Share

Bab 145

Penulis: Ajeng padmi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-03 17:52:26

Dia pulang kembali ke kampung halamannya.

Ke rumah yang menjadi saksi masa kecilnya, saat mereka adalah keluarga kecil yang bahagia sebelum badai keserakahan datang menerpa.

Dia pulang ke tempat di mana semua orang yang dia cintai sudah menjadi gundukan tanah merah.

“Aku tidak tahu kamu bisa menyiapkan semua sendiri?” tanya Pram begitu mereka turun dari mobil di depan sebuah rumah sederhana bergaya klasik yang terlihat bersih dan asri. Dengan halaman yang luas ditumbuhi berbagai macam tanaman untuk keperluan dapur.

Rumah yang sangat Alisya sekali.

Masa kecil yang keras membuatnya tahu sekali apa arti kerja keras, dan kepahitan membuatnya harus selalu bersyukur meski hidup dalam kesederhanaan hal itu terbawa sampai dia dewasa bahkan setelah saldo rekeningnya menggelembung dan bisa membeli rumah mewah dengan sekali gesek.

“Mbak Sasti membantuku,” kata Alisya sambil tersenyum pada Pram. Dan dia mengakui selera Sasti memang jempolan.

Laki-laki itu menyipitkan matanya. Dia menatap tak
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 146

    Apa ada kalimatnya yang menyinggung bulek Par? Alisya sudah menunggu hampir setengah jam tapi wanita paruh baya itu tak balik juga. Ini hari pertamanya datang ke desa ini, masak dia harus kehilangan orang terdekatnya karena alasan yang dia sendiri sama sekali tak tahu. “Nenek kenapa ya, Nak? Katanya mau jagain Bisma di sini?” tanya Alisya pada si kecil yang sudah bisa merespon dengan bahasa bayi saat diajak bicara. “Atau kita susul nenek ke rumahnya saja, dan mama minta maaf? Tapi apa salah mama?” tanya Alisya bingung dia tertawa kecil melihat reaksi si kecil yang seperti mengerti apa yang dia bicarakan bayi mungil itu mengoceh sambil mengangkat tangannya, seolah bilang mau ikut menyusul. Alisya menggendong Bisma dengan gendongan bayi yang dibelikan oleh Pandu. “Yuk kita ke rumah nenek,” katanya pada bayi mungil itu. Alisya bersiap mengambil payung untuk melindungi anaknya dari sengatan panas sinar matahari saat melihat bul

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 1

    “Hari ini aku harus menemui dokter.” Alisya menatap suaminya, Pandu Wardana menghentikan makannya dan menatap wanita itu datar. “Aku harus bekerja.” Tentu saja apa yang bisa Alisya harapkan Pandu mengantarnya ke dokter? Dia pasti sudah gila. Pernikahan mereka bukan pernikahan atas dasar cinta pada umumnya. Alisya memang mencintai Pandu, bahkan sangat mengagumi laki-laki itu, mereka dulu adalah rekan kerja yang kompak hingga petaka itu terjadi. Alisya yang waktu itu sedang bingung kemana harus mencari uang untuk pengobatan ibunya, menyebrang jalan begitu saja. Ia tak melihat kendaraan yang dikemudikan Pandu dengan kencang. Kecelakaan itu membuatnya harus duduk di kursi roda karena kakinya sama sekali tak mampu menompang tubuhnya. Berhari-hari Alisya menyesali kecerobohannya, apalagi tak lagi punya uang untuk pengobatan ibunya. Di saat itulah kedatangan Pandu dan ayahnya seperti secercah harapan untuknya. Mungkin Tuhan memang mengujinya dengan kaki yang lumpuh. Tapi diba

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 2

    “Ini Sekar kekasihku.” Dari sekian banyak wanita yang bisa menjadi pacar suaminya kenapa harus wanita ini. tidak cukupkah luka yang wanita ini torehkan pada keluarganya dulu? Alisya tak mungkin salah mengenali orang, meski penampilannya sudah dipoles sana sini sedemikian rupa, tapi senyum dan wajah lembut penuh tipu muslihat itu tak akan pernah dia lupakan. Dan sepertinya Sekar menyadari siapa dirinya tapi seperti yang sudah Alisya kenal bertahun-tahun yang lalu, Sekar adalah orang sangat pandai menjaga raut wajahnya, dan itu yang membuatnya berbahaya. Alisya tahu ini sudah sangat terlambat, tapi bertemu dengan wanita ini membuatnya bukan hanya merasakan rasa sakit tapi juga amarah.“Halo Alisya.” Alisya masih menggenggam tangannya kuat berusaha menguasai dirinya saat wanita itu berjalan mendekatinya dan mengulurkan tangan dengan senyum terkembang. “Halo, kamu pasti sudah tahu siapa aku, meskipun itu tak menyurutkan langkahmu untuk memilki suamiku.” Alisya sendiri terkejut

