Beranda / Rumah Tangga / Madu Suamiku / Jangan Sentuh Anakku !

Share

Jangan Sentuh Anakku !

Penulis: Aisyah Ahmad
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-23 09:48:38

Berbagai pilihan itu terus berputar-putar di kepala. Salah satu di antaranya telah ia pertimbangkan matang-matang dan tentunya itu tidak mudah. Memang perlu ada yang di korbankan untuk mengurai semuanya.

"Em, aku... Pamit dulu ya, Res. Nanti aku kabari lagi. Perasaanku nggak enak," ucap Zahra. Lantas ia segera memberesi barang-barangnya. Setelah 3 jam keluar dari rumah dan menumpahkan segala pikirannya dengan sang sahabat sudah cukup membuat perasaannya lebih tenang dari sebelumnya.

"Oh ya, tapi kamu tidak apa-apa kan, Za ? Aku antar pulang, ya ?"

"Nggak perlu, Resti. Terimakasih ya, Aku bisa sendiri kok. lagian aku sudah pesan grab tadi," ucap Zahra. lantas ia segera beranjak karena mobil pesanannya sudah datang. Oa sengaja pulang dengan memesan taxi online agar segera sampai rumah. Entah mengapa, perasaannya mulai tak tenang. Ini juga pertama kali, ia pergi tanpa anak-anak selain kegiatan sekolah.

Mendung tanpa hujan kini menghiasi langit kota Malang. Ya, sejak tiga hari lalu, langit hanya memamerkan mendungnya tanpa mau menurunkan setetes airnya. sehingga membuat jalanan dipenuhi debu berterbangan. Sama halnya hati Zahra saat ini. hanya bisa bersedih tanpa bisa menumpahkan air matanya. Sudah terlalu sakit, bahkan menangis darah pun juga tak dapat merubah keadaan. Semuanya sudah terlanjur.

"Sesuai lokasi ya, mbak." ucap seorang pria yang duduk di kemudi itu. Zahra pun mengangguk, ia kini duduk di bangku belakang  seperti biasanya, sembari menatap rerumputan yang sudah kering akibat tak terkena hujan di musim kemarau.

'Seandainya air mataku bisa mewakili hujan, mungkin saat ini lebih baik ku berikan saja pada rerumputan itu. dari pada hanya untuk menangisinya, sepertinya jauh lebih bermanfaat. batin nya. Ia pun kini beralih menatap lurus kejalanan hingga tak lama, fokusnya menghilang karena banyaknya hal yang kini ia pikirkan.

"Sudah sampai, mbak," ucap sopir mengagetkannya.

"Loh, sudah sampai pak ?"

"Hehe, iya sudah mbak. Itu... Benar rumahnya kan ?"

"Oh iya, benar pak. Duh... Ini tadi mobilnya jalan kan ya pak, nggak terbang ?"

"Ah, mbak Zahra ini bisa saja. Ya jalan to mbak, pakai roda. Mana mungkin mobil saya bisa terbang. Mbak ini kok ya ada ada saja."

"Hehe, ya kali aja terbang, pak. Soalnya nggak kerasa jalannya. Tahu tahu sudah ada di depan rumah aja. ya sudah ini pak uangnya. Sisanya buat bapak saja ya," ucap Zahra sembari menyerahkan 3 lembar uang pada sopir tua itu.

"Maasyaallah, mbak. Ini terlalu banyak lho," ucapnya.

"Nggak apa pak, buat beli susu Nindi," ucap Zahra lagi. Ya, Dia memang sudah berlangganan dengan grab satu ini saat hendak pergi kemana saja ketika Dimas tak ada dirumah. Jadi dia sudah lumayan akrab, bahkan sudah seperti ayahnya sendiri karena memang pak Supri ini seumuran dengan Almarhum ayahnya dan sedikit banyak Zahra juga tahu tentang hidupnya yang serba pas pas an dan juga harus menghidupi cucu-cucunya setelah di tinggal mati oleh orang tua cucunya.

"Alhamdulillah, terimakasih mbak Zahra. Berkah barokah ya untuk panjenengan. Semoga selalu di limpahkan rejeki dan nikmat sehat."

"Aamiin, aamiin. Ya udah pak saya masuk dulu ya,"

"Eh, tunggu mbak Zahra," ucap sopir itu menghentikan langkahnya.

"Iya pak ? Ada apa ?" Zahra pun menoleh.

