Share

Bab 143

Penulis: Ajeng padmi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-02 17:48:09

“Kamu datang.”

Alisya yang sedang memeriksa ponselnya, memastikan Bisma tidak rewel langsung mendongak. Dia terpaku sejenak menatap mata hitam yang menatapnya dengan lembut dengan senyum yang tersungging di bibir, rasanya Alisya terlempar ke masa di mana saat dia pertama kali bertemu Pandu dulu di kantor dan membuatnya jatuh cinta pada laki-laki itu hingga tidak berpikir panjang saat memiliki kesempatan untuk memilikinya.

“Iya, mas baru dari kantor polisi?” tanya Alisya dengan canggung.

Mereka seperti dua orang asing yang baru saja saling mengenal, bukan sepasang mantan suami istri yang sudah dikarunia anak-anak yang lucu.

Ini bukan kali pertama Alisya bertemu Pandu setelah kecelakaan itu, pun ini bukan kali pertama mereka bicara berdua setelah mereka berpisah tapi ini kali pertama mereka bertemu setelah semuanya selesai.

Alisya memang menganggap demikian, polisi apalagi Pandu tidak mungkin tega memenjarakan orang yang belum bisa menerima kenyataan kehilangan satu bagian tubuh ya
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (4)
goodnovel comment avatar
Ibu'e Fatih Fatir Faqih
Bodoh banget kalo othor bikin si Pandu tdk menceraikan Sekar. Udahlah berselingkuh, trs membunuh anaknya dengan Alisya. Ceritanya bakal antiklimas dan pasti banyak pembaca kecewa, termasuk saya mungkin.
goodnovel comment avatar
Asnidar Ummu Syifa
Andai bisa Alisya berjodoh dengan Pram, sy yakin ada cinta di hati Pram untuk Alisya, biarkan Pandu dengan penyesalannya
goodnovel comment avatar
Srihartati
pandu yang Pandir lelaki bodoh yang dibutakan cinta nyekar akhirnya tau rasanya sakit diabaikan syukurin
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 144

    Jika saat bersama Pram Alisya diam saja seperti patung, kemungkinan ada dua sakit atau sedang ada masalah. Keduanya tentu saja bukan hal yang baik. “Kamu kenapa?” tanya Pram entah untuk yang keberapa kalinya. Sesekali laki-laki itu melirik penumpang di sampingnya, tapi Alisya masih terdiam seperti patung yang tak mau bergerak sama sekali. “Al! Woi! Ada topeng monyet!” teriak Pram yang membuat Alisya kaget dan spontan menatap keluar jendela mobil. “Mana?” “Ckk masih saja suka nonton topeng monyet, padahal tampangmu sekarang sudah mirip monyet,” kata Pram sambil tertawa terbahak-bahak. Sadar telah masuk jebakan laki-laki itu Alisya menggeplak bahu Pram tak terima. “Nggak lucu,” katanya kesal. “Siapa bilang itu nggak lucu, itu lucu sekali,” kata Pram tak terlihat berusaha sama sekali mengendalikan tawanya.  Melihat Pram tertawa seperti itu mau tak mau Alisya ikut tertawa juga. “Nah gitu tertawa ja

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-02
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 145

    Dia pulang kembali ke kampung halamannya.Ke rumah yang menjadi saksi masa kecilnya, saat mereka adalah keluarga kecil yang bahagia sebelum badai keserakahan datang menerpa.Dia pulang ke tempat di mana semua orang yang dia cintai sudah menjadi gundukan tanah merah. “Aku tidak tahu kamu bisa menyiapkan semua sendiri?” tanya Pram begitu mereka turun dari mobil di depan sebuah rumah sederhana bergaya klasik yang terlihat bersih dan asri. Dengan halaman yang luas ditumbuhi berbagai macam tanaman untuk keperluan dapur.Rumah yang sangat Alisya sekali. Masa kecil yang keras membuatnya tahu sekali apa arti kerja keras, dan kepahitan membuatnya harus selalu bersyukur meski hidup dalam kesederhanaan hal itu terbawa sampai dia dewasa bahkan setelah saldo rekeningnya menggelembung dan bisa membeli rumah mewah dengan sekali gesek. “Mbak Sasti membantuku,” kata Alisya sambil tersenyum pada Pram. Dan dia mengakui selera Sasti memang jempolan. Laki-laki itu menyipitkan matanya. Dia menatap tak

