Share

Bab 142

Penulis: Ajeng padmi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-01 20:23:38

Akhirnya wanita itu tertangkap juga.

"Akan aku bunuh kalian! kalian yang membuatku cacat!"

"Jangan masuk dia bisa melukaimu," cegah Pram.

Suara teriakan marah dan barang-barang yang dilempar memang memenuhi ruangan itu. Baik

Alisya tahu Sekar sangat bangga akan kecantikan fisiknya, tentu saja itu akan menjadi neraka untuknya jika itu hilang.

Alisya bukannya Tidak kasihan dengan nasib buruk yang menimpa wanita itu, tapi saat dia ingat lagi putri kecilnya yang harus meregang nyawa bahkan sebelum bisa melihat indahnya dunia, dia merasa hukuman ini sangat pantas untuknya.

"Baiklah mungkin aku akan datang lain kali," kata Alisya sambil menghela napas.

Dia bukannya takut pada amukan Sekar, akan tetapi dia tidak ingin menambah masalah dengan bersikap kekanak-kanakan.

"Memangnya kenapa kamu ingin menemui dia ingin nyukurin nasibnya?" tanya Pram sambil mengangkat alisnya.

Alisya langsung berdecak kesal. "Aku tidak serendah itu, meski dia sudah jahat aku tidak mungkin menertawakan n
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Maylo Talita
dih Sekar ngeselin
goodnovel comment avatar
Siti Nurvita Vita
cuma satu bab lagi... hadech.. gak puas bacanya..
goodnovel comment avatar
Miyuk Kaslan
double up,dong thor
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 143

    “Kamu datang.” Alisya yang sedang memeriksa ponselnya, memastikan Bisma tidak rewel langsung mendongak. Dia terpaku sejenak menatap mata hitam yang menatapnya dengan lembut dengan senyum yang tersungging di bibir, rasanya Alisya terlempar ke masa di mana saat dia pertama kali bertemu Pandu dulu di kantor dan membuatnya jatuh cinta pada laki-laki itu hingga tidak berpikir panjang saat memiliki kesempatan untuk memilikinya. “Iya, mas baru dari kantor polisi?” tanya Alisya dengan canggung. Mereka seperti dua orang asing yang baru saja saling mengenal, bukan sepasang mantan suami istri yang sudah dikarunia anak-anak yang lucu. Ini bukan kali pertama Alisya bertemu Pandu setelah kecelakaan itu, pun ini bukan kali pertama mereka bicara berdua setelah mereka berpisah tapi ini kali pertama mereka bertemu setelah semuanya selesai. Alisya memang menganggap demikian, polisi apalagi Pandu tidak mungkin tega memenjarakan orang yang belum bisa menerima kenyataan kehilangan satu bagian tubuh ya

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-02
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 144

    Jika saat bersama Pram Alisya diam saja seperti patung, kemungkinan ada dua sakit atau sedang ada masalah. Keduanya tentu saja bukan hal yang baik. “Kamu kenapa?” tanya Pram entah untuk yang keberapa kalinya. Sesekali laki-laki itu melirik penumpang di sampingnya, tapi Alisya masih terdiam seperti patung yang tak mau bergerak sama sekali. “Al! Woi! Ada topeng monyet!” teriak Pram yang membuat Alisya kaget dan spontan menatap keluar jendela mobil. “Mana?” “Ckk masih saja suka nonton topeng monyet, padahal tampangmu sekarang sudah mirip monyet,” kata Pram sambil tertawa terbahak-bahak. Sadar telah masuk jebakan laki-laki itu Alisya menggeplak bahu Pram tak terima. “Nggak lucu,” katanya kesal. “Siapa bilang itu nggak lucu, itu lucu sekali,” kata Pram tak terlihat berusaha sama sekali mengendalikan tawanya.  Melihat Pram tertawa seperti itu mau tak mau Alisya ikut tertawa juga. “Nah gitu tertawa ja

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-02
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 145

