Share

Bab 144

Penulis: Ajeng padmi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-02 19:03:55

Jika saat bersama Pram Alisya diam saja seperti patung, kemungkinan ada dua sakit atau sedang ada masalah.

Keduanya tentu saja bukan hal yang baik.

“Kamu kenapa?” tanya Pram entah untuk yang keberapa kalinya.

Sesekali laki-laki itu melirik penumpang di sampingnya, tapi Alisya masih terdiam seperti patung yang tak mau bergerak sama sekali.

“Al! Woi! Ada topeng monyet!” teriak Pram yang membuat Alisya kaget dan spontan menatap keluar jendela mobil.

“Mana?”

“Ckk masih saja suka nonton topeng monyet, padahal tampangmu sekarang sudah mirip monyet,” kata Pram sambil tertawa terbahak-bahak.

Sadar telah masuk jebakan laki-laki itu Alisya menggeplak bahu Pram tak terima. “Nggak lucu,” katanya kesal.

“Siapa bilang itu nggak lucu, itu lucu sekali,” kata Pram tak terlihat berusaha sama sekali mengendalikan tawanya.

Melihat Pram tertawa seperti itu mau tak mau Alisya ikut tertawa juga. “Nah gitu tertawa ja
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (6)
goodnovel comment avatar
Asnidar Ummu Syifa
aku dukung Pram & Alisya
goodnovel comment avatar
Faidhotur Rosyadi
min buat aliysa menikah dengan Pram dan biarkan pandu hidup dalam penyesalan
goodnovel comment avatar
Siti Nurvita Vita
semoga pram dan alisya bersatu.. pleace thooooor... mereka saling menyayangi.. mungkin kedepannya bisa saling mencintai.. biarkan pandu dengan kekecewaanya dan penyesalannya.. wkwkwkwwk.. readers ngehalu...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 145

    Dia pulang kembali ke kampung halamannya.Ke rumah yang menjadi saksi masa kecilnya, saat mereka adalah keluarga kecil yang bahagia sebelum badai keserakahan datang menerpa.Dia pulang ke tempat di mana semua orang yang dia cintai sudah menjadi gundukan tanah merah. “Aku tidak tahu kamu bisa menyiapkan semua sendiri?” tanya Pram begitu mereka turun dari mobil di depan sebuah rumah sederhana bergaya klasik yang terlihat bersih dan asri. Dengan halaman yang luas ditumbuhi berbagai macam tanaman untuk keperluan dapur.Rumah yang sangat Alisya sekali. Masa kecil yang keras membuatnya tahu sekali apa arti kerja keras, dan kepahitan membuatnya harus selalu bersyukur meski hidup dalam kesederhanaan hal itu terbawa sampai dia dewasa bahkan setelah saldo rekeningnya menggelembung dan bisa membeli rumah mewah dengan sekali gesek. “Mbak Sasti membantuku,” kata Alisya sambil tersenyum pada Pram. Dan dia mengakui selera Sasti memang jempolan. Laki-laki itu menyipitkan matanya. Dia menatap tak

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 146

    Apa ada kalimatnya yang menyinggung bulek Par? Alisya sudah menunggu hampir setengah jam tapi wanita paruh baya itu tak balik juga. Ini hari pertamanya datang ke desa ini, masak dia harus kehilangan orang terdekatnya karena alasan yang dia sendiri sama sekali tak tahu. “Nenek kenapa ya, Nak? Katanya mau jagain Bisma di sini?” tanya Alisya pada si kecil yang sudah bisa merespon dengan bahasa bayi saat diajak bicara. “Atau kita susul nenek ke rumahnya saja, dan mama minta maaf? Tapi apa salah mama?” tanya Alisya bingung dia tertawa kecil melihat reaksi si kecil yang seperti mengerti apa yang dia bicarakan bayi mungil itu mengoceh sambil mengangkat tangannya, seolah bilang mau ikut menyusul. Alisya menggendong Bisma dengan gendongan bayi yang dibelikan oleh Pandu. “Yuk kita ke rumah nenek,” katanya pada bayi mungil itu. Alisya bersiap mengambil payung untuk melindungi anaknya dari sengatan panas sinar matahari saat melihat bul

