Pagi ini semua keluarga berkumpul di restoran hotel untuk santap pagi.“Bang, Grandpa sudah mengurus kepindahan kuliah Aura ke London jadi besok kamu dan Aura bisa kembali ke London...” Grandpa yang duduk di ujung meja membuka suara.Rendra mengangguk samar setelah menoleh menatap wajah sang Grandpa sebagai rasa hormat.“Abang ga bisa ambil cuti bulan madu, sebulan ajaaaa...Mama masih kangen sama Abang!” Mama Rena yang duduk disamping Rendra berkata demikian kemudian memeluk pundak sang anak dari samping.“Ga bisa Ma, kerjaan Abang udah terlalu lama di tinggal...” balas Rendra lembut dengan senyum dan tatapan hangat membuat Aura mendongak.Ia tidak pernah menyangka bila pria dingin dan ketus itu bisa bersikap hangat.Perbincangan mereka berlanjut dengan membicarakan sesuatu yang ringan, kedua orang tua Aura dan Rendra nampak larut dalam canda tawa pagi itu.Moment ini adalah moment dimana mereka semua berkumpul dengan personil lengkap, semua Kakek dan Neneknya ada disana juga para Om
Aura tidak mengerti kenapa Rendra seakan begitu membenci dirinya.Padahal lelaki itu bisa menolak bila memang tidak ingin menikah dengannya.Keterdiaman Rendra sungguh membuat Aura jengah, maka ia beranjak dari kursinya di kabin bagian belakang pesawat kemudian berjalan mendekati Rendra dan mendudukan tubuh tepat di depan Rendra yang sedang fokus memindai Macbook ditangan.“Bang...Aura mau bicara,” kata Aura pelan hampir tidak terdengar oleh Rendra.Rendra mendongak dengan ekspresi wajah datar dan tatapan dingin bukan tatapan tajam yang seperti kemarin lelaki itu layangkan namun mampu membuat Aura merinding karenanya.Rendra menghembuskan nafas perlahan kemudian menyimpan MacBook di meja tanda bahwa ia sedang memfokuskan perhatiannya pada Aura.Aura yang sedang di tatap seperti itu jadi terkesiap dan kehilangan kata-kata bahkan sempat lupa apa yang akan dibicarakannya dengan Rendra.Gadis yang masih perawan setelah dua hari menikah itu berdehem untuk menetralkan jantung yang mu
“Bang ....” “Hem ....” Walau lelaki itu memejamkan mata dengan tangan yang disimpannya di atas kening namun masih mau menjawab panggilan Aura membuatnya merasa bahagia.“Tidur di kasur aja, kasurnya luas kok...kita pake guling sebagai penghalang.”Aura menawarkan solusi tanpa maksud merayu.Rendra membuka mata menatap Aura yang kemudian tersenyum memamerkan deretan gigi putih dan bersihnya.Rendra menggelengkan kepala kemudian memejamkan kembali matanya.“Bang...Aura enggak enak hati kalau Abang tidur di sofa terus,” ungkapnya lalu menjatuhkan tubuh duduk di karpet bulu yang melapisi lantai marmer di kamar Rendra.Punggungnya bersandar di kaki sofa kemudian menengadahkan kepala sampai mengenai betis Rendra membuat lelaki itu terhenyak dan refleks mengangkat kakinya.“Baaaang....Tidur di kasur, yoooo …,” rengek Aura seperti sedang merengek kepada Kenzi sementara Rendra merasa sedang menghadapi Zeline.Rendra berdecak pelan namun tak ayal, menurunkan kakinya kemudian beranjak
Obat penahan rasa sakit yang diresepkan dokter ternyata membuat Aura mengantuk setelah makan malam tadi.Jam menunjukan pukul sebelas malam ketika Aura terbangun karena merasakan tenggorokannya kering.Dia hendak menurunkan kakinya namun suara bas seorang pria mendadak menghentikan niat tersebut.“Mau apa?” “Haus...” jawab Aura setelah menoleh pada asal suara yang ternyata sosok suaminya yang sedang duduk di sofa.Lelaki itu sedang menonton film Hollywood di saluran televisi berbayar.Rendra beranjak dari sofa melangkah keluar dan tidak perlu dijelaskan lagi kalau lelaki irit bicara itu tidak mengatakan sepatah kata pun walau hanya sekedar meminta Aura menunggu karena saat ini Rendra sedang menuju dapur mengambil air mineral untuk Aura.Rumah Granpa Salim yang begitu besar membutuhkan waktu bagi Rendra menjangkau dapur, beruntung sebelum sampai di dapur lelaki itu berpapasan dengan seorang pelayan dan meminta untuk membawa air mineral ke kamar.Setelah mendapat anggukan dari
