Share

Bab 146

Penulis: Ajeng padmi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-03 19:07:55

Apa ada kalimatnya yang menyinggung bulek Par?

Alisya sudah menunggu hampir setengah jam tapi wanita paruh baya itu tak balik juga.

Ini hari pertamanya datang ke desa ini, masak dia harus kehilangan orang terdekatnya karena alasan yang dia sendiri sama sekali tak tahu.

“Nenek kenapa ya, Nak? Katanya mau jagain Bisma di sini?” tanya Alisya pada si kecil yang sudah bisa merespon dengan bahasa bayi saat diajak bicara.

“Atau kita susul nenek ke rumahnya saja, dan mama minta maaf? Tapi apa salah mama?” tanya Alisya bingung dia tertawa kecil melihat reaksi si kecil yang seperti mengerti apa yang dia bicarakan bayi mungil itu mengoceh sambil mengangkat tangannya, seolah bilang mau ikut menyusul.

Alisya menggendong Bisma dengan gendongan bayi yang dibelikan oleh Pandu. “Yuk kita ke rumah nenek,” katanya pada bayi mungil itu.

Alisya bersiap mengambil payung untuk melindungi anaknya dari sengatan panas sinar matahari saat melihat bul
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (4)
goodnovel comment avatar
Watiaza Watiaza
betul2 mnguras air mata,,mmbaca kisah alisya,,lnjuut thor,smngat trus ,,smoga anak alisya cepet gede dan bisa menjaga alisya
goodnovel comment avatar
Gessa Nastria Nasim
panjang2 donggg thorrr ceritanya
goodnovel comment avatar
Miyuk Kaslan
episode,yang bikin ku menangis,thor
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 147

    “Dia pergi. Alisya pergi dengan membawa putraku. Aku harus bagaimana?” Pada akhirnya memang ayah dan ibunyalah tempat dia berkeluh kesah dan meminta bantuan, dia menyesal dulu mengabaikan peringatan ayahnya untuk memutuskan semua hubungannya dengan Sekar dan memulai semuanya dengan Alisya. Sang ayah kadang memang kejam dan diluar perkiraannya, tapi Pandu tahu itu untuk kebaikan mereka berdua. Saat Pandu tiba dikediaman utama, ayah dan ibunya sedang duduk di ruang tengah, sang ibu sedang membaca majalah fashion kesukaannya dan sang ayah sedang menonton berita di televisi. Meski tak saling berinteraksi satu sama lain, tapi kedekatan keduanya bisa dilihat olehnya. Ibunya memang bukan ibu terbaik, tapi Pandu tahu ibunya menyayanginya dan akan melakukan apa saja untuk mendukung semua keputusannya. Rasa bersalah yang mengabaikan Pandu saat kecil membuat wanita itu membelanya secara membabi buta, termasuk saat dia mengatakan Alisya yang merencanakan kecelakaan yang melibatkan wanita i

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-04
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 148

    “Hore pacarku datang, bawa oleh-oleh apa sayang.”Pandu langsung mundur ketika tiba-tiba seorang wanita muda memeluknya dengan erat, wanita itu menangis kencang saat Pandu berusaha melepas pelukannya.“Kamu jahat karena aku tidak cantik lagi makanya kamu meninggalkan aku.”Laki-laki itu meringis merasa bersalah saat si wanita menangis lebih kencang. “Apa yang kamu lakukan!” cegahnya saat wanita itu membenturkan dahinya ke tembok.Seorang suster berlari tergopoh-gopoh menghampiri mereka. “Maaf ya,” katanya pada Pandu. “Yuk cantik, kita dandan dulu biar tambah cantik,” bujuknya kali ini sang suster sudah memeluk tubuh wanita gila itu dan dengan lembut membawanya berdiri dan tanpa menoleh lagi mereka berdua pergi begitu saja meninggalkan Pandu yang hanya bisa melongo bodoh.“Ada-ada saja,&rdquo

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-04
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 149