"Mbak Zahra. Apapun masalahnya, selalu libatkan Allah. Ingat, Inna ma'al usri yusro. Dari tadi saya lihat mbak Zahra melamun. Banyak pikiran, maaf saya lancang mbak,"

"Hehe, aman pak, insyaallah saya baik baik saja kok. Terimakasih ya," ucap Zahra berusaha tersenyum, walau sebenarnya hatinya ambyar. orang lain saja bisa merasakan apa yang di rasakannya.

Sebelum masuk rumah, Zahra sudah berusaha mengatur hatinya agar tak kembali di kuasai oleh emosi hingga tak bisa berpikir jernih. Dengan langkah mantab ia membuka pintu rumah dan seketika terdengar jeritan Rayyan dan Zahwa berbarengan dari kamar atas. Sontak membuat Zahra kaget dan langsung lari ke atas.

Dan ketika sampai di lantai atas, dia lebih terkejut dengan pemandangan di depannya. Di lantai atas, terutama di lantai kamar anak-anak air bening menggenang meluas hingga keluar melewati pintu. di duga berasal dari kran kamar mandi anak-anak.

"Astagfirullah, Mas !!!" Zahra pun berteriak histeris juga saat mengetahui Dimas tengah memegang gayung hampir di pukulkan ke Rayyan. Bahkan di dahi Rayyan juga seperti gosong. entah jatuh atau karena di pukul gayung oleh Dimas, Zahra belum mendapatkan keterangan lebih lanjut. Ia segera menarik anak tujuh tahun itu ke pelukannya.

"Ada apa ini sih, mas ? Apa yang terjadi ?" Rayyan tampak ketakutan dan memeluk bundanya. Ia bersembunyi di belakang sang bunda.

"Hiks... Hiks... Huhuhu," di saat yang bersamaan juga terdengar suara Zahwa menangis. Zahra pun baru teringat dengan satu anaknya lagi. Ia mencarinya, dan ternyata Zahwa duduk di bawah sisi kanan ranjangnya dengan membawa botol susu kosong. Celananya pun tampak basah. entah karena ngompol atau karena air yang menggenang itu.

"Ya Allah, sini sayang." Zahra meraih gadis mungil tiga tahun itu. pun tampak mendekat dan memeluk erat seolah takut untuk di tinggalkan lagi.

"Maafin bunda ya sayang," ucap Zahra sembari mengelus rambut keriting putrinya.

Sungguh, ini penyesalan terdalam yang pernah ia rasakan selama ini. Sangat menyesal telah meninggalkan anak-anaknya bersama Ayahnya. Baru tiga jam saja seperti ini, bagaimana sehari ? Seminggu ? Sebulan ? Atau setahun ? Yang ada malah anak anak akan mati di tangannya.

"Adik Wawa kenapa sayang ? Hm ? Kenapa nangis ?"

"Susu," jawab Zahwa sembari menunjukan botol susu kosongnya.

"Iya, ayo kita bikin sekarang yuk. Sudah jangan nangis lagi ya, Bunda disini." Zahra menggendong Zahwa dan menggandeng Rayyan untuk di bawa ke dapur. Sebelum itu Zahra juga sudah mengganti baju-baju mereka. Dengan sabar dan telaten Zahra merawat keduanya dengan tulus.

"Kak Ray mau makan ?" Rayyan menggeleng pelan. Lantas Zahra meraih tangannya, "kak Ray, maafin bunda ya nak. Maafin Ayah juga." Zahra memeluk Rayyan dengan erat. Hatinya kembali teriris, bahkan yang ini lebih sakit. Bukan hanya tentang perasaannya lagi, tapi kini anak. Ya, sering terjadi Anak akan selalu menjadi korban atas pertengkaran kedua orang tua. Padahal anak tidak tahu apa-apa.

"Bunda, Ray nakal ya ?"

Zahra pun melepaskan pelukannya dan beralih menatap manik mata coklat milik anak sulungnya. "Nggak sayang, kak Ray nggak nakal kok. Kak Ray anak pintar, Kak Ray anak Sholeh. Kebanggaan Bunda dan Ayah."

"Tapi kata Ayah, Ray nakal. Ray pantas di hukum. Maafin Ray ya Bunda, Ray Janji nggak nakal lagi." Sekali lagi Zahra memeluk erat putra sulungnya.

"Memangnya, kenapa tadi Ray sampai dihukum Ayah ? Apa yang Ray lakukan, nak ? Hm ?"

