Home / Rumah Tangga / Madu Suamiku / Apakah Restu itu nyata ?

Share

Apakah Restu itu nyata ?

Author: Aisyah Ahmad
last update Last Updated: 2025-01-23 09:53:12

"Minggir mas, tolong jangan halangi jalanku." Zahra berucap sembari terus berjalan tanpa memperdulikan suaminya.

"Neng, tolong neng... Jangan gini, jangan pergi, neng mau kemana ? Ini sudah hampir sore,"

"Minggir, Mas. awas dulu !" Zahra berucap lagi. Ia pun berhenti sejenak, tapi hanya membenarkan gendongan Zahwa yang hampir melorot. Dimas masih berusaha merayu Zahra, sesekali juga dia mencoba mengajak bicara Rayyan dengan membujuknya. Sayang sekali, akibat perbuatannya siang tadi masih membuat Rayyan trauma.

"Kita selesaikan dulu masalahnya, Neng. Aku..."

"Nggak sekarang, mas." ucap Zahra sembari melihat ke arah kedua anaknya. Zahra berusaha memberi kode pada Dimas agar tak membahasnya di depan anak-anak. Sayang sekali Dimas tak paham akan hal itu.

"Tapi kenapa ?" Tanya Dimas. Zahra menggeleng.

"Mas, minggir, tolong jangan halangi jalanku. Ini sudah sore kan?."

"Iya mangkanya itu, ini sudah hampir sore. Kamu mau kemana ? Mau kamu bawa kemana anak-anak, neng ? Tolong, jangan pergi ya."

"Bunda... " Zahra merengek, ia menatap wajah bundanya dengan tatapan yang sulit di artikan. Jelas, dari wajahnya itu menyimpan banyak pertanyaan, tapi tentu saja ia tak mengerti apa yang terjadi pada kedua orangtuanya.

"Sebentar sayang. Kamu sama kak Ray masuk mobil dulu ya," ucap Zahra sembari mendudukkan Zahwa dan Rayan di jok belakang mobil grab yang ia pesan lima belas menit yang lalu. Beruntung mobil pesanannya datang tepat waktu hingga Zahra tak perlu menunggu terlalu lama.

"Neng, jangan pergi, ku mohon. Masih bisa kita bicarakan baik-baik kan,"

Zahra menggeleng pelan, "Tunggu aku di rumah, jam 8 malam." ucap Zahra, lantas ia segera menaiki mobil hitam itu bersama anak-anak.

"Neng, tunggu neng... Neng, kita bicarakan saja sekarang, kamu jangan pergi, neng !!!" Teriak Dimas saat mobil itu  sudah mulai berjalan perlahan meninggalkan halaman rumahnya.

"Ck. Arrrghhh !!!!" Dimas berteriak frustasi sembari memukulkan tangannya ke udara.

Berkali-kali terdengar suara dering ponsel dari Handphonenya, tapi ia masih mengabaikannya. Dari siapa lagi kalau bukan Nisa. Saat ini, pikirannya benar-benar runyam.

Banyak orang mengatakan bahwa rumah adalah tempat terbaik untuk berpulang, dan orang tua akan selalu siap melebarkan tangan untuk merengkuh kita dengan sepenuh kasih. Terutama seorang ibu. Sayang sekali, kini Zahra tak punya tempat berpulang. Kedua orang tuanya sudah lebih dulu pulang ke pangkuan ilahi sejak ia masih menginjakkan kaki di bangku SMA. Dan dia adalah anak satu-satunya sehingga saat seperti ini Kemana lagi ia akan berpulang ?

"Bunda... Bunda menangis ?" tanya Rayyan dengan lembut. Ya, anak laki-lakinya ini selalu peka dengan nya. Kasih sayangnya pada bunda dan adiknya juga sangat luar biasa. Bocah seusianya, dia jauh lebih dewasa dari pada teman sebayanya.

"Tidak sayang, bunda tidak nangis kok." jawab Zahra berusaha memaksakan senyumnya.

"Tapi, pipi bunda kok basah. Mata bunda juga merah ?" tanyanya lagi sembari mengelus pipi bundanya. Zahra pun segera meraih tangan mungil anak tujuh tahun itu, lalu menggenggamnya.

"Enggak, ini tadi bunda cuma kelilipan, kak. Nggak apa kok."

"Memangnya di dalam mobil ini ada debu bunda ?" tanya Zahwa dengan polosnya. Zahra hanya tersenyum menanggapi ucapan gadis kecilnya.

Jangan tanya soal hati, yang pasti hancur sehancur hancurnya. Kalau bukan karena dua malaikat ini entah seperti apa dan bagaimana Zahra bisa berdiri tegak menghadapi situasi sekarang.