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 147

    “Dia pergi. Alisya pergi dengan membawa putraku. Aku harus bagaimana?” Pada akhirnya memang ayah dan ibunyalah tempat dia berkeluh kesah dan meminta bantuan, dia menyesal dulu mengabaikan peringatan ayahnya untuk memutuskan semua hubungannya dengan Sekar dan memulai semuanya dengan Alisya. Sang ayah kadang memang kejam dan diluar perkiraannya, tapi Pandu tahu itu untuk kebaikan mereka berdua. Saat Pandu tiba dikediaman utama, ayah dan ibunya sedang duduk di ruang tengah, sang ibu sedang membaca majalah fashion kesukaannya dan sang ayah sedang menonton berita di televisi. Meski tak saling berinteraksi satu sama lain, tapi kedekatan keduanya bisa dilihat olehnya. Ibunya memang bukan ibu terbaik, tapi Pandu tahu ibunya menyayanginya dan akan melakukan apa saja untuk mendukung semua keputusannya. Rasa bersalah yang mengabaikan Pandu saat kecil membuat wanita itu membelanya secara membabi buta, termasuk saat dia mengatakan Alisya yang merencanakan kecelakaan yang melibatkan wanita i

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-04
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 148

    “Hore pacarku datang, bawa oleh-oleh apa sayang.”Pandu langsung mundur ketika tiba-tiba seorang wanita muda memeluknya dengan erat, wanita itu menangis kencang saat Pandu berusaha melepas pelukannya.“Kamu jahat karena aku tidak cantik lagi makanya kamu meninggalkan aku.”Laki-laki itu meringis merasa bersalah saat si wanita menangis lebih kencang. “Apa yang kamu lakukan!” cegahnya saat wanita itu membenturkan dahinya ke tembok.Seorang suster berlari tergopoh-gopoh menghampiri mereka. “Maaf ya,” katanya pada Pandu. “Yuk cantik, kita dandan dulu biar tambah cantik,” bujuknya kali ini sang suster sudah memeluk tubuh wanita gila itu dan dengan lembut membawanya berdiri dan tanpa menoleh lagi mereka berdua pergi begitu saja meninggalkan Pandu yang hanya bisa melongo bodoh.“Ada-ada saja,&rdquo

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-04
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 149

    Manager serabutan, itulah julukan yang diberikan pada Alisya oleh anak buahnya. “Kemana lagi anak itu, Al?” tanya Sasti dengan berang. Alisya yang sedang tekun menyusuri angka-angka dalam sebuah kolom menoleh kaget. “Siapa yang ibu maksud?” tanya Alisya bingung. Sejak bergabung di hotel ini Alisya memang memutuskan memanggil Sasti yang merupakan direkture utama semua lini usaha milik keluarganya yang bergerak di bidang perhotelan dan restoran dengan sebutan ibu.“Siapa lagi ya tentu saja sepupuku tersayang, Fahri,” kata wanita itu ketus. Ini sudah kelima kalinya dalam satu bulan terakhir sejak Alisya bergabung di sini, tapi penyakit atasannya itu yang suka kabur dengan alasan tak jelas masih tetap saja tidak sembuh juga. Sebagai manager keuangan yang kadang merangkap wakil manager operasional tentu Alisya sering kalang kabut dibuatnya. Dia memang orang baru di sini tapi semua orang menganggapnya adalah bagian keluarga pak amin karena kedekatan mereka, juga karena saham dua pulu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 150