    Dia pulang kembali ke kampung halamannya.Ke rumah yang menjadi saksi masa kecilnya, saat mereka adalah keluarga kecil yang bahagia sebelum badai keserakahan datang menerpa.Dia pulang ke tempat di mana semua orang yang dia cintai sudah menjadi gundukan tanah merah. “Aku tidak tahu kamu bisa menyiapkan semua sendiri?” tanya Pram begitu mereka turun dari mobil di depan sebuah rumah sederhana bergaya klasik yang terlihat bersih dan asri. Dengan halaman yang luas ditumbuhi berbagai macam tanaman untuk keperluan dapur.Rumah yang sangat Alisya sekali. Masa kecil yang keras membuatnya tahu sekali apa arti kerja keras, dan kepahitan membuatnya harus selalu bersyukur meski hidup dalam kesederhanaan hal itu terbawa sampai dia dewasa bahkan setelah saldo rekeningnya menggelembung dan bisa membeli rumah mewah dengan sekali gesek. “Mbak Sasti membantuku,” kata Alisya sambil tersenyum pada Pram. Dan dia mengakui selera Sasti memang jempolan. Laki-laki itu menyipitkan matanya. Dia menatap tak

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 146

    Apa ada kalimatnya yang menyinggung bulek Par? Alisya sudah menunggu hampir setengah jam tapi wanita paruh baya itu tak balik juga. Ini hari pertamanya datang ke desa ini, masak dia harus kehilangan orang terdekatnya karena alasan yang dia sendiri sama sekali tak tahu. “Nenek kenapa ya, Nak? Katanya mau jagain Bisma di sini?” tanya Alisya pada si kecil yang sudah bisa merespon dengan bahasa bayi saat diajak bicara. “Atau kita susul nenek ke rumahnya saja, dan mama minta maaf? Tapi apa salah mama?” tanya Alisya bingung dia tertawa kecil melihat reaksi si kecil yang seperti mengerti apa yang dia bicarakan bayi mungil itu mengoceh sambil mengangkat tangannya, seolah bilang mau ikut menyusul. Alisya menggendong Bisma dengan gendongan bayi yang dibelikan oleh Pandu. “Yuk kita ke rumah nenek,” katanya pada bayi mungil itu. Alisya bersiap mengambil payung untuk melindungi anaknya dari sengatan panas sinar matahari saat melihat bul

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 147

    “Dia pergi. Alisya pergi dengan membawa putraku. Aku harus bagaimana?” Pada akhirnya memang ayah dan ibunyalah tempat dia berkeluh kesah dan meminta bantuan, dia menyesal dulu mengabaikan peringatan ayahnya untuk memutuskan semua hubungannya dengan Sekar dan memulai semuanya dengan Alisya. Sang ayah kadang memang kejam dan diluar perkiraannya, tapi Pandu tahu itu untuk kebaikan mereka berdua. Saat Pandu tiba dikediaman utama, ayah dan ibunya sedang duduk di ruang tengah, sang ibu sedang membaca majalah fashion kesukaannya dan sang ayah sedang menonton berita di televisi. Meski tak saling berinteraksi satu sama lain, tapi kedekatan keduanya bisa dilihat olehnya. Ibunya memang bukan ibu terbaik, tapi Pandu tahu ibunya menyayanginya dan akan melakukan apa saja untuk mendukung semua keputusannya. Rasa bersalah yang mengabaikan Pandu saat kecil membuat wanita itu membelanya secara membabi buta, termasuk saat dia mengatakan Alisya yang merencanakan kecelakaan yang melibatkan wanita i

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-04
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 148

    “Hore pacarku datang, bawa oleh-oleh apa sayang.”Pandu langsung mundur ketika tiba-tiba seorang wanita muda memeluknya dengan erat, wanita itu menangis kencang saat Pandu berusaha melepas pelukannya.“Kamu jahat karena aku tidak cantik lagi makanya kamu meninggalkan aku.”Laki-laki itu meringis merasa bersalah saat si wanita menangis lebih kencang. “Apa yang kamu lakukan!” cegahnya saat wanita itu membenturkan dahinya ke tembok.Seorang suster berlari tergopoh-gopoh menghampiri mereka. “Maaf ya,” katanya pada Pandu. “Yuk cantik, kita dandan dulu biar tambah cantik,” bujuknya kali ini sang suster sudah memeluk tubuh wanita gila itu dan dengan lembut membawanya berdiri dan tanpa menoleh lagi mereka berdua pergi begitu saja meninggalkan Pandu yang hanya bisa melongo bodoh.“Ada-ada saja,&rdquo

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-04
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 149

