Setelah Rendra mengiyakan dengan berat hati keinginan seluruh anggota keluarganya, rangkaian acara pernikahan itu pun akhirnya bisa dilangsungkan.
Seluruh keluarga tentunya sangat berbahagia karena Rendra menikah dengan gadis yang sudah mereka kenal dengan sangat baik. Mereka tidak pernah tau jika Rendra harus mengorbankan perasaan dan cintanya untuk membuat mereka bahagia. Untuk pertama kalinya Rendra menitikan air mata setelah puluhan tahun tidak merasakan kesedihan karena selama ini hidupnya selalu dinaungi kebahagiaan yang melimpah ruah. Keluarga yang harmonis, materi yang berlebihan dan kasih sayang semua orang. Namun saat ini hati kecil Rendra merasa bila dirinya sedang dikorbankan dan dia harus mengorbankan cintanya kepada Alisha. Rendra menatap cermin di hadapannya, beskap putih dengan kancing yang berada di samping dada dan juga jarik di bagian bawah sudah begitu rapih membalut tubuhnya. Angkin atau stagen—kain panjang untuk melilit bagian perut—dan ikat pinggang juga diperlukan untuk menahan keris yang dipergunakan agar tidak lepas kini telah terpasang sempurna. Selop berwarna senada senada dengan beskap dan blankon pun terpasang pada tempatnya. Semua sudah siap hanya tinggal hatinya yang menolak untuk siap. Ketukan di pintu membuat Rendra menoleh dan refleks meminta siapa pun di balik sana untuk masuk. Tidak Rendra sangka, Om favoritenya yang merupakan papi dari gadis yang akan dinikahinya lah yang mengetuk pintu. Setelah mengiyakan pernikahan ini, Rendra belum sempat bicara dengan om Edward karena beliau sibuk mengurus mama Reta yang harus dibawa ke rumah sakit karena syok berat setelah mendengar calon suami sang cucu kabur di detik-detik pernikahan akan berlangsung. “Om...,” sapa Rendra sopan dengan sedikit senyum di bibirnya. “Boleh Om bicara sebentar?” Rendra mengangguk sebagai respon kemudian meminta sang om duduk di sofa yang berada di tengah kamar hotel tempat dilangsungkannya acara. “Terimakasih Bang, udah mau menikahi putri Om...Menggantikan calon suaminya yang tidak bertanggung jawab ....” Tatapan om Edward tampak nanar, Rendra bisa mendengar suara bergetar lelaki yang masih tampan di usianya yang sudah tidak lagi muda itu. “Om tidak akan berharap banyak dari Abang karena Om tau mungkin saat ini Abang belum bisa mencintai Aura tapi....” Edward menjeda kalimatnya menghirup oksigen untuk memenuhi paru-parunya yang terasa sesak. “Tolong jangan sakiti Aura, bila Abang enggak bisa mencintainya tolong kembalikan Aura sama Om ...,” sambung Edward kemudian menatap lekat bola mata sang calon menantu membuat Rendra kehilangan kata-kata. Rendra berdehem kemudian memutuskan tatapan dari om Edward dengan mengalihkannya memindai seluruh ruangan. “Abang janji enggak akan sakitin Aura karena Aura udah seperti adik Abang sendiri,” balas Rendra seolah menjelaskan perasaannya saat ini. Edward mengangguk disertai senyum, anak lelaki di hadapannya ini tidak pernah bisa berbohong dan selalu berpikiran logis. Alih-alih berusaha menganggap Aura sebagai seorang calon istri, Rendra memilih tetap menganggap Aura seperti adiknya sendiri. Padahal Edward berharap bila Rendra akan berusaha mencintai dan membahagiakan Aura sebagai seorang istri walau itu hanya janji yang belum tentu bisa Rendra tepati. Pintu bercat putih itu kembali diketuk, kali ini seorang pria berjas yang merupakan anggota dari Wedding Organizer kepercayaan oma Reta menyembulkan kepala dari celah pintu setelah lelaki itu mendorong benda tersebut. “Lima belas menit lagi acara dimulai,” katanya memberitahu. “Oke...sebentar lagi saya keluar,” balas Rendra dan setelahnya lelaki itu pamit diikuti om Edward yang memberikan waktu kepada Rendra untuk merapihkan penampilannya. Setelah