    Alisya tahu ada orang-orang yang terlahir dengan rasa tak bertanggung jawab dan brengsek dalam DNA nya dan sialnya orang itu adalah atasannya. Bodohnya lagi Alisya malah menyanggupi mengantikan laki-laki itu pada meeting penting kali ini. Tidak apa-apa sih kalau memang keadaan sedang memungkinkan dan dia sendiri tidak dalam posisi kesulitan seperti saat ini. Jarak praktek dokter anak dan daycare memang tak sampai sepuluh menit saat ditempuh dengan mobilnya, masalahnya tentu saja dia harus antri dengan pasien lain yang sudah dari tadi menunggu. “Pak Fahri anggkat teleponnya dong,” gerutu Alisya sambil mengayun bayinya. Bayi itu bahkan tak mau disentuh oleh pemilik daycare yang ikut bersama mereka. “Ibu sepertinya sibuk sekali,” kata sang pemilik daycare. Alisya yang tadi sedikit melupakan keberadaan wanita itu sedikit tak enak hati, wanita ini bermaksud baik untuk membantunya dan tentu saja bertanggug jawab karena Bisma tiba-tiba demam di tempatnya. Sungguh Alisya sama sekali

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 151

    Alisya sudah tahu cepat atau lambat ini akan terjadi, tapi dia tidak mengantisipasi kalau pertemuan ini akan membuatnya kembali merasakan rasa sakit seperti dulu. Tiga bulan dia berusaha melupakan semua rasa yang telah lama bercongkol dalam hatinya, tapi usahanya itu seakan sia-sia saat penyebab  semua rasa itu tiba-tiba sekarang muncul di depannya. “Mas mau kemana?” tanya Alisya kebingungan. Pasalnya lantai tiga hotel ini memang dijadikan kantor manageman, hanya para karyawan yang biasanya keluar masuk ke sana. Tamu? Tentu saja hanya menempati lantai satu dan dua. “Minta tolong saat kesusahan bukan berarti kamu lemah, Al.” Kalimat bernada teguran itu menghentikan langkah Alisya, dia yang sudah sedari tadi berjalan cepat sambil mendekap Bisma di dadanya menoleh dengan kesal. “Sebenarnya apa yang mas inginkan? Aku bekerja di sini, aku tidak mau Sekar melabrakku seperti dulu karena aku kedapatan bersama suaminya di hotel,” ka

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 152

    Dulu Alisya berjuang untuk sedikit saja mendapat senyuman darinya, tapi semua berakhir dengan kesia-siaan belaka. Kini setelah Alisya lelah berjuang dan berusaha menghindar, dia malah datang memberi harapan. "Kamu terlihat kurang makan, apa di sini ada rumah makan enak?" Alisya yang sedang menepuk-nepuk pantat Bisma supaya cepat tidur langsung melotot tak terima.Sejak hamil dan melahirkan berat badannya naik hampir lima puluh kilogram, dan sampai sekarang belum kembali ke bentuk semula, meski banyak yang bilang kalau Alisya terlihat lebih segar dan seksi, bukan seperti ibu-ibu yang baru saja melahirkan, tapi karena yang sekarang mengatakan adalah Pandu yang lebih memilih Sekar yang cantik dengan bodinya yang langsing membuat Alisya tahu itu hanya bentuk basa-basi saja."Mas bisa cari rumah makan yang mas inginkan aku bisa naik taksi dari sini," katanya datar. Alisya bahkan tidak pernah menyangka kalau Trans Galery adalah salah satu anak perusahaan Wardhana Group, yang sebagian

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07

Bab terbaru

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 272

    Berstrategi adalah keahliannya. Dia sudah melakukan banyak hal untuk mencapai tujuannya dan tidak pernah gagal. Akan tetapi kenapa? kali ini kegagalan itu datang. Bahkan kegagalan itu bukan hanya pada dirinya sebagai seorang hakim dan praktisi hukum, tapi juga sebagai seorang ayah dan juga kepala keluarga. Dia merasa gagal dan dia tidak bisa menerima itu begitu saja. “Pemberitaan di luar semakin liar, Pak. Ini pasti ulah keluarga Wardhana yang ingin menghancurkan reputasi nona,” kata laki-laki yang lebih muda yang sejak tadi sibuk dengan gawainya. Laki-laki itu tak bisa terima, putri yang dia besarkan dengan tangan dinginnya berakhir meninggal dalam keadaan terhina, lebih parahnya lagi dia juga dijadikan tersangka dalam kasus penusukan pewaris Wardhana itu, dan juga tersangka atas kecelakaan tunggal yang dia alami. Judul Artikel 'Pelakor gagal lalu bunuh diri' terpampang jelas di berita lokal hari ini, nama besar yang dia bangun dengan susah payah juga ikut terseret. Laki-