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 3

    “Beraninya kamu menyakiti kekasihku.” Pandu menatap Alisya dengan dingin.Laki-laki itu langsung meraih Sekar dalam pelukannya dan memeriksa pipi dan juga semua bagian tubuh dengan sangat khawatir, membuat Alisya hanya bisa menggigit bibirnya getir. Ada rasa takut dalam hatinya karena tak pernah melihat Pandu semarah itu.Alisya memang dibesarkan dengan kesederhanaan oleh kedua orang tuanya bahkan setelah ayahnya meninggal mereka bisa dikatakan kekurangan tapi tak pernah ada perlakukan kasar dan bentakan meski mereka mendidknya dengan sangat keras tapi saat dia menikah kata-kata kasar penuh hinaan itu sudah menjadi makanannya sehari-hari. Bukan hanya dari Pandu suaminya tapi juga dari keluarga laki-laki itu bahkan para pelayan yang bekerja di rumah ini. Biasanya Alisya hanya diam saja dan hanya menunduk kemudian pergi dari sana, menganggap itu adalah bagian dari resiko. Akan tetapi kali ini dia tak bisa terima Sekar telah menghina ibunya. Dia tidak pernah memiliki hutang budi pada

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 4

    Wajah pucat dan mata sembab.Itulah yang dilihat Alisya dari sosok dalam pantulan cermin. Dia ingin tetap di dalam kamar dan tidak usah menghadiri pesta itu, tapi dia tidak bisa mengabaikan ancaman Pandu. Alisya tak menyangka bahwa banyak orang yang hadir untuk menghadiri pesta ulang tahunnya, tapi dia bahkan tak tahu siapa saja yang diundang. Dia memang pemeran utama dalam pesta ini tapi dia merasa seperti tamu yang tak diundang, begitu menyedihkan.Tentu saja ini pesta untuk Sekar, wanita yang dicintai Pandu.Alisya mengedarkan pandangannya tak terlihat Pandu atau keluarganya dimanapun. Bahkan Sekar juga tak ada diantara tamu yang tak semua Alisya kenal. “Aku tidak tahu apa yang membuatmu betah duduk di kursi menyedihkan itu?” Alisya yang semula sibuk mengedarkan pandangan mencari keberadaan Pandu langsung menoleh dan menemukan laki-laki yang menatap sinis padanya. Pramudya Setiaji, sahabat Alisya, mereka sudah mengenal sejak SMA, ayah Pram adalah salah satu rekan bisnis ayah

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 5

    Alisya bukan batu dia manusia yang memiliki perasaan. Dia juga seorang istri yang sama sekali tidak diharapkan dan diperlakukan begitu kejam. “Aku akan memberikan perawatan terbaik untuk ibumu setelah kamu melakukan ini.” Alisya menelan kembali tangisnya. Ibunya... benar wanita yang sangat dia sayangi itu saat ini sedang berjuang melawan penyakit yang menggerogotinya. Alisya tak akan sanggup bila harus kehilangan wanita itu. Ayahnya sudah berpulang terlebih dahulu dengan cara yang tak sanggup lagi dia ingat, dan sekarang ibunya adalah satu-satunya hal berharga yang dia miliki di dunia ini. Selama ini orang tuanya sudah membesarkannya dengan sangat baik meski dalam keterbatasan. Jika nyawa itunya bisa dipertahannya dengan rasa sakit hatinya... Alisya ikhlas menerimannya. “Aku mengerti terima kasih, mas. Aku sangat berharap ibuku akan segera sembuh.” Alisya tersenyum meski hatinya sangat pedih, sejenak dia menatap wajah rupawan Pandu yang sangat dia kagumi, untuk terakhir kalinya