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 146

    Apa ada kalimatnya yang menyinggung bulek Par? Alisya sudah menunggu hampir setengah jam tapi wanita paruh baya itu tak balik juga. Ini hari pertamanya datang ke desa ini, masak dia harus kehilangan orang terdekatnya karena alasan yang dia sendiri sama sekali tak tahu. “Nenek kenapa ya, Nak? Katanya mau jagain Bisma di sini?” tanya Alisya pada si kecil yang sudah bisa merespon dengan bahasa bayi saat diajak bicara. “Atau kita susul nenek ke rumahnya saja, dan mama minta maaf? Tapi apa salah mama?” tanya Alisya bingung dia tertawa kecil melihat reaksi si kecil yang seperti mengerti apa yang dia bicarakan bayi mungil itu mengoceh sambil mengangkat tangannya, seolah bilang mau ikut menyusul. Alisya menggendong Bisma dengan gendongan bayi yang dibelikan oleh Pandu. “Yuk kita ke rumah nenek,” katanya pada bayi mungil itu. Alisya bersiap mengambil payung untuk melindungi anaknya dari sengatan panas sinar matahari saat melihat bul

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 147

    “Dia pergi. Alisya pergi dengan membawa putraku. Aku harus bagaimana?” Pada akhirnya memang ayah dan ibunyalah tempat dia berkeluh kesah dan meminta bantuan, dia menyesal dulu mengabaikan peringatan ayahnya untuk memutuskan semua hubungannya dengan Sekar dan memulai semuanya dengan Alisya. Sang ayah kadang memang kejam dan diluar perkiraannya, tapi Pandu tahu itu untuk kebaikan mereka berdua. Saat Pandu tiba dikediaman utama, ayah dan ibunya sedang duduk di ruang tengah, sang ibu sedang membaca majalah fashion kesukaannya dan sang ayah sedang menonton berita di televisi. Meski tak saling berinteraksi satu sama lain, tapi kedekatan keduanya bisa dilihat olehnya. Ibunya memang bukan ibu terbaik, tapi Pandu tahu ibunya menyayanginya dan akan melakukan apa saja untuk mendukung semua keputusannya. Rasa bersalah yang mengabaikan Pandu saat kecil membuat wanita itu membelanya secara membabi buta, termasuk saat dia mengatakan Alisya yang merencanakan kecelakaan yang melibatkan wanita i

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-04
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 148

    “Hore pacarku datang, bawa oleh-oleh apa sayang.”Pandu langsung mundur ketika tiba-tiba seorang wanita muda memeluknya dengan erat, wanita itu menangis kencang saat Pandu berusaha melepas pelukannya.“Kamu jahat karena aku tidak cantik lagi makanya kamu meninggalkan aku.”Laki-laki itu meringis merasa bersalah saat si wanita menangis lebih kencang. “Apa yang kamu lakukan!” cegahnya saat wanita itu membenturkan dahinya ke tembok.Seorang suster berlari tergopoh-gopoh menghampiri mereka. “Maaf ya,” katanya pada Pandu. “Yuk cantik, kita dandan dulu biar tambah cantik,” bujuknya kali ini sang suster sudah memeluk tubuh wanita gila itu dan dengan lembut membawanya berdiri dan tanpa menoleh lagi mereka berdua pergi begitu saja meninggalkan Pandu yang hanya bisa melongo bodoh.“Ada-ada saja,&rdquo

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-04
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 149

    Manager serabutan, itulah julukan yang diberikan pada Alisya oleh anak buahnya. “Kemana lagi anak itu, Al?” tanya Sasti dengan berang. Alisya yang sedang tekun menyusuri angka-angka dalam sebuah kolom menoleh kaget. “Siapa yang ibu maksud?” tanya Alisya bingung. Sejak bergabung di hotel ini Alisya memang memutuskan memanggil Sasti yang merupakan direkture utama semua lini usaha milik keluarganya yang bergerak di bidang perhotelan dan restoran dengan sebutan ibu.“Siapa lagi ya tentu saja sepupuku tersayang, Fahri,” kata wanita itu ketus. Ini sudah kelima kalinya dalam satu bulan terakhir sejak Alisya bergabung di sini, tapi penyakit atasannya itu yang suka kabur dengan alasan tak jelas masih tetap saja tidak sembuh juga. Sebagai manager keuangan yang kadang merangkap wakil manager operasional tentu Alisya sering kalang kabut dibuatnya. Dia memang orang baru di sini tapi semua orang menganggapnya adalah bagian keluarga pak amin karena kedekatan mereka, juga karena saham dua pulu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 150