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 271

    “Awas kamu, mas. Ini pasti ada hubungannya sama kamu kan. Pokoknya aku minta penjelasan sedetail mungkin,” bisik Alisya yang masih menatap Pram dan bulek Par yang sedang ngobrol ringan sebelum tamu datang. Kalau Alisya pikir-pikir, Pram memang punya bakat alami untuk menjadi playboy, bahkan dengan hanya berdiri diam saja laki-laki itu sudah menarik perhatian wanita, bukan hanya yang seumuran saja yang tertarik bahkan ibu-ibu paruh baya yang cocok menjadi ibu Pram saja matanya masih bersinar seperti gadis remaja saat Pram menggodanya. Pantas saja suaminya sering cemburu pada Pram, laki-laki itu memang sangat menarik. “Nanti dijelaskan, tapi matanya jangan menatap ke sana terus, di sini yang sudah halal dan boleh dipandangi sampai puas, lebih dari itu juga boleh,” bisik Pandu balik dengan sebal. Tangannya bergerak meraih kedua sisi kepala sang istri dan menghadapkan padanya. Alisya tertawa. “Cuma sekedar melihat saja, ternyata Pram memang ganteng cocok untuk pajangan,” katanya sa

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 270

    Pesta itu sedikit tertunda karena Bisma protes keras saat wajah sang mama ditemploki berbagai make up. Dalam kesehariannya memang Alisya tidak pernah menggunakan make up berlebih, bahkan cenderung natural, pantas saja Bisma menjadi takut melihat muka ibunya sendiri yang kata beberapa orang yang sudah melihatnya sangat ‘mangglingi’ meski dia sudah punya anak. “Bisa sama kakek saja, yuk kita lihat mobil,” kata sang ayah mertua saat sang istri menyerah tak bisa memisahkan ibu dan anak itu. “Maama! Mama!” hanya itu kata yang diucapkan Bisma sambil memukuli sang Mua, seolah wanita itu sangat jahat sehingga membuat wajah sang mama berubah bentuk. Sedangkan Pandu yang seharusnya bisa membantu menenangkan Bisma, masih harus berganti pakaian di kamar lain dan belum diijinkan untuk bertemu Alisya. “Bisma mau naik mobil sama kakek ke tempat papa. Yuk kita naik mobil, biar mama jadi cantik ya Bisma tunggu dulu,” bujuk sang kakek dengan lembut. 

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 269

    Pandu tidak pernah menduga kalau diusianya yang sudah memasuki kepala tiga ini masih mengalami kegugupan saat akan bertemu dengan seorang wanita, apalagi wanita itu sudah beberapa bulan ini menjadi istrinya. Dia bahkan berkali-kali mengecek penampilannya. Apa warna bajunya sudah serasi, apa ada yang kusut atau dasinya miring?Hal yang sangat konyol tentu saja karena wanita yang akan dia temui sebentar lagi adalah pelaku yang mendadaninya setiap hari, dan tentu saja lebih tahu baju apa yang cocok dia pakai.“Astaga aku kayak remaja baru pertama kali jatuh cinta saja,” katanya gemas pada dirinya sendiri. Meski berkata begitu nyatanya tak mengurangi kegugupannya. Saat dia melewati toko bunga, Pandu berpikir untuk mampir membeli bunga, dulu Sekar sekali menerima bunga darinya tapi dia segera menepis pemikiran itu. “Alisya tak suka bunga, aku ras coklat yang tadi sudah cukup,” gumamnya yang kembali melajukan mobilnya menuju tempat sang istri bekerja. Satu jam yang lalu dia sudah mengir