om Edward keluar dari kamarnya, Rendra mencari ponsel yang dia simpan di atas nakas samping tempat tidur, jempolnya bergulir mencari nomor kontak sang sahabat kemudian menekannya. “Ya Ndra!” Rendi menyaut santai dari sebrang sana. Detik berikutnya mengalirlah cerita Rendra yang singkat dan padat mengenai apa yang tengah terjadi padanya. Rendra belum sempat menghubungi sahabatnya apalagi Alisha mengenai masalah ini, dia masih berharap takdir berpihak padanya hingga akhirnya dia batal berkorban untuk menikahi Aura. “Apa? Lo gila! Enggak mungkin gue nutupin pernikahan lo sementara lo orang terpandang di negri ini, apa lagi berita sangat cepat tersebar di media sosial...enggak mungkin Alisha enggak tau! Lo harusnya nolak, Ndra! Lo berhak!!” Rendi berseru dengan nafas tersengal karena emosi. “Lo udah nyakitin Alisha, Ndra!! Harusnya lo bilang sama keluarga lo kalau lo secara enggak langsung udah ngelamar Alisha!! Sialan lo, Ndra!” umpat Rendi murka. Sahabatnya itu tidak mengerti bila Rendra berada dalam posisi yang tidak bisa menolak. “Ren...Dengerin gue dulu!” sergah Rendra namun sambungan telepon di ujung sana sudah diputus sepihak oleh Rendi. Rendra memikirkan ucapan Rendi tadi yang menyebutkan bila dirinya berhak menolak tapi itu berarti akan mengecewakan kedua orang tuanya, kakek dan neneknyao terlebih om dan tante kesayangannya pun akan menanggung malu karena kejadian ini. Andai Rendra tau Sigit berada di mana, dia pasti sudah mengejar pria kurang ajar itu dan menyeretnya ke sini untuk menikahi Aura. Rendra kembali menatap cermin, bukan waktunya merutuki keadaan. Dia harus melakukan apa yang sudah di sanggupinya dua malam lalu. Menarik nafas dalam, Rendra keluar dari kamar hotel itu dengan perasaan bersalah yang mendalam kepada Alisha.Di Ballroom besar sebuah hotel mewah bertempat di Kota Kembang Bandung, semua orang telah menanti. Grandma Mery dan grandpa Salim telah berada di tengah-tengah keluarganya dengan wajah penuh binar bahagia. Rendra yakin granpa dan grandmanya langsung terbang dari Inggris ke Indonesia setelah mendengar kabar pernikahannya yang tiba-tiba. Sedangkan oma Reta yang beberapa hari lalu tampak pucat dan sakit-sakitan kini wajah cantiknya memancarkan begitu banyak kebahagiaan. Semua tersenyum ke arahnya namun di hari yang seharusnya bahagia ini Rendra begitu sulit melengkungkan sebuah senyum meski samar sekalipun. Rendra dituntun petugas Wedding Organizer menuju sebuah meja kecil yang terdapat enam kursi memenuhi sisinya. Om Edward lebih dulu berada di sana, duduk di sebelah lelaki tua yang Rendra yakini sebagai penghulu. Om Rikcko dan om Kavin juga terlihat hadir di sana duduk di ujung meja, bertindak sebagai saksi pernikahan. Dan …. Seorang wanita mengenakan kebaya p
“Bang...senyum donk, jangan kaya kepaksa gitu!” tegur mama Rena yang baru saja masuk ke dalam membuat Rendra yang sedang berganti pakaian, menoleh. “Tau nih, Abang masa cemberut gitu di hari pernikahan.” Zeline yang mengikuti mama Rena dari belakang, menimpali pura- pura tidak tahu kalau pernikahan ini bukanlah pernikahan yang diharapkan sang kakak. “Bang, andai papa bisa...papa yang akan berada di posisi kamu tadi,” kelakar papa Andra dari belakang Zeline membuat mama Rena mendaratkan capitan panas di perut beliau. Papa Andra berakting mengaduh kemudian menarik tangan Rena sampai tubuh mungil wanita yang melahirkan Rendra dan Zeline itu menubruk dadanya yang bidang. Kedua tangan kekar itu kemudian melingkar di tubuh Rena dan kecupan demi kecupan Andra hadiahkan untuk sang istri tercinta. Rendra tersenyum samar melihat kemesraan kedua orang tuanya yang tidak lekang oleh waktu. Mungkinkah dia bisa mengalami hal seperti itu dengan gadis yang baru saja dinikahinya? Rendra me
