Share

Bab 10

Penulis: Ajeng padmi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-09 17:45:51

“Ayo pikir! Ayo... apa akalku sekarang!”

Alisya memukul-mukulkan tangannya pelan pada kursi rodanya. Dia terbiasa mandiri dan sejak kehilangan sang ayah, ibunya yang dulunya hanya ibu rumah tangga harus mengambil alih peran sang ayah untuk mencari nafkah setelahnya.

Dan Alisya tak tega ketika harus merengek pada sang ibu yang selalu kelihatan lelah sepulang kerja. Otaknya yang cerdas sangat membantu sekali dalam pendidikannya, dia mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang sarjana dan berhasil lulus dengan presikat sangat memuaskan.

Itulah yang mengantarkannya mendapatkan undangan kerja dariperusahaan milik keluarga Pandu. Perusahaan multinasional yang bergerak dibidang makanan ringan. Dengan otak cerdasnya Alisya berhasil medapatkan jabatan yang lumayan mentereng di bagian keuangan, bagian yang paling basah pada sebuahperusahaan.

Gaji yang diterima Alisya juga cukup besar untuk membiayai kehidupannya dan sang ibu, apalagi mereka bukan pribadi yang gemar berf
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (4)
goodnovel comment avatar
atybobo78
sdmangat sembuh alisya
goodnovel comment avatar
Nilam Galuh
fix sih alisya harus keluar jauh2 dari rumah itu
goodnovel comment avatar
Emy Masna
semangat alisya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 11

    Rencananya Alisya akan berbelanja terpisah dengan juru masak keluarga Pandu. Dia sudah menghubungi Pram untuk meminta seseorang mencarikan bahan makanan yang dibutuhkan, sedangkan Alisya akan diam-diam pergi dengan mobil yang disiapkan Pram. Terdengar mudah memang rencana itu, tapi Alisya yang sejak kecil tidak biasa berbohong langsung berkeringat dingin, tapi tentu saja dia tidak akan menyerah dengan mudah. “Jangan kencang-kencang membawa mobilnya! Dasar anak muda!” omel si bibi pada anak pak Maman yang mengantar mereka. Berbeda dengan pak Maman yang merupakan pengemudi yang tenang, anak laki-lakinya mungkin dulu bercita-cita menjadi pembalap tak kesampaian, dia mengemudi seperti kesetananan menyalip ke sana kemari. Mobil yang mereka gunakan memang jenis mobil mahal yang biasanya dipakai mengantar Alisya sehingga guncangan tak begitu terasa tapi untuk wanita paruh paya di sampingnya sangat berpengaruh. Mukanya terlihat san

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-09
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 12

    Siapa? Dari sekian banyak orang yang tak menyukainya di rumah itu, Alisya tidak tahu siapa yang melakukan hal sekonyol itu? Akan tetapi hal yang lebih mengusik pikirannya adalah kenapa? Jika dia sembuh tentu saja Alisya akan dengan senang hati pergi dari sana dan Pandu yang menikahinya karena kakinya umpuh tak akan punya alasan lagi untuk menahannya. Dokter itu dokter yang cukup punya nama, dia pasti punya alasan kuat mempertaruhkan reputasinya seperti itu. Baik ayah mertua, ibu mertua ataupun suaminya memang punya uang dan pengaruh yang besar di mata masyarakat. Apa mereka bertiga pelakunya?“Sampai kapan kamu akan melamun di sana?” tanya Pram yang masih menunggu Alisya kembali ke bumi lagi. “Pram sudah selesai?” tanya Alisya menutupi keterkejutannya. Laki-laki itu hanya menatap malas pada Alisya. “Ayo kembali ke mobil.” Pram kembali mengemudi dengan kecepatan tinggii, tapi kali ini Alisya tidak ingin protes lagi seluruh energinya tersedot habis untuk berpikir, kenyataan ini

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-10
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 13