"Bunda... Kita mau kemana ?" tanya Rayyan bingung. Zahra mengelus rambut Rayyan dengan lembut. "Ke rumah Nenek sayang," jawab Zahra asal.

Sebenarnya dia bingung mau kemana, tapi pada akhirnya, ia mengatakan akan ke rumah neneknya anak-anak.

"Yeeee, asik. Kita kerumah Nenek. Hore... Besok Ray mau ajak Nenek main ke bukit ah,"

"Zahwa juga, mau main boneka sama tante Dinda," ucap Zahra tak kalah girang.

Beruntungnya, Zahra masih punya mertua yang sangat baik, bahkan menganggapnya sama seperti anak anaknya yang lain, tanpa membedakan mana anak mana menantu. Terkadang malah ibunya Dimas lebih berpihak pada Zahra, ketika ada masalah.

"Sesuai aplikasi ya, mbak." ucap Sopir itu setelah mobil berhenti tepat dihalaman rumah orang tua Dimas. Rumah dengan halaman yang luas serta asri, di tumbuhi berbagai tanaman dan bunga-bunga. Biasanya, dua pekan sekali Zahra membawa anak-anaknya berkunjung kesini. Ini pun juga baru empat hari yang lalu Zahra pulang dari rumah ini di antar oleh Dani, adik laki-laki Dimas yang masih kuliah. Dimas tiga bersaudara, punya dua adik, Dani dan Dinda. Keduanya pun juga sangat akrab dengan Zahra.

Tak ada itu istilah ipar julid dalam kamus hidup Zahra. Hidupnya sangat sempurna bukan ? Tentunya Sebelum badai mulai menyerang bahtera dan Nahkodanya mulai membawa penumpang baru.

"Loh, mbak Zahra ?" ucap Dinda kaget. Dirinya yang baru saja duduk di teras sembari membaca buku itu terkejut melihat kakak iparnya datang tanpa memberi kabar. Apalagi dengan membawa koper besar, tak seperti biasanya saat Zahra bermalam disini.

Zahra berjalan perlahan sembari menggandeng Rayyan, sementara Zahwa sudah berlari lebih dulu mendekati tantenya. Zahwa ini memang paling akrab dengan adik perempuan Dimas.

"Buk... Ibuk... Ibuk... " Teriak Dinda.

"Apa sih, nduk teriak-teriak ? Loh, Zahra ? Sama siapa, nduk ?" tanya mertuaZahrar kaget dengan kedatangan menantunya.

"Yang ti... " Rayyan langsung berlari memeluk Neneknya dan langsung mendapat balasan pelukan dari neneknya juga.

"Duh, cucu cucu yang ti, ayo masuk masuk. Kebetulan nih, Yang ti masak rawon. Kesukaan kalian."

"Asik... " Mereka berdua langsung berlari masuk ke dalam rumah di ikuti oleh Dinda.

"Bu." Zahra meraih tangan mertuanya dan menciumnya dengan takdzim. Ia tak banyak bertanya walau heran. Tapi dengan kedatangannya, dia tahu pasti ada sesuatu. Apalagi Zahra datang sendiri tanpa Dimas, padahal dia tahu, Dimas sudah di rumah sejak bulan lalu.

"ndang masuk nduk... angin sore nggak apik... makan kalo belum makan? terus istirahat... arek2 cek main bareng Dinda."

"Buk... Tapi, Zahra kok tiba-tiba pengen rujak cingur bikinan ibuk, loh. Enak soalnya. Bikin nagih,"

"Hahaha, kamu itu. Gampang. Yo wes, ayo masuk dulu nanti bikin sama-sama."

"Ye, makasih ibuk. Sayang ibuk." ucap Zahra sembari memeluk ibu mertuanya. Begitu saja sudah menghangatkan kembali hati Zahra. Zahra nggak kebayang, bagaimana nanti jika Bu Sukma tahu, jika anaknya sudah menduakannya dengan wanita lain.

"Lho, ayo masuk kok malah melamun."

"Eh, i iya buk."

Suasana hangat itu terasa sekali di tengah keluarga Dimas. Canda, tawa, tak pernah ada batasan di antaranya. Lagi-lagi Zahra bersyukur, bisa memiliki mertua sebaik bu Sukma, di tengah banyaknya yang mengeluhkan konflik antar mertua dan menantu, Justru Zahra malah sangat akrab dengan keluarga Dimas.

"Buk... "

"Gimana, nduk ?"

"Zahra... Izin pulang dulu sebentar, boleh ? Tapi Zahra titip anak-anak dulu, biar disini sebentar" ucap Zahra hati-hati.