Rendra masih enggan bicara dengan istrinya walau sebenarnya dalam kasus ini Aura tidak bersalah bahkan gadis itu pun salah satu korban dari keegoisan para orang tua. Hanya saja Rendra masih butuh waktu untuk menetralkan perasaannya dan menerima takdir yang telah di tetapkan untuknya. Setan dalam hatinya sempat memberi ide untuk mengakhiri pernikahan ini hanya dalam waktu beberapa tahun saja. “Bang....” suara yang hampir tidak terdengar itu memanggilnya dan Rendra tau berasal dari mana karena hanya dirinyalah dan Aura yang berada di kamar pengantin ini. “Abang mau mandi duluan atau Aura dulu?” sang istri bertanya namun Rendra yang semenjak masuk ke dalam kamar hotel memilih untuk menjatuhkan tubuhnya di sofa seraya menengadah dengan mata terpejam, begitu enggan menjawab. “Ya udah, Aura dulu ya Bang!” karena tidak ada jawaban, gadis itu memilih untuk menjawab sendiri pertanyaannya. Aura memutar tubuh memasuki kamar mandi, ia memilih membersihkan tubuh menggunakan shower
Pagi ini semua keluarga berkumpul di restoran hotel untuk santap pagi.“Bang, Grandpa sudah mengurus kepindahan kuliah Aura ke London jadi besok kamu dan Aura bisa kembali ke London...” Grandpa yang duduk di ujung meja membuka suara.Rendra mengangguk samar setelah menoleh menatap wajah sang Grandpa sebagai rasa hormat.“Abang ga bisa ambil cuti bulan madu, sebulan ajaaaa...Mama masih kangen sama Abang!” Mama Rena yang duduk disamping Rendra berkata demikian kemudian memeluk pundak sang anak dari samping.“Ga bisa Ma, kerjaan Abang udah terlalu lama di tinggal...” balas Rendra lembut dengan senyum dan tatapan hangat membuat Aura mendongak.Ia tidak pernah menyangka bila pria dingin dan ketus itu bisa bersikap hangat.Perbincangan mereka berlanjut dengan membicarakan sesuatu yang ringan, kedua orang tua Aura dan Rendra nampak larut dalam canda tawa pagi itu.Moment ini adalah moment dimana mereka semua berkumpul dengan personil lengkap, semua Kakek dan Neneknya ada disana juga para Om
Aura tidak mengerti kenapa Rendra seakan begitu membenci dirinya.Padahal lelaki itu bisa menolak bila memang tidak ingin menikah dengannya.Keterdiaman Rendra sungguh membuat Aura jengah, maka ia beranjak dari kursinya di kabin bagian belakang pesawat kemudian berjalan mendekati Rendra dan mendudukan tubuh tepat di depan Rendra yang sedang fokus memindai Macbook ditangan.“Bang...Aura mau bicara,” kata Aura pelan hampir tidak terdengar oleh Rendra.Rendra mendongak dengan ekspresi wajah datar dan tatapan dingin bukan tatapan tajam yang seperti kemarin lelaki itu layangkan namun mampu membuat Aura merinding karenanya.Rendra menghembuskan nafas perlahan kemudian menyimpan MacBook di meja tanda bahwa ia sedang memfokuskan perhatiannya pada Aura.Aura yang sedang di tatap seperti itu jadi terkesiap dan kehilangan kata-kata bahkan sempat lupa apa yang akan dibicarakannya dengan Rendra.Gadis yang masih perawan setelah dua hari menikah itu berdehem untuk menetralkan jantung yang mu
“Bang ....” “Hem ....” Walau lelaki itu memejamkan mata dengan tangan yang disimpannya di atas kening namun masih mau menjawab panggilan Aura membuatnya merasa bahagia.“Tidur di kasur aja, kasurnya luas kok...kita pake guling sebagai penghalang.”Aura menawarkan solusi tanpa maksud merayu.Rendra membuka mata menatap Aura yang kemudian tersenyum memamerkan deretan gigi putih dan bersihnya.Rendra menggelengkan kepala kemudian memejamkan kembali matanya.“Bang...Aura enggak enak hati kalau Abang tidur di sofa terus,” ungkapnya lalu menjatuhkan tubuh duduk di karpet bulu yang melapisi lantai marmer di kamar Rendra.Punggungnya bersandar di kaki sofa kemudian menengadahkan kepala sampai mengenai betis Rendra membuat lelaki itu terhenyak dan refleks mengangkat kakinya.“Baaaang....Tidur di kasur, yoooo …,” rengek Aura seperti sedang merengek kepada Kenzi sementara Rendra merasa sedang menghadapi Zeline.Rendra berdecak pelan namun tak ayal, menurunkan kakinya kemudian beranjak