    Manager serabutan, itulah julukan yang diberikan pada Alisya oleh anak buahnya. “Kemana lagi anak itu, Al?” tanya Sasti dengan berang. Alisya yang sedang tekun menyusuri angka-angka dalam sebuah kolom menoleh kaget. “Siapa yang ibu maksud?” tanya Alisya bingung. Sejak bergabung di hotel ini Alisya memang memutuskan memanggil Sasti yang merupakan direkture utama semua lini usaha milik keluarganya yang bergerak di bidang perhotelan dan restoran dengan sebutan ibu.“Siapa lagi ya tentu saja sepupuku tersayang, Fahri,” kata wanita itu ketus. Ini sudah kelima kalinya dalam satu bulan terakhir sejak Alisya bergabung di sini, tapi penyakit atasannya itu yang suka kabur dengan alasan tak jelas masih tetap saja tidak sembuh juga. Sebagai manager keuangan yang kadang merangkap wakil manager operasional tentu Alisya sering kalang kabut dibuatnya. Dia memang orang baru di sini tapi semua orang menganggapnya adalah bagian keluarga pak amin karena kedekatan mereka, juga karena saham dua pulu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 150

    Alisya tahu ada orang-orang yang terlahir dengan rasa tak bertanggung jawab dan brengsek dalam DNA nya dan sialnya orang itu adalah atasannya. Bodohnya lagi Alisya malah menyanggupi mengantikan laki-laki itu pada meeting penting kali ini. Tidak apa-apa sih kalau memang keadaan sedang memungkinkan dan dia sendiri tidak dalam posisi kesulitan seperti saat ini. Jarak praktek dokter anak dan daycare memang tak sampai sepuluh menit saat ditempuh dengan mobilnya, masalahnya tentu saja dia harus antri dengan pasien lain yang sudah dari tadi menunggu. “Pak Fahri anggkat teleponnya dong,” gerutu Alisya sambil mengayun bayinya. Bayi itu bahkan tak mau disentuh oleh pemilik daycare yang ikut bersama mereka. “Ibu sepertinya sibuk sekali,” kata sang pemilik daycare. Alisya yang tadi sedikit melupakan keberadaan wanita itu sedikit tak enak hati, wanita ini bermaksud baik untuk membantunya dan tentu saja bertanggug jawab karena Bisma tiba-tiba demam di tempatnya. Sungguh Alisya sama sekali

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06

Bab terbaru

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 292

    “Ya nggak bisa gitu pak, hpl itu bisa maju atau mundur, suka-suka bayinya mau keluar kapan. Kecuali bapak sudah merencanakan operasi, nah itu bisa tuh pilih tanggal cantik,” kata salah satu manager yang ikut makan siang bersama mereka.Meski sang istri sudah tidak bekerja lagi, tapi Alisya tetap mengirimkan makan siang untuk suaminya melalui sopir, kecuali hari di mana Pandu harus meeting di luar dan menemani kliennya makan, baru dia bilang pada sang istri untuk tidak perlu memberikan bekal. Jika dulu dia lebih suka menjelajah restoran mahal saat jam makan siang, sekarang dia akan anteng saja makan di kantor dan tak perlu kepanasan atau kena macet. “Memang bisa begitu ya, pak?” tanya Pandu bingung, kali ini memang bukan kehamilan pertama untuk Alisya, tapi ini kali pertama dia benar-benar menemani seorang istri yang hamil dan akan melahirkan, bukan itu saja dia bahkan juga ikut merasakan ngidamnya. Dulu saat Sekar hamil, mereka memang masih suami istri tapi wanita itu menolak saat

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 291

    “Tuan masih belum mengangkat panggilannya, nyonya. Apa saya harus menghubungi tuan dan nyonya besar?” tanya bibi ikut panik melihat Alisya yang merintih kesakitan memegang perut besarnya.Alisya memejamkan matanya berusaha keras agar tak merintih kesakitan, benar apa yang dia khawatirkan tak ada yang bisa dia andalkan untuk mengambil keputusan saat dia kesakitan seperti ini, seharusnya dia tinggal saja di rumahnya di desa sejak minggu lalu, bulik Par pasti dengan senang hati akan menemaninya tidur di rumahnya itu.“Tolong bawa saya ke rumah sakit saja, Bi. Masih lama memang tapi itu lebih baik dari pada menunggu di rumah dan tolong panggil Rani untuk menjaga Bisma,” kata Alisya mengambil keputusan cepat saat rasa sakit masih tak menghilangkan akal sehatnya.Sore itu setelah memastikan Bisma aman bersama Rani dan ibunya, Alisya berangkat ke rumah sakit hanya ditemani bibi saja. Dia berusaha tetap tenang dan berpikiran jenih meski kadang ra

