Share

Bersandiwara

Aura tidak mengerti kenapa Rendra seakan begitu membenci dirinya.

Padahal lelaki itu bisa menolak bila memang tidak ingin menikah dengannya.

Keterdiaman Rendra sungguh membuat Aura jengah, maka ia beranjak dari kursinya di kabin bagian belakang pesawat kemudian berjalan mendekati Rendra dan mendudukan tubuh tepat di depan Rendra yang sedang fokus memindai Macbook ditangan.

“Bang...Aura mau bicara,” kata Aura pelan hampir tidak terdengar oleh Rendra.

Rendra mendongak dengan ekspresi wajah datar dan tatapan dingin bukan tatapan tajam yang seperti kemarin lelaki itu layangkan namun mampu membuat Aura merinding karenanya.

Rendra menghembuskan nafas perlahan kemudian menyimpan MacBook di meja tanda bahwa ia sedang memfokuskan perhatiannya pada Aura.

Aura yang sedang di tatap seperti itu jadi terkesiap dan kehilangan kata-kata bahkan sempat lupa apa yang akan dibicarakannya dengan Rendra.

Gadis yang masih perawan setelah dua hari menikah itu berdehem untuk menetralkan jantung yang mulai berdetak kencang.

“Abang...Aura minta maaf, karena masalah Aura—Abang jadi harus nikahin Aura...,” ungkap gadis itu dengan pandangan tertunduk pada jemarinya yang sedang saling meremat di atas pangkuan.

“Aura juga minta maaf, Abang jadi harus berpisah dengan kak Alisha...,” imbuhnya melirih.

Rendra menghirup udara dalam kemudian menghembuskannya kasar berusaha menghilangkan sesak di dada ketika nama Alisha disebut.

“Kamu enggak apa-apa, pindah kuliah karena harus ikut aku ke London?”

Alih-alih mengomentari permintaan maaf Aura, Rendra malah menanyakan sesuatu yang dianggap Aura sebagai bentuk perhatian.

Tentu saja perhatian seorang kakak kepada adiknya karena Kenzi sempat bertanya demikian ketika grandpa Salim meminta agar Aura mengikuti Rendra yang berdomisili di London.

Diam-diam Aura merasa lega. “Enggak apa-apa, Aura enggak punya temen juga jadi enggak ada yang memberatkan Aura untuk pergi,” jawabnya santai seraya menatap mata Rendra disertai seulas senyum.

Kening Rendra mengernyit, biasanya gadis seumur Aura akan merasa berat hati bila harus berjauhan dengan kedua orang tua apalagi sang Oma yang sudah merawatnya selama ini tapi yang disebutkan Aura tadi malah teman-teman.

Rendra berpikir kalau Aura mungkin memiliki trauma sendiri dengan keluarganya, pasalnya Kenzi sempat menceritakan bahwa Aura selalu melakukan keinginan kedua orang tua dan sang oma sekalipun bertentangan dengan hatinya.

“Aura ....”

“Ya?”

“Nanti kita akan tinggal terpisah dari grandma Mery dan grandpa Salim agar mereka enggak mencampuri urusan kita...aku akan cari rumah yang dekat dengan kampus kamu.”

Aura mengangguk dengan sisa senyum di sudut bibir lalu Rendra membuka suara kembali. “Kita akan tidur di kamar berbeda...kamu fokus aja kuliah enggak perlu melayani aku sebagai seorang istri...Kamu enggak keberatan, kan?”

Rendra mengucapkannya lambat-lambat agar apa yang dia maksud bisa tersampaikan dengan baik.

Aura tidak langsung mengangguk seperti tadi malah menatap Rendra beberapa saat dengan sorot mata tidak terbaca kemudian mengangguk lemah.

Setelah mendapat persetujuan dari Aura, ia mengambil kembali macbook dari atas meja kemudian larut dengan dunianya sendiri.

Aura merasa sudah tidak ada yang perlu dibicarakan lagi dengan suaminya kemudian beranjak berdiri untuk kembali ke kursinya semula.

Rendra melirik Aura melalui sudut mata, dia bisa melihat wajah sendu gadis itu ketika melewatinya.

Katakanlah Rendra jahat, namun dia hanya ingin membuat Aura agar tidak berharap banyak padanya apalagi mencintainya karena Rendra sendiri belum tentu bisa membalas cinta gadis itu, saat ini hatinya masih milik Alisha seorang.

*****

Setibanya di London, untuk sementara mereka masih tinggal di rumah grandpa Salim.

Aura sudah pernah berkunjung beberapa tahun lalu dan rumah mewah di perumahan elit ini masih belum banyak berubah.

Beberapa orang pelayan membantu membawa koper Aura.

“Selamat datang di rumah, Nyonya Gunadhya.” Seorang pria paruh baya yang Aura yakini sebagai kepala pelayan, berucap demikian membuat Aura menelan salivanya kelat setelah mendengar nama Gunadhya disematkan pada dirinya.

Aura mengangguk disertai senyum kemudian beberapa pelayan yang lain membungkukan sedikit tubuh menyambutnya.

Aura berjalan tergesa mengikuti langkah panjang Rendra yang telah sampai di ujung tangga.

Lelaki itu berbalik kemudian memerintahkan pelayan untuk membawa masuk koper Aura ke kamar pribadinya.

“Bang...Aura—“

Rendra memberi kode dengan menggelengkan kepala membuat kalimat Aura terjeda.

“Bang...Aura tidur di kamar tamu saja,”sambung Aura setelah beberapa pelayan yang membawa kopernya keluar dari kamar dengan desain monokrom yang kental bahkan Aura bisa menyium wangi mascullin yang tertinggal di kamar tersebut.

“Semua pelayan udah tau kamu istri aku! Jadi enggak mungkin kita tidur terpisah,” tukas Rendra dari di dalam walk in closet dengan posisi membelakangi Aura.

Pria itu sedang membuka kancing kemeja, Aura langsung membalikan tubuh ketika Rendra akan menanggalkan kemejanya.

“Kamu tidur di kasur, biar aku tidur di sofa...,” imbuhnya kemudian memasuki kamar mandi untuk membersihkan tubuh.

Selang berapa lama Rendra keluar dari kamar mandi bergantian dengan Aura yang masuk mengenakan bathrobe.

Keduanya berpapasan namun Rendra tidak menghiraukan Aura.

Aura jadi bingung sendiri, katakanlah Rendra tidak pernah menganggapnya tapi ketika di pesawat tadi dia meminta waktu untuk berbicara—Rendra mengalihkan perhatian padanya, bersedia mendengar apa yang akan disampaikannya.

Namun setelah itu, ia seperti tidak kasat mata bagi Rendra.

Beberapa menit kemudian Aura keluar dari kamar mandi, tatapannya langsung tertuju pada sofa panjang di sudut ruangan dengan Rendra sudah berbaring di atasnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status