Obat penahan rasa sakit yang diresepkan dokter ternyata membuat Aura mengantuk setelah makan malam tadi.Jam menunjukan pukul sebelas malam ketika Aura terbangun karena merasakan tenggorokannya kering.Dia hendak menurunkan kakinya namun suara bas seorang pria mendadak menghentikan niat tersebut.“Mau apa?” “Haus...” jawab Aura setelah menoleh pada asal suara yang ternyata sosok suaminya yang sedang duduk di sofa.Lelaki itu sedang menonton film Hollywood di saluran televisi berbayar.Rendra beranjak dari sofa melangkah keluar dan tidak perlu dijelaskan lagi kalau lelaki irit bicara itu tidak mengatakan sepatah kata pun walau hanya sekedar meminta Aura menunggu karena saat ini Rendra sedang menuju dapur mengambil air mineral untuk Aura.Rumah Granpa Salim yang begitu besar membutuhkan waktu bagi Rendra menjangkau dapur, beruntung sebelum sampai di dapur lelaki itu berpapasan dengan seorang pelayan dan meminta untuk membawa air mineral ke kamar.Setelah mendapat anggukan dari
Beberapa saat kemudian Rendra kembali dengan salep memar di tangan lalu duduk di sisi ranjang di mana Aura telah dalam posisi duduk.Rendra membuka tutup salep lantas mengoleskan salep seujung jari di kening Aura perlahan, sesekali Aura meringis.Setiap ringisan yang terdengar, Rendra meniup luka tersebut membuat harum mint dari nafas Rendra menerpa wajah Aura.Ya ampun, jantung Aura jadi berdebar-debar karenanya.Aura sendiri tidak mengerti kenapa, wajahnya pun merona sehingga dia harus secara perlahan menundukan kepala untuk menyembunyikannya. Tapi Aura terlambat, Rendra telah melihat rona merah itu dan begitu tampak menggemaskan di matanya.“Kamu ceroboh,” tegur Rendra dingin berusaha menetralkan perasaan aneh yang mulai menelusup ke dalam hatinya.Lelaki itu beranjak berdiri untuk menyimpan kembali salep ke tempatnya.Aura tidak perlu mengomentari karena seketus apapun Rendra padanya, dia tau kalau lelaki itu menyayanginya Hari ini berkali-kali Rendra menunjukan perhati
Dua bulan kemudian.Rendra melirik arloji di pergelangan tangannya.berwajah masam, pria paruh baya itu berdecak kesal.Dua puluh menit berlalu dan sang putri belum juga tiba di restoran yang telah di janjikan.Rendra dan Aura baru saja tiba di Bandara, bergegas menuju restoran bahkan koper mereka masih berada di dalam mobil.Dua bulan lalu si bungsu menghubungi kalau dia sedang dalam keadaan galau karena seorang lelaki.Rendra tidak tau seperti apa laki-laki yang bisa membuat seorang Kejora galau karena bahkan anak presiden di negaranya pernah menyatakan cinta dan gadis itu tolak mentah-mentah.Belum lagi ketika pertukaran pelajar di negara tetangga sewaktu SMA, Kejora pernah dikejar-kejar anak Sultan.Sempat menjalin kasih selama enak bulan sampai akhirnya dengan tegas Kejora menolak lamaran anak Sultan yang terkenal sangat tampan dengan banyak penghargaan dalam bidang pendidikan dan olah raga hanya karena anak Sultan tersebut terlalu posesif menyukainya.Setiap satu jam se
Seorang gadis buru-buru memasukan laptop ke dalam tas, mata kuliahnya sebentar lagi dimulai tapi dirinya masih berada di dalam coffe shop terlalu asyik melakukan panggilan video bersama keluarganya.Dua kakak kembarnya yang telah menjadi pengusaha sesukses seperti sang ayah tinggal di Vietnam untuk menjalankan perusahaannya di sana.Papa Narendra berhasil menguasai pasar Asia Tenggara, melebarkan sayap hingga ke Negara itu.Maka Kama yang mengambil alih di sana bersama kembarannya yang tidak kalah hebat dalam bisnis.Kalila tumbuh menjadi gadis tangguh, diusianya yang masih muda dia pandai menjerat klien untuk melakukan kesepakatan bisnis dengan perusahaannya dan Kama yang bertindak sebagai pengeksekusi.Sementara Kana dan Kai-adiknya membantu memegang salah satu perusahaan sang ayah di Indonesia.Dan Kejora, si anak bungsu sedang melanjutkan kuliahnya di Jerman.Rendra dan Aura benar-benar mewujudkan keinginan mereka yang ingin memiliki lima anak.Kehidupan keduanya selalu di
Lima Tahun berlalu.“Aura hamil lagi, Bang?” tanya Keanu yang baru saja tiba.Lelaki itu selalu datang terlambat di setiap acara keluarga karena kesibukannya sebagai seorang dokter.Semua keluarga telah berkumpul di Villa papa Andra untuk merayakan tahun baru bersama.Rendra tersenyum sambil menaikan kedua alis berkali-kali sebagai jawaban.“Lo kapan?” tanya Rendra ambigu.“Gue enggak bisa hamil Bang, bini gue yang bisa ... tapi jangankan bini, pacar pun aku tak punya.” Keanu menjawab dengan ekspresi wajah penuh keprihatinan mendramatasir.“Om ... gendong,” kata Kalila seraya mengangkat kedua tangannya yang langsung mendapat sambutan Keanu.Keanu memang menjadi om terfavorit karena lelaki dengan gelar dokter spesialis anak itu paling bisa membuat anak kecil nyaman ketika bersamanya.“Om ... Kana demam ini.” adalah Arkana, adik dari Kalila anak ke tiga Rendra dan Aura yang berkata demikian.Anak laki-laki yang lebih muda hanya satu tahun dari kakak kembarnya-Kama dan Kalila i
Melangkah seringan bulu Rendra mengendap-ngendap memasuki kamarnya.Namun tidak dia dapati sang istri di sana, berpikir mungkin Aura ada di kamar anak-anak mereka lantas membuat langkahnya menaiki anak tangga setelah sebelumnya membersihkan tubuh lalu berganti pakaian.Tangan kekar itu mendorong pintu bercat putih dengan gantungan boneka dari bahan flanel bertuliskan Kama dan Kalila.Sang istri yang sedang menyusui Kama-terlihat dari pakaian berwarna biru yang dikenakan bayi mungil itu, memenuhi pandangan Rendra.“Hai,” sapa Rendra membuat Aura mendongak.“Hai,” balas Aura disertai senyum.Gaun tidur yang dikenakan Aura berbahan satin meski panjang sampai pertengahan betis tapi memiliki belahan hingga paha membuat sang istri terlihat seksi dengan satu kaki menyilang di atas paha satunya.Aura harus menurunkan tali spaghety dari gaun tidur yang dikenakannya karena menyusui, menghasilkan pemandangan indah pundak terbukanya walaupun wanita yang sangat cantik bagi Rendra itu mengena
Semua pamit meninggalkan Rendra dan Aura yang sedang merasakan kebahagiaan kelahiran putra dan putri mereka sekaligus.Rendra tersenyum sambil berjalan ke arah Aura setelah mengantar seluruh anggota keluarganya sampai di pintu.Lelaki itu duduk di sisi ranjang menghadap Aura yang tengah menyandar di bagian kepala ranjang hidrolik yang dibuat tegak.Menatap wajah lelah sang istri yang selalu cantik meski tanpa make up.Rendra meraih kedua tangan Aura kemudian mengecupi sepuluh buku jarinya membuat Aura tertawa pelan.Bola mata bening itu juga menatap Rendra dengan sorot mata hangat penuh sayang.“Makasih,” kata Rendra setelah melepas satu genggaman tangannya kemudian beralih mengelus pipi Aura.“Makasih juga,” balas Aura yang langsung mendapatkan ekspresi wajah penuh tanya dari suaminya.“Karena telah mau jadi suami Aura, menjadi suami yang baik, setia dan sabar ketika Aura khilaf,” sambung Aura menjawab pertanyaan yang ada di benak suaminya.Bagi Aura, suaminya telah banyak berubah da