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 290

    Janji satu bulan sudah terlewati tapi tak nampak tanda-tanda kalau kesibukan Pandu akan berakhir.Laki-laki malah makin sibuk dengan pergi pagi-pagi sekali bahkan sebelum matahari terbit dan pulang hampir tengah malam.Keadaan ini mengingatkan Alisya seperti saat Pandu tiba-tiba membawa pulang Sekar untuk dijadikan istri kedua.Jadi di suatu pagi yang masih gelap tapi Pandu sudah bersiap untuk pergi bekerja. Laki-laki itu mendekati sang istri.“Biar aku bantu kamu mandi sekarang aku harus menghadiri rapat pagi ini,” katanya dengan jejak kelelahan semalam yang belum juga hilang.Sejak kehamilannya semakin besar Alisya memang kesulitan untuk bahkan bangun dari duduknya, kehamilannya memang tak sebesar dulu tapi tubuhnya menjadi cepat lelah dan rasanya dia ingin sekali tidur dan bermanja pada sang suami, tapi tentu saja itu tidak mungkin jika sang suami saja lebih suka memanjakan pekerjaannya.Alisya sudah mencoba berbagai cara untuk bersabar, dia bahkan mengingatkan dirinya sendiri kala

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 289

    “Masih juga belum tidur,” gerutu Alisya.Ini hampir jam satu dini hari, dia bahkan tidak tahu suaminya pulang jam berapa tadi malam.Sudah satu bulan sejak usia kandungan Alisya menginjak bulan ke delapan Pandu selalu pulang larut malam.Awalnya Alisya menunggunya di sofa ruang tamu sambil terkantuk-kantuk dengan gelas berisi teh hangat yang sudah dingin, satu dua hari dia bisa bertahan melakukan itu, tapi pada hari ketiga Alisya menyerah karena tubuhnya tak bisa lagi berkompromi dan kantuk begitu hebat menyerangnya bahkan setelah makan malam berakhir.Dan Pandu yang sejak awal mengatakan pada sang istri untuk berhenti menunggunya pulang, dengan senang hati akan menyiapkan sendiri apa yang dia butuhkan setelah bekerja, Pandu yang sekarang memang sudah lebih bisa diandalkan dalam mengerjakan hal-hal kecil.Dia sudah bisa menyapu lantai dengan baik, membuatkan susu dan makanan untuk Bisma bahkan menggoreng telur mata sapi untuk dirinya sendiri karena harus mengumpat kulit telurnya yang

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 288

    “Aku seperti tahanan saja,” keluh Alisya untuk kesekian kalinya. Dia menatap putus asa pada empat orang yang menatapnya, dua orang laki-laki dan dua orang perempuan. Mereka terlihat siap siaga melakukan apapun untuknya, bahkan meski mengorbankan nyawa. Ini terlalu berlebihan. Alisya sangat sadar dia menikahi siapa, meski bukan keturunan bangsawan apalagi sultan, tapi Pandu salah satu orang penting sebagai penggiat ekonomi negeri ini, dia adalah pewaris perusahaan yang di dalamnya mempekerjakan puluhan ribu karyawan. Sekarang dia salah salah satu kelemahan Pandu yang harus dijaga dengan baik, dari musuh yang bahkan tak terlihat sekalipun. Tapi tetap saja ini berlebihan. Alisya merasa dia sangat mampu menjaga dirinya sendiri dan juga anak-anaknya. Dia terbiasa bebas dan mandiri tanpa ada orang lain yang diandalkan jadi saat mendapati sekarang dia dikelilingi orang-orang yang siap siaga membantunya dia merasa... tak biasa. “Maaf, tapi dengan adanya mereka membuatku menjadi tenang