    Alisya tahu ada orang-orang yang terlahir dengan rasa tak bertanggung jawab dan brengsek dalam DNA nya dan sialnya orang itu adalah atasannya. Bodohnya lagi Alisya malah menyanggupi mengantikan laki-laki itu pada meeting penting kali ini. Tidak apa-apa sih kalau memang keadaan sedang memungkinkan dan dia sendiri tidak dalam posisi kesulitan seperti saat ini. Jarak praktek dokter anak dan daycare memang tak sampai sepuluh menit saat ditempuh dengan mobilnya, masalahnya tentu saja dia harus antri dengan pasien lain yang sudah dari tadi menunggu. “Pak Fahri anggkat teleponnya dong,” gerutu Alisya sambil mengayun bayinya. Bayi itu bahkan tak mau disentuh oleh pemilik daycare yang ikut bersama mereka. “Ibu sepertinya sibuk sekali,” kata sang pemilik daycare. Alisya yang tadi sedikit melupakan keberadaan wanita itu sedikit tak enak hati, wanita ini bermaksud baik untuk membantunya dan tentu saja bertanggug jawab karena Bisma tiba-tiba demam di tempatnya. Sungguh Alisya sama sekali

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 151

    Alisya sudah tahu cepat atau lambat ini akan terjadi, tapi dia tidak mengantisipasi kalau pertemuan ini akan membuatnya kembali merasakan rasa sakit seperti dulu. Tiga bulan dia berusaha melupakan semua rasa yang telah lama bercongkol dalam hatinya, tapi usahanya itu seakan sia-sia saat penyebab  semua rasa itu tiba-tiba sekarang muncul di depannya. “Mas mau kemana?” tanya Alisya kebingungan. Pasalnya lantai tiga hotel ini memang dijadikan kantor manageman, hanya para karyawan yang biasanya keluar masuk ke sana. Tamu? Tentu saja hanya menempati lantai satu dan dua. “Minta tolong saat kesusahan bukan berarti kamu lemah, Al.” Kalimat bernada teguran itu menghentikan langkah Alisya, dia yang sudah sedari tadi berjalan cepat sambil mendekap Bisma di dadanya menoleh dengan kesal. “Sebenarnya apa yang mas inginkan? Aku bekerja di sini, aku tidak mau Sekar melabrakku seperti dulu karena aku kedapatan bersama suaminya di hotel,” ka

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06

Bab terbaru

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 214

    "Mas pelan-pelan, kamu tidak bisa seperti ini!" Alisya mencengkeram besi pegangan dengan kuat sampai tanganya mati rasa. Dia ingin memejamkan matanya, tapi dia tahu itu akan membuatnya tidak bisa merasakan apa yang terjadi saat ini. Tidak ini tidak benar, Pandu tak bisa melakukan ini padanya, mereka memang telah menjadi suami istri kembali tapi bukan berarti laki-laki itu berhak melakukan ini padanya. Nyawanya dan putranya bukan milik Pandu. Mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi sambil meliuk-liuk menyalip semua kendaraan yang ada di depannya jelas akan membahayakan nyawa mereka bertiga, meski mobil Pandu berharga milyaran tidak akan mampu melindungi mereka saat terjadi kecelakaan fatal. "Mas jika kamu tidak peduli denganku, tolong peduli sedikit pada anakmu, dia ketakutan!" sentak Alisya keras.Tangan kanan Alisya yang tidak mencengkeram besi pegangan, memeluk Bisma dengan erat. Anak itu seperti tahu akan adanya bahaya disekitarnya, dia yang biasanya berceloteh riang sekara

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 213

    Alisya mempelajari ini dari sang ibu yang memang memiliki bakat yang tak perlu diragukan dalam hal urusan perdapuran, termasuk dalam membuat kopi yang merupakan minuman kesukaan sang suami. Dan bakat itu bukan hanya diwarisi begitu saja, tapi dia juga dia pelajari langsung saat membantu sang ibu menyiapkan dagangannya. Demi membantu perekonomian keluarga sang ibu memang berjualan berbagai masakan di depan kontrakan mereka dulu dan menjadi satu-satunya sumber penghasilan uang mereka begitu sang ayah meninggal. Sekarang saat kakek dari Pandu memintanya membuatkan kopi alih-alih asisten rumah tangga yang berseliweran di rumah ini, Alisya dengan senang hati melakukannya. Akan tetapi masalah sebenarnya baru muncul saat dia diantar oleh salah satu asisten rumah tangga itu ke dapur, seseorang tiba-tiba muncul dan membuatnya ingin sekali menyiram muka cantik itu dengan kopi panas. "Aku nggak nyangka Pandu bakalan bawa kamu ke rumah ini, kemarin dia sudah dekat dengan Silvia setelah berce