Satu bayi telah berhasil diangkat dengan penuh kehati-hatian lalu diberikan kepada perawat lain untuk dibersihkan kemudian mendapat pemeriksaan dari dokter anak.Dalam sekejap suara tangis yang begitu kencang membahana di ruang operasi hingga memekakan telinga orang-orang yang berada di dalam ruang tersebut.Mata Rendra menatap makhluk mungil yang sedang mendapat prosedur medis dengan sorot mata haru berlumur kebahagiaan.Mengawasi tanpa jeda setiap gerak-gerik perawat yang sedang membawa bayi hingga Aura harus mengguncang tangan Rendra untuk menanyakan bagaimana kondisi anak mereka.Pandangan Aura yang terhalang kain tentu saja merasa penasaran setelah mendengar tangis bayi yang pecah, bahkan ia merasa khawatir karena bayinya tidak berhenti menangis.“A ... apa dia baik-baik aja?” tanya Aura akhirnya setelah Rendra memusatkan perhatian kembali kepadanya.“Dia baik-baik aja, Anak kita ganteng, kaya Abang,” ucapnya sambil tersenyum jail.Suara tangis kembali terdengar menandakan bila b
Segala fasilitas kemudahan yang dia miliki begitu disyukuri Rendra karena membuatnya hanya beberapa menit saja bisa tiba di atap gedung rumah sakit di mana Aura sedang bersiap melakukan operasi caesar. Rendra mengecek ponselnya lalu dikejutkan dengan banyak pesan dari mama juga keluarga yang lain tapi tidak ada dari Aura membuat kening Rendra berkerut dalam.Langkahnya tidak saja menderap tapi setengah berlari setelah turun dari hellikopter.Dituntun oleh papi yang menunggunya di rooftop, Rendra merasakan jantungnya berdebar kencang.“Aura tadi mengalami kontraksi hebat, tapi dia masih bisa senyum dan ngelawak ... dia selalu gitu, enggak mau bikin semua orang panik atau bersedih,” kata papi dengan nafas tersengal karena beliau pun setengah berlari menuju lift.Rendra mengerti kenapa tidak ada satu pesan pun dari istrinya, Aura memang berubah beberapa bulan terakhir, kembali menjadi Aura yang penurut seperti dulu juga Aura yang tidak ingin merepotkan apalagi membuat orang lain kh
Elgi mendadak resah ketika mendapatkan telepon yang kalau bila istri dari bos besarnya itu tengah dalam perjalanan ke rumah sakit karena mengalami kontraksi pada perutnya.Padahal satu bulan lagi waktu yang dijadwalkan dokter untuk persalinan Aura dengan cara caesar agar bertepatan dengan tanggal ulang tahun pernikahan mereka yang di awali dengan keterpaksaan.Tanggal tersebut diambil untuk mengganti kisah sedih yang kadung tertulis menjadi kisah bahagia kelahiran anak-anak mereka.Selain itu, bulan tersebut memang bertepatan dengan waktunya Aura melahirkan.Sebetulnya bukan saja masalah kapan Aura akan atau harusnya melahirkan tapi juga karena hari ini bertepatan dengan rapat bersama jajaran Direksi.Rapat penting tahunan yang wajib dihadiri Rendra bersama dengan para petinggi perusahaan yang selalu skeptis terhadap kemampuannya menggantikan sang kakek. Jadi bagaimana Elgi mampu mengabarkan kepada Rendra jika istri dari bos-nya itu sedang dalam perjalanan ke rumah sakit karena
“Baik Pak, sore nanti saya akan menemui klien tersebut ... kirim proposalnya melalui email untuk saya pelajari, sekarang ada sesuatu yang sangat penting yang harus saya lakukan terlebih dahulu, saya permisi!” Setelah berucap demikian, Rendra menderapkan langkah melewati pintu menuju lift.Pak Sandy di dalam sana terbengong-bengong ria setelah ditinggal Rendra begitu saja.Menghembuskan nafas, pria itu menggelengkan kepala mencari Elgi untuk memaparkan kembali apa yang baru saja dia jelaskan kepada Rendra.Sesampainya di pintu lift, Rendra berpapasan dengan Elgi yang baru saja keluar dari box besi tersebut.“Gi, pinjem motor!” todong Rendra dengan tangan menengadah.Elgi mengerjap, kemudian bergegas mencari kunci motornya yang dia simpan di saku celana tanpa menanyakan untuk apa karena Rendra adalah bosnya.“Temui pak Sandy di dalam, saya pulang dulu sebentar ... istri saya ilang lagi,” ujarnya kemudian masuk ke dalam lift dengan terburu-buru.Elgi menghembuskan nafas berat k