    “Tuan dan Nyonya besar akan makan malam di sini, tuan muda meminta nyonya menyiapkannya.”Alisya mengernyit. Papa dan mama mertunya jarang sekali datang ke rumah ini, kalau datang  pasti ada hal penting atau acara seperti waktu itu. Alisya bukan keberatan orang tua Pandu datang berkunjung, dia sama sekali tidak punya hak untuk itu. yang membuatnya tidak nyaman adalah karena mereka terutama mama Pandu yang selalu saja menghinanya membuat Alisya tak nyaman dan memilih menjauh. Alisya hanya mengangguk untuk menanggapi dan melanjutkan pekerjaannya. Pandu dan mamanya meski tak menyukai kehadirannya sebagai istri dan menantu di rumah ini tapi mereka sangat menyukai masakan Alisya dan menginginkan selalu memasak untuk mereka saat makan di rumah ini. Sedikit hal yang mampu memberikan kepercayaan diri pada Alisya, hanya sedikit karena mereka berdua menganggap itu balas jasa yang pantas untuknya. “Ada yang bisa saya bantu nyonya?” Alisya menger

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-10
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 14

    “Bagaimana dengan rasa masakan kedua yang kita coba tadi Nyonya?” “Aku lebih suka masakan yang pertama.” “Saya rasa juga begitu, jadi kita gunakan yang pertama atau kita cari lagi?” Alisya berpikir sejenak, seharusnya catering yang pertama sudah cukup untuk pesta itu, tapi saat dia berbicara tadi dengan pemilik, mereka tidak mampu menyediakan semua menu hanya beberapa saja. sedangkan catering yang kedua bisa menyediakan semuanya tapi rasanya tidak terlalu enak. “Saya rasa kita datangi saja catering satu lagi baru memutuskan,” jawab Alisya. “Baik Nyonya.” Alisya memang akhirnya mengurus semua persiapan suaminya dan Sekar, meski dengan hati yang berdarah-darah. Apalagi Sekar yang terlihat selalu ingin membuatnya cemburu dengan menempel erat pada Pandu dan laki-laki itu sama sekali tak keberatan dengan semua itu, membuat Alisya makin kesakitan. Akan tetapi ini satu-satunya cara untuk bisa menyelamatkan ibunya, anggap saja dia sedang bekerja dan Pandu bukan orang yang dia cintai.

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-11
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 15

    “Ibu!” Air mata Alisya tumpah melihat sosok di atas ranjang itu, hanya Tuhan yang tahu bagaimana dia berusaha keras untuk membuat sosok itu tetap bisa bernapas, memperlihatkan senyum teduhnya juga memberikan elusan ajaibnya di kepala Alisya. Wajah Alisya mendongak dengan air mata yang berderai membasahi pipinya. Seolah dia sedang menanyakan pada Tuhan yang maha tinggi kenapa memberikan takdir seperti ini padanya. Saat ini dia sama sekali tidak menginginkan hal yang lain kecuali ibunya, bahkan tidak juga cinta Pandu yang lama dia perjuangkan. Dia sibuk mengejar cintanya hingga lupa pada ibunya yang begitu tulus mencintainya. Ibunya tak sadarkan diri lagi.Tubuhnya yang kurus tinggal tulang membuat Alisya bahkan tak berani merengkuhnya. Berbagai peralatan penompang kehidupan ibunya terpasang membuatnya ngilu. Ibunya pasti kesakitan. Dan Alisya tak sanggup melihat ibunya seperti ini. “Apa tidak ada harapan lagi untuk ibu saya dok?” tanya Alisya pada dokter tua yang ramah itu. “T

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-12
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 16

    “Kamu sudah merasa jadi nyonya besar rupanya.” Alisya yang baru saja turun dari mobil hanya mendongak menatap suaminya yang menatapnya dengan wajah merah padam. “Maaf, kamu tahu prioritasku adalah ibu,” kata Alisya tanpa menatap pada Pandu yang seperti siap untuk menelannya. “Sudahlah, Sayang sebaiknya kita segera pergi sekarang. Alisya sangat menyayangi ibunya karena itu melakukan hal ini,” kata Sekar yang langsung bergelayut di lengan Pandu. Alisya hanya menatap wanita yang pernah menjadi teman masa kecilnya itu dengan datar, dia tahu seberapa munafik Sekar. “Kamu benar, kita sudah terlambat.” Pandu menatap Sekar dengan senyum di bibirnya dan tentu saja itu tak lepas dari pengawasan Alisya. Hatinya sakit tentu saja, istri mana yang mau diperlakukan seperti ini oleh suaminya tapi dalam hati Alisya selalu mensugesti dirinya kalau dia hanya bekerja di sini untuk ibunya tanpa melibatkan perasaan. Dan terbukti cara itu bisa me

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-12
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 17

