Share

Bab 4

Wajah pucat dan mata sembab.

Itulah yang dilihat Alisya dari sosok dalam pantulan cermin. 

Dia ingin tetap di dalam kamar dan tidak usah menghadiri pesta itu, tapi dia tidak bisa mengabaikan ancaman Pandu. 

Alisya tak menyangka bahwa banyak orang yang hadir untuk menghadiri pesta ulang tahunnya, tapi dia  bahkan tak tahu siapa saja yang diundang. Dia memang pemeran utama dalam pesta ini tapi dia merasa seperti tamu yang tak diundang, begitu menyedihkan.

Tentu saja ini pesta untuk Sekar, wanita yang dicintai Pandu.

Alisya mengedarkan pandangannya tak terlihat Pandu atau keluarganya dimanapun. Bahkan Sekar juga tak ada diantara tamu yang tak semua Alisya kenal. 

“Aku tidak tahu apa yang membuatmu betah duduk di kursi menyedihkan itu?” 

Alisya yang semula sibuk mengedarkan pandangan mencari keberadaan Pandu langsung menoleh dan menemukan laki-laki yang menatap sinis padanya. 

Pramudya Setiaji, sahabat Alisya, mereka sudah mengenal sejak SMA, ayah Pram adalah salah satu rekan bisnis ayah Pandu, mungkin alasan itu yang membuat laki-laki ini diundang hari ini. 

 Pram adalah salah satu orang yang tidak setuju dengan pernikahan Alisya dan Pandu dulu.

Alisya yang waktu itu sempat marah pada Pram dan membuat mereka saling menjauh, bahkan dia sama sekali tidak tahu jika hari ini Pram juga diundang. Setelah dua tahun inilah pertemuan pertama mereka. 

“Pram! Kamu di sini!” Alisya menekan tombol pada kursi rodanya dan benda itu mendekati laki-laki yang berdiri dengan wajah permusuhan itu, dia seperti tak menyadari keengganan laki-laki itu untuk dia dekati. 

“Oh ayolah apa kamu tak merindukanku,” kata Alisya dengan wajah memelas. 

Laki-laki itu berdecak kesal tapi tak urung juga menundukkan tubuhnya dan memeluk Alisya. 

“Aku senang kamu ada di sini, apa kamu sudah tidak marah lagi?” 

“Inginku sih tidak, tapi melihatmu seperti ini aku benar-benar marah,” jawab laki-laki itu cuek. “Dan dimana suami yang kamu puja itu?” tanyanya sinis

Alisya mencoba tersenyum, mana mungkin Pandu mau menemaninya. “Dia sedang bersiap-siap, sebentar lagi dia pasti turun.”

“Benarkah? Mengesankan sekali,” kata Pram penuh sarkas. 

“Pram.” 

Alisya tahu Pram tidak pernah menyukai Pandu, bahkan sejak dulu sebelum laki-laki itu menyebabkan kecelakaan yang membuat kakinya tak bisa berjalan lagi.  Pramlah yang menentang keras pernikahan Alisya dan Pandu, dan menjauh setelah Alisya mengambil keputusan tetap menikahi Pandu.

“Kamu belum menjawab pertanyaanku kenapa kamu masih betah di kursi sialan itu, bukankah dokter bilang kamu bisa segera berjalan.” 

Alisya menatap kedua kakinya dengan miris. “Mungkin dokter salah diagnosa, kakiku sama sekali belum bisa digerakkan,” katanya dengan nada sedih dan itu membuat laki-laki di depannya menatap tak percaya padanya. 

“Kukira kamu sengaja tidak berobat supaya terus mendapat simpati laki-laki itu,” komentarnya sinis. 

Mata Alisya langsung membelalak. “Untuk apa aku melakukannya, aku tidak suka jadi orang invalid yang menyedihkan,” balasnya tak terima. 

“Baguslah kalau masih seperti itu.”

Dan laki-laki itu pergi begitu saja membuat Alisya luar biasa sedih. Apa dia telah kehilangan sahabatnya. 

Apakah memang dia selalu ditakdirkan untuk ditinggalkan? 

Alisya menatap sedih pada Pram yang berlalu dari hadapannya, tapi deheman seseorang yang sedang menuju ke arahnya membuatnya merasa bersalah.

Dia tahu seharusnya dia tidak lagi berdekatan dengan laki-laki lain setelah pernikahannya, tapi bukannya Pram hanya sahabat baiknya dan mereka sudah seperti saudara. 