Bu Sukma yang tadi tengah mengupas kulit kacang itu menoleh ke arah Zahra. Pandangan matanya bertemu sehingga Bu Sukma dapat membaca, ada yang berbeda dari Zahra hari ini. Dia cukup diam sesaat sebelum menjawab, "yo wes tapi hati-hati yo. Biar di antar Dimas aja kalau gitu,"

"Eum, nggak usah buk. zahra sudah pesan grab."

"Oh, yo wes, hati-hati yo nduk." ucap Bu Sukma.

Mobil sudah berada di depan rumah. Bu Sukma hanya memandanginya dengan diam. dia tahu, pasti anak dan menantunya sedang ada masalah. Hanya saja Dia tak mau ikut campur sebelum benar-benar dilibatkan. Ia masih percaya, anak dan menantunya bisa menyelesaikan dengan bijak.

Tepat jam 8 malam, Zahra sampai lagi di rumahnya. Rumah berlantai dua itu tampak sepi dan gelap, Zahra melangkah perlahan menuju rumahnya.

Lantas ia menarik gagang pintu rumah yang ternyata tidak di kunci.

"Kemana Mas Dimas?" gumamnya. Ia melangkah hati-hati.

Dan ia kaget, saat tiba-tiba seorang memeluknya dari belakang,

"Hua ! Astagfirullah !"

"Zahra, akhirnya kamu pulang sayang. Hm ?" ucap Dimas sembari memeluk erat tubuh Zahra dari belakang. Sesekali tangannya juga meraba bagian tubuh sensitif Zahra.

"Mas ! Kamu apa-apa an sih, lepasin !" Sontak Zahra melepaskan pelukan Hakim, lalu berlari menuju saklar lampu dan menyalakannya.

"Astagfirullah, mas." ucap Zahra. Ia terkejut melihat Dimas, tampak terlihat kacau dengan penampilannya yang acak-acakan. Bajunya masih sama seperti sejak sebelum Zahra pergi. Tapi kini tampak lebih lusuh, kusut, kancingnya saja tak beraturan. Entah apa yang dilakukannya.

"Duduk mas,"

"Neng, tolong Neg, maafin Mas. Tolong, jangan pergi ya, Mas nggak bisa. Mas nggak bisa tanpa kamu, Mas Nggak bisa tanpa anak-anak."

"Nggak bisa tanpa dia juga ?" tanya Zahra tenang, tapi menusuk.

Dimas tampak diam tak menjawab. Zahra pun tersenyum menyeringai. "Siapa namanya mas ?"

Dimas akhirnya mendongakkan kembali kepalanya, "Namanya... Nisa." jawab Dimas.

Zahra pun mengangguk-angguk.

"Orang mana ?" Tanya Zahra. Kali ini dia lebih tenang dari sebelumnya. Tentunya dia sudah menata hatinya sejak kemarin.

"Bogor. Tapi orang tuanya asli Jawa tengah."

"Kamu, serius men,cintainya Mas ?" tanya Zahra lagi. Dimas masih diam, tak berani menjawab dan menatap mata Zahra.

"JAWAB !!! "

"I iya, Neng. Maaf," ucap Dimas pelan.

"Baik, kalau gitu. Bawa dia kemari segera." ucap Zahra.

"Neng, kamu serius ?"

"Tentu. Kenapa tidak ? Kamu takut aku labrak dia, terus aku jambak-jambak dia ? Hahaha. Basi mas ! Aku bukan anak putih abu-abu yang baru mengenal apa itu cinta."

"Neng... "

"Terserah. Itu kalau kamu mau aku menerimanya, mas." ucap Zahra lagi.

"Neng... Ini... Beneran Serius ?"

'Tentu. Tapi... '

Related chapters

  • Madu Suamiku   Murka Ibu Mertua

    "Assalamu'alaikum, bu... Ibuk... " ucap Zahra sembari mengetuk pintu rumah mertuanya dengan pelan. suaranya terdengar parau. Tiba-tiba saja, dia merasa tubuhnya panas. Pandanganya mulai buram setelah sebelumnya ia merasa sakit kepala dan kram di perutnya."Assalamu'alaikum... " Kali ini Zahra berteriak lebih keras. Beruntung Bu Sukma segera mendengarnya dan bergegas membuka pintu setelah menidurkan Zahwa ke kamar biasa. Kriiiieeek,"Astagfirullahal'adzim, ya Allah nduk !" Zahra langsung luruh ke lantai begitu Bu Sukma membuka pintu."Ya Allah Gusti. Daan... Dani! Dinda! Buruan kesini, mbak mu pingsan ini," teriak Bu Sukma. Jam menunjukkan pukul 11 malam. Semua pintu rumah warga sudah terkunci rapat termasuk rumah Bu Sukma. Bu Sukma pikir Zahra tidak jadi menginap di rumahnya. jadi ia mengunci pintu rumahnya tanpa menunggu Zahra pulang.Dani dan Dinda yang baru saja memejamkan matanya itu langsung kaget saat mendengar teriakan Ibunya. Keduanya segera keluar kamar dan mencari sumber s

    Last Updated : 2025-01-23
  • Madu Suamiku   Perempuan Itu ?

