Share

Bab 2

“Ini Sekar kekasihku.” 

Dari sekian  banyak wanita yang bisa menjadi pacar suaminya kenapa harus wanita ini. tidak cukupkah luka yang wanita ini torehkan pada keluarganya dulu? 

Alisya tak mungkin salah mengenali orang, meski penampilannya sudah dipoles sana sini sedemikian rupa, tapi senyum dan wajah  lembut penuh tipu muslihat itu tak akan pernah dia lupakan. 

Dan sepertinya Sekar  menyadari siapa dirinya  tapi seperti yang sudah Alisya kenal bertahun-tahun yang lalu, Sekar adalah orang sangat pandai menjaga raut wajahnya, dan itu yang membuatnya berbahaya. 

Alisya tahu ini sudah sangat terlambat, tapi bertemu dengan wanita ini membuatnya bukan hanya merasakan  rasa sakit tapi juga amarah.

“Halo Alisya.” Alisya masih menggenggam tangannya kuat berusaha menguasai dirinya saat wanita itu berjalan mendekatinya dan mengulurkan tangan dengan senyum terkembang. 

“Halo,  kamu pasti sudah tahu siapa aku, meskipun itu tak menyurutkan langkahmu untuk memilki suamiku.” Alisya sendiri terkejut dia mampu berbicara seperti itu, tapi tentu saja dia tidak akan menarik ucapannya, dia hanya mengatakan fakta tidak ada yang salah bukan.

 “Bukankah cinta memang membutuhkan pengorbanan, dan aku siap berkorban untuk cintaku yang begitu besar untuk Pandu.” 

Cinta? Dia memang tidak memiliki itu, tapi haruskah dia menyerah dengan semua ini, dia adalah istri Pandu yang sah dimata hukum dan agama, tidak ada yang bisa menyangkal hal itu. 

Alisya tersenyum miris, apalagi saat  Pandu dengan senyumnya menyambut uluran tangan itu, tidakkah mereka sedikit saja memiliki rasa malu?

 “Aku akan menikahi Sekar,” Pandu mengatakannya dengan tenang, dia bahkan tak perduli dengan perasaan Alisya. 

Alisya menatap Pandu dengan tatapan tak percaya, benarkah dia masih Pandu laki-laki baik hati dan bertanggung jawab yang membuatnya kagum, kenapa sekarang seolah sosok yang dikenalnya dulu telah mati. 

Dia tidak ingin menangis dihadapan mereka, Alisya tak ingin memperlihatkan kesedihannya. 

Alisya menarik napas panjang sebelum mengangguk lalu segera memutar kursi rodanya.  

“Al, tunggu.” Alisya mendengar panggilan itu tapi dia sama sekali tidak ingin menoleh dia tak akan sanggup menatap pertunjukan kemesraan dua orang itu.

Dia sadar dia hanya wanita yang tak diinginkan kehadirannya, Pandu harus bertanggung jawab karena menyebabkan kakinya lumpuh. Dan pernikahan mereka terjadi karena desakan orang lain, meski Alisya akui kalau dia sudah lama menyimpan rasa untuk laki-laki  itu saat masih bekerja di perusahaan yang sama. 

Semula Alisya ingin kembali ke kamarnya, tempat paling nyaman di rumah ini yang membuatnya terhindar dari pandangan meremehkan ataupun  kasihan semua orang, tapi dia sedang tidak ingin ke sana, dia terus mengarahkan kursi rodanya ke halaman belakang yang sepi. 

Para pelayan rumah ini masih sibuk mempersiapkan hidangan untuk nanti malam. Ulang tahunnya. Akan tetapi sekarang Alisya tak yakin lagi mungkin ini memang momen yang disiapkan Pandu untuk menyambut kekasihnya. 

Alisya menengadahkan kepalanya, dia tak tahu kepada siapa lagi dia harus berkeluh kesah, dia merasa sendiri sekarang tanpa ada seorang pun yang bisa menolong. 

Ketulusan dan pengorbanannya ternyata berbuah pengkhianatan. Tanpa sadar air mata mengalir ke pipinya, tapi suara langkah di belakangnya membuat Alisya menelan kembali tangisnya. Dia tidak ingin terlihat lemah, meski dia tahu keadaannya memang menyedihkan. 

“Kenapa datang kemari bukan ke kamar?” 

Alisya tak perlu menoleh karena dia hapal betul suara siapa itu.  tapi dia juga tidak memiliki keinginan untuk menjawab pertanyaan  basa basi itu.

Alisya mendongak tak ingin terlihat lemah, dia menatap mata Pandu dengan berani “Kenapa mas membawanya kemari?” tanyanya. 

“Ini rumahku.” Ada nada tegas dalam suaranya yang membuat Alisya langsung tersentak kaget. 

Benar ini memang rumah Pandu, dia sama sekali tidak berhak ada di sini andai peristiwa itu tak terjadi. 