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 287

    "Benarkah Pram pernah mengalami hal seperti itu? Kapan?" Nada tak percaya dalam suara sang istri membuat Pandu menoleh dan mengernyitkan kening, dia menoleh ke bangku belakang dan melihat Bisma sudah tertidur di kursi bayinya. Untunglah kursi itu terlihat nyaman untuknya. "Kamu tidak tahu? Kok bisa?" Ingin sekali Alisya menggeplak kepala sang suami supaya ingat siapa yang telah membuatnya melakukan semua ini, tapi tentu saja dia masih tahu itu dosa."Apalah dayaku yang ingin jadi istri solehah yang menurut pada suami," kata Alisya dengan gaya ukhti-ukhti soleha yang sering dia lihat di medsos, berharap sang suami tertawa tapi Pandu malah menatap sang istri sambil tertegun."Aku tahu aku memang orang yang sangat beruntung bisa menjadi suamimu kembali," kata Pandu dengan serius. Alisya berdehem untuk mengurangi kecanggungan, apalagi sang suami mengatakan sambil menatapnya penuh arti, untung saja lalu lintas sudah menyala hijau. "Mas terlalu berlebihan, aku yang beruntung dengan m

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 286

    "Enak banget ya sampai nambah," kata Alisya geli sendiri melihat sang suami yang sudah menghabiskan mangkok soto yang keduanya. Tempat ini ternyata sebuah rumah makan khas jaman dulu yang menyediakan menu soto yang khas dengan gerobak di depan, penyajiannya menggunakan mangkuk kecil yang penuh dengan rempah dan daging, dengan nasi yang disediakan terpisah di piring. Rasanya memang enak apalagi cara memasaknya yang menggunakan arang. "Porsinya kecil," bisik Pandu sambil tersenyum mengangkat mangkuk keduanya yang sudah licin. Alisya tertawa, untuk ukuran Pandu porsi yang disuguhkan memang kecil, tapi sangat pas untuk Alisya. Bukan hanya Pandu yang menyukai rasa soto ini, tampaknya sang putra juga suka, meski dengan tambahan lontong dan kuah saja. Seperti biasa mereka makan bergantian untuk menyuapi sang putra. "Mau bawa pulang?" tanya Alisya menggoda. "Boleh saja, tanya saja orang bibi masak atau tidak," kata Pandu enteng. "Bibi tadi masak ayam bakar madu, maksudku untuk mas l

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 285

    Senyum tak bisa lepas dari bibir Pandu. Sambil menyetir dia beberapa kali ikut bernyanyi bersama Bisma. Lagu anak-anak yang menurut Alisya entah kenapa nadanya berubah tak karuan seperti itu. Terlihat sangat bahagia sekali. Kehamilannya kali ini memang sangat menyenangkan untuk Alisya, dia  tidak lagi merasa sendiri, ada suami dan mertuanya yang memperhatikannya, meski kadang dia sebal juga jika mereka terlalu melarangnya untuk melakukan ini itu. Bahkan si kecil Bisma juga sangat antusias saat diberi tahu dia akan punya adik kecil, anak itu suka sekali mengelus perut besar sang mama, dan berbicara dengan bahasanya sendiri. “Mas senang sekali hari ini? apa baru menang tender?” tanya Alisya usil meski dia tahu apa alasan senyum yang tersungging di wajah sang suami itu. “Iya, ini tender yang lebih berharga dari semua tender yang aku punya,” katanya sambil tersenyum. “Oh ya, bagus dong kalau begitu, pasti nilainya san

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 284

    Alisya bangun dengan tubuh yang segar keesokan harinya. Tanpa dia sangka Bisma juga sudah bangun dan berceloteh riang dengan bahasa bayinya, membuat wanita itu menghela napas lega, setidaknya hari ini suasana hati Bisma membaik. “Bisma mau main?” tanya wanita itu, tapi bukannya mengangguk seperti biasa, Bisma malah memeluk mamanya erat seolah takut untuk ditinggal. “Wah kamu masih mau tidur sambil mama peluk ya,” kata Alisya sambil memeluk putranya erat menciumi wajahnya hingga anak itu tertawa kegelian. Keseruan mereka langsung terhenti saat mendengar suara benda jatuh keras sekali dari dalam kamar satunya. Seolah mengerti ada yang tak beres anak itu terdiam, Alisya menduga kalau Pandu hanya sedang menunjukkan aksi protesnya saja, tapi itu tak membuat rasa penasarannya berakhir. Wanita itu bangun dari ranjang dan mengulurkan tangan pada Bisma untuk menggendongnya, tapi saat ingat peringatan keras sang suami, Alisya menurun

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status