    Plakk !!!!Bu Sukma menampar Dimas dengan keras. Dimas terhuyung, saat tiba-tiba ibunya menyerang tanpa dia tahu apa alasannya. Tampaknya, Bu Sukma benar-benar murka dengan tindakan anak lelakinya."Kamu pikir, kamu itu siapa tanpa seorang wanita ? Kalau nggak ada ibuk kamu nggak bakalan lahir! lha ibuk mu iki ya wanita, Le. kamu nyakitin istrimu wi ya sama aja nyakitin ibuk ! Wes puas ntuk mu ngelarani ?"ucap Bu Sukma meneriaki anaknya. sedangkan Dimas tampak memandang sang istri yang hanya diam tanpa membelanya."Buk... Ibuk, Dimas bisa jelasin semuanya buk,""Hallah, kadaluarsa ! Ibuk Rak butuh penjelasanmu. Kecewa ibuk, Dim ! Kurang opo bojo mu wi ? Kurang opo Zahra kui ? Ayu, gemati. Anak ya wes ono. Opo meneh to sing mbuk karepne ?""Buk... Ibuk, sik.. Dimas tak matur," Dimas berusaha merayu Ibunya. Ia berusaha meraih tangan Bu Sukma, tapi terus saja di tepis.Zahra sebenarnya tak tega telah membuat pertikaian antara ibu dan Anak itu. Tapi ya, bagaimanapun juga Ibunya berhak ta

    Last Updated : 2025-01-23
  • Madu Suamiku   Tante Ninja

    'Dia ? Dia kah wanita yang berhasil membuat lelakiku berpaling ? Dia ? Dia kah mentari yang berhasil menyaingi sinar rembulan ? Ah, ternyata dugaanku keliru. Dia bukan seorang pelac*r atau kupu kupu malam. Dia bukan wanita yang gemar berpakaian layaknya telanjang. Tapi... '"Mbak, perkenalkan saya... Nisa," ucap wanita bercadar itu membuyarkan lamunan Zahra tentangnya."Mbak, maaf jika kedatanganku ini mengganggu mbak, tapi Mas Dimas yang memintaku datang kesini," Dimas pun langsung berdiri dan memberikan kursi tempat duduknya untuk Nisa. Ia sengaja memberikan ruang bagi kedua wanitanya untuk berdekatan. Setelah Nisa duduk, Zahra memalingkan wajahnya dan menghadap ke sisi tembok, membelakangi Nisa. Tampak tak sopan memang kelihatannya. Tapi Zahra kini tengah berusaha menyembunyikan luka dalam hatinya serta air mata yang terus berdesakan ingin keluar."Mbak... Maaf, beribu kali maaf aku ucapkan. Aku rasa mbak sudah tahu siapa Nisa ini. Nisa tahu mbak sakit, Nisa juga sakit kok mbak...

    Last Updated : 2025-01-24
  • Madu Suamiku   Pilihan yang sulit

    "Zahwa sayang... Tante ini bukan Ninja, sini... Ini namanya Umi Nisa. Umi baru Zahwa," ucap Dimas sembari duduk berjongkok menyejajarkan tubuhnya dengan putri kecilnya itu. "Umi?" tanya Zahwa. "Iya, Umi. Umi itu seperti Bunda. Bunda nya Zahwa.""Kok baru? Memangnya Bunda sudah rusak ya yah? Kok beli bunda baru?"Dimas seperti menahan tawa, lalu menghela nafas, "bukan begitu sayang. Bunda ada kok, tapi Umi ini biar nemenin bunda Zahra. Jadi bundanya Zahwa nanti ada dua.""Enggak! Bunda nya kita cuma satu, Bunda Zahra! Tante ini pasti jahat kan, Yah ? Sini dek," ucap Rayyan sembari menarik tangan adiknya mundur beberapa langkah menjauhi Dimas dan Nisa. "Rayyan, Zahwa! Jaga bicaramu! Ayah tidak pernah mengajari kamu kasar, ya!""Ayah lupa? Baru kemarin lho ayah ngajarinnya." ucap Rayyan, membuat Dimas geram. "Rayyan, Zahwa. Di panggil nenek tuh, nenek punya sesuatu buat kalian," ucap Dinda yang baru saja keluar dari rumah dan menghampiri mereka. Mendengar berita baik itu, Rayyan dan

