Share

Kepindahan

Rendra masih enggan bicara dengan istrinya walau sebenarnya dalam kasus ini Aura tidak bersalah bahkan gadis itu pun salah satu korban dari keegoisan para orang tua.

Hanya saja Rendra masih butuh waktu untuk menetralkan perasaannya dan menerima takdir yang telah di tetapkan untuknya.

Setan dalam hatinya sempat memberi ide untuk mengakhiri pernikahan ini hanya dalam waktu beberapa tahun saja.

“Bang....” suara yang hampir tidak terdengar itu memanggilnya dan Rendra tau berasal dari mana karena hanya dirinyalah dan Aura yang berada di kamar pengantin ini.

“Abang mau mandi duluan atau Aura dulu?” sang istri bertanya namun Rendra yang semenjak masuk ke dalam kamar hotel memilih untuk menjatuhkan tubuhnya di sofa seraya menengadah dengan mata terpejam, begitu enggan menjawab.

“Ya udah, Aura dulu ya Bang!” karena tidak ada jawaban, gadis itu memilih untuk menjawab sendiri pertanyaannya.

Aura memutar tubuh memasuki kamar mandi, ia memilih membersihkan tubuh menggunakan shower untuk memangkas waktu ritual mandinya.

Selang berapa lama, Aura keluar dari kamar mandi sudah mengenakan piyama dengan rambut basah yang di keringkan nya dengan handuk kecil.

Rendra masih tidak bergerak ketika terakhir kali Aura meninggalkannya, didorong rasa penasaran yang tinggi akhirnya Aura berjalan mendekati Rendra.

Terdengar dengkuran halus dari hidung lancip lelaki tampan yang beberapa jam lalu sudah syah menjadi suaminya.

Aura menelusuri setiap jengkal wajah Rendra yang nampak sedang tertidur pulas.

Sebetulnya ia tidak terlalu sering bertemu Rendra karena memang semenjak lulus SD, Aura tinggal bersama Oma Reta.

Walaupun bertemu, mereka tidak pernah terlibat suatu pembicaraan bahkan untuk sekedar senyuman saja Aura jarang mendapatkannya dari Rendra.

Ia tidak pernah menyangka kalau Rendra tumbuh menjadi pria tampan dengan segala kejeniusan dan kesuksesan yang telah diraihnya di usia muda.

“Abang...” panggil Aura lembut.

“Abang....” panggilnya lagi seraya mengguncang lengan Rendra dan seketika itu juga Rendra terhenyak kemudian menghentak tangan Aura kasar.

Tatapan tajam penuh kebencian juga terpancar dari manik kelam Rendra sempat membuat Aura bergidig ngeri.

“Maaf...Tadi Abang ketiduran, jadi Aura bangunin!” Aura udah selesai mandinya!” ucap Aura sambil berjalan menjauh.

Dalam diam, Rendra beranjak dari sofa kemudian memasuki kamar mandi dengan menutup pintunya sedikit kencang hingga Aura tersentak.

Aura menatap cermin di hadapannya, memindai dirinya sendiri dari ujung kepala hingga kaki.

Mencari cela apakah dirinya begitu jelek hingga satu pria meninggalkannya dan satu pria lagi terpaksa menikahinya namun dengan rasa benci yang begitu besar.

Aura menghembuskan nafas lelah dengan bahu melorot kebawah.

Rasa sakit ketika Sigit meninggalkannya saja masih membekas dan tidak mungkin hilang dalam waktu dekat dan kini ia harus menghadapi pria dingin dan ketus yang terpaksa menikahinya tanpa cinta.

Ia harus bicara dengan suaminya, tapi bagaimana bisa bila suaminya sendiri begitu jengah walau sekedar menatap wajahnya saja.

Setelah mengeringkan rambutnya, Aura merangkak ke atas tempat tidur dan mengambil bagian di sisi sebelah kanan.

Ia menyisakan bagian kiri untuk Rendra, tidak berharap malam ini akan seperti malam pengantin pada pasangan yang menikah karena cinta tapi setidaknya malam ini ia sudah merubah statusnya menjadi seorang istri dan tentunya harus berbagi ranjang dengan sang suami.

Aura menarik selimut hingga bahunya, berbaring terlentang yang merupakan posisi ternyaman baginya.

Tidak berapa lama suara pintu kamar mandi terbuka, walau dengan mata terpejam Aura tau bila Rendra sedang berjalan mendekat karena aroma musk dari sabun cair yang digunakannya memenuhi indera penciuman Aura.

Beberapa detik saja Aura merasakan kehadiran Rendra di ranjang pengantin mereka karena detik berikutnya, lelaki itu sudah pergi menjauh karena Rendra hanya membawa bantal dan memilih untuk tidur di sofa.

Rasa sakit di hatinya kembali terasa, bukan karena Aura sudah mencintai Rendra tapi karena harus menerima kenyataan bila tidak ada pria yang menginginkannya bahkan suaminya sekalipun.

Aura tertawa sumbang di dalam hati, kenapa dirinya jadi berharap kalau Rendra akan menyukainya, mencintainya bahkan menginginkannya?

Jelas-jelas lelaki itu harus mengorbankan cintanya demi paksaan kedua orang tua juga keluarganya.

Ingin sekali Aura berbicara dengan Rendra, menjelaskan semuanya atau berterimakasih kepada lelaki itu dan membicarakan bagaimana nasib pernikahan mereka kedepannya.

Aura juga tidak berharap banyak dari Rendra, ia akan terima bila dalam beberapa bulan kedepan lelaki itu akan menceraikannya.

Tapi jangan mendiamkannya seperti ini, apa tidak bisa Rendra menjadi partner yang baik untuk berperan menjadi sepasang suami istri hingga akhirnya mereka berpisah nanti?

Jiwa dan raga Aura begitu terasa lelah saat ini, memilih untuk esok hari membicarakan masalah ini dengan suaminya, Aura pun tidak membutuhkan waktu lama terlelap dalam rengkuhan alam mimpi.

Dari sofa di tengah kamar itu, Rendra bisa melihat wajah Aura yang tengah terlelap.

Begitu polos dan tenang, tidak bisa Rendra pungkiri bila ia merasa bersalah dengan sikap dinginnya tadi kepada gadis itu.

Rendra menghembuskan nafas kasar, besok ia akan membicarakan banyak hal dengan Aura.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status