“Aku tahu, karena itu aku pergi,” jawab Alisya dengan pahit.

Pandu menatap Alisya dengan kesal. “Apa kamu tidak pernah diajari sopan santun, sikapmu membuat Sekar merasa tak diharapkan.” 

Alisya hanya bisa tersenyum getir mendengar ucapan Pandu. Itu hinaan luar biasa kejam untuk wanita yang sedang berusaha mempertahankan pernikahannya. Kalimat itu seperti anak panah  yang langsung menusuk jantungnya, begitu sakit dan membuatnya sekarat.

Selama ini Alisya tahu kalau Pandu memang tidak mencintainya tapi dia sama sekali tidak menyangka laki-laki itu akan menghadirkan wanita lain dalam pernikahan mereka.

“Sejak kapan mas berhubungan dengannya?” tanyanya dengan suara tercekat. 

Pandu mengangkat alisnya. “Apa itu penting?” tanyanya tak peduli. 

Alisya mengangguk. “Setidaknya jika aku tahu lebih awal pernikahan ini tak perlu terjadi.” 

Alisya tahu dia dulu memang terlalu naif, menerima begitu saja saat Pandu menikahinya sebagai bentuk tanggung jawab karena kecelakaan itu.

Rasa cinta yang diam-diam dia punya untuk Pandu membuatnya tak berpikir panjang. Sosok yang begitu dia kagumi dan selalu menghiasi mimpi-mimpinya. 

 “Kamu tidak lupa bukan kalau ibumu membutuhkan biaya yang sangat besar.”

Alisya langsung melengos. Itu ancaman yang tidak bisa Alisya abaikan. Ibunya adalah satu-satunya orang yang dia miliki sekarang ini, dan dia tidak akan sanggup jika sesuatu yang buruk terjadi padanya. 

 “Aku tak akan lupa, tapi aku tidak bisa memaksa orang bersamaku jika dia tidak mau,” kata Alisya, dia menghela napas panjang lalu meneruskan meski dengan hati luar biasa sakit.“Jika ini tentang kakiku yang lumpuh, aku bisa mengatasinya, mas tidak perlu merasa bersalah.” 

“Bukankah ini memang yang kamu inginkan,” Kata Pandu dengan senyum meremehkan. “Kamu pernah bilang mencintaiku atau ini hanya soal uang?” 

Salah satu alasannya menikah dengan Pandu memang uang bukan, dia bahkan merasa tak mampu lagi membiayai pengobatan ibunya. Meski cinta tulusnya untuk Pandu tentu saja bukan sebuah kebohongan.

“Jika yang aku inginkan adalah uang apa mas akan melepasku?” tanya Alisya dengan tegar, kehadiran wanita lain membuatnya mati rasa, dia hanya ingin melepaskan semuanya untuk kesehatan mentalnya tapi dia juga butuh uang untuk pengobatan ibunya. 

Alisya bahkan tidak peduli jika setelah ini Pandu berpikir dulu dia sengaja menghadang mobil laki-laki itu dan menyebabkan kecelakaan. Seperti tuduhan Pandu selama ini.

“Tidak kusangka kamu selicik ini.” 

Alisya mengangguk, dia sudah menduga tapi sekarang tak peduli lagi. Kesembuhan ibunya adalah yang utama. 

“Mas hanya perlu memberiku uang untuk pengobatan ibuku dan aku akan pergi dari sini.” 

Pandu langsung melotot dia terlihat sangat tidak suka dengan ucapan Alisya.

“Kamu akan tetap menjadi istriku suka atau tidak.” 

Alisya menatap Pandu dengan kaget,  ini sangat tidak masuk akal.

 “Aku akan menambah uang bulanan untukmu, dan juga memindahkan ibumu ke rumah sakit yang lebih baik asal kamu tidak berbuat macam-macam.” 

Alisya langsung menatap Pandu dengan seksama, itu memang penawaran yang sangat menarik, tapi dia sudah belajar banyak hal untuk tidak langsung mempercayai madu yang ditawarkan Pandu. 

 “Ah ternyata kalian di sini.” 

Keduanya langsung menoleh. Pandu langsung tersenyum pada Sekar dan berniat mendekati wanita itu tapi Sekar langsung berjalan ke arah Alisya dan memeluknya.  “Aku baru tahu kalau hari ini hari ulang tahunmu, Al. Selamat ulang tahun ya.” 

Alisya duduk kaku di kursi rodanya, dia tidak membalas pelukan Sekar, hatinya terlalu sakit tapi yang membuat Alisya marah adalah bisikan wanita itu. “Ternyata kamu sama saja dengan ibumu hanya orang buangan.” 

Kali ini Alisya tak sanggup lagi menahan emosinya, tangannya langsung mendorong tubuh Sekar dan menampar pipi wanita itu dengan keras. 

“Alisya!” 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status