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 212

    Alisya membawa anaknya ke ruang televisi diikuti asisten rumah tangga sang kakek. Setelah memberi tahu film kartun kesukaan Bisma, juga menenangkan sang anak saat tak mau turun. "Anak mama nonton tivi dulu ya, mama mau bicara sama buyut dulu," kata Alisya pada sang anak. Seolah mengerti dengan omongan sang mama, anak itu meraba wajah sang mama sebentar lalu menonton menunjuk televisi sambil tertawa. "Titip anak saya sebentar ya, Bu. Saya mau menemui kakek dulu," kata Alisya lalu menjelaskan beberapa kebiasaan Bisma juga menyerahkan tas Asip yang memang sengaja dia bawa. Tanpa Alisya ketahui sang kakek dari luar memperhatikan dengan seksama apa yang dia lakukan. "Dia istri pertama saya, yang dulu tidak saya akui," kata Pandu membuat sang kakek menatap padanya."Kenapa sekarang kamu membawanya kemari? karena dia sudah melahirkan anakmu?" tanya sang kakek tajam. Pandu menghela napas. dia menatap Alisya yang masih berbicara dengan asisten rumah tangga kakeknya. "Salah satunya." "L

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 211

    Seorang wanita tua dengan wajah ramah membukakan pintu untuk mereka. "Tuan muda, selamat datang. Tuan besar sudah menunggu," kata wanita itu sambil melempar senyum pada Alisya. "Terima kasih, Mbok. Apa kabar?" "Baik, Tuan. Apalagi saat lihat tuan muda simbok malah lima puluh tahun lebih muda," kata wanita itu dengan jenaka. "Simbok salah satu wanita tercantik menurut saya," kata Pandu menanggapi guyonan wanita itu. "Tapi tidak lebih cantik dari wanita di samping tuan kan, saya mbok Iroh, Nya," kata wanita itu sambil mengulurkan tangan. Alisya tersenyum dan menyambut uluran tangan itu. "Saya Alisya, mbok." "Ah nama yang cantik secantik orangnya, lalu?" tanya wanita itu yang pandangannya tertuju pada Bisma yang asik dengan empengnya. "Ini Bisma putra kami." "Putra!" tanya wanita itu terkejut dan menatap Alisya dengan seksama lalu Bisma, tapi secepat mungkin wanita itu menutupi keterkejutannya dan mempersilahkan mereka masuk. "Tuan besar ada di halaman samping, silahkan. Simb

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 210

    Selama tiga puluh menit, Pandu hanya bengong menatap rumah Alisya yang kini juga menjadi rumahnya dari dalam mobil. Pikirannya begitu kusut. Sesungguhnya dia malu pada Alisya. Dulu saat menjadi istrinya Alisya bahkan tidak dia perkenalkan pada keluarganya, wanita itu hanya tahu mama dan papanya, pun saat pesta di hari ulang tahun Alisya, dia hanya mengundang kolega bisnis, keluarganya memang sempat protes, tapi sang kakek hanya diam, karena bagi laki-laki itu orang yang tidak diperkenalkan padanya bukan anggota keluarganya, hanya benalu yang nantinya akan dibuang.Sejujurnya Pandu memang menganggap Alisya seperti itu juga, Sekarang keadaan memang sudah berubah tapi dia bingung harus mengatakan apa pada Alisya. Ketukan di pintu mobil membuat Pandu mengerjapkan matanya dan buru-buru dia keluar saat meihat Alisya yang sedang menggendong Bisma. "Mas baik-baik saja? betah banget dalam mobil padahal sudah ditungguin," kata Alisya sambil tersenyum. Pandu membiarkan punggung tangannya di

