“Bang...senyum donk, jangan kaya kepaksa gitu!” tegur mama Rena yang baru saja masuk ke dalam membuat Rendra yang sedang berganti pakaian, menoleh.
“Tau nih, Abang masa cemberut gitu di hari pernikahan.” Zeline yang mengikuti mama Rena dari belakang, menimpali pura- pura tidak tahu kalau pernikahan ini bukanlah pernikahan yang diharapkan sang kakak. “Bang, andai papa bisa...papa yang akan berada di posisi kamu tadi,” kelakar papa Andra dari belakang Zeline membuat mama Rena mendaratkan capitan panas di perut beliau. Papa Andra berakting mengaduh kemudian menarik tangan Rena sampai tubuh mungil wanita yang melahirkan Rendra dan Zeline itu menubruk dadanya yang bidang. Kedua tangan kekar itu kemudian melingkar di tubuh Rena dan kecupan demi kecupan Andra hadiahkan untuk sang istri tercinta. Rendra tersenyum samar melihat kemesraan kedua orang tuanya yang tidak lekang oleh waktu. Mungkinkah dia bisa mengalami hal seperti itu dengan gadis yang baru saja dinikahinya? Rendra menghembuskan nafas berat, wajahnya begitu nelangsa tanpa mau mengomentari ucapan keluarganya. *** Mata Aura dan Rendra kembali bertemu namun bergegas Rendra memutuskan tatapan itu dengan mengalihkannya pada antrian para tamu yang telah mengular untuk memberikan selamat kepada mereka. Hati Aura mencelos kemudian rasa perih mulai terasa menggetarkan jiwanya. Sesaat kemudian Aura kembali disadarkan oleh kenyataan bahwa Rendra memang dengan sangat terpaksa menikahinya. Aura berusaha tersenyum namun tetap saja gadis yang biasa riang dan ceria itu terlihat begitu pendiam. Para tamu sempat dibuat bingung setelah melihat sang putra mahkota Gunadhya lah yang berada di pelaminan bukan anak pengusaha sukses yang berasal dari Jogjakarta, desas-desus mulai tercetus hingga berita mengenai pesta tersebut tersebar di dunia maya. Tentu saja Alisha jadi mengetahui hal tersebut dari beberapa temen sekolah mereka dulu. Gadis pujaan hati Rendra itu melorotkan tubuhnya di sofa ketika baru saja dirinya akan melangkah keluar Panti menyambut Rendi yang baru saja datang. “Kamu udah tau?” Pertanyaan pertama yang Rendi lontarkan setelah melihat ekspresi wajah Alisha yang bermuram durja. Alisha menganggukan kepala lalu menunduk dalam nyaris limbung ke samping kemudian Rendi memeluknya. Detik selanjutnya tangis Alisha pecah, emosi dan luapan kesedihan itu tumpah di dada bidang sang sahabat. Rendi menghembuskan nafas panjang, tatapannya kosong tapi tangannya aktif mengusap rambut Alisha lembut. “Kamu enggak perlu datang, Rendra yang minta...dia udah jelasin semuanya sama aku tadi, dia meminta maaf...,” tutur Rendi dengan berat hati merasa prihatin. “Aku harus datang, Ren...,” tukas Alisha setelah mendongak menatap netra pekat Rendi dengan sorot mata penuh kesakitan. “Tapi, Sha—-“ Kalimat Rendi terjeda. “Ren!! Aku harus minta penjelasan dia...dua malam lalu dia menjanjikan sesuatu kepada ku dan sekarang....” Alisha bahkan tidak sanggup melanjutkan kalimatnya karena perih di hati sudah mengambil alih semua kesadaran. Alisha kembali menangis tertahan dengan nafas tersendat dampak dari dadanya yang terasa sesak. “Denger, Sha...Rendra cerita semua sama gue ….” Dan mengalirlah cerita Rendi sesuai dengan apa yang disampaikan Rendra padanya dalam sambungan telepon. *** Rendra menerima semua uluran tangan disertai ucapan selamat dari para tamu yang sama sekali tidak dikenalnya karena memang pernikahan ini bukan untuk dirinya. Dia mencoba tersenyum dari pada merutuki nasibnya, dari sebelah kiri sana sang mama berkali-kali mengepalkan tangan ke udara memberi semangat sementara sang papa mengangkat jempolnya. Rendra jadi ingat ketika dulu dirinya mengikuti lomba olimpiade matematika tingkat nasional, kedua orang tuanya memberi semangat seperti ini. Sudut mata Rendra mengkhianati hatinya karena