    Last Updated : 2025-01-25
  • Madu Suamiku   Luka (bag 1)

    "Ibuuuk, Astagfirullah, i itu gosong penggorengan nya!""Ya Allah, nduk!" Bu Sukma berbalik badan dan langsung berlari mematikan kompornya. Ia lupa kalau tadi sambil menggoreng daging Ayam saat di tinggal ngobrol."Waduh... Gosong beneran nduk," Bu Sukma segera mengangkat daging daging itu dari penggorengan."Duh... Iya buk, gimana dong kalau gosong gini. Ada stok daging lagi nggak di kulkas? Biar Zahra goreng lagi.""Sudah habis nduk. Ini yang terakhir tadi." ucap Bu Sukma sembari menaruh daging ayam yang sudah gosong itu ke tong sampah. Karena memang sudah tak terselamatkan. "Ndak popo wes, beli lagi aja.""Ndak papa buk? Di ambil jam berapa ini pesanannya?""O ini buat yang nanti malam kok. Aman, nanti ibuk tak ke pasar lagi, beli dagingnya sekaligus belanja.""Oh gitu, apa Zahra aja yang beli buk, sekalian Zahra mau pulang bentar kok ambil Kartu Keluarga sama Akta nya Rayyan. Zahra lupa kemarin sudah di tanyakan memang.""Gitu? Nggak opo opo nduk, kalau kamu mampir pasar dulu?""

    Last Updated : 2025-01-26
  • Madu Suamiku   Luka (bag 2) Kenapa Harus kamarku, Mas ?!

    "Astagfirullah, astagfirullah, astagfirullah. Bisakah kau tidak melakukannya di kamarku mas," Gumamnya. Ia masih menghalau perasaannya sebelum benar benar masuk ke kamar itu. Setelah sedikit tenang, barulah Zahra melanjutkan tujuannya. Tangannya sedikit bergetar saat hendak meraih hendle pintu kamarnya. Ia mulai menata hati, menguatkan hati, dia tak boleh goyah, dia tak boleh terlihat lemah dan dia tak mau mendengar ini terlalu lama. Ceklek! Pintu itu berhasil di buka. Dua manusia yang saling bergemul itu pun kaget dan menghentikan aktifitasnya. "Za Zahra..." ucap Dimas gugup. Sementara Nisa sudah menarik selimut untuk menutupi dirinya yang tanpa busana. "N neng... A aku bisa jelasin," "Ngapain berhenti. Lanjut aja kali, lanjutin. Aku cuma mau ambil sesuatu di kamarku.""A a aku... " Dimas turun dari ranjangnya dan langsung mendekati Zahra. Dimas hanya mengenakan kolor seadanya dan telanj*ng dada. "Stop! Jangan mendekat! Tetap di situ!""Ah iya.... Oke oke.. Ta tapi, please... J

    Last Updated : 2025-01-28
  • Madu Suamiku   Syarat Adil poligami

    "Duduk dulu." Pinta Zahra. Dimas dan Nisa juga duduk bersebelahan. Zahra posisinya di sisi kanan Dani dan berhadapan langsung dengan Dimas. "Lalu, apa rencanamu kedepannya mas?" tanya Zahra. Ia beranikan diri mengangkat wajahnya dan menatap suaminya. "A a aku... " Di tatap Zahra seperti itu membuat Dimas tampak gugup. "Kapan kamu akan membawaku dan membawa kami, bertemu dengan Keluarganya?" ucap Zahra tegas, sambil melirik ke arah Nisa. "Neng... Aku rasa itu nggak perlu deh. Lagian kita sudah akad kok, tinggal minta persetujuan kamu untuk mencatatkannya di KUA. Beres. Kita jalani ta'adud ini dengan baik, sama sama dan damai.""Hhhh," Zahra menyunggingkan bibirnya. "Terus, kamu akan merahasiakan pernikahan kalian selamanya, gitu?""Mbak... Soal itu, biar jadi urusan Nisa ya. Nanti pelan pelan Nisa akan bicara sama Orang tua Nisa.""Hahahaha. Lucu ya kalian ini. Masalahnya di sini aku ragu sama akad kalian. Aku rasa itu perlu di ulangi. Dengan tidak ada satupun yang di tutup tutupi.