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 6

    “Biar aku bantu.” Alisya langsung mendongak, saat melihat siapa yang bicara dia tak bisa lagi menyembunyikan air matanya. Di saat semua orang sedang memperhatikan Sekar dan Pandu di sana, diam-diam Alisya menyingkir. Perannya sudah selesai dan waktunya dia turun panggung. Akan tetapi panggung ini tentu saja tidak didesain untuknya, wanita cacat yang harus menggunakan kursi roda, sebuah bukti nyata lagi bahwa semua ini memang bukan untuknya. Dan Alisya tentu saja kesulitan untuk turun sendiri.“Aku tahu kamu memang bodoh tapi tidak aku sangka kamu sebodoh ini,” komentar laki-laki itu lagi.Mulut Alisya  langsung terkunci, itu kenyataan yang memang tak bisa dia sangkal. Senyum getir menghiasi bibirnya.Meski terlihat luar biasa kesal tapi perlahan laki-laki itu membantu Alisya menurunkan kursi rodanya dari atas panggung dengan hati-hati. Saat telah ada di bawah panggung Alisya menoleh sejenak pada Pandu dan Sekar yang masih tamp

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 7

    “Fokuslah pada tujuanmu dan lupakan perasaanmu.” Kalimat Pram sebelum laki-laki itu pamit pulang masih menggema di kepala Alisya dan makin membuatnya tak bisa memejamkan mata meski tubuhnya lelah luar biasa. Pesta sudah berakhir satu jam yang lalu, aktifitas membersihkan sisa pesta juga sudah mulai berkurang berisiknya. Alisya memang langsung kembali ke kamar setelah berbicara dengan Pram, pesta yang diadakan di halaman depan membuatnya leluasa untuk kembali ke kamar lewat pintu belakang. Alisya bahkan tak memiliki keinginan sedikit pun untuk beramah tamah dengan orang tua Pandu, dia bahkan tidak peduli jika dikatakan tidak sopan. Sejak kembali yang dia lakukan hanya mengurung diri dalam kamar dan bertanya-tanya pada dirinya sendiri apa dia mampu untuk menjalani hari ke depan sebagai istri pertama yang sama sekali tak dianggap oleh suaminya? Wanita itu masih sibuk menatap rimbun pohon di balik jendela kamarnya saat pintu kamarnya terbuka dan kemudian menutup lagi dengan keras.

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 146

    Apa ada kalimatnya yang menyinggung bulek Par? Alisya sudah menunggu hampir setengah jam tapi wanita paruh baya itu tak balik juga. Ini hari pertamanya datang ke desa ini, masak dia harus kehilangan orang terdekatnya karena alasan yang dia sendiri sama sekali tak tahu. “Nenek kenapa ya, Nak? Katanya mau jagain Bisma di sini?” tanya Alisya pada si kecil yang sudah bisa merespon dengan bahasa bayi saat diajak bicara. “Atau kita susul nenek ke rumahnya saja, dan mama minta maaf? Tapi apa salah mama?” tanya Alisya bingung dia tertawa kecil melihat reaksi si kecil yang seperti mengerti apa yang dia bicarakan bayi mungil itu mengoceh sambil mengangkat tangannya, seolah bilang mau ikut menyusul. Alisya menggendong Bisma dengan gendongan bayi yang dibelikan oleh Pandu. “Yuk kita ke rumah nenek,” katanya pada bayi mungil itu. Alisya bersiap mengambil payung untuk melindungi anaknya dari sengatan panas sinar matahari saat melihat bul

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 145

    Dia pulang kembali ke kampung halamannya.Ke rumah yang menjadi saksi masa kecilnya, saat mereka adalah keluarga kecil yang bahagia sebelum badai keserakahan datang menerpa.Dia pulang ke tempat di mana semua orang yang dia cintai sudah menjadi gundukan tanah merah. “Aku tidak tahu kamu bisa menyiapkan semua sendiri?” tanya Pram begitu mereka turun dari mobil di depan sebuah rumah sederhana bergaya klasik yang terlihat bersih dan asri. Dengan halaman yang luas ditumbuhi berbagai macam tanaman untuk keperluan dapur.Rumah yang sangat Alisya sekali. Masa kecil yang keras membuatnya tahu sekali apa arti kerja keras, dan kepahitan membuatnya harus selalu bersyukur meski hidup dalam kesederhanaan hal itu terbawa sampai dia dewasa bahkan setelah saldo rekeningnya menggelembung dan bisa membeli rumah mewah dengan sekali gesek. “Mbak Sasti membantuku,” kata Alisya sambil tersenyum pada Pram. Dan dia mengakui selera Sasti memang jempolan. Laki-laki itu menyipitkan matanya. Dia menatap tak