Beberapa saat kemudian Rendra kembali dengan salep memar di tangan lalu duduk di sisi ranjang di mana Aura telah dalam posisi duduk.Rendra membuka tutup salep lantas mengoleskan salep seujung jari di kening Aura perlahan, sesekali Aura meringis.Setiap ringisan yang terdengar, Rendra meniup luka tersebut membuat harum mint dari nafas Rendra menerpa wajah Aura.Ya ampun, jantung Aura jadi berdebar-debar karenanya.Aura sendiri tidak mengerti kenapa, wajahnya pun merona sehingga dia harus secara perlahan menundukan kepala untuk menyembunyikannya. Tapi Aura terlambat, Rendra telah melihat rona merah itu dan begitu tampak menggemaskan di matanya.“Kamu ceroboh,” tegur Rendra dingin berusaha menetralkan perasaan aneh yang mulai menelusup ke dalam hatinya.Lelaki itu beranjak berdiri untuk menyimpan kembali salep ke tempatnya.Aura tidak perlu mengomentari karena seketus apapun Rendra padanya, dia tau kalau lelaki itu menyayanginya Hari ini berkali-kali Rendra menunjukan perhati
“Bang....” “Hem ....” Rendra bergumam sebagai respon dengan mata terpejam setelah keduanya berbaring sejajar dengan posisi terlentang di atas tempat tidur.Setelah makan malam tadi mereka sempat menonton film bersama di ruang televisi dengan Aura yang duduk manis di sampingnya tanpa suara bahkan sesaat Rendra tidak sadar ada makhluk manis yang sedari tadi menemani.Dan ketika keduanya memutuskan untuk tidur, Rendra sempat menggendong Aura yang kesulitan menaiki tangga.Lagi-lagi Rendra bisa melihat wajah Aura merona, gadis itu melingkarkan kedua tangan di leher Rendra dengan wajah menengok ke belakang membuat hembusan nafasnya mengenai leher Rendra membuat gelenyar aneh terasa di dari dalam tubuh pria itu.Beberapa hari hidup bersama Aura memang tidak begitu merepotkan karena gadis itu juga tidak banyak permintaan, lebih sering diam dan menuruti semua perkataannya.Tubuh Aura juga ringan jadi ketika Rendra harus menggendong Aura dari lantai bawah ke kamarnya yang berada di la
Rendra yang baru saja turun dari mobil disambut kepala pelayan langsung menanyakan bagaimana keadaan Aura.“Bebatnya sudah bisa dilepas dan dokter menganjurkan nyonya Aura untuk belajar berjalan,Tuan …,” jawab Agusta memberitahu.“Di mana dia sekarang?” Rendra kembali bertanya seraya melonggarkan ikatan dasi di leher.“Di taman belakang, Tuan … sedang belajar berjalan.”Setelah mendengar jawaban Agusta, Rendra menaiki anak tangga menuju kamar untuk membersihkan diri.Perhatian Rendra yang sedang membuka pakaiannya di walk in closet teralihkan ketika mendengar suara tawa Aura.Dia melangkah mendekati jendela besar yang mengarah pada halaman belakang.Aura sedang berlajar berjalan dibantu Jerry, sesekali Aura tertawa kemudian memukul pelan pundak Jerry.Seingat Rendra, Aura tidak pernah tertawa serenyah itu ketika sedang bersamanya.Kening Rendra terlipat dalam dengan sorot mata tajam menatap sang istri yang kini berada dalam dekapan Jerry yang berhasil menangkap Aura ketika g
“Abang....” Rendra menoleh ketika suara lembut memanggilnya.Dia bisa melihat bola mata jernih istrinya menunggu jawaban, sudah tentu jawaban mengenai alasan kenapa dia bersikap dingin kemarin malam.Rendra menghembuskan nafas kasar dan suara pintu diketuk menyelamatkannya.Detik berikutnya grandpa Salim dan grandma Merry masuk ke dalam kamar.Mereka berempat kini duduk di sofa set yang berada di sudut kamar Rendra.“Grandpa dan grandma sudah memikirkan keinginan kalian yang ingin tinggal terpisah.…” Grandpa menjeda kalimatnya.Kata ‘kalian' yang terlontar dari mulut grandpa membuat Aura meringis di dalam hati karena dirinya sungguh tidak menginginkan tinggal terpisah.Kehadiran tante Mery justru bisa membuatnya lepas dari rasa sepi.Ketika makan malam tadi Rendra mengungkapkan keinginannya untuk tinggal terpisah, grandma Mery sempat menolak begitu pula grandpa Salim namun Rendra adalah Rendra yang keras kepala seperti sang papa.Rendra mendesak agar grandpa Salim memikirka