    Manager serabutan, itulah julukan yang diberikan pada Alisya oleh anak buahnya. “Kemana lagi anak itu, Al?” tanya Sasti dengan berang. Alisya yang sedang tekun menyusuri angka-angka dalam sebuah kolom menoleh kaget. “Siapa yang ibu maksud?” tanya Alisya bingung. Sejak bergabung di hotel ini Alisya memang memutuskan memanggil Sasti yang merupakan direkture utama semua lini usaha milik keluarganya yang bergerak di bidang perhotelan dan restoran dengan sebutan ibu.“Siapa lagi ya tentu saja sepupuku tersayang, Fahri,” kata wanita itu ketus. Ini sudah kelima kalinya dalam satu bulan terakhir sejak Alisya bergabung di sini, tapi penyakit atasannya itu yang suka kabur dengan alasan tak jelas masih tetap saja tidak sembuh juga. Sebagai manager keuangan yang kadang merangkap wakil manager operasional tentu Alisya sering kalang kabut dibuatnya. Dia memang orang baru di sini tapi semua orang menganggapnya adalah bagian keluarga pak amin karena kedekatan mereka, juga karena saham dua pulu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 150

    Alisya tahu ada orang-orang yang terlahir dengan rasa tak bertanggung jawab dan brengsek dalam DNA nya dan sialnya orang itu adalah atasannya. Bodohnya lagi Alisya malah menyanggupi mengantikan laki-laki itu pada meeting penting kali ini. Tidak apa-apa sih kalau memang keadaan sedang memungkinkan dan dia sendiri tidak dalam posisi kesulitan seperti saat ini. Jarak praktek dokter anak dan daycare memang tak sampai sepuluh menit saat ditempuh dengan mobilnya, masalahnya tentu saja dia harus antri dengan pasien lain yang sudah dari tadi menunggu. “Pak Fahri anggkat teleponnya dong,” gerutu Alisya sambil mengayun bayinya. Bayi itu bahkan tak mau disentuh oleh pemilik daycare yang ikut bersama mereka. “Ibu sepertinya sibuk sekali,” kata sang pemilik daycare. Alisya yang tadi sedikit melupakan keberadaan wanita itu sedikit tak enak hati, wanita ini bermaksud baik untuk membantunya dan tentu saja bertanggug jawab karena Bisma tiba-tiba demam di tempatnya. Sungguh Alisya sama sekali

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 151

    Alisya sudah tahu cepat atau lambat ini akan terjadi, tapi dia tidak mengantisipasi kalau pertemuan ini akan membuatnya kembali merasakan rasa sakit seperti dulu. Tiga bulan dia berusaha melupakan semua rasa yang telah lama bercongkol dalam hatinya, tapi usahanya itu seakan sia-sia saat penyebab  semua rasa itu tiba-tiba sekarang muncul di depannya. “Mas mau kemana?” tanya Alisya kebingungan. Pasalnya lantai tiga hotel ini memang dijadikan kantor manageman, hanya para karyawan yang biasanya keluar masuk ke sana. Tamu? Tentu saja hanya menempati lantai satu dan dua. “Minta tolong saat kesusahan bukan berarti kamu lemah, Al.” Kalimat bernada teguran itu menghentikan langkah Alisya, dia yang sudah sedari tadi berjalan cepat sambil mendekap Bisma di dadanya menoleh dengan kesal. “Sebenarnya apa yang mas inginkan? Aku bekerja di sini, aku tidak mau Sekar melabrakku seperti dulu karena aku kedapatan bersama suaminya di hotel,” ka

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 152

    Dulu Alisya berjuang untuk sedikit saja mendapat senyuman darinya, tapi semua berakhir dengan kesia-siaan belaka. Kini setelah Alisya lelah berjuang dan berusaha menghindar, dia malah datang memberi harapan. "Kamu terlihat kurang makan, apa di sini ada rumah makan enak?" Alisya yang sedang menepuk-nepuk pantat Bisma supaya cepat tidur langsung melotot tak terima.Sejak hamil dan melahirkan berat badannya naik hampir lima puluh kilogram, dan sampai sekarang belum kembali ke bentuk semula, meski banyak yang bilang kalau Alisya terlihat lebih segar dan seksi, bukan seperti ibu-ibu yang baru saja melahirkan, tapi karena yang sekarang mengatakan adalah Pandu yang lebih memilih Sekar yang cantik dengan bodinya yang langsing membuat Alisya tahu itu hanya bentuk basa-basi saja."Mas bisa cari rumah makan yang mas inginkan aku bisa naik taksi dari sini," katanya datar. Alisya bahkan tidak pernah menyangka kalau Trans Galery adalah salah satu anak perusahaan Wardhana Group, yang sebagian