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 144

    Jika saat bersama Pram Alisya diam saja seperti patung, kemungkinan ada dua sakit atau sedang ada masalah. Keduanya tentu saja bukan hal yang baik. “Kamu kenapa?” tanya Pram entah untuk yang keberapa kalinya. Sesekali laki-laki itu melirik penumpang di sampingnya, tapi Alisya masih terdiam seperti patung yang tak mau bergerak sama sekali. “Al! Woi! Ada topeng monyet!” teriak Pram yang membuat Alisya kaget dan spontan menatap keluar jendela mobil. “Mana?” “Ckk masih saja suka nonton topeng monyet, padahal tampangmu sekarang sudah mirip monyet,” kata Pram sambil tertawa terbahak-bahak. Sadar telah masuk jebakan laki-laki itu Alisya menggeplak bahu Pram tak terima. “Nggak lucu,” katanya kesal. “Siapa bilang itu nggak lucu, itu lucu sekali,” kata Pram tak terlihat berusaha sama sekali mengendalikan tawanya.  Melihat Pram tertawa seperti itu mau tak mau Alisya ikut tertawa juga. “Nah gitu tertawa ja

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 143

    “Kamu datang.” Alisya yang sedang memeriksa ponselnya, memastikan Bisma tidak rewel langsung mendongak. Dia terpaku sejenak menatap mata hitam yang menatapnya dengan lembut dengan senyum yang tersungging di bibir, rasanya Alisya terlempar ke masa di mana saat dia pertama kali bertemu Pandu dulu di kantor dan membuatnya jatuh cinta pada laki-laki itu hingga tidak berpikir panjang saat memiliki kesempatan untuk memilikinya. “Iya, mas baru dari kantor polisi?” tanya Alisya dengan canggung. Mereka seperti dua orang asing yang baru saja saling mengenal, bukan sepasang mantan suami istri yang sudah dikarunia anak-anak yang lucu. Ini bukan kali pertama Alisya bertemu Pandu setelah kecelakaan itu, pun ini bukan kali pertama mereka bicara berdua setelah mereka berpisah tapi ini kali pertama mereka bertemu setelah semuanya selesai. Alisya memang menganggap demikian, polisi apalagi Pandu tidak mungkin tega memenjarakan orang yang belum bisa menerima kenyataan kehilangan satu bagian tubuh ya

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 142

    Akhirnya wanita itu tertangkap juga. "Akan aku bunuh kalian! kalian yang membuatku cacat!" "Jangan masuk dia bisa melukaimu," cegah Pram. Suara teriakan marah dan barang-barang yang dilempar memang memenuhi ruangan itu. Baik Alisya tahu Sekar sangat bangga akan kecantikan fisiknya, tentu saja itu akan menjadi neraka untuknya jika itu hilang. Alisya bukannya Tidak kasihan dengan nasib buruk yang menimpa wanita itu, tapi saat dia ingat lagi putri kecilnya yang harus meregang nyawa bahkan sebelum bisa melihat indahnya dunia, dia merasa hukuman ini sangat pantas untuknya. "Baiklah mungkin aku akan datang lain kali," kata Alisya sambil menghela napas. Dia bukannya takut pada amukan Sekar, akan tetapi dia tidak ingin menambah masalah dengan bersikap kekanak-kanakan. "Memangnya kenapa kamu ingin menemui dia ingin nyukurin nasibnya?" tanya Pram sambil mengangkat alisnya. Alisya langsung berdecak kesal. "Aku tidak serendah itu, meski dia sudah jahat aku tidak mungkin menertawakan n