telah lancang melirik Aura yang terlihat murung di sebelahnya. Rendra jadi menyesal telah bersikap ketus kepada gadis itu ketika tadi tatapan mereka bersirobok. Dia mengembalikan pandangan ke depan, entah sampai kapan antrian para tamu akan berhenti karena jujur saja dirinya sudah lelah lahir bathin. Sosok wanita cantik yang begitu dia cintai dan rindukan tiba-tiba saja mengalihkan dunianya membuat Rendra mematung beberapa saat dan tanpa sadar melewatkan tamu undangan yang memberikan selamat. Gadis itu semakin dekat, dalam beberapa detik saja sudah berdiri di depan Rendra dengan satu tetes air mata yang mengalir dari sudut mata. Rendra mengangkat tangan mengusap air mata di wajah Alisha membuat Aura beserta seluruh keluarga dan kerabatnya terperangah. Tanpa sadar mereka menahan nafas, tidak percaya dengan apa yang ditangkap indera penglihatan karena setau mereka Rendra selalu bersikap dingin pada teman wanitanya, tidak pernah terlihat menyukai seorang gadis apalagi memiliki kekasih tapi jelas-jelas kini mereka melihat Rendra begitu hangat kepada seorang gadis yang mereka tau hanya sebagai sahabatnya saja dan merupakan anak angkat Gunadhya. Beragam spekulasi mulai memenuhi benak mereka bahkan mama Rena menutup mulutnya yang menganga menggunakan kedua tangan karena tidak menyangka sang putra mencintai seorang gadis yatim piatu yang dia anggap sebagai anak sendiri. “Maaf....” Hanya satu kata itu yang bisa Rendra ucapkan. Alisha tersenyum getir. “Aku udah denger semua dari Rendi...semoga kamu bahagia.” Semua kata-kata yang sempat Rendra susun untuk menjelaskan semuanya kepada Alisha mendadak hilang, menguap begitu saja tapi tidak mungkin juga dia menjelaskan kepada Alisha di sini, di atas pelaminannya dengan Aura. “Selamat Tinggal, Narendra.…” Gadis yang tengah terisak itu melirih setelahnya melangkah cepat menuruni pelaminan seraya membekap mulutnya yang tidak sanggup menahan erangan kesakitan di hati. Rendra berusaha mengejar namun papa Andra menghadang. “Jadilah pria sejati yang bertanggung jawab, Bang!” tegas papa Andra dengan sorot mata penuh intimidasi membuat Rendra mundur beberapa langkah kembali ke tempatnya. Diujung pintu Ballroom, Rendra bisa melihat Rendi sedang menatapnya penuh kebencian dan tidak berapa lama Alisha menghampiri sahabatnya itu kemudian mereka berdua berjalanan beriringan meninggalkan pesta yang seharusnya menjadi titik balik hidupnya memulai lembaran baru kehidupan menuju kebahagiaan. Mungkin hal itu tidak akan pernah terjadi karena gadis yang dinikahinya bukan Alisha. Bahkan kini, sepertinya dia sudah kehilangan seorang sahabat selain cinta dalam hidupnya. Alisha pergi meninggalkan pesta pernikahan pria yang dicintainya dengan hati penuh luka. Di atas pelaminan, Aura semakin tertohok lantaran merasa telah merusak kebahagiaan sepasang anak manusia yang saling mencintai. Ingin rasanya dia tenggelam ke dasar bumi yang paling dalam, tidak perlu melanjutkan pernikahan ini karena telah memperkirakan kalau kedepannya rumah tangga dengan Rendra tidak akan sebahagia pasangan pengantin baru pada umumnya sebab Rendra ternyata memiliki gadis lain yang dia cintai. Membuat seseorang pria jatuh cinta lebih mudah dibandingkan harus menggantikan wanita lain di hati seorang pria. Dosa apa yang dilakukan Aura di masa lampau hingga cobaan hidup menghantamnya bertubi-tubi. Apa yang harus dilakukan Aura? Masih adakah harapan untuk dirinya merasakan kebahagiaan seperti yang selalu diperlihatkan kedua orang tuanya?Rendra masih enggan bicara dengan istrinya walau sebenarnya dalam kasus ini Aura tidak bersalah bahkan gadis itu pun salah satu korban dari keegoisan para orang tua. Hanya saja Rendra masih butuh waktu untuk menetralkan perasaannya dan menerima takdir yang telah di tetapkan untuknya. Setan dalam hatinya