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 153

    Bisma sedang tertawa bahagia, sebagai ibu seharusnya Alisya juga bahagia melihat itu. Akan tetapi rasa itu tak juga muncul saat yang membuat bayi kecilnya tertawa bahagia adalah Pandu, ayah bayinya. Oh tentu saja bukan karena Alisya cemburu anaknya akan lebih dekat dengan bapaknya dari pada dirinya, tapi dia takut kehadiran Pandu akan menimbulkan masalah untuknya. Bukan hanya tentang istri laki-laki itu yang Alisya permasalahkan, tapi juga karena Pandu sudah terlalu lama di sini, sedangkan hari beranjak semakin malam. Yang lebih penting di sini adalah desa kecil yang jika salah satu warganya bernapas terlalu keras saja, semua orang akan tahu. "Mas tidak kembali ke kantor?" tanya Alisya, sebenarnya dia ingin langsung bilang untuk meminta Pandu pulang, tapi dia tahu itu akan sangat kasar kedengarannya. "Pekerjaan bisa menunggu, lagi pula tidak setiap hari aku bisa bermain dengan Bisma," kata Pandu tak peduli. Alisya menghela napas panjang, dengan alasan kangen dengan masakann

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-08
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 154

    “Pak Fahri anda mau kemana?” Jika setiap hari seperti ini, Alisya yakin dia bisa terlihat lebih tua dari pada bulek Par. Fahri menghentikan langkahnya dan menatap Alisya dengan wajah cemberut. “Kamu bukan atasanku jadi aku tidak wajib lapor padamu,” katanya tak enak didengar telinga. Alisya menatap laki-laki yang seharusnya menjadi atasannya dengan datar, dia sangat beruntung terlahir sebagai kerabat pak Amin, jika tidak sudah lama dia jadi gelandangan karena sama sekali tidak becus dalam bekerja. Parahnya bukan karena Fahri bodoh, tapi karena terlalu malas dan meremehkan pekerjaan. Fahri pernah menjadikan hotel mereka sebagai tempat menginap rombongan keluarga kerajaan negri sebrang yang sedang berlibur di sini selama satu bulan dan juga berhasil menjadikan tempat ini pesta ulang tahun anak salah satu pejabat dan juga konglomerat di daerah sini dan Alisya tahu prestasi itu tanpa campur tangan Sasti ataupun pak Amin. Akan tetapi sifat angin-anginannya itu yang membuat semua o

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-09

Bab terbaru

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 242

    Perkataan bulik Par memberikan perpektif berbeda untuk Alisya. Apalagi saat dia mengamati sikap Pandu padanya, sang suami masih bersikap sehangat biasanya, dia juga tak segan menceritakan kedatangan sang tante dengan Silvia ke kantornya waktu itu dengan alasan akan siang yang dia tolak, juga apa yang dikatakan Nadia, sekretaris sang suami yang dia hubungi dan menceritakan kejadian hari itu dengan menggebu-gebu. Dalam kisah rumah tangganya, dia dan sang suamilah pemeran utamanya. Orang lain hanya pemeran pendukung dan dia tidak akan membiarkan pemeran pendukung menjadi lebih bersinar dari pemeran utama seperti hari ini, tiba-tiba saja Pandu menghubunginya untuk datang ke kantor laki-laki itu. "Aku sudah minta izin pada Sasti, jangan khawatir dia juga sudah mengizinkan." "Memangnya kita mau kemana sih, Mas. Tidak biasanya mas pergi di hari kerja seperti ini, mendadak lagi." "Mau bagaimana lagi, aku tidak ingin ada masalah nantinya, aku akan ceritakan nanti, sekarang kamu dan Bisma

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 241

    Alisya disambut oleh seorang laki-laki paruh baya yang memperkenalkan diri sebagai asisten sang kakek. "Nyonya silahkan ikuti saya." Tanpa banyak kata Alisya mengikuti laki-laki itu. Kakek Pandu masih sama seperti terakhir kali dia bertemu, masih tetap energik tapi kali ini bukan keangkuhan yang dia lihat dari wajah tua itu, hanya kelelahan dan penuh beban. Mungkin ini karena masalah yang dihadapi sang anak sulung. "Maaf, opa saya datang terlambat." Undangan sang opa menang datang hampir dua jam yang lalu, tapi karena dia sudah berkutat di dapur Alisya baru menjawab setengah jam yang lalu dan langsung datang ke sini, tentu saja setelah memastikan Bisma sudah aman bersama Rani."Aku dengar kamu bekerja." "Benar." Alisya lalu bercerita sedikit di mana dia bekerja. "Aku tidak tahu apa tujuanmu kenapa tetap bekerja, apa cucuku tidak memberikan uang yang cukup?" Alisya cukup terkejut dengan pertanyaan frontal itu. "Apa ada yang salah dengan saya bekerja?" tanyanya. "Bukan salah,

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 240

    Sudah Pandu duga, Alisya akan mengirim makan siang sebanyak ini.Biasanya saja sang istri akan membawakan bekal yang cukup untuk porsi dua tiga orang, bukan tanpa alasan juga Alisya melakukannya, Pandu memang kerap makan bersama para bawahannya, awalnya mereka merasa canggung tapi lama-lama sangat menyenangkan dan Pandu sangat menikamatinya.Akan tetapi jika untuk berbagi dengan dua orang wanita di depannya ini, ogah. "Apa ini? Kenapa tidak ada tulisan restoran tempat kamu memesan."Kadang Pandu mengakui kalau sang tante bisa sangat cermat, tapi sayang kemampuan istimewanya itu tidak dia gunakan dalam bekerja tapi dalam mengurusi hidup orang lain, terutama hidupnya, padahal Pandu dengan jelas mengatakan dia tidak butuh perhatian yang sangat terlambat ini."Karena memang bukan dari restoran, ini dari istriku," kata Pandu tenang, tapi mampu membuat kedua wanita di depannya menatap tak percaya "Kalau kalian sudah selesai bisa tinggalkan ruangan ini, aku ingin makan siang," lanjutnya tak

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 239

    Alisya itu ternyata sangat cerewet. Pandu baru menyadari hal itu saat dia sakit kemarin, sang istri bahkan bisa mengomel panjang lebar saat dia malas minum obat atau bahkan makan makanan bergizi yang disediakan sang istri. Istrinya yang biasanya sedikit bicara banyak bekerja, berubah menjadi seperti radio rusak yang suaranya bisa merusakkan telinga. Akan tetapi Pandu suka. Dia pasti sudah gila karena merasa istrinya berkali lipat lebih seksi saat mengomel seperti itu, ternyata benar kata orang kalau cinta itu buta dan Pandu adalah salah satu korbannya. Dulu saat bersama Sekar juga dia menjadi sebuta ini dan mengabaikan semua omongan orang tentang kekurangan sang kekasih, Pandu bukan menyadari hal itu tapi dia memilih tutup mata meski rasa tak nyaman itu menghinggapinya, dia baru sadar setelah pengkhianatan demi pengkhianatan yang dilakukan wanita itu menamparnya dengan keras. Sekarang bersama Alisya, dia juga menyadari kekurangan wanitanya itu, tapi alih-alih merasa tak nyaman k

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 238

    Dengan susah payah dua wanita itu berhasil membawa tubuh Pandu ke atas sofa terdekat dan membaringkannya di sana. Sebenarnya Alisya ingin membawa sang suami ke tempat tidur, tapi dia tahu mereka berdua tak akan sanggup melakukannya. "Bibi tolong panggil satpam di depan atau siapapun untuk membantu mengangkat mas Pandu ke kamar." Bibi tak perlu diperintah dua kali, wanita itu langsung berlari keluar dan mendapati satpam dan sopir sedang main catur di teras depan meninggalkan pos satpam kosong. Pantas saja. Rasanya bibi ingin mengomel saja, tapi tidak ada waktu untuk itu, tuannya sudah menunggu. Dia segera berteriak memanggil mereka."Mas Pandu tadi pulang tidak sama bapak?" tanya Alisya pada sopir pribadi sang suami. Laki-laki paruh baya itu langsung menunduk dengan wajah bersalah. "Bersama saya, tapi saya tidak tahu tuan sakit," katanya. Alisya menghela napas, tak tega juga memarahi laki-laki ini. Sebagai sopir dia tidak punya kewajiban memperhatikan apa majikannya sakit atau

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 237

    Ini bukan hari pertama Pandu pulang malam semenjak sang tante kembali membuat masalah. "Bapak sedang meeting dengan buyer dari Australi, mereka baru saja makan malam tadi dan sekarang meeting berlanjut lagi." Pandu memang bercerita padanya kalau keluarga besar suaminya itu mendesak untuk meloloskan permintaan sang tante dan tak segan-segan meminta Pandu memakai dana amal perusahaan jika memang diperlukan. Tentu saja Pandu menolak hal itu, karena sang tante bukan orang fakir miskin yang sedang kesulitan yang perlu bantuan jadi yang bisa Pandu lakukan adalah mencari buyer sebanyak mungkin untuk menutupi kekurangan harga karena ketololan sang tante. Sebenarnya bisa saja Pandu menolak, tapi itu akan berimbas pada nama baik keluarga juga saham yang kemungkinan akan anjlok."Baiklah, terima kasih mbak tolong ingatkan bapak supaya tidak telat meminum vitaminnya." "Baik, bu." Alisya menutup telepon sambil menghela napas. "Tuan muda pulang malam lagi ya, nyonya?" tanya bibi. Alisya men

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 236

    Sepertinya inilah yang namanya kualat.Alisya tadi hanya memanggil nama Pram satu kali bukan tiga kali tapi kenapa laki-laki itu langsung merespon panggilannya? Parahnya di depan Pandu pula. "Kamu benar-benar janjian dengan Pramudya?" Ada nada berbahaya dalam suara Pandu dan Alisya jelas tahu hal itu. Di masa lalu meski tak ada cinta ataupun kepedulian dalam diri laki-laki itu untuknya tapi tetap saja akan marah kalau dia masih berhubungan dengan Pram atau temannya yang lain. "Apa mas akan menggunakan hak mas sebagai suamiku untuk melarangku berteman dengannya?" tanya wanita itu, dia tahu ini mungkin akan memicu pertengkaran lagi. Sebenarnya sejak menikah dengan Pandu lagi, Alisya jarang sekali berhubungan dengan Pram, juga karena laki-laki itu yang katanya sibuk sekali dan sudah memiliki wanita yang dia sukai. Tindakannya tadi hanya impulsif semata dian hanya ingin memberi pelajaran pada suaminya, bagaimana jika dia melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Pandu. Hubung

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 235

    Kadang mencintai itu begitu menyakitkan apalagi mencintai sendiri. Seberapapun dia menolak rasa cinta itu, dia tetap saja tak mampu. Rasa itu datang dengan semena-mena dan menggerus kewarasannya. Diantara besarnya cinta yang dia miliki terdapat cemburu yang membuatnya tak ingin berbagi, dia kira Pandu sudah menyadari semuanya, bahwa dia tidak ingin terluka lagi oleh cinta orang yang sama, tapi nyatanya semua hanya fatamorgana. "Mas tidak perlu bersusah payah aku tahu urusan mas sangat banyak, aku tidak ingin dianggap beban yang merepotkan." Alisya berkata tenang, dia tidak ingin mempermalukan dirinya, sudah cukup drama yang dia ciptakan tadi. "Kamu nggak apa-apa kan, Ran. Nunggu sebentar lagi." Rani yang dari tadi ada di samping Alisya sejak tadi hanya menunduk, dia tidak tahu hari pertama dia tinggal di kota ini malah jadi seperti ini. "Aku terserah mbak Alisya saja," kata Rani dengan pandangan bingung dan enak hati, gadis itu memang tidak tahu apa yang terjadi tahu-tahu Pandu

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 234

    "Apa yang akan kamu lakukan?" Alisya meletakkan ponselnya setelah mengirimkan screenshoot postingan tadi pada Pandu. Dia menatap Sasti sebentar. Sekarang mereka ada di ruangan Alisya dengan banyak makanan di depannya, bahkan Dara dan Rani juga mendapat jatah, tapi seperti biasa setelah mengambil makanan mereka, dua orang itu lebih memilih kabur dari pada menemani keduanya. Alisya pernah juga iseng bertanya, kenapa mereka menolak makan bersama, padahal Sasti bukan tipe bos yang pelit dan sok elit dengan tak mau makan dengan bawahannya. "Mending kita makan di warteg dari pada makan makanan mahal semeja sama bu Sasti." "Memangnya dengan makanan yang dibelikan bu Sasti?" "Makanannya pedes banget." "Kan kamu bisa request makanan yang nggak pedas." "Percuma saja.""Maksudnya?" "Makanannya memang nggak pedas tapi omongan bu Sasti yang membuat pedas." Alisya langsung tertawa dia juga mengakui hal itu. "Tapi dia baik lho, suka bantu karyawannya juga.""Tetap saja, dari pada senam jan

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status