    “Jaman sekarang yang penting uang, tak perduli suami mau punya istri berapapun.” Wanita sebaya Alisya itu mengatakannya dengan senyum lebar. Alisya mengenalnya dia salah satu sepupu Pandu meski jarang bertemu tapi pernah satu kali wanita ini datang ke rumah yang dia tempati. “Idih kalau aku sih ogah,” timpal wanita yang lain. “Itukan kamu yang bisa cari uang sendiri,” kata wanita yang pertama. “Makanya jadi wanita harus pintar cari uang seperti kita.” Alisya pura-pura tuli dengan sindiran itu, dia lebih memilih memusatkan perhatiannya pada beberapa orang yang membantunya untuk menata makanan yang akan disajikan oleh para tamu. Alisya benar-benar sibuk. Ibu mertuanya memang awalnya membantu dan mencemooh ini dan itu tentang pilihan Alisya, tapi setelahnya sibuk dengan kegiatannya sendiri dan membiarkan Alisya mengatur semua persiapan pernikahan Pandu dan Sekar. Untuk pernikahan super mewah dalam gedung, mereka bahkan tidak menggunakan eo. Semua pekerjaan di bawah tanggung jawab

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-13
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 18

    “Pergi!” teriak Alisya keras. “Ayolah manis kita bersenang-senang sebentar, aku jamin kamu pasti akan puas,” kata laki-laki itu kemudian terkekeh seperti orang gila. Tubuh Alisya langsung begetar karena emosi yang ditahannya saat melihat tatapan lancang laki-laki paruh baya ini pada tubuhnya, dia memutar otak. Tak ada yang mendengar teriakannya tadi atau mungkin mereka sama sekali tak peduli dengannya, entahlah. Jadi sekarang dia hanya bisa mengandalkan dirinya sendiri. “Di sini banyak orang mereka pasti akan memukuli paman kalau tahu melakukan pelecehan padaku,” kata Alisya berusaha tenang meski otaknya sibuk bekerja mencari akal untuk bisa lolos. Kekehan mencemooh keluar dari mulut laki-laki itu. “Siapa yang akan mendengar teriakanmu. Suamimu sibuk dengan keponakanmu yang cantik itu dan aku tahu kamu kesepian karena dia tak peduli lagi padamu.” Laki-laki ini benar-benar bajingan.  Alisya belum bisa memikirkan cara apa yan

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-13

Bab terbaru

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 292

    “Ya nggak bisa gitu pak, hpl itu bisa maju atau mundur, suka-suka bayinya mau keluar kapan. Kecuali bapak sudah merencanakan operasi, nah itu bisa tuh pilih tanggal cantik,” kata salah satu manager yang ikut makan siang bersama mereka.Meski sang istri sudah tidak bekerja lagi, tapi Alisya tetap mengirimkan makan siang untuk suaminya melalui sopir, kecuali hari di mana Pandu harus meeting di luar dan menemani kliennya makan, baru dia bilang pada sang istri untuk tidak perlu memberikan bekal. Jika dulu dia lebih suka menjelajah restoran mahal saat jam makan siang, sekarang dia akan anteng saja makan di kantor dan tak perlu kepanasan atau kena macet. “Memang bisa begitu ya, pak?” tanya Pandu bingung, kali ini memang bukan kehamilan pertama untuk Alisya, tapi ini kali pertama dia benar-benar menemani seorang istri yang hamil dan akan melahirkan, bukan itu saja dia bahkan juga ikut merasakan ngidamnya. Dulu saat Sekar hamil, mereka memang masih suami istri tapi wanita itu menolak saat

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 291

    “Tuan masih belum mengangkat panggilannya, nyonya. Apa saya harus menghubungi tuan dan nyonya besar?” tanya bibi ikut panik melihat Alisya yang merintih kesakitan memegang perut besarnya.Alisya memejamkan matanya berusaha keras agar tak merintih kesakitan, benar apa yang dia khawatirkan tak ada yang bisa dia andalkan untuk mengambil keputusan saat dia kesakitan seperti ini, seharusnya dia tinggal saja di rumahnya di desa sejak minggu lalu, bulik Par pasti dengan senang hati akan menemaninya tidur di rumahnya itu.“Tolong bawa saya ke rumah sakit saja, Bi. Masih lama memang tapi itu lebih baik dari pada menunggu di rumah dan tolong panggil Rani untuk menjaga Bisma,” kata Alisya mengambil keputusan cepat saat rasa sakit masih tak menghilangkan akal sehatnya.Sore itu setelah memastikan Bisma aman bersama Rani dan ibunya, Alisya berangkat ke rumah sakit hanya ditemani bibi saja. Dia berusaha tetap tenang dan berpikiran jenih meski kadang ra