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 209

    "Aku akan pura-pura tidak mendengar ucapan papa barusan," kata Pandu sambil membuka kotak yang dikirim Alisya. Bau harum masakan langsung menyeruak saat Pandu membuka penutupnya, dia tahu Alisya tidak pernah membawakan hanya satu porsi untuknya, bukan karena makannya banyak tapi karena wanita itu yakin kalau Pandu akan mengajak orang lain untuk makan bersama, entah itu asistennya, sopir atau karyawan yang kebetulan bersamanya saat makan siang. Sebagai pimpinan puncak di kantor ini, Pandu bukan sosok yang sok bossy, dia cenderung ingin berbaur dengan semua orang, hal itu juga yang membuatnya tidak sulit untuk berbaur dengan warga di desa yang kini mereka tempati. Dan Alisya tahu betul akan hal itu. "Sangat menyenangkan menerima kiriman makan siang setiap hari dari istri," kata sang papa dan Pandu bisa menangkap nada iri dalam suaranya. Pandu tak menjawab, dia juga tak tahu harus menjawab apa. Ibunya bukan sosok yang akan mau repot di dapur untuk menyiapkan makanan untuk suaminya,

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 208

    "Masih marah?" tanya Pandu saat Alisya menyiapkan makan siang untuknya. Setelah insiden kerja bakti yang membuat Alisya menyeret suaminya pulang ke rumah, wanita itu bahkan tidak mau bicara sedikitpun. Bahkan Pandu sudah mengeluarkan semua stock gombalan yang dia tahu bahkan dia harus repot-repot mencari cara untuk membuat istri yang cemberut senyum lagi, tapi hasilnya tetap saja zonk. Mungkin istrinya tidak sama dengan model istri-istri yang ada di media sosial, Alisya terlalu realistis dan logis memang, jadi karena semua jurusnya mental. Pandu hanya diam sambil sesekali mencuri pandang pada sang istri. "Sayang, masih marah? aku nggak maksud lho tebar pesona, aku cuma mau angkut sampah tadi, maaf ya," kata Pandu saat Alisya duduk di depannya siap makan siang bersama. Alisya menghela napas kalau dipikir-pikir memang bukan salah Pandu juga, dia hanya ingin membaur dengan warga di sini, bukan salahnya bukan kalau dia punya wajah ganteng diatas rata-rata dan aura mahal yang tet

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 207

    Minggu pagi Pandu sudah rapi, dengan kaos oblong dan celana pendek yang terlihat sederhana, tapi Alisya tahu harga pakaian itu bahkan lebih mahal dari harga motor keluaran terbaru. "Mas mau kemana?" tanya Alisya yang buru-buru meletakkan barang belanjaan yang baru saja dia beli. Dengan Bisma yang ada di gendongan sang suami, membuat laki-laki itu terlihat semakin mempesona.Alisya tidak ingat Pandu mengajaknya pergi ke suatu tempat, jadi dia berencana hari ini akan membuat camilan untuk orang-orang desa yang akan melakukan kerja bakti membersihkan parit di sepanjang jalan di depan rumahnya dan tidak mungkin meminta Pandu untuk ikut kerja bakti bukan, jadi Alisya memutuskan menyediakan makanan saja untuk bapak-bapak yang bekerja. "Mau kerja bakti kan?" tanya Pandu balik dengan tampang polos yang membuat Alisya bingung harus menjawab apa. "Mas mau ikut?" Pandu mengangguk. "Mas yakin?" "Kan kemarin pak Rt suruh datang, nggak enak kalau nggak datang, aku kan sudah jadi warga kampun

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 206

    Alisya tahu bagaimana Sekar juga mama mertuanya, mereka tipe wanita yang gemar bermewah-mewah tak peduli bagaimana sulitnya mencari uang, dia bahkan dulu pernah tak sengaja mendengar kalau biaya salon Sekar dalam satu bulan mencapai seratus juta, belum lagi dengan keperluan gaya hidupnya yang Alisya yakin lebih dari itu. Sedangkan untuk Alisya Pandu hanya memberi uang bulanan separuh dari biaya salon Sekar. Dia tidak pernah iri karena tahu Pandu juga menanggung biaya pengobatan sang ibu yang tidak sedikit, tapi saat dulu Pandu meminta Alisya mengembalikan uang perawatan untuk ibunya, dia benar-benar sakit hati. Sekarang mereka kembali bersama, Pandu memang mempercayakan hartanya pada Alisya dan membebaskan dia untuk menggunakannya, tapi Alisya yang tahu sekali bagaimana susahnya mencari uang tentu saja tidak akan pernah menggunakan uang itu jika tidak benar-benar membutuhkannya. Gaya hedon dan mewah sangat bukan Alisya sama sekali dan tentu saja dia tidak mau hidup dengan menj

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status