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 141

    Karena pekerjaannya, Alan bsduah banyak melihat kematian, bahkan kematian paling menyedihkan sekalipun. Akan tetapi kali ini dia begitu tak rela jika wanita itu mati begitu saja, itu terlalu mudah untuk orang yang begitu jahat pada orang lain seperti itu. Dia berhak merasakan penderitaan yang sama dengan yang dialami Alisya bahkan lebih. "Tolong selamatkan dia," kata Alan begitu dokter UGD menyambutnya yang baru saja keluar dari ambulance bersama Sekar yang bersimbah darah tapi masih hidup. Setidaknya itulah kata laki-laki yang mengaku dokter yang memeriksa tadi. Alan duduk menunggu dengan tenang, dia membuka ponselnya dan kembali menghubungi Pandu dan menceritakan apa yang terjadi. "Benar kata dokter nyonya Sekar kritis, tuan bisa langsung datang ke sini," kata Alan dengan datar, sebenarnya dokter belum mengatakan apapun terkait kondisi Sekar tapi sengaja dia mengatakan itu, dia ingin tahu bagaimana reaksi pandu. Dia adalah salah satu saksi hidup bagaimana Pandu begitu

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 140

    Sudah dua hari Sekar tinggal di rumah ini dan merasa nyaman seperti rumah sendiri sampai...Brak!Brak!“Buka! Atau kami dobrak!” Sekar buru-buru menutup tubuhnya dengan selimut, begitu juga dengan laki-laki di sampingnya. Matanya melotot tajam pada laki-laki di sebelahnya yang masih seperti orang linglung “Ada apa itu?” tanya Sekar dengan wajah pucat.  Laki-laki yang menjadi patnernya itu menggeleng dan buru-buru memakai bajunya, begitu pun Sekar yang langsung menggunakan bajunya tapi belum juga selesai pintu kamar sudah dibuka dengan kasar, spontan Sekar langsung menyambar selimut lagi dan melilitkan ke tubuhnya yang setengah telanjang. “Seret mereka keluar!” “Arak ke balai desa!” Suara riuh kembali terdengar membuat wajah keduanya makin pucat, Sekar merapat ke tembok. Mereka makin beringas dan tak segan-segan menarik tangan Sekar dengan kasar. “Lepaskan! Kami tidak bersalah!” kata wanita itu dengan beran

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 139

    Sekar melempar ponselnya hingga membentur pembatas jalan dan pecah berantakan. Baru seminggu dia membeli ponsel itu dan sekarang harus membeli baru. Untung saja dia tadi tidak sengaja mendengar Benk menelpon, kalau tidak dia pasti sudah tertangkap. Sekar puas sekali tadi memukul kepalanya dan dia sangat berharap laki-laki itu mati karena pukulannya. Berani-beraninya dia mengkhianatinya. Padahal sekar sudah mengeluarkan banyak uang untuk pengkhianatan itu. Kemarahan benar-benar menguasai wanita itu, mukanya menjadi merah dan nafasnya terdengar keras seperti banteng. Seharusnya memang sejak awal Sekar tidak menemuinya, sekarang dia harus lari kemana lagi? mobilnya pasti sudah dikenali dan uang di didompetnya juga menipis, untuk mengambil uang lagi di atm pun dia tidak berani, mereka pasti akan bisa langsung melacaknya dengan mudah. Kepalanya terasa sangat pusing efek belum makan sejak tadi tapi untuk berhenti di salah satu restoran dia tidak berani, jadi pilihannya jatuh ke sebua

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 138

    Tempat terakhir GPS itu menyala adalah showroom mobil. “Memang perempuan ini yang menjual pada kami, tapi kami juga tidak tahu kemana dia pergi setelah itu.” Tentu saja mereka tak akan peduli kemana orang yang telah menjual mobil padanya pergi setelah ini dan digunakan untuk  apa  uang yang mereka hasilkan.Sampai di sini Pandu menemui jalan buntu, Sekar juga sudah menonakifkan ponselnya dan menarik sejumlah besar uang tunai yang ada di rekeningnya. Pelarian ini sudah direncanakan ternyata. Padahal statusnya belum menjadi tersangka, tapi dengan begini akan membuatnya tidak kooperatif dan makin memberatkan hukumannya. Akan tetapi bukan hal itu yang menganggu Pandu dia khawatir dengan keselamatan Alisya dan Bisma, putranya, kemarin saja Sekar nekad mendatangi Alisya di rumahnya. Pandu tahu kalau Alisya bukan  wanita lemah dan manja tapi tetap saja, Sekar orang yang nekad dan akan melakukan segala cara agar tujuannya tercapai. 

DMCA.com Protection Status