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 290

    Janji satu bulan sudah terlewati tapi tak nampak tanda-tanda kalau kesibukan Pandu akan berakhir.Laki-laki malah makin sibuk dengan pergi pagi-pagi sekali bahkan sebelum matahari terbit dan pulang hampir tengah malam.Keadaan ini mengingatkan Alisya seperti saat Pandu tiba-tiba membawa pulang Sekar untuk dijadikan istri kedua.Jadi di suatu pagi yang masih gelap tapi Pandu sudah bersiap untuk pergi bekerja. Laki-laki itu mendekati sang istri.“Biar aku bantu kamu mandi sekarang aku harus menghadiri rapat pagi ini,” katanya dengan jejak kelelahan semalam yang belum juga hilang.Sejak kehamilannya semakin besar Alisya memang kesulitan untuk bahkan bangun dari duduknya, kehamilannya memang tak sebesar dulu tapi tubuhnya menjadi cepat lelah dan rasanya dia ingin sekali tidur dan bermanja pada sang suami, tapi tentu saja itu tidak mungkin jika sang suami saja lebih suka memanjakan pekerjaannya.Alisya sudah mencoba berbagai cara untuk bersabar, dia bahkan mengingatkan dirinya sendiri kala

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 289

    “Masih juga belum tidur,” gerutu Alisya.Ini hampir jam satu dini hari, dia bahkan tidak tahu suaminya pulang jam berapa tadi malam.Sudah satu bulan sejak usia kandungan Alisya menginjak bulan ke delapan Pandu selalu pulang larut malam.Awalnya Alisya menunggunya di sofa ruang tamu sambil terkantuk-kantuk dengan gelas berisi teh hangat yang sudah dingin, satu dua hari dia bisa bertahan melakukan itu, tapi pada hari ketiga Alisya menyerah karena tubuhnya tak bisa lagi berkompromi dan kantuk begitu hebat menyerangnya bahkan setelah makan malam berakhir.Dan Pandu yang sejak awal mengatakan pada sang istri untuk berhenti menunggunya pulang, dengan senang hati akan menyiapkan sendiri apa yang dia butuhkan setelah bekerja, Pandu yang sekarang memang sudah lebih bisa diandalkan dalam mengerjakan hal-hal kecil.Dia sudah bisa menyapu lantai dengan baik, membuatkan susu dan makanan untuk Bisma bahkan menggoreng telur mata sapi untuk dirinya sendiri karena harus mengumpat kulit telurnya yang

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 288

    “Aku seperti tahanan saja,” keluh Alisya untuk kesekian kalinya. Dia menatap putus asa pada empat orang yang menatapnya, dua orang laki-laki dan dua orang perempuan. Mereka terlihat siap siaga melakukan apapun untuknya, bahkan meski mengorbankan nyawa. Ini terlalu berlebihan. Alisya sangat sadar dia menikahi siapa, meski bukan keturunan bangsawan apalagi sultan, tapi Pandu salah satu orang penting sebagai penggiat ekonomi negeri ini, dia adalah pewaris perusahaan yang di dalamnya mempekerjakan puluhan ribu karyawan. Sekarang dia salah salah satu kelemahan Pandu yang harus dijaga dengan baik, dari musuh yang bahkan tak terlihat sekalipun. Tapi tetap saja ini berlebihan. Alisya merasa dia sangat mampu menjaga dirinya sendiri dan juga anak-anaknya. Dia terbiasa bebas dan mandiri tanpa ada orang lain yang diandalkan jadi saat mendapati sekarang dia dikelilingi orang-orang yang siap siaga membantunya dia merasa... tak biasa. “Maaf, tapi dengan adanya mereka membuatku menjadi tenang