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 268

    Pagi ini Alisya tidak menyiapkan baju kerja untuk Pandu seperti biasa. Bodoh amat jika suaminya mengatakan dia pendendam dan kekanak-kanakan. Dia sakit hati banget dituduh hal yang sama berulang kali, mulut Alisya sampai berbusa mengatakan sejak awal pada Pandu kalau dia sama sekali tidak ada hubungan apapun dengan Pram, tapi suaminya itu seolah tuli dan hanya mau mendengarkan asumsinya sendiri. “Mbak Alisya kok sudah di kamar Bisma?” tanya Rani yang pagi ini masuk ke kamar Bisma dan bersiap memandikan anak itu. “Aku kira kamu masih tidur tadi, Ran,” kata Alisya mengalihkan pembicaraan. Gadis itu menoleh pada jam dinding di sana, seingatnya dia tidak telat datang, memang sih semalam ibunya minta dipijit sebentar dan pagi ini minta dibuatkan bubur untuk sarapan, tapi... “Maaf, mbak. Tadi ibu minta buatkan bubur dulu.” “Ibumu kenapa, Ran?” tanya Alisya langsung khawatir. “Ibu nggak apa-apa, mbak hanya capek katanya di sini malah jarang bekerja,” kata Rani sambil meringis

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 267

    “Aku tidak tahu apa yang terjadi tapi kalau mas terus seperti ini bukan aku yang rugi,” kata Alisya melihat sang suami lagi-lagi mengabaikannya.Pandu terdia, Alisya sepenuhnya benar. Dia kelaparan dan makan buah dan minum susu seperti Bisma tidak akan membuatnya kenyang.“Jadi bagaimana? mas mau aku buatkan nasi goreng atau lauk sayur lodeh sisa makan malam tadi?” tawar sang istri lagi.Tentu saja dalam keadaan normal Pandu akan langsung bilang untuk membuatkan nasi goreng saja, di samping nasi goreng buatan sang istri terkenal lezat, juga cocok di makan malam hari seperti ini, tapi sepertinya gengsi mengalahkan logikanya.“Sayur sisa tadi saja, di mana kamu menaruhnya?’ tanya Pandu tanpa senyum.“Yakin? Aku bisa buat nasi goreng cepat lho mas tidak perlu nunggu lama kok,” tawar Alisya lagi.Demi Tuhan kenapa istrinya ini tidak menunjukkan saja dimana dia meletakkan makanan itu saja, kenapa malah menggodanya seperti ini...“Aku ingin makan sayur tadi malam saja,” kata Pandu kukuh.Di

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 266

    Alisya tak tahu apa kesalahannya sampai sang suami mengabaikannya. Padahal tadi pagi mereka masih baik-baik saja. “Mas mau langsung makan atau mandi dulu?” tanya Alisya berusaha bersikap seperti biasa meski Pandu jelas-jelas menolak air minum yang sengaja dia siapkan, malah laki-laki itu berjalan ke dapur dan mengambil lagi. Dia memperlakukan Alisya seolah mahluk tak kasat mata.Kesal. Bingung. Marah. Sudah pasti tapi dia bukan lagi gadis remaja yang mudah marah dan mengamuk untuk sesuatu yang belum jelas ujung pangkalnya. Pandu tak menjawab dia langsung ngeloyor pergi ke kamar mereka dan segera mandi. Alisya menghela napas berusaha memupuk rasa sabar, suaminya mungkin saja sedang ada masalah dan capek pasti, apalagi dari informasi Nadia, sekretaris suaminya. Pandu terlihat bengong saja dari tadi sambil menatap keluar jendela ruangannya. Alisya tahu selama kita hidup di dunia masalah akan terus menghampiri kita, tergantung dengan kesanggupan kita, dia percaya Tuhan tidak aka

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 265

    “Urusi saja urusanmu jangan suka mencampuri urusan orang lain,” geram Pandu. Di ruang rapat dengan meja yang cukup menampung sepulu orang ini mereka duduk berhadapan, meski meja yang membatasi keduanya cukup lebar tapi Pandu tetap bisa mengamati wajah laki-laki di depannya ini dengan seksama, tidak ada nada bercