Beranda / Rumah Tangga / Madu Suamiku / Murka Ibu Mertua

Share

Murka Ibu Mertua

Penulis: Aisyah Ahmad
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-23 09:54:11

"Assalamu'alaikum, bu... Ibuk... " ucap Zahra sembari mengetuk pintu rumah mertuanya dengan pelan. suaranya terdengar parau. Tiba-tiba saja, dia merasa tubuhnya panas. Pandanganya mulai buram setelah sebelumnya ia merasa sakit kepala dan kram di perutnya.

"Assalamu'alaikum... " Kali ini Zahra berteriak lebih keras. Beruntung Bu Sukma segera mendengarnya dan bergegas membuka pintu setelah menidurkan Zahwa ke kamar biasa.

Kriiiieeek,

"Astagfirullahal'adzim, ya Allah nduk !" Zahra langsung luruh ke lantai begitu Bu Sukma membuka pintu.

"Ya Allah Gusti. Daan... Dani! Dinda! Buruan kesini, mbak mu pingsan ini," teriak Bu Sukma.

Jam menunjukkan pukul 11 malam. Semua pintu rumah warga sudah terkunci rapat termasuk rumah Bu Sukma. Bu Sukma pikir Zahra tidak jadi menginap di rumahnya. jadi ia mengunci pintu rumahnya tanpa menunggu Zahra pulang.

Dani dan Dinda yang baru saja memejamkan matanya itu langsung kaget saat mendengar teriakan Ibunya. Keduanya segera keluar kamar dan mencari sumber suara bu Sukma.

"Loh, buk... Ya Allah, mbak Zahra kenapa bu?" Dinda mendadak panik. dia berlari ke ambang pintu melihat kakak iparnya tergeletak disana.

"Kenapa mbak Zahra, bu ?" tanya Dani.

"Nggak tahu. Wes ayo angkat dulu ke atas, kasihan mbak mu," ucap Bu Sukma.

Dinda dan Dani bekerjasama membopong tubuh Zahra. Dani di bagian atas, dan Dinda di bagian bawah, "loh, buk kok rok nya mbak Zahra basah ?" ucap Dinda setelah mengangkat tubuh kakak iparnya. Setelah mereka merebahkan Zahra ke sofa, Dinda baru menyadari sesuatu hal, "astagfirullah,... Ibuk ! Kok ada darah ?" Dinda kaget. dia semakin panik begitu melihat darah yang berasal dari rok kakak Iparnya.

"Ya Allah, iya nduk. Ayo, ayo kita bawa ke rumah sakit saja. Nduk, awakmu ndek rumah jaga arek arek yo," ucap Bu Sukma dengan nada cemas. Dinda pun mengangguk walau sebenarnya dia juga ingin ikut.

"Nggih, buk." ucap Dinda.

Dengan cekatan, Dani mengeluarkan mobil panther merah peninggalan almarhum Ayahnya. Lantas ia bergegas mengangkat tubuh kakak iparnya dan membawanya ke mobil. Sementara Bu Sukma mengekorinya dari belakang sembari menenteng tasnya.

Mobil melaju dengan kecepatan cepat membelah kemacetan kota akibat perbaikan jalan. Beruntungnya, mobil tua nya itu masih bisa di ajak kerja sama, walau belakangan ini agak rewel. Wajar, namanya juga mobil tua, di era gempuran mobil-mobil mewah, mobilnya ini juga masih bisa bersaing tentunya lebih melegenda.

"Le... Jangan ngebut-ngbut le, takut ibuk."

"Iya buk, ini hati-hati kok. Takut nanti mbak Zahra semakin kehabisan darah," ucap Dani. Ia tetap melajukan mobilnya dengan cepat tapi tepat.

Tepat jam dua belas kurang seperempat mobil Dani tiba di depan ruang UGD, kedua perawat pun datang dengan mendorong brankar lalu membawa Zahra masuk ke UGD. Satu perawat lagi menemui Bu Sukma untuk meminta keterangan.

"Saya nggak tau mbak, dia baru pulang pas saya buka pintu dia langsung semaput. Kata anak Gadisku tadi, ada darah di roknya."

"Pendarahan ? Apa mbak nya sedang hamil, bu ?"

"Duh, nggak tahu saya e mbak. Zahra belum cerita apa-apa e. Biasanya kalau dia hamil pasti langsung cerita. Ndak tahu nek ternyata misal belum cerita."

"O, ya sudah bu. Terimakasih, kami cek dulu ya bu,"

"Oh, iya mbak. Tolong ya mbak," ucap Bu Sukma dengan cemas.

Karena memang waktu sudah hampir tengah malam, jadi tidak ada dokter. Hanya ada beberapa perawat yang jaga IGD 24 jam di Klinik terdekat sini. Beruntungnya pendarahan Zahra segera berhenti setelah Ia mendapat penanganan pertama.

"Gimana mbak, anak saya ?"

"Alhamdulillah, mbak nya sudah sadar bu,"

Setelah perawat pergi Bu Sukma di izinkan masuk. Sementara Dani di suruh pulang ibunya menemani Dinda di rumah. Khawatir jika dua anak Nadia rewel dan Dinda kewalahan.

"Nduk, gimana? Yang kamu rasakan gimana? Mana yang sakit?" tanya Bu Sukma pada menantunya.

"Nggak apa, buk. Zahra cuma kecapekan aja. Ini juga sudah enakan. Pulang aja yuk,"

"Hus, istirahat sik. Besok ketemu dulu sama dokternya baru boleh pulang. Pake bobok dulu,"

"Tapi anak-anak gimana buk?"

"Wes, Aman ndak usah mbok pikirin. Sama Dinda dan Dani."

Zahra mengangguk. Matanya tampak sendu.

"Nduk... Ono opo ? Cerita o sama ibuk. Ojo kok pendem dewe. Lihat o, awakmu nggak kuat iki. Ojok stres, cerita o,"

"Buk... Hiks," Seketika tangis Zahra pun pecah. Isaknya terdengar pilu, Bu Sukma tampak mengelus pundak menantunya dan menunggu ia sampai tenang.

"Buk... Mas Dimas,"

"Yok onok opo ro Dimas, nduk ? Awakmu di apain ?"

"Mas Dimas nikah lagi buk, sama perempuan lain di sana."

"Hus, ojok ngawur ta ! Nggak lucu lho bercanda ne."

"Buk, Zahra tidak sedang bercanda. Mas Dimas sendiri yang mengatakannya kemarin. Bahwa dia sudah menikahi wanita asal Bogor saat mereka sama sama kuliah disana. "

"Astagfirullahal'adzim... Allahu Robbi.. Ya Allah nduk... Kok kebangeten... Astaghfirullah... Wong edyan ! Astagfirullah, ya Allah," ucap Bu Sukma sembari mengelus dadanya. Tak menyangka jika anaknya nekat melakukan itu. Dua tahun yang lalu, Dimas memang sempat meminta izin padanya untuk menikah lagi. Tapi Bu Sukma enggan memberi izin. Awalnya Bu Sukma pikir, setelah Dimas tidak mendapat restu darinya, Dia tidak akan melanjutkan niatnya. Nyatanya malah Dimas tidak mengindahkan ucapan ibunya. Bu Sukma tak pernah menaruh curiga selama ini, ternyata malah sudah terjadi sejak dua tahun lamanya. Air matanya kini ikut menangis. Terus terang perasaannya kini serba salah,

"Nduk... Ya Allah nduk... Nduk, maafin Dimas yo nduk. Awakmu ojok nyerah pokok e. Wes, nanti Dimas tak Hajar e. Kebangeten memang tu anak ! Awakmu kuat ya nduk, kuat. Ibuk rak sudi, punya mantu selain kamu. Astagfirullah, astagfirullahal'adzim..." ucap Bu Sukma Murka sembari menagisi tindakan anaknya yang baginya itu sangat memalukan.

Lain hal dengan Dimas yang kini kalang kabut di tinggal oleh Zahra. Sampai detik ini pun, dia belum bisa meluluhkan hatinya kembali walau Zahra tadi sudah mengatakan menerima pernikahannya dengan Nisa. Pikirannya runyam. Rangkaian cerita yang terjadi hari ini terus saja menghantuinya. Andai saja tadi dia tidak kalap terbawa emosi, mungkin malam ini Zahra masih di rumah.

Tiba-tiba pikirannya melayang pada kejadian siang tadi yang...

***

"Endaaaa... Nda..." Gadis kecil bermata coklat itu baru saja terbangun dari tidurnya. Ia berjalan keluar kamar sembari memegangi botol susu kosong dan mencari keberadaan Bundanya yang ternyata sudah pergi satu jam yang lalu.

"Yah... Nda kemana ?" tanyanya. Dimas yang sedari tadi sibuk bersama ponselnya itu pun menoleh sekilas.

"Bunda lagi keluar, dik. Kenapa ?"

"Wawa mau susu... "

"Iya, sebentar ya. Tunggu Bunda," ucap Dimas sembari meraih kembali ponselnya. Sejak tadi pikirannya sedang kacau sebab pertengkaran dengan Zahra, di tambah lagi juga pertengkaran dengan Nisa yang bersamaan.

"Hiks... Hiks... Maunya sekarang... " rengek Zahwa.

"Ssssss, ck. Iya iya iya, bentar Ayah buatin dulu. Tunggu, jangan nangis, berisik." Akhirnya Dimas berjalan ke dapur untuk membuatkan Zahwa susu. Tapi, saat pertengahan proses membuat susu, lagi-lagi Zahwa menangis karena kesusahan melepas celananya.

"Ayah... Ayah, pipis... "

"Iya sana pipis dulu a,"

"Nggak bisa yah. Nggak bisa. Hua... Udah basah. Bunda... Hua..."

"Ck" Dimas pun meninggalkan kompornya yang masih menyala untuk mendekati Zahwa,

"Astaga, dik... Kok ngompol sih ? Basah semua kan jadinya."

"Huaaaa... " Zahwa menangis lagi lebih kencang karena merasa di marahi oleh Ayahnya.

"Duh, malah nangis kamu itu. Duh... Ya ya bentar Ayah ambil susunya dulu, nanti Ayah ganti celananya." Dimas kembali lagi ke dapur, mematikan kompor dan membuat susu untuk Seina.

"Nih, susu nya di minum dulu ayah ambil kan celana. Jangan pindah dari situ, nanti lantainya jadi najis semua." ucap Dimas. Zahwa menerima botol susunya. Tapi baru di minum satu seruputan, tiba-tiba botol susunya di lempar ke tembok hingga bolong dan tumpah semua susu.

"Astaga, Zahwa ! Kenapa di buang susunya. Itu Ayah bikinnya susah payah tau. Kamu buang gitu aja. apa maksudmu ?"

"Huaaaa... Asin... Hua..." Zahwa kembali menangis dan berbarengan dengan suara dering ponsel Dimas yang berbunyi terus menerus hingga membuat pikiran Dimas semakin kalut.

"Haaaaiiish !" Dimas mengusap kepalanya dengan kasar, lalu mengangkat tubuh Zahwa ke kamar mandi mereka. Dan di kamar mandi, lagi-lagi dia di buat emosi dengan perbuatan Rayyan.

"Astagfirullah kak Ray. Apa yang kamu lakukan ?!" Dimas menurunkan Zahwa dan mendekati Rayyan. Rayyan tampak sedang berusaha membenarkan kran kamar mandinya yang patah akibat kesenggol saat ia bermain di kamar mandi. Air keran itu tumpah kemana-mana hingga membuat Dimas makin emosi.

"Maaf Ayah... "

"Astaga Ray. Tingkahmu itu lo, selalu saja begitu. Berapa kali Ayah bilang, yang bukan mainan itu jangan di pakai mainan !" reflek Dimas memukul kepala Rayyan dengan gayung. Sontak anak tujuh tahun itu menangis kejer. Ini pertama kalinya Ayahnya main tangan dengannya. Bahkan, baru kali ini juga Rayyan melihat Dimas marah hingga ia sangat ketakutan. Biasanya, ayahnya bak malaikat yang selalu menolongnya saat di omelin Bunda. Ayahnya yang selalu memujanya dengan caranya. Selalu memberinya perhatian lebih, bahkan anak-anak seusianya saja iri padanya. Walau sering LDR, tapi ketika pulang kerumah, kasih sayangnya selalu full tanpa batas. Hanya Hari ini saja terasa berbeda, hingga Rayyan pun berpikir, memang Rayyan lah yang nakal hingga Ayahnya marah.

Tangisan Rayyan dan Zahwa jadi beriringan hingga membuat Dimas semakin emosi, "DIAM !" gayung itu pun terangkat kembali dan hampir saja,

"Astagfirullah, Mas !!! "

"Aaagrrh.. Nggak, nggak. Ini nggak boleh berlarut larut. Ya, aku harus mencari mereka sekarang, harus."

Setelah Hakim tersadar dari lamunannya, ia pun segera bergegas ke garasi untuk mengambil mobilnya. Ya, malam ini ia memutuskan untuk mencari Zahra dan anak-anak. Ia yakin tak jauh. Kemana lagi Zahra pergi kalau bukan ke rumah ibunya. Kemana lagi, Dia tak punya siapa siapa.

Tok tok tok tok...

"Buk... Dinda... "

Tok tok tok...

Beberapa kali Dimas mengetuk pintu, hingga ketukan ke empat, baru nampak wajah cantik adiknya yang tampak sendu.

"Loh, mas ?"

"Din, Mbak Zahra di sini ?"

"Eum... Baru aja di bawa Mas Dani sama ibuk ke Rumah sakit."

"Rumah sakit ?" Memangnya Zahra kenapa?"

"Nggak tahu o mas, tadi ada banyak darah juga di rok mbak Zahra."

"Ya Allah, Zahra. Ya sudah, aku nyusul ibuk dulu ya Din. Anak-anak sama kamu kan ?"

"Iya mas,"

Dimas pun kembali mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Beruntung jalanan sepi, karena memang sudah masuk tengah malam. Hanya ada beberapa kendaraan saja yang kebetulan lewat. Hingga tiba di sebuah rumah sakit yang di infokan oleh Dinda. Dimas melangkah cepat menuju ruang dimana Zahra mendapat penanganan.

Jantungnya berdegup kencang, kala ia memegang hendle pintu dan membukanya,

"Wes merasa hebat awakmu iso nyanding bojo loro ?" (Sudah merasa hebat kamu menikah India wanita?)

"I i ibuk ?"

Bab terkait

  • Madu Suamiku   Perempuan Itu ?

    Plakk !!!!Bu Sukma menampar Dimas dengan keras. Dimas terhuyung, saat tiba-tiba ibunya menyerang tanpa dia tahu apa alasannya. Tampaknya, Bu Sukma benar-benar murka dengan tindakan anak lelakinya."Kamu pikir, kamu itu siapa tanpa seorang wanita ? Kalau nggak ada ibuk kamu nggak bakalan lahir! lha ibuk mu iki ya wanita, Le. kamu nyakitin istrimu wi ya sama aja nyakitin ibuk ! Wes puas ntuk mu ngelarani ?"ucap Bu Sukma meneriaki anaknya. sedangkan Dimas tampak memandang sang istri yang hanya diam tanpa membelanya."Buk... Ibuk, Dimas bisa jelasin semuanya buk,""Hallah, kadaluarsa ! Ibuk Rak butuh penjelasanmu. Kecewa ibuk, Dim ! Kurang opo bojo mu wi ? Kurang opo Zahra kui ? Ayu, gemati. Anak ya wes ono. Opo meneh to sing mbuk karepne ?""Buk... Ibuk, sik.. Dimas tak matur," Dimas berusaha merayu Ibunya. Ia berusaha meraih tangan Bu Sukma, tapi terus saja di tepis.Zahra sebenarnya tak tega telah membuat pertikaian antara ibu dan Anak itu. Tapi ya, bagaimanapun juga Ibunya berhak ta

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-23
  • Madu Suamiku   Tante Ninja

    'Dia ? Dia kah wanita yang berhasil membuat lelakiku berpaling ? Dia ? Dia kah mentari yang berhasil menyaingi sinar rembulan ? Ah, ternyata dugaanku keliru. Dia bukan seorang pelac*r atau kupu kupu malam. Dia bukan wanita yang gemar berpakaian layaknya telanjang. Tapi... '"Mbak, perkenalkan saya... Nisa," ucap wanita bercadar itu membuyarkan lamunan Zahra tentangnya."Mbak, maaf jika kedatanganku ini mengganggu mbak, tapi Mas Dimas yang memintaku datang kesini," Dimas pun langsung berdiri dan memberikan kursi tempat duduknya untuk Nisa. Ia sengaja memberikan ruang bagi kedua wanitanya untuk berdekatan. Setelah Nisa duduk, Zahra memalingkan wajahnya dan menghadap ke sisi tembok, membelakangi Nisa. Tampak tak sopan memang kelihatannya. Tapi Zahra kini tengah berusaha menyembunyikan luka dalam hatinya serta air mata yang terus berdesakan ingin keluar."Mbak... Maaf, beribu kali maaf aku ucapkan. Aku rasa mbak sudah tahu siapa Nisa ini. Nisa tahu mbak sakit, Nisa juga sakit kok mbak...

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-24
  • Madu Suamiku   Pilihan yang sulit

    "Zahwa sayang... Tante ini bukan Ninja, sini... Ini namanya Umi Nisa. Umi baru Zahwa," ucap Dimas sembari duduk berjongkok menyejajarkan tubuhnya dengan putri kecilnya itu. "Umi?" tanya Zahwa. "Iya, Umi. Umi itu seperti Bunda. Bunda nya Zahwa.""Kok baru? Memangnya Bunda sudah rusak ya yah? Kok beli bunda baru?"Dimas seperti menahan tawa, lalu menghela nafas, "bukan begitu sayang. Bunda ada kok, tapi Umi ini biar nemenin bunda Zahra. Jadi bundanya Zahwa nanti ada dua.""Enggak! Bunda nya kita cuma satu, Bunda Zahra! Tante ini pasti jahat kan, Yah ? Sini dek," ucap Rayyan sembari menarik tangan adiknya mundur beberapa langkah menjauhi Dimas dan Nisa. "Rayyan, Zahwa! Jaga bicaramu! Ayah tidak pernah mengajari kamu kasar, ya!""Ayah lupa? Baru kemarin lho ayah ngajarinnya." ucap Rayyan, membuat Dimas geram. "Rayyan, Zahwa. Di panggil nenek tuh, nenek punya sesuatu buat kalian," ucap Dinda yang baru saja keluar dari rumah dan menghampiri mereka. Mendengar berita baik itu, Rayyan dan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-25
  • Madu Suamiku   Luka (bag 1)

    "Ibuuuk, Astagfirullah, i itu gosong penggorengan nya!""Ya Allah, nduk!" Bu Sukma berbalik badan dan langsung berlari mematikan kompornya. Ia lupa kalau tadi sambil menggoreng daging Ayam saat di tinggal ngobrol."Waduh... Gosong beneran nduk," Bu Sukma segera mengangkat daging daging itu dari penggorengan."Duh... Iya buk, gimana dong kalau gosong gini. Ada stok daging lagi nggak di kulkas? Biar Zahra goreng lagi.""Sudah habis nduk. Ini yang terakhir tadi." ucap Bu Sukma sembari menaruh daging ayam yang sudah gosong itu ke tong sampah. Karena memang sudah tak terselamatkan. "Ndak popo wes, beli lagi aja.""Ndak papa buk? Di ambil jam berapa ini pesanannya?""O ini buat yang nanti malam kok. Aman, nanti ibuk tak ke pasar lagi, beli dagingnya sekaligus belanja.""Oh gitu, apa Zahra aja yang beli buk, sekalian Zahra mau pulang bentar kok ambil Kartu Keluarga sama Akta nya Rayyan. Zahra lupa kemarin sudah di tanyakan memang.""Gitu? Nggak opo opo nduk, kalau kamu mampir pasar dulu?""

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-26
  • Madu Suamiku   Luka (bag 2) Kenapa Harus kamarku, Mas ?!

    "Astagfirullah, astagfirullah, astagfirullah. Bisakah kau tidak melakukannya di kamarku mas," Gumamnya. Ia masih menghalau perasaannya sebelum benar benar masuk ke kamar itu. Setelah sedikit tenang, barulah Zahra melanjutkan tujuannya. Tangannya sedikit bergetar saat hendak meraih hendle pintu kamarnya. Ia mulai menata hati, menguatkan hati, dia tak boleh goyah, dia tak boleh terlihat lemah dan dia tak mau mendengar ini terlalu lama. Ceklek! Pintu itu berhasil di buka. Dua manusia yang saling bergemul itu pun kaget dan menghentikan aktifitasnya. "Za Zahra..." ucap Dimas gugup. Sementara Nisa sudah menarik selimut untuk menutupi dirinya yang tanpa busana. "N neng... A aku bisa jelasin," "Ngapain berhenti. Lanjut aja kali, lanjutin. Aku cuma mau ambil sesuatu di kamarku.""A a aku... " Dimas turun dari ranjangnya dan langsung mendekati Zahra. Dimas hanya mengenakan kolor seadanya dan telanj*ng dada. "Stop! Jangan mendekat! Tetap di situ!""Ah iya.... Oke oke.. Ta tapi, please... J

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-28
  • Madu Suamiku   Syarat Adil poligami

    "Duduk dulu." Pinta Zahra. Dimas dan Nisa juga duduk bersebelahan. Zahra posisinya di sisi kanan Dani dan berhadapan langsung dengan Dimas. "Lalu, apa rencanamu kedepannya mas?" tanya Zahra. Ia beranikan diri mengangkat wajahnya dan menatap suaminya. "A a aku... " Di tatap Zahra seperti itu membuat Dimas tampak gugup. "Kapan kamu akan membawaku dan membawa kami, bertemu dengan Keluarganya?" ucap Zahra tegas, sambil melirik ke arah Nisa. "Neng... Aku rasa itu nggak perlu deh. Lagian kita sudah akad kok, tinggal minta persetujuan kamu untuk mencatatkannya di KUA. Beres. Kita jalani ta'adud ini dengan baik, sama sama dan damai.""Hhhh," Zahra menyunggingkan bibirnya. "Terus, kamu akan merahasiakan pernikahan kalian selamanya, gitu?""Mbak... Soal itu, biar jadi urusan Nisa ya. Nanti pelan pelan Nisa akan bicara sama Orang tua Nisa.""Hahahaha. Lucu ya kalian ini. Masalahnya di sini aku ragu sama akad kalian. Aku rasa itu perlu di ulangi. Dengan tidak ada satupun yang di tutup tutupi.

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-29
  • Madu Suamiku   Meminta Restu

    "Duduk yuk bu.""Ah ya... Ayo, ndek mana? Ndek kursi teras aja? Apa di sini?""Disini aja buk,"Mereka berdua pun duduk. Zahra mulai mengatur posisi dan mengatur jantungnya yang mulai berdegub tak beraturan."Ibuk?""Iya?""Zahra sudah mengijinkan jika Mas Dimas mau menikah dengan Nisa." ucap Zahra setelah menghela nafas. Bu Sukma kaget, dan mendongak menatap wajah Zahra dengan tatapan yang sulit di artikan. "Tapi ibuk jangan khawatir, Zahra masih tetap jadi menantu ibuk kok.""Nduk?""Njih buk. Insyaallah Zahra mengijinkan atas kemauan Zahra sendiri dan Zahra juga masih mempertahankan pernikahan Zahra dengan Mas Dimas. Demi anak-anak. Demi ibu juga,""Masyaallah, subahanallah, hatimu nduk... Ibuk isin tenan, ibuk malu. Ibuk malu Dimas sudah menyakiti wanita sebaik kamu. Ibuk malu nduk.""Ssst, sampun bu. Ndak apa. Dan Zahra harap, Ibuk juga bisa merestui Mas Dimas ya. Karena restu ibu juga penting. Zahra juga tak mau, karena masalah ini Mas Dimas menjadi durhaka, menjadi berdosa ka