"Ray patahin cran kamar mandi, bunda. Tapi beneran, Ray nggak sengaja bunda. Ray cu..." ucapannya terhenti saat ia melihat sang Ayah memandangnya dari kejauhan, lantas ia kembali bersembunyi di belakang ibunya. Memar bekas di pukul gayung di kepala Rayyan masih terlihat jelas. Jelas sangat sakit, apalagi hatinya. Tentu kejadian itu sangat membekas. Sebenarnya Dimas juga memandang keduanya dengan penuh penyesalan. Ia juga menyesal telah lepas emosi. Dan ini pertama kali ia lakukan, karena selama ini, Dimas tak pernah main tangan pada Zahra apalagi anak-anak. Dia hanya terbawa emosi saat Zahwa menangis meminta susu. Ia sudah berusaha membuatkan tapi ternyata caranya salah. Susunya tak ada rasa. tidak sesuai keinginan Zahwa hingga Zahwa tantrum. Dimas yang saat itu sedang bertengkar dengan Nisa via telephon juga semakin emosi. Apalagi di tambah dengan teriakan Rayyan dari kamar mandi, yang mana lantai sudah banjir akibat cran yang patah itu. Emosinya tambah berkali lipat hingga ia reflek memukul kepala Rayyan dengan gayung di kamar mandi. Ah, Ternyata memang tidak mudah di posisi Zahra, batin Dimas.

"Kak Ray, sama Zahwa ke kamar bunda dulu ya, nak. Biar bunda bersihin kamar kalian." Kedua anak manis itu mengangguk dan menuruti perintah bundanya.

"E.... Eum,. A aku... " Dimas tampak serba salah ketika Zahra menatapnya dengan tatapan yang sulit di artikan. Dari sorot matanya itu, tampak dia Marah dan juga kecewa.

"Kamu boleh marah, kesal, atau... Terserahlah. Tapi jangan pernah kau melampiaskan pada anak-anakku. Aku merawatnya dengan seluruh kasih sayangku, sekali lagi kau melakukannya, jangan harap kamu akan bertemu mereka lagi. Apapun alasannya." ucap Zahra, lantas ia berlalu begitu saja. Hatinya masih sangat sakit melihat anaknya di perlakukan demikian. Walau oleh ayahnya sendiri. Ibu mana yang sanggup ? Sepertinya, se galak apapun seorang ibu ia tak kan rela membiarkan orang lain menyakitinya. Bahkan induk ayam saja akan marah jika anak-anaknya di sentuh oleh tangan-tangan manusia.

Dimas mengusap kepalanya dengan kasar setelah Zahra berlalu meninggalkannya begitu saja di dapur. Semuanya menjadi semakin rumit sekarang.

"Agrrrh... !!!"

Tak berapa lama, Zahra turun kembali dengan membawa sebuah koper besar. Ia menggendong Zahwa yang tertidur serta menggandeng tangan Rayyan.

Dimas yang duduk di sofa sembari bermain ponsel itu pun kaget.

"Loh... Neng... Mau kemana, Neng ? Kalian pada mau kemana?"

Bab terkait

  • Madu Suamiku   Apakah Restu itu nyata ?

    "Minggir mas, tolong jangan halangi jalanku." Zahra berucap sembari terus berjalan tanpa memperdulikan suaminya."Neng, tolong neng... Jangan gini, jangan pergi, neng mau kemana ? Ini sudah hampir sore,""Minggir, Mas. awas dulu !" Zahra berucap lagi. Ia pun berhenti sejenak, tapi hanya membenarkan gendongan Zahwa yang hampir melorot. Dimas masih berusaha merayu Zahra, sesekali juga dia mencoba mengajak bicara Rayyan dengan membujuknya. Sayang sekali, akibat perbuatannya siang tadi masih membuat Rayyan trauma."Kita selesaikan dulu masalahnya, Neng. Aku...""Nggak sekarang, mas." ucap Zahra sembari melihat ke arah kedua anaknya. Zahra berusaha memberi kode pada Dimas agar tak membahasnya di depan anak-anak. Sayang sekali Dimas tak paham akan hal itu."Tapi kenapa ?" Tanya Dimas. Zahra menggeleng."Mas, minggir, tolong jangan halangi jalanku. Ini sudah sore kan?.""Iya mangkanya itu, ini sudah hampir sore. Kamu mau kemana ? Mau kamu bawa kemana anak-anak, neng ? Tolong, jangan pergi ya

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-23
  • Madu Suamiku   Murka Ibu Mertua