sempat memberi ide untuk mengakhiri pernikahan ini hanya dalam waktu beberapa tahun saja. “Bang....” suara yang hampir tidak terdengar itu memanggilnya dan Rendra tau berasal dari mana karena hanya dirinyalah dan Aura yang berada di kamar pengantin ini. “Abang mau mandi duluan atau Aura dulu?” sang istri bertanya namun Rendra yang semenjak masuk ke dalam kamar hotel memilih untuk menjatuhkan tubuhnya di sofa seraya menengadah dengan mata terpejam, begitu enggan menjawab. “Ya udah, Aura dulu ya Bang!” karena tidak ada jawaban, gadis itu memilih untuk menjawab sendiri pertanyaannya. Aura memutar tubuh memasuki kamar mandi, ia memilih membersihkan tubuh menggunakan shower
Pagi ini semua keluarga berkumpul di restoran hotel untuk santap pagi.“Bang, Grandpa sudah mengurus kepindahan kuliah Aura ke London jadi besok kamu dan Aura bisa kembali ke London...” Grandpa yang duduk di ujung meja membuka suara.Rendra mengangguk samar setelah menoleh menatap wajah sang Grandpa sebagai rasa hormat.“Abang ga bisa ambil cuti bulan madu, sebulan ajaaaa...Mama masih kangen sama Abang!” Mama Rena yang duduk disamping Rendra berkata demikian kemudian memeluk pundak sang anak dari samping.“Ga bisa Ma, kerjaan Abang udah terlalu lama di tinggal...” balas Rendra lembut dengan senyum dan tatapan hangat membuat Aura mendongak.Ia tidak pernah menyangka bila pria dingin dan ketus itu bisa bersikap hangat.Perbincangan mereka berlanjut dengan membicarakan sesuatu yang ringan, kedua orang tua Aura dan Rendra nampak larut dalam canda tawa pagi itu.Moment ini adalah moment dimana mereka semua berkumpul dengan personil lengkap, semua Kakek dan Neneknya ada disana juga para Om
Aura tidak mengerti kenapa Rendra seakan begitu membenci dirinya.Padahal lelaki itu bisa menolak bila memang tidak ingin menikah dengannya.Keterdiaman Rendra sungguh membuat Aura jengah, maka ia beranjak dari kursinya di kabin bagian belakang pesawat kemudian berjalan mendekati Rendra dan mendudukan tubuh tepat di depan Rendra yang sedang fokus memindai Macbook ditangan.“Bang...Aura mau bicara,” kata Aura pelan hampir tidak terdengar oleh Rendra.Rendra mendongak dengan ekspresi wajah datar dan tatapan dingin bukan tatapan tajam yang seperti kemarin lelaki itu layangkan namun mampu membuat Aura merinding karenanya.Rendra menghembuskan nafas perlahan kemudian menyimpan MacBook di meja tanda bahwa ia sedang memfokuskan perhatiannya pada Aura.Aura yang sedang di tatap seperti itu jadi terkesiap dan kehilangan kata-kata bahkan sempat lupa apa yang akan dibicarakannya dengan Rendra.Gadis yang masih perawan setelah dua hari menikah itu berdehem untuk menetralkan jantung yang mu
“Bang ....” “Hem ....” Walau lelaki itu memejamkan mata dengan tangan yang disimpannya di atas kening namun masih mau menjawab panggilan Aura membuatnya merasa bahagia.“Tidur di kasur aja, kasurnya luas kok...kita pake guling sebagai penghalang.”Aura menawarkan solusi tanpa maksud merayu.Rendra membuka mata menatap Aura yang kemudian tersenyum memamerkan deretan gigi putih dan bersihnya.Rendra menggelengkan kepala kemudian memejamkan kembali matanya.“Bang...Aura enggak enak hati kalau Abang tidur di sofa terus,” ungkapnya lalu menjatuhkan tubuh duduk di karpet bulu yang melapisi lantai marmer di kamar Rendra.Punggungnya bersandar di kaki sofa kemudian menengadahkan kepala sampai mengenai betis Rendra membuat lelaki itu terhenyak dan refleks mengangkat kakinya.“Baaaang....Tidur di kasur, yoooo …,” rengek Aura seperti sedang merengek kepada Kenzi sementara Rendra merasa sedang menghadapi Zeline.Rendra berdecak pelan namun tak ayal, menurunkan kakinya kemudian beranjak
Obat penahan rasa sakit yang diresepkan dokter ternyata membuat Aura mengantuk setelah makan malam tadi.Jam menunjukan pukul sebelas malam ketika Aura terbangun karena merasakan tenggorokannya kering.Dia hendak menurunkan kakinya namun suara bas seorang pria mendadak menghentikan niat tersebut.“Mau apa?” “Haus...” jawab Aura setelah menoleh pada asal suara yang ternyata sosok suaminya yang sedang duduk di sofa.Lelaki itu sedang menonton film Hollywood di saluran televisi berbayar.Rendra beranjak dari sofa melangkah keluar dan tidak perlu dijelaskan lagi kalau lelaki irit bicara itu tidak mengatakan sepatah kata pun walau hanya sekedar meminta Aura menunggu karena saat ini Rendra sedang menuju dapur mengambil air mineral untuk Aura.Rumah Granpa Salim yang begitu besar membutuhkan waktu bagi Rendra menjangkau dapur, beruntung sebelum sampai di dapur lelaki itu berpapasan dengan seorang pelayan dan meminta untuk membawa air mineral ke kamar.Setelah mendapat anggukan dari
Beberapa saat kemudian Rendra kembali dengan salep memar di tangan lalu duduk di sisi ranjang di mana Aura telah dalam posisi duduk.Rendra membuka tutup salep lantas mengoleskan salep seujung jari di kening Aura perlahan, sesekali Aura meringis.Setiap ringisan yang terdengar, Rendra meniup luka tersebut membuat harum mint dari nafas Rendra menerpa wajah Aura.Ya ampun, jantung Aura jadi berdebar-debar karenanya.Aura sendiri tidak mengerti kenapa, wajahnya pun merona sehingga dia harus secara perlahan menundukan kepala untuk menyembunyikannya. Tapi Aura terlambat, Rendra telah melihat rona merah itu dan begitu tampak menggemaskan di matanya.“Kamu ceroboh,” tegur Rendra dingin berusaha menetralkan perasaan aneh yang mulai menelusup ke dalam hatinya.Lelaki itu beranjak berdiri untuk menyimpan kembali salep ke tempatnya.Aura tidak perlu mengomentari karena seketus apapun Rendra padanya, dia tau kalau lelaki itu menyayanginya Hari ini berkali-kali Rendra menunjukan perhati
“Bang....” “Hem ....” Rendra bergumam sebagai respon dengan mata terpejam setelah keduanya berbaring sejajar dengan posisi terlentang di atas tempat tidur.Setelah makan malam tadi mereka sempat menonton film bersama di ruang televisi dengan Aura yang duduk manis di sampingnya tanpa suara bahkan sesaat Rendra tidak sadar ada makhluk manis yang sedari tadi menemani.Dan ketika keduanya memutuskan untuk tidur, Rendra sempat menggendong Aura yang kesulitan menaiki tangga.Lagi-lagi Rendra bisa melihat wajah Aura merona, gadis itu melingkarkan kedua tangan di leher Rendra dengan wajah menengok ke belakang membuat hembusan nafasnya mengenai leher Rendra membuat gelenyar aneh terasa di dari dalam tubuh pria itu.Beberapa hari hidup bersama Aura memang tidak begitu merepotkan karena gadis itu juga tidak banyak permintaan, lebih sering diam dan menuruti semua perkataannya.Tubuh Aura juga ringan jadi ketika Rendra harus menggendong Aura dari lantai bawah ke kamarnya yang berada di la
Rendra yang baru saja turun dari mobil disambut kepala pelayan langsung menanyakan bagaimana keadaan Aura.“Bebatnya sudah bisa dilepas dan dokter menganjurkan nyonya Aura untuk belajar berjalan,Tuan …,” jawab Agusta memberitahu.“Di mana dia sekarang?” Rendra kembali bertanya seraya melonggarkan ikatan dasi di leher.“Di taman belakang, Tuan … sedang belajar berjalan.”Setelah mendengar jawaban Agusta, Rendra menaiki anak tangga menuju kamar untuk membersihkan diri.Perhatian Rendra yang sedang membuka pakaiannya di walk in closet teralihkan ketika mendengar suara tawa Aura.Dia melangkah mendekati jendela besar yang mengarah pada halaman belakang.Aura sedang berlajar berjalan dibantu Jerry, sesekali Aura tertawa kemudian memukul pelan pundak Jerry.Seingat Rendra, Aura tidak pernah tertawa serenyah itu ketika sedang bersamanya.Kening Rendra terlipat dalam dengan sorot mata tajam menatap sang istri yang kini berada dalam dekapan Jerry yang berhasil menangkap Aura ketika g