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-30
  • Madu Suamiku   Sesakit inikah Rasanya ?

    "waktu itu Bunda kena serangan jantung waktu mendengar bahwa Nisa telah menjadi Istri kedua dari Dimas.""Astagfirullah," ucap Zahra dan Bu Sukma berbarengan. "Mbak, mohon maaf ya mbak. Semua jadi kacau begini," ucap Zahra merasa tak enak. "Nggak nggak, harusnya kami yang minta maaf mbak. Terutama sama kamu, ya. Sebagai istri Sahnya Dimas," ucap Nina. Zahra mengangguk. "Eum... Sepertinya kalian mending pulang dulu aja gimana? Situasinya masih gini. Timmingnya kurang tepat. Dan kamu Sa, kamu jangan keluar dari rumah ini kalau nggak mau suasana makin kacau."Nisa menghela nafas, "tapi... Ya udahlah" Akhirnya ia setuju dengan apa yang di katakan Nina. Sebab dia sendiri tahu jika Ayahnya marah seperti apa. Dimas juga setuju untuk saat ini. Malam itu juga Dimas kembali membawa keluarganya pulang ke Malang. Sepanjang perjalanan tak ada percakapan di antara mereka. Hanya suara suara kecil dari bibir mungil Rayyan dan Zahwa yang saling bersahu

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-31

Bab terbaru

  • Madu Suamiku   Lembar baru Zahraa

    Selain menjadi ibu, kini tugas Zahra rangkap menjadi seorang Ayah juga. Tugasnya merawat anak-anak, sekaligus mencari nafkah. Zahra memang menutup semua akses untuk Dimas. Yang terakhir tadi pagi ia sempat membaca inbok masuk dari akun seorang yang baru dia tahu itu akun Nisa. Dia juga langsung blok akun tersebut. Kemudian memprivate kembali akunnya."Mbak, ada soto?" tanya seorang pelanggan yang baru datang."Eh, Maaf belum ada ibu, besok deh Zahra bikin sotonya. Soalnya warungnya baru buka hari ini bu, belum berani masak banyak-banyak. Besok ya, Zahra Redy kan.""Oh ya udah. Kalau gitu, ada menu apa aja ini mbak?""Ini ada pecel, ada rawon, rujak cingur, sama Sego Tumpang.""Ya wis mbak. Sego tumpang we ya. 2 porsi.""Minumnya?""Es teh aja deh, seger.""Baik bu, sebentar ya, zahra siapkan dulu."Tak berapa lama Zahra sudah datang dengan membawa dua porsi sego tumpang."Heeem, baunya uenak ini kayaknya," ucap pelanggan Zahra. "Alhamdulillah, semoga cocok sama Masakan Zahra ya buk.

  • Madu Suamiku   lihat aku, mas !

    Tok tok tok."Mas, di suruh ibuk sarapan." ucap Dinda dari balik pintu.. "Ya, bentar lagi,""Ya udah ayo sarapan aja dulu. Kasihan dia kalau Uminya nggak makan." ucap Dimas sembari memegang perut Nisa yang masih rata. "Nggak lah. Kamu aja, kan kamu yang di panggil mas. Aku siapa?""Astaga... Sa. Udah deh jangan kayak anak kecil. Ibuk itu udah baik mau nampung kita, masih mau masakin kita juga. Kalau sikap ibuk masih seperti itu ya wajar, ibuk masih kecewa pastinya." ucap Dimas. "Bela aja terus ibumu.""Ck." Dimas mengusap kasar kepalanya."Ya udah terserah. Nanti kalau lapar makanan udah habis jangan nyalahin orang. Kamu sendiri yang nggak mau makan.""Hm"Setelah Dimas keluar, Nisa hanya duduk diam di depan meja rias sembari memandang dirinya dari pantulan cermin."Apakah ini aku?? " gumamnya."Apa aku sejahat itu?""Arrrtgh!!! " umpatnya frustasi. Kemudian ia meraih benda pipih yang sempat ia lemparkan di atas ranjang. Ia pun merebahkan tubuhnya sembari membuka aplikasi biru berga

  • Madu Suamiku   Masih Dia pemenangnya

    "Lho ya iya mbak. Ngapain juga laki model kayak gitu di piara. Rugi. Malah bikin penyakit aja tiap hari makan ati. Udah bener itu mendingan kasihin aja sama pelakornya. Laki laki yang baik dan tulus masih buanyaak. Ngapain nyiksa diri.""Bener banget, mbak. Aku lo udah ngalamin juga mbak. Sekali ketahuan selingkuh. Buang langsung aja, biar di pungut pelakor. Dah lah... Wanita mandiri kayak mbak Zahra itu nggak butuh laki-laki. Apalagi kok yang begitu.""Iya mbak Zahra. Sudalah biarin. Mbak Zahra pasti bisa sukses tanpa dia. Jauh lebih baik tanpa Dia.""Amiin. Hehe, iya bu. Oh ya, maaf Zahra tinggal dulu antar anak-anak sekolah ya. Nanti kalau mau nambah lagi ambil sendiri dulu nggak apa ya bu ibu.""Loh loh loh... Ini di tinggal mbak Zahra? Kalau ada apa-apa yang hilang gimana, hayo??? Kami ndak mau di salahin lho ya, tutup aja deh mending mbak... Lebih aman.""Iya mbak Zahra, tutup aja biar kita-kita juga pulang.""Lho... Mau tutup? Saya kan baru mau makan?" ucap salah seorang bapak-

  • Madu Suamiku   Kalau tidak di ambil Tuhan ya di Ambil Pelakor !

    "Mas, kata ibuk boleh tidur disini. Tapi tidak boleh tidur di kamar mbak Zahra. Ada kamar kosong di belakang boleh ditempati. Kamar... Pembantu sih," ucap Dinda pelan.Dimas dan Nisa saling pandang, kemudian keduanya mengangguk.Iya, bu Sukma memang orangnya tidak tegaan. Walaupun dia galak, tapi atas dasar kemanusiaan, dia masih bisa menolong orang, walaupun kadang dia harus berperang dengan hatinya sendiri."Kamar ini mas, nggak boleh ke kamar atas. Kata ibuk itu hanya boleh di tempati mbak Zahra""Ya udah, nggak apa-apa Din. Makasih ya. Mas bersihkan dulu kamarnya."Akhirnya bu Sukma mengizinkan mereka tinggal sementara. Walaupun di kamar yang lebih sempit dari semua kamar di rumah ini. Tapi paling tidak, mereka kini punya tempat untuk berteduh."Maaf ya Sa, jika sikap ibu masih belum baik di hati kamu.""Nggak apa mas. Aku ngerti kok. Posisiku ini memang banyak di benci orang. Udah resiko." ucap Nisa sembari menepuk-nepuk bantal yang lumayan berdebu itu. Kamar ini dulunya kamar pe

  • Madu Suamiku   Terpaksa Pulang ke rumah ibu

    Akhirnya dengan berat hati, mereka berdua keluar dari kontrakan itu. Keduanya kini kembali luntang-lantung ber jam-jam di jalan tanpa tujuan. Berbeda dengan sebelumnya, kini Nisa lebih banyak diam. Tanpa tanya mau kemana. "Kita pulang kerumah ibuku dulu aja ya Sa,""Terserah," jawab Nisa singkat. Dimas kini mencari angkutan umum yang akan membawanya ke rumah bu Sukma. Dimas tahu, pasti ibunya akan marah besar dan ada kemungkinan mereka tidak diterima. tapi Dimas akan mencobanya dulu. Sebab tak ada lagi temapt yang bisa ia harapkan sekarang untuk tinggal. "Ke Jalan XX ya pak." ucap Dimas pada sopir itu. Di dalam mobil taxi juga Nisa masih terdiam. Ia hanya memandang keluar jendela mobil itu. Menatap gemerlapnya lampu jalanan menuju rumah yang selama ini ia hindari. Terus terang hatinya juga sakit dengan perkataan perkataan yang selalu Bu Sukma utarakan walaupun banyak benarnya. "Sa. Tumben kamu diam aja? Kamu kenapa? Ada yang sakit? Kamu capek ya?" tanya Dimas. Tampaknya Dimas s

  • Madu Suamiku   Di usir dari kontrakan

    'anakku kena imbas atas tindakan bo dohmu!' tulis pesan itu. Lalu foto profil kembali tak terlihat karena Zahra langsung memblokir kembali nomor Dimas. "Aaaarrrghhh. Zahra, mana bisa begitu!" umpatnya kesal."Sa... Kamu mau kemana? Kok bawa tas?""Keluar lah, cari kerja. Mas... Duit kita sudah habis. Keperluan semakin banyak. Belum lagi buat periksa ini itu. Sementara kamu aja hanya diem dirumah setiap hari cuma mandangin foto mbak Zahra. Emangnya foto mbak Zahra doang bisa di makan? Dah lah... Terserahmu mas, capek aku lihat hidupmu!" ucap Nisa. "Sa? Emangnya kamu mau kerja dimana? Kamu lupa, ijazahmu masih di tahan di kampus!" Seketika Nisa menghentikan langkahnya mengingat hal itu. Lalu ia berbalik badan dan membanting tasnya di lantai. "Aaaargh, kenapa sih hidupku gini banget!?" Umpatnya kesal. Kemudian ia kembali ke kamarnya. Dan di ikuti oleh Dimas. "Sa... Sabar ya, kamu tenang dulu. Mulai besok aku akan cari kerja lagi.""Ya gimana aku harus tenang mas, aku dari siang mint

  • Madu Suamiku   Mencoba sekali lagi

    "Bundaaaaaa, ini Zahwa nangi pula pula," ucap Zahwa dengan lucunya. "Oooh gitu... Iya terus kenapa pula pula menangis segala? Hem?""Ini puti istananya lagi nangis.”" Kenapa nangis?? ""Kalena pangelannya bawa tante ninja yang jahat. Jahatin putrinya sampai putrinya nangis.""Oooh, gitu... Hihihi," ucap Zahra sembari mengusap kepala keduanya. Rasanya ngilu mendengar penuturan anaknya yang menurutnya dia terinspirasi dari apa yang terjadi belakangan ini. "Tenang saja putri, pahlawan akan segera datang dengan menyelamatkanmu." ucao Rayyan sembari memperagakan nya. Keduanya kembali melanjutkan permainannya. Kali ini di temani oleh sang bunda. "Sayaaang. Tapi ini sudah sore loh, pulang yuk besok main lagi, kan dekat.""Yaaah Bunda. Ini belum sore bund. Masih agak sore. Belum sore beneran. Dikit lagi ya. Dikiiit tok ya?" ucap Rayyan. "Oke, lima belas menit." ucap Zahra, dan keduanya kegirangan. Tak pernah Zahra lihat sebelumnya, anak anak segirang dan sebahagia ini. "Bunda... Kenapa

  • Madu Suamiku   Dia Suamiku, Bukan Suami kita !

    Di tepi pantai itu Rayyan dan Zahwa tengah asik bermain mobil pasir yang baru Zahra belikan di penjual mainan yang berjejeran di pinggir jalan sebelum mereka tiba di sini. debut ombak itu menjadi pemandangan indah dan memanjakan mata Zahra saat ini, dan membuat hati serta pikirannya jauh lebih baik. Ia memandang lurus kedepan, menikmati suasana yang lama tak ia rasakan. "Kamu yakin mau tinggal di Lumajang, Za? Lumayan jauh loh kalau dari rumah Neneknya anak anak.""Ya biar jauh, Res.""Loh, jadi mereka belum tahu kalau kamu sekarang tinggal di sini?""Belum. Eum. Tapi mungkin sudah tahu kalau aku sudah pergi dari rumah. Kemarin ibuk sempat telfon-telfon tapi aku abaikan.""Lah... Kenapa? Bukannya dengan mereka kamu tidak ada masalah? Baik baik saja kan hubunganmu dengan mertua?""Ya... Baik baik saja. Cuma aku belum siap saja jika di tanya ini itu. Aku sedang ingin sendiri. Aku ingin menikmati dulu hidup tenang tanpa ribut-ribut atau apapun itu lah. Kau lihat mereka?" ucap Zahra semb

  • Madu Suamiku   Dimana kamu, Neng... !!!!???

    Pov AuthorKini Dimas tampak kebingungan. Harapannya kembali sirna. Kemana lagi dia harus mencari Zahra sekarang. Jika benar di rumah Orang tuanya, apa yang harus ia katakan untuk membujuknya kembali. Semuanya semakin rumit sekarang. Dimas pikir akan berjalan dengan mudah, lurus tanpa hambatan. "Aggrrrhhh !!! " umpatnya kesal. Pintu rumah berbahan kayu jati itu kini juga sudah di tutup kembali oleh pemilik barunya. "Shiiiit!!!" Lantas ia berjalan menjauh dari rumah yang kini bukan miliknya lagi. "Apa aku cari ke rumah ibu dulu sekarang. Aku yakin Zahra di sana. Iya lah, mau kemana lagi dia kalau tidak kesana. Dia tak punya keluarga." gumam Dimas. Kemudian dia berjalan ke tepi jalanan, Mencari ojek yang sekiranya bisa mengantarnya ke rumah Bu Sukma. Sebab kalau Naik taksi lagi ia khawatir uangnya akan segera habis. Sementara ini dia belum bekerja lagi. terakhir dia di pecat karena ketahuan memiliki dua istri. Di kantornya memang ada peraturan tidak bisa berpoligami, tapi dia tidak

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status