    "Assalamu'alaikum, bu... Ibuk... " ucap Zahra sembari mengetuk pintu rumah mertuanya dengan pelan. suaranya terdengar parau. Tiba-tiba saja, dia merasa tubuhnya panas. Pandanganya mulai buram setelah sebelumnya ia merasa sakit kepala dan kram di perutnya."Assalamu'alaikum... " Kali ini Zahra berteriak lebih keras. Beruntung Bu Sukma segera mendengarnya dan bergegas membuka pintu setelah menidurkan Zahwa ke kamar biasa. Kriiiieeek,"Astagfirullahal'adzim, ya Allah nduk !" Zahra langsung luruh ke lantai begitu Bu Sukma membuka pintu."Ya Allah Gusti. Daan... Dani! Dinda! Buruan kesini, mbak mu pingsan ini," teriak Bu Sukma. Jam menunjukkan pukul 11 malam. Semua pintu rumah warga sudah terkunci rapat termasuk rumah Bu Sukma. Bu Sukma pikir Zahra tidak jadi menginap di rumahnya. jadi ia mengunci pintu rumahnya tanpa menunggu Zahra pulang.Dani dan Dinda yang baru saja memejamkan matanya itu langsung kaget saat mendengar teriakan Ibunya. Keduanya segera keluar kamar dan mencari sumber s

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-23
  • Madu Suamiku   Perempuan Itu ?

    Plakk !!!!Bu Sukma menampar Dimas dengan keras. Dimas terhuyung, saat tiba-tiba ibunya menyerang tanpa dia tahu apa alasannya. Tampaknya, Bu Sukma benar-benar murka dengan tindakan anak lelakinya."Kamu pikir, kamu itu siapa tanpa seorang wanita ? Kalau nggak ada ibuk kamu nggak bakalan lahir! lha ibuk mu iki ya wanita, Le. kamu nyakitin istrimu wi ya sama aja nyakitin ibuk ! Wes puas ntuk mu ngelarani ?"ucap Bu Sukma meneriaki anaknya. sedangkan Dimas tampak memandang sang istri yang hanya diam tanpa membelanya."Buk... Ibuk, Dimas bisa jelasin semuanya buk,""Hallah, kadaluarsa ! Ibuk Rak butuh penjelasanmu. Kecewa ibuk, Dim ! Kurang opo bojo mu wi ? Kurang opo Zahra kui ? Ayu, gemati. Anak ya wes ono. Opo meneh to sing mbuk karepne ?""Buk... Ibuk, sik.. Dimas tak matur," Dimas berusaha merayu Ibunya. Ia berusaha meraih tangan Bu Sukma, tapi terus saja di tepis.Zahra sebenarnya tak tega telah membuat pertikaian antara ibu dan Anak itu. Tapi ya, bagaimanapun juga Ibunya berhak ta

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-23
  • Madu Suamiku   Tante Ninja

    'Dia ? Dia kah wanita yang berhasil membuat lelakiku berpaling ? Dia ? Dia kah mentari yang berhasil menyaingi sinar rembulan ? Ah, ternyata dugaanku keliru. Dia bukan seorang pelac*r atau kupu kupu malam. Dia bukan wanita yang gemar berpakaian layaknya telanjang. Tapi... '"Mbak, perkenalkan saya... Nisa," ucap wanita bercadar itu membuyarkan lamunan Zahra tentangnya."Mbak, maaf jika kedatanganku ini mengganggu mbak, tapi Mas Dimas yang memintaku datang kesini," Dimas pun langsung berdiri dan memberikan kursi tempat duduknya untuk Nisa. Ia sengaja memberikan ruang bagi kedua wanitanya untuk berdekatan. Setelah Nisa duduk, Zahra memalingkan wajahnya dan menghadap ke sisi tembok, membelakangi Nisa. Tampak tak sopan memang kelihatannya. Tapi Zahra kini tengah berusaha menyembunyikan luka dalam hatinya serta air mata yang terus berdesakan ingin keluar."Mbak... Maaf, beribu kali maaf aku ucapkan. Aku rasa mbak sudah tahu siapa Nisa ini. Nisa tahu mbak sakit, Nisa juga sakit kok mbak...