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 287

    "Benarkah Pram pernah mengalami hal seperti itu? Kapan?" Nada tak percaya dalam suara sang istri membuat Pandu menoleh dan mengernyitkan kening, dia menoleh ke bangku belakang dan melihat Bisma sudah tertidur di kursi bayinya. Untunglah kursi itu terlihat nyaman untuknya. "Kamu tidak tahu? Kok bisa?" Ingin sekali Alisya menggeplak kepala sang suami supaya ingat siapa yang telah membuatnya melakukan semua ini, tapi tentu saja dia masih tahu itu dosa."Apalah dayaku yang ingin jadi istri solehah yang menurut pada suami," kata Alisya dengan gaya ukhti-ukhti soleha yang sering dia lihat di medsos, berharap sang suami tertawa tapi Pandu malah menatap sang istri sambil tertegun."Aku tahu aku memang orang yang sangat beruntung bisa menjadi suamimu kembali," kata Pandu dengan serius. Alisya berdehem untuk mengurangi kecanggungan, apalagi sang suami mengatakan sambil menatapnya penuh arti, untung saja lalu lintas sudah menyala hijau. "Mas terlalu berlebihan, aku yang beruntung dengan m

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 286

    "Enak banget ya sampai nambah," kata Alisya geli sendiri melihat sang suami yang sudah menghabiskan mangkok soto yang keduanya. Tempat ini ternyata sebuah rumah makan khas jaman dulu yang menyediakan menu soto yang khas dengan gerobak di depan, penyajiannya menggunakan mangkuk kecil yang penuh dengan rempah dan daging, dengan nasi yang disediakan terpisah di piring. Rasanya memang enak apalagi cara memasaknya yang menggunakan arang. "Porsinya kecil," bisik Pandu sambil tersenyum mengangkat mangkuk keduanya yang sudah licin. Alisya tertawa, untuk ukuran Pandu porsi yang disuguhkan memang kecil, tapi sangat pas untuk Alisya. Bukan hanya Pandu yang menyukai rasa soto ini, tampaknya sang putra juga suka, meski dengan tambahan lontong dan kuah saja. Seperti biasa mereka makan bergantian untuk menyuapi sang putra. "Mau bawa pulang?" tanya Alisya menggoda. "Boleh saja, tanya saja orang bibi masak atau tidak," kata Pandu enteng. "Bibi tadi masak ayam bakar madu, maksudku untuk mas l

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 285

    Senyum tak bisa lepas dari bibir Pandu. Sambil menyetir dia beberapa kali ikut bernyanyi bersama Bisma. Lagu anak-anak yang menurut Alisya entah kenapa nadanya berubah tak karuan seperti itu. Terlihat sangat bahagia sekali. Kehamilannya kali ini memang sangat menyenangkan untuk Alisya, dia  tidak lagi merasa sendiri, ada suami dan mertuanya yang memperhatikannya, meski kadang dia sebal juga jika mereka terlalu melarangnya untuk melakukan ini itu. Bahkan si kecil Bisma juga sangat antusias saat diberi tahu dia akan punya adik kecil, anak itu suka sekali mengelus perut besar sang mama, dan berbicara dengan bahasanya sendiri. “Mas senang sekali hari ini? apa baru menang tender?” tanya Alisya usil meski dia tahu apa alasan senyum yang tersungging di wajah sang suami itu. “Iya, ini tender yang lebih berharga dari semua tender yang aku punya,” katanya sambil tersenyum. “Oh ya, bagus dong kalau begitu, pasti nilainya san

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 284

    Alisya bangun dengan tubuh yang segar keesokan harinya. Tanpa dia sangka Bisma juga sudah bangun dan berceloteh riang dengan bahasa bayinya, membuat wanita itu menghela napas lega, setidaknya hari ini suasana hati Bisma membaik. “Bisma mau main?” tanya wanita itu, tapi bukannya mengangguk seperti biasa, Bisma malah memeluk mamanya erat seolah takut untuk ditinggal. “Wah kamu masih mau tidur sambil mama peluk ya,” kata Alisya sambil memeluk putranya erat menciumi wajahnya hingga anak itu tertawa kegelian. Keseruan mereka langsung terhenti saat mendengar suara benda jatuh keras sekali dari dalam kamar satunya. Seolah mengerti ada yang tak beres anak itu terdiam, Alisya menduga kalau Pandu hanya sedang menunjukkan aksi protesnya saja, tapi itu tak membuat rasa penasarannya berakhir. Wanita itu bangun dari ranjang dan mengulurkan tangan pada Bisma untuk menggendongnya, tapi saat ingat peringatan keras sang suami, Alisya menurun

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status