimas masih berusaha merayu Zahra, sesekali juga dia mencoba mengajak bicara Rayyan dengan membujuknya. Sayang sekali, akibat perbuatannya siang tadi masih membuat Rayyan trauma."Kita selesaikan dulu masalahnya, Neng. Aku...""Nggak sekarang, mas." ucap Zahra sembari melihat ke arah kedua anaknya. Zahra berusaha memberi kode pada Dimas agar tak membahasnya di depan anak-anak. Sayang sekali Dimas tak paham akan hal itu."Tapi kenapa ?" Tanya Dimas. Zahra menggeleng."Mas, minggir, tolong jangan halangi jalanku. Ini sudah sore kan?.""Iya mangkanya itu, ini sudah hampir sore. Kamu mau kemana ? Mau kamu bawa kemana anak-anak, neng ? Tolong, jangan pergi ya

  • Madu Suamiku   Jangan Sentuh Anakku !

    Berbagai pilihan itu terus berputar-putar di kepala. Salah satu di antaranya telah ia pertimbangkan matang-matang dan tentunya itu tidak mudah. Memang perlu ada yang di korbankan untuk mengurai semuanya."Em, aku... Pamit dulu ya, Res. Nanti aku kabari lagi. Perasaanku nggak enak," ucap Zahra. Lantas ia segera memberesi barang-barangnya. Setelah 3 jam keluar dari rumah dan menumpahkan segala pikirannya dengan sang sahabat sudah cukup membuat perasaannya lebih tenang dari sebelumnya."Oh ya, tapi kamu tidak apa-apa kan, Za ? Aku antar pulang, ya ?""Nggak perlu, Resti. Terimakasih ya, Aku bisa sendiri kok. lagian aku sudah pesan grab tadi," ucap Zahra. lantas ia segera beranjak karena mobil pesanannya sudah datang. Oa sengaja pulang dengan memesan taxi online agar segera sampai rumah. Entah mengapa, perasaannya mulai tak tenang. Ini juga pertama kali, ia pergi tanpa anak-anak selain kegiatan sekolah. Mendung tanpa hujan kini menghiasi langit kota Malang. Ya, sejak tiga hari lalu, lang

  • Madu Suamiku   Pertengkaran

    "Jadi, sudah berapa lama Mas ?" Zahra bertanya sembari memegangi ponselnya yang masih menampakkan foto dua manusia tanpa busana di atas ranjang sebuah hotel. Keduanya tersenyum merekah hingga senyuman mereka itu menciptakan sayatan luka yang amat dalam di hati Zahra. "Dua tahun, Neng." jawab Dimas menunduk. "Astaghfirullah, Astagfirullahal'adzim... Laaillahaillallah," ucap Zahra lagi sembari memegangi dadanya yang kian terasa sesak. Lagi-lagi bulir bening itu lolos dari matanya. mengingat perselingkuhan lelaki yang selama ini ia percaya. "Neng, aku bisa jelasin Neng. Aku bisa jelasin semuanya. Ini nggak seperti yang kamu pikirkan." "Cukup mas ! Cukup ! Sudahi omong kosong mu itu ! Hah, kamu memang pantas dengannya mas. Cukup! aku sudah jijik denganmu !" ucap Zahra. Ia segera menepis tangan sang suami saat hendak membujuknya. "Neng... " "Aggrrrhhhh..... " Zahra melempar semua apapun yang berada di atas meja riasnya hingga hancur berantakan. Ia menangis pilu, "Tega kamu mas ! Jah

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status