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-24
  • Madu Suamiku   Pilihan yang sulit

    "Zahwa sayang... Tante ini bukan Ninja, sini... Ini namanya Umi Nisa. Umi baru Zahwa," ucap Dimas sembari duduk berjongkok menyejajarkan tubuhnya dengan putri kecilnya itu. "Umi?" tanya Zahwa. "Iya, Umi. Umi itu seperti Bunda. Bunda nya Zahwa.""Kok baru? Memangnya Bunda sudah rusak ya yah? Kok beli bunda baru?"Dimas seperti menahan tawa, lalu menghela nafas, "bukan begitu sayang. Bunda ada kok, tapi Umi ini biar nemenin bunda Zahra. Jadi bundanya Zahwa nanti ada dua.""Enggak! Bunda nya kita cuma satu, Bunda Zahra! Tante ini pasti jahat kan, Yah ? Sini dek," ucap Rayyan sembari menarik tangan adiknya mundur beberapa langkah menjauhi Dimas dan Nisa. "Rayyan, Zahwa! Jaga bicaramu! Ayah tidak pernah mengajari kamu kasar, ya!""Ayah lupa? Baru kemarin lho ayah ngajarinnya." ucap Rayyan, membuat Dimas geram. "Rayyan, Zahwa. Di panggil nenek tuh, nenek punya sesuatu buat kalian," ucap Dinda yang baru saja keluar dari rumah dan menghampiri mereka. Mendengar berita baik itu, Rayyan dan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-25
  • Madu Suamiku   Luka (bag 1)

    "Ibuuuk, Astagfirullah, i itu gosong penggorengan nya!""Ya Allah, nduk!" Bu Sukma berbalik badan dan langsung berlari mematikan kompornya. Ia lupa kalau tadi sambil menggoreng daging Ayam saat di tinggal ngobrol."Waduh... Gosong beneran nduk," Bu Sukma segera mengangkat daging daging itu dari penggorengan."Duh... Iya buk, gimana dong kalau gosong gini. Ada stok daging lagi nggak di kulkas? Biar Zahra goreng lagi.""Sudah habis nduk. Ini yang terakhir tadi." ucap Bu Sukma sembari menaruh daging ayam yang sudah gosong itu ke tong sampah. Karena memang sudah tak terselamatkan. "Ndak popo wes, beli lagi aja.""Ndak papa buk? Di ambil jam berapa ini pesanannya?""O ini buat yang nanti malam kok. Aman, nanti ibuk tak ke pasar lagi, beli dagingnya sekaligus belanja.""Oh gitu, apa Zahra aja yang beli buk, sekalian Zahra mau pulang bentar kok ambil Kartu Keluarga sama Akta nya Rayyan. Zahra lupa kemarin sudah di tanyakan memang.""Gitu? Nggak opo opo nduk, kalau kamu mampir pasar dulu?""

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-26
  • Madu Suamiku   Luka (bag 2) Kenapa Harus kamarku, Mas ?!

    "Astagfirullah, astagfirullah, astagfirullah. Bisakah kau tidak melakukannya di kamarku mas," Gumamnya. Ia masih menghalau perasaannya sebelum benar benar masuk ke kamar itu. Setelah sedikit tenang, barulah Zahra melanjutkan tujuannya. Tangannya sedikit bergetar saat hendak meraih hendle pintu kamarnya. Ia mulai menata hati, menguatkan hati, dia tak boleh goyah, dia tak boleh terlihat lemah dan dia tak mau mendengar ini terlalu lama. Ceklek! Pintu itu berhasil di buka. Dua manusia yang saling bergemul itu pun kaget dan menghentikan aktifitasnya. "Za Zahra..." ucap Dimas gugup. Sementara Nisa sudah menarik selimut untuk menutupi dirinya yang tanpa busana. "N neng... A aku bisa jelasin," "Ngapain berhenti. Lanjut aja kali, lanjutin. Aku cuma mau ambil sesuatu di kamarku.""A a aku... " Dimas turun dari ranjangnya dan langsung mendekati Zahra. Dimas hanya mengenakan kolor seadanya dan telanj*ng dada. "Stop! Jangan mendekat! Tetap di situ!""Ah iya.... Oke oke.. Ta tapi, please... J

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-28
  • Madu Suamiku   Syarat Adil poligami

    "Duduk dulu." Pinta Zahra. Dimas dan Nisa juga duduk bersebelahan. Zahra posisinya di sisi kanan Dani dan berhadapan langsung dengan Dimas. "Lalu, apa rencanamu kedepannya mas?" tanya Zahra. Ia beranikan diri mengangkat wajahnya dan menatap suaminya. "A a aku... " Di tatap Zahra seperti itu membuat Dimas tampak gugup. "Kapan kamu akan membawaku dan membawa kami, bertemu dengan Keluarganya?" ucap Zahra tegas, sambil melirik ke arah Nisa. "Neng... Aku rasa itu nggak perlu deh. Lagian kita sudah akad kok, tinggal minta persetujuan kamu untuk mencatatkannya di KUA. Beres. Kita jalani ta'adud ini dengan baik, sama sama dan damai.""Hhhh," Zahra menyunggingkan bibirnya. "Terus, kamu akan merahasiakan pernikahan kalian selamanya, gitu?""Mbak... Soal itu, biar jadi urusan Nisa ya. Nanti pelan pelan Nisa akan bicara sama Orang tua Nisa.""Hahahaha. Lucu ya kalian ini. Masalahnya di sini aku ragu sama akad kalian. Aku rasa itu perlu di ulangi. Dengan tidak ada satupun yang di tutup tutupi.

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-29

Bab terbaru

  • Madu Suamiku   Lembar baru Zahraa

    Selain menjadi ibu, kini tugas Zahra rangkap menjadi seorang Ayah juga. Tugasnya merawat anak-anak, sekaligus mencari nafkah. Zahra memang menutup semua akses untuk Dimas. Yang terakhir tadi pagi ia sempat membaca inbok masuk dari akun seorang yang baru dia tahu itu akun Nisa. Dia juga langsung blok akun tersebut. Kemudian memprivate kembali akunnya."Mbak, ada soto?" tanya seorang pelanggan yang baru datang."Eh, Maaf belum ada ibu, besok deh Zahra bikin sotonya. Soalnya warungnya baru buka hari ini bu, belum berani masak banyak-banyak. Besok ya, Zahra Redy kan.""Oh ya udah. Kalau gitu, ada menu apa aja ini mbak?""Ini ada pecel, ada rawon, rujak cingur, sama Sego Tumpang.""Ya wis mbak. Sego tumpang we ya. 2 porsi.""Minumnya?""Es teh aja deh, seger.""Baik bu, sebentar ya, zahra siapkan dulu."Tak berapa lama Zahra sudah datang dengan membawa dua porsi sego tumpang."Heeem, baunya uenak ini kayaknya," ucap pelanggan Zahra. "Alhamdulillah, semoga cocok sama Masakan Zahra ya buk.

  • Madu Suamiku   lihat aku, mas !

    Tok tok tok."Mas, di suruh ibuk sarapan." ucap Dinda dari balik pintu.. "Ya, bentar lagi,""Ya udah ayo sarapan aja dulu. Kasihan dia kalau Uminya nggak makan." ucap Dimas sembari memegang perut Nisa yang masih rata. "Nggak lah. Kamu aja, kan kamu yang di panggil mas. Aku siapa?""Astaga... Sa. Udah deh jangan kayak anak kecil. Ibuk itu udah baik mau nampung kita, masih mau masakin kita juga. Kalau sikap ibuk masih seperti itu ya wajar, ibuk masih kecewa pastinya." ucap Dimas. "Bela aja terus ibumu.""Ck." Dimas mengusap kasar kepalanya."Ya udah terserah. Nanti kalau lapar makanan udah habis jangan nyalahin orang. Kamu sendiri yang nggak mau makan.""Hm"Setelah Dimas keluar, Nisa hanya duduk diam di depan meja rias sembari memandang dirinya dari pantulan cermin."Apakah ini aku?? " gumamnya."Apa aku sejahat itu?""Arrrtgh!!! " umpatnya frustasi. Kemudian ia meraih benda pipih yang sempat ia lemparkan di atas ranjang. Ia pun merebahkan tubuhnya sembari membuka aplikasi biru berga

  • Madu Suamiku   Masih Dia pemenangnya

    "Lho ya iya mbak. Ngapain juga laki model kayak gitu di piara. Rugi. Malah bikin penyakit aja tiap hari makan ati. Udah bener itu mendingan kasihin aja sama pelakornya. Laki laki yang baik dan tulus masih buanyaak. Ngapain nyiksa diri.""Bener banget, mbak. Aku lo udah ngalamin juga mbak. Sekali ketahuan selingkuh. Buang langsung aja, biar di pungut pelakor. Dah lah... Wanita mandiri kayak mbak Zahra itu nggak butuh laki-laki. Apalagi kok yang begitu.""Iya mbak Zahra. Sudalah biarin. Mbak Zahra pasti bisa sukses tanpa dia. Jauh lebih baik tanpa Dia.""Amiin. Hehe, iya bu. Oh ya, maaf Zahra tinggal dulu antar anak-anak sekolah ya. Nanti kalau mau nambah lagi ambil sendiri dulu nggak apa ya bu ibu.""Loh loh loh... Ini di tinggal mbak Zahra? Kalau ada apa-apa yang hilang gimana, hayo??? Kami ndak mau di salahin lho ya, tutup aja deh mending mbak... Lebih aman.""Iya mbak Zahra, tutup aja biar kita-kita juga pulang.""Lho... Mau tutup? Saya kan baru mau makan?" ucap salah seorang bapak-