Dia tahu dia memang salah dengan menikahi Pandu karena kejadian itu, tapi hatinya tidak bisa berbohong kalau dia memang sangat menginginkan laki-laki itu. 

Sekarang dia harus menerima konsekuensi keputusannya. 

Pandu yang membencinya karena menganggap Alisya menjebaknya dengan kecelakaan itu dan bahkan sekarang laki-laki itu menghadirkan wanita lain dan lebih mengabaikannya. 

Semenjak ayahnya meninggal dan ibunya sakit Alisya harus berjuang keras di atas kakinya sendiri untuk kelangsungan hidupnya juga ibunya tapi... 

Sekarang kakinya bahkan tidak sanggup menompang berat tubuhnya. 

“Selamat ulang tahun, Nak. Kenapa kamu tidak menyapa tamu-tamumu.” 

Tamu-tamumu? Bahkan Alisya saja tidak mengenal sebagian besar dari mereka. “Saya bahkan tidak mengenal mereka,” jawabnya jujur.

Ayah mertuanya selalu memperlakukannya dengan baik, berbeda sekali dengan ibu mertuanya yang sering menghinanya dengan kata-kata kasar. 

“Kalau begitu ayah akan perkenalkan mereka padamu.” 

Laki-laki tua itu sudah siap mendorong kursi roda Alisya tapi wanita itu menggeleng. “Tidak perlu yah, mungkin mereka teman-teman mas Pandu, biar nanti saya minta Mas Pandu saja untuk membawa saja berkenalan,” tolak Alisya dengan sopan. 

Terdengar helaan napas yang membuat Alisya menoleh ke belakang, lalu laki-laki tua itu berjalan ke depan Alisya. “Mereka rekan bisnis kami,  apa Pandu belum pernah memperkenalkanmu pada mereka.” 

Alisya menggeleng sambil tersenyum, berusaha menampilkan kalau dia baik-baik saja. “Saya selama ini fokus pada pengobatan kaki saya.” 

“Ada dokter yang bertugas memastikan kesehatanmu, jadi jangan khawatir lagi kamu pasti bisa segera berjalan lagi, apa kamu meminum obat yang diberikan dokter dengan rutin?” 

Ada yang menggelitik hati Alisya saat ayah mertuanya menanyakan hal itu tapi dia memilih menganggukkan kepala. 

“Tentu saja, ayah saya ingin sembuh.” 

“Baguslah.” 

Alisya kembali hanya sendirian saat ayah mertuanya menyambut seorang tamu yang terlihat penting dan lagi-lagi Alisya sama sekali tidak mengenalnya, padahal semua orang bilang ini pesta untuknya. 

Pandangan Alisya mengedar ke semua tempat, dia mencari Pandu yang tak terlihat dimanapun juga Sekar. 

Apa mereka menghabiskan waktu bersama? 

Kenapa rasanya sakit sekali hatinya apalagi mengetahui kalau Sekar tengah hamil, apa sebenarnya dibelakangnya mereka berdua sudah menikah? 

Alisya menatap dekorasi ruangan yang begitu indah itu lalu tersenyum pahit, dekorasi ini bukan untuknya bahkan bunga-bunga yang tarpasang di setiap sudat ruangan bukan yang dia suka. Ini pesta untuk Sekar. 

“Tuan meminta Nyonya untuk naik ke atas panggung, acara akan segera dimulai,” kata seorang wanita yang Alisya tahu salah satu pelayan di rumah ini, meski dia tidak tahu siapa namanya. 

Alisya mengarahkan pandangan pada panggung yang dimaksud wanita itu dan benar saja, sudah ada Pandu yang berdiri di sana dengan senyum lebar, tapi tatapannya bukan tertuju padanya tapi pada wanita yang sedang duduk bersama kedua orang tua laki-laki itu. 

Memangnya apa yang kamu harapkan Alisya, batin Alisya menjerit perih. 

Andai dia dulu tahu Pandu adalah milik Sekar dia pasti akan menolak pernikahan ini, meski dia mencintai laki-laki itu. 

Lima tahun. Sekarang dialah perusak hubungan mereka, ada rasa bersalah dalam hati Alisya yang dengan semena-mena masuk dalam hubungan dua orang itu, tapi sisi batinnya yang lain juga mengingatkan kalau dia sama sekali tidak tahu, dan perbuatan dua orang itu tetap saja perselingkuhan. 

“Setelah memotong kue aku ingin kamu sendiri yang melamar Sekar untukku,” gumaman pelan di belakangnya itu membuat Alisya membeku. 

Sekejam itukah Pandu memperlakukannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status