    Last Updated : 2025-01-29
  • Madu Suamiku   Meminta Restu

    "Duduk yuk bu.""Ah ya... Ayo, ndek mana? Ndek kursi teras aja? Apa di sini?""Disini aja buk,"Mereka berdua pun duduk. Zahra mulai mengatur posisi dan mengatur jantungnya yang mulai berdegub tak beraturan."Ibuk?""Iya?""Zahra sudah mengijinkan jika Mas Dimas mau menikah dengan Nisa." ucap Zahra setelah menghela nafas. Bu Sukma kaget, dan mendongak menatap wajah Zahra dengan tatapan yang sulit di artikan. "Tapi ibuk jangan khawatir, Zahra masih tetap jadi menantu ibuk kok.""Nduk?""Njih buk. Insyaallah Zahra mengijinkan atas kemauan Zahra sendiri dan Zahra juga masih mempertahankan pernikahan Zahra dengan Mas Dimas. Demi anak-anak. Demi ibu juga,""Masyaallah, subahanallah, hatimu nduk... Ibuk isin tenan, ibuk malu. Ibuk malu Dimas sudah menyakiti wanita sebaik kamu. Ibuk malu nduk.""Ssst, sampun bu. Ndak apa. Dan Zahra harap, Ibuk juga bisa merestui Mas Dimas ya. Karena restu ibu juga penting. Zahra juga tak mau, karena masalah ini Mas Dimas menjadi durhaka, menjadi berdosa ka

    Last Updated : 2025-01-30

Latest chapter

  • Madu Suamiku   Lembar baru Zahraa

    Selain menjadi ibu, kini tugas Zahra rangkap menjadi seorang Ayah juga. Tugasnya merawat anak-anak, sekaligus mencari nafkah. Zahra memang menutup semua akses untuk Dimas. Yang terakhir tadi pagi ia sempat membaca inbok masuk dari akun seorang yang baru dia tahu itu akun Nisa. Dia juga langsung blok akun tersebut. Kemudian memprivate kembali akunnya."Mbak, ada soto?" tanya seorang pelanggan yang baru datang."Eh, Maaf belum ada ibu, besok deh Zahra bikin sotonya. Soalnya warungnya baru buka hari ini bu, belum berani masak banyak-banyak. Besok ya, Zahra Redy kan.""Oh ya udah. Kalau gitu, ada menu apa aja ini mbak?""Ini ada pecel, ada rawon, rujak cingur, sama Sego Tumpang.""Ya wis mbak. Sego tumpang we ya. 2 porsi.""Minumnya?""Es teh aja deh, seger.""Baik bu, sebentar ya, zahra siapkan dulu."Tak berapa lama Zahra sudah datang dengan membawa dua porsi sego tumpang."Heeem, baunya uenak ini kayaknya," ucap pelanggan Zahra. "Alhamdulillah, semoga cocok sama Masakan Zahra ya buk.

  • Madu Suamiku   lihat aku, mas !

    Tok tok tok."Mas, di suruh ibuk sarapan." ucap Dinda dari balik pintu.. "Ya, bentar lagi,""Ya udah ayo sarapan aja dulu. Kasihan dia kalau Uminya nggak makan." ucap Dimas sembari memegang perut Nisa yang masih rata. "Nggak lah. Kamu aja, kan kamu yang di panggil mas. Aku siapa?""Astaga... Sa. Udah deh jangan kayak anak kecil. Ibuk itu udah baik mau nampung kita, masih mau masakin kita juga. Kalau sikap ibuk masih seperti itu ya wajar, ibuk masih kecewa pastinya." ucap Dimas. "Bela aja terus ibumu.""Ck." Dimas mengusap kasar kepalanya."Ya udah terserah. Nanti kalau lapar makanan udah habis jangan nyalahin orang. Kamu sendiri yang nggak mau makan.""Hm"Setelah Dimas keluar, Nisa hanya duduk diam di depan meja rias sembari memandang dirinya dari pantulan cermin."Apakah ini aku?? " gumamnya."Apa aku sejahat itu?""Arrrtgh!!! " umpatnya frustasi. Kemudian ia meraih benda pipih yang sempat ia lemparkan di atas ranjang. Ia pun merebahkan tubuhnya sembari membuka aplikasi biru berga

  • Madu Suamiku   Masih Dia pemenangnya

    "Lho ya iya mbak. Ngapain juga laki model kayak gitu di piara. Rugi. Malah bikin penyakit aja tiap hari makan ati. Udah bener itu mendingan kasihin aja sama pelakornya. Laki laki yang baik dan tulus masih buanyaak. Ngapain nyiksa diri.""Bener banget, mbak. Aku lo udah ngalamin juga mbak. Sekali ketahuan selingkuh. Buang langsung aja, biar di pungut pelakor. Dah lah... Wanita mandiri kayak mbak Zahra itu nggak butuh laki-laki. Apalagi kok yang begitu.""Iya mbak Zahra. Sudalah biarin. Mbak Zahra pasti bisa sukses tanpa dia. Jauh lebih baik tanpa Dia.""Amiin. Hehe, iya bu. Oh ya, maaf Zahra tinggal dulu antar anak-anak sekolah ya. Nanti kalau mau nambah lagi ambil sendiri dulu nggak apa ya bu ibu.""Loh loh loh... Ini di tinggal mbak Zahra? Kalau ada apa-apa yang hilang gimana, hayo??? Kami ndak mau di salahin lho ya, tutup aja deh mending mbak... Lebih aman.""Iya mbak Zahra, tutup aja biar kita-kita juga pulang.""Lho... Mau tutup? Saya kan baru mau makan?" ucap salah seorang bapak-

  • Madu Suamiku   Kalau tidak di ambil Tuhan ya di Ambil Pelakor !

    "Mas, kata ibuk boleh tidur disini. Tapi tidak boleh tidur di kamar mbak Zahra. Ada kamar kosong di belakang boleh ditempati. Kamar... Pembantu sih," ucap Dinda pelan.Dimas dan Nisa saling pandang, kemudian keduanya mengangguk.Iya, bu Sukma memang orangnya tidak tegaan. Walaupun dia galak, tapi atas dasar kemanusiaan, dia masih bisa menolong orang, walaupun kadang dia harus berperang dengan hatinya sendiri."Kamar ini mas, nggak boleh ke kamar atas. Kata ibuk itu hanya boleh di tempati mbak Zahra""Ya udah, nggak apa-apa Din. Makasih ya. Mas bersihkan dulu kamarnya."Akhirnya bu Sukma mengizinkan mereka tinggal sementara. Walaupun di kamar yang lebih sempit dari semua kamar di rumah ini. Tapi paling tidak, mereka kini punya tempat untuk berteduh."Maaf ya Sa, jika sikap ibu masih belum baik di hati kamu.""Nggak apa mas. Aku ngerti kok. Posisiku ini memang banyak di benci orang. Udah resiko." ucap Nisa sembari menepuk-nepuk bantal yang lumayan berdebu itu. Kamar ini dulunya kamar pe

  • Madu Suamiku   Terpaksa Pulang ke rumah ibu

    Akhirnya dengan berat hati, mereka berdua keluar dari kontrakan itu. Keduanya kini kembali luntang-lantung ber jam-jam di jalan tanpa tujuan. Berbeda dengan sebelumnya, kini Nisa lebih banyak diam. Tanpa tanya mau kemana. "Kita pulang kerumah ibuku dulu aja ya Sa,""Terserah," jawab Nisa singkat. Dimas kini mencari angkutan umum yang akan membawanya ke rumah bu Sukma. Dimas tahu, pasti ibunya akan marah besar dan ada kemungkinan mereka tidak diterima. tapi Dimas akan mencobanya dulu. Sebab tak ada lagi temapt yang bisa ia harapkan sekarang untuk tinggal. "Ke Jalan XX ya pak." ucap Dimas pada sopir itu. Di dalam mobil taxi juga Nisa masih terdiam. Ia hanya memandang keluar jendela mobil itu. Menatap gemerlapnya lampu jalanan menuju rumah yang selama ini ia hindari. Terus terang hatinya juga sakit dengan perkataan perkataan yang selalu Bu Sukma utarakan walaupun banyak benarnya. "Sa. Tumben kamu diam aja? Kamu kenapa? Ada yang sakit? Kamu capek ya?" tanya Dimas. Tampaknya Dimas s

  • Madu Suamiku   Di usir dari kontrakan

    'anakku kena imbas atas tindakan bo dohmu!' tulis pesan itu. Lalu foto profil kembali tak terlihat karena Zahra langsung memblokir kembali nomor Dimas. "Aaaarrrghhh. Zahra, mana bisa begitu!" umpatnya kesal."Sa... Kamu mau kemana? Kok bawa tas?""Keluar lah, cari kerja. Mas... Duit kita sudah habis. Keperluan semakin banyak. Belum lagi buat periksa ini itu. Sementara kamu aja hanya diem dirumah setiap hari cuma mandangin foto mbak Zahra. Emangnya foto mbak Zahra doang bisa di makan? Dah lah... Terserahmu mas, capek aku lihat hidupmu!" ucap Nisa. "Sa? Emangnya kamu mau kerja dimana? Kamu lupa, ijazahmu masih di tahan di kampus!" Seketika Nisa menghentikan langkahnya mengingat hal itu. Lalu ia berbalik badan dan membanting tasnya di lantai. "Aaaargh, kenapa sih hidupku gini banget!?" Umpatnya kesal. Kemudian ia kembali ke kamarnya. Dan di ikuti oleh Dimas. "Sa... Sabar ya, kamu tenang dulu. Mulai besok aku akan cari kerja lagi.""Ya gimana aku harus tenang mas, aku dari siang mint