  • Madu Suamiku   Kalau tidak di ambil Tuhan ya di Ambil Pelakor !

    "Mas, kata ibuk boleh tidur disini. Tapi tidak boleh tidur di kamar mbak Zahra. Ada kamar kosong di belakang boleh ditempati. Kamar... Pembantu sih," ucap Dinda pelan.Dimas dan Nisa saling pandang, kemudian keduanya mengangguk.Iya, bu Sukma memang orangnya tidak tegaan. Walaupun dia galak, tapi atas dasar kemanusiaan, dia masih bisa menolong orang, walaupun kadang dia harus berperang dengan hatinya sendiri."Kamar ini mas, nggak boleh ke kamar atas. Kata ibuk itu hanya boleh di tempati mbak Zahra""Ya udah, nggak apa-apa Din. Makasih ya. Mas bersihkan dulu kamarnya."Akhirnya bu Sukma mengizinkan mereka tinggal sementara. Walaupun di kamar yang lebih sempit dari semua kamar di rumah ini. Tapi paling tidak, mereka kini punya tempat untuk berteduh."Maaf ya Sa, jika sikap ibu masih belum baik di hati kamu.""Nggak apa mas. Aku ngerti kok. Posisiku ini memang banyak di benci orang. Udah resiko." ucap Nisa sembari menepuk-nepuk bantal yang lumayan berdebu itu. Kamar ini dulunya kamar pe

  • Madu Suamiku   Terpaksa Pulang ke rumah ibu

    Akhirnya dengan berat hati, mereka berdua keluar dari kontrakan itu. Keduanya kini kembali luntang-lantung ber jam-jam di jalan tanpa tujuan. Berbeda dengan sebelumnya, kini Nisa lebih banyak diam. Tanpa tanya mau kemana. "Kita pulang kerumah ibuku dulu aja ya Sa,""Terserah," jawab Nisa singkat. Dimas kini mencari angkutan umum yang akan membawanya ke rumah bu Sukma. Dimas tahu, pasti ibunya akan marah besar dan ada kemungkinan mereka tidak diterima. tapi Dimas akan mencobanya dulu. Sebab tak ada lagi temapt yang bisa ia harapkan sekarang untuk tinggal. "Ke Jalan XX ya pak." ucap Dimas pada sopir itu. Di dalam mobil taxi juga Nisa masih terdiam. Ia hanya memandang keluar jendela mobil itu. Menatap gemerlapnya lampu jalanan menuju rumah yang selama ini ia hindari. Terus terang hatinya juga sakit dengan perkataan perkataan yang selalu Bu Sukma utarakan walaupun banyak benarnya. "Sa. Tumben kamu diam aja? Kamu kenapa? Ada yang sakit? Kamu capek ya?" tanya Dimas. Tampaknya Dimas s

  • Madu Suamiku   Di usir dari kontrakan

    'anakku kena imbas atas tindakan bo dohmu!' tulis pesan itu. Lalu foto profil kembali tak terlihat karena Zahra langsung memblokir kembali nomor Dimas. "Aaaarrrghhh. Zahra, mana bisa begitu!" umpatnya kesal."Sa... Kamu mau kemana? Kok bawa tas?""Keluar lah, cari kerja. Mas... Duit kita sudah habis. Keperluan semakin banyak. Belum lagi buat periksa ini itu. Sementara kamu aja hanya diem dirumah setiap hari cuma mandangin foto mbak Zahra. Emangnya foto mbak Zahra doang bisa di makan? Dah lah... Terserahmu mas, capek aku lihat hidupmu!" ucap Nisa. "Sa? Emangnya kamu mau kerja dimana? Kamu lupa, ijazahmu masih di tahan di kampus!" Seketika Nisa menghentikan langkahnya mengingat hal itu. Lalu ia berbalik badan dan membanting tasnya di lantai. "Aaaargh, kenapa sih hidupku gini banget!?" Umpatnya kesal. Kemudian ia kembali ke kamarnya. Dan di ikuti oleh Dimas. "Sa... Sabar ya, kamu tenang dulu. Mulai besok aku akan cari kerja lagi.""Ya gimana aku harus tenang mas, aku dari siang mint

  • Madu Suamiku   Mencoba sekali lagi

    "Bundaaaaaa, ini Zahwa nangi pula pula," ucap Zahwa dengan lucunya. "Oooh gitu... Iya terus kenapa pula pula menangis segala? Hem?""Ini puti istananya lagi nangis.”" Kenapa nangis?? ""Kalena pangelannya bawa tante ninja yang jahat. Jahatin putrinya sampai putrinya nangis.""Oooh, gitu... Hihihi," ucap Zahra sembari mengusap kepala keduanya. Rasanya ngilu mendengar penuturan anaknya yang menurutnya dia terinspirasi dari apa yang terjadi belakangan ini. "Tenang saja putri, pahlawan akan segera datang dengan menyelamatkanmu." ucao Rayyan sembari memperagakan nya. Keduanya kembali melanjutkan permainannya. Kali ini di temani oleh sang bunda. "Sayaaang. Tapi ini sudah sore loh, pulang yuk besok main lagi, kan dekat.""Yaaah Bunda. Ini belum sore bund. Masih agak sore. Belum sore beneran. Dikit lagi ya. Dikiiit tok ya?" ucap Rayyan. "Oke, lima belas menit." ucap Zahra, dan keduanya kegirangan. Tak pernah Zahra lihat sebelumnya, anak anak segirang dan sebahagia ini. "Bunda... Kenapa

  • Madu Suamiku   Dia Suamiku, Bukan Suami kita !

    Di tepi pantai itu Rayyan dan Zahwa tengah asik bermain mobil pasir yang baru Zahra belikan di penjual mainan yang berjejeran di pinggir jalan sebelum mereka tiba di sini. debut ombak itu menjadi pemandangan indah dan memanjakan mata Zahra saat ini, dan membuat hati serta pikirannya jauh lebih baik. Ia memandang lurus kedepan, menikmati suasana yang lama tak ia rasakan. "Kamu yakin mau tinggal di Lumajang, Za? Lumayan jauh loh kalau dari rumah Neneknya anak anak.""Ya biar jauh, Res.""Loh, jadi mereka belum tahu kalau kamu sekarang tinggal di sini?""Belum. Eum. Tapi mungkin sudah tahu kalau aku sudah pergi dari rumah. Kemarin ibuk sempat telfon-telfon tapi aku abaikan.""Lah... Kenapa? Bukannya dengan mereka kamu tidak ada masalah? Baik baik saja kan hubunganmu dengan mertua?""Ya... Baik baik saja. Cuma aku belum siap saja jika di tanya ini itu. Aku sedang ingin sendiri. Aku ingin menikmati dulu hidup tenang tanpa ribut-ribut atau apapun itu lah. Kau lihat mereka?" ucap Zahra semb

  • Madu Suamiku   Dimana kamu, Neng... !!!!???

    Pov AuthorKini Dimas tampak kebingungan. Harapannya kembali sirna. Kemana lagi dia harus mencari Zahra sekarang. Jika benar di rumah Orang tuanya, apa yang harus ia katakan untuk membujuknya kembali. Semuanya semakin rumit sekarang. Dimas pikir akan berjalan dengan mudah, lurus tanpa hambatan. "Aggrrrhhh !!! " umpatnya kesal. Pintu rumah berbahan kayu jati itu kini juga sudah di tutup kembali oleh pemilik barunya. "Shiiiit!!!" Lantas ia berjalan menjauh dari rumah yang kini bukan miliknya lagi. "Apa aku cari ke rumah ibu dulu sekarang. Aku yakin Zahra di sana. Iya lah, mau kemana lagi dia kalau tidak kesana. Dia tak punya keluarga." gumam Dimas. Kemudian dia berjalan ke tepi jalanan, Mencari ojek yang sekiranya bisa mengantarnya ke rumah Bu Sukma. Sebab kalau Naik taksi lagi ia khawatir uangnya akan segera habis. Sementara ini dia belum bekerja lagi. terakhir dia di pecat karena ketahuan memiliki dua istri. Di kantornya memang ada peraturan tidak bisa berpoligami, tapi dia tidak

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status