  • Madu Suamiku   Mencoba sekali lagi

    "Bundaaaaaa, ini Zahwa nangi pula pula," ucap Zahwa dengan lucunya. "Oooh gitu... Iya terus kenapa pula pula menangis segala? Hem?""Ini puti istananya lagi nangis.”" Kenapa nangis?? ""Kalena pangelannya bawa tante ninja yang jahat. Jahatin putrinya sampai putrinya nangis.""Oooh, gitu... Hihihi," ucap Zahra sembari mengusap kepala keduanya. Rasanya ngilu mendengar penuturan anaknya yang menurutnya dia terinspirasi dari apa yang terjadi belakangan ini. "Tenang saja putri, pahlawan akan segera datang dengan menyelamatkanmu." ucao Rayyan sembari memperagakan nya. Keduanya kembali melanjutkan permainannya. Kali ini di temani oleh sang bunda. "Sayaaang. Tapi ini sudah sore loh, pulang yuk besok main lagi, kan dekat.""Yaaah Bunda. Ini belum sore bund. Masih agak sore. Belum sore beneran. Dikit lagi ya. Dikiiit tok ya?" ucap Rayyan. "Oke, lima belas menit." ucap Zahra, dan keduanya kegirangan. Tak pernah Zahra lihat sebelumnya, anak anak segirang dan sebahagia ini. "Bunda... Kenapa

  • Madu Suamiku   Dia Suamiku, Bukan Suami kita !

    Di tepi pantai itu Rayyan dan Zahwa tengah asik bermain mobil pasir yang baru Zahra belikan di penjual mainan yang berjejeran di pinggir jalan sebelum mereka tiba di sini. debut ombak itu menjadi pemandangan indah dan memanjakan mata Zahra saat ini, dan membuat hati serta pikirannya jauh lebih baik. Ia memandang lurus kedepan, menikmati suasana yang lama tak ia rasakan. "Kamu yakin mau tinggal di Lumajang, Za? Lumayan jauh loh kalau dari rumah Neneknya anak anak.""Ya biar jauh, Res.""Loh, jadi mereka belum tahu kalau kamu sekarang tinggal di sini?""Belum. Eum. Tapi mungkin sudah tahu kalau aku sudah pergi dari rumah. Kemarin ibuk sempat telfon-telfon tapi aku abaikan.""Lah... Kenapa? Bukannya dengan mereka kamu tidak ada masalah? Baik baik saja kan hubunganmu dengan mertua?""Ya... Baik baik saja. Cuma aku belum siap saja jika di tanya ini itu. Aku sedang ingin sendiri. Aku ingin menikmati dulu hidup tenang tanpa ribut-ribut atau apapun itu lah. Kau lihat mereka?" ucap Zahra semb

  • Madu Suamiku   Dimana kamu, Neng... !!!!???

    Pov AuthorKini Dimas tampak kebingungan. Harapannya kembali sirna. Kemana lagi dia harus mencari Zahra sekarang. Jika benar di rumah Orang tuanya, apa yang harus ia katakan untuk membujuknya kembali. Semuanya semakin rumit sekarang. Dimas pikir akan berjalan dengan mudah, lurus tanpa hambatan. "Aggrrrhhh !!! " umpatnya kesal. Pintu rumah berbahan kayu jati itu kini juga sudah di tutup kembali oleh pemilik barunya. "Shiiiit!!!" Lantas ia berjalan menjauh dari rumah yang kini bukan miliknya lagi. "Apa aku cari ke rumah ibu dulu sekarang. Aku yakin Zahra di sana. Iya lah, mau kemana lagi dia kalau tidak kesana. Dia tak punya keluarga." gumam Dimas. Kemudian dia berjalan ke tepi jalanan, Mencari ojek yang sekiranya bisa mengantarnya ke rumah Bu Sukma. Sebab kalau Naik taksi lagi ia khawatir uangnya akan segera habis. Sementara ini dia belum bekerja lagi. terakhir dia di pecat karena ketahuan memiliki dua istri. Di kantornya memang ada peraturan tidak bisa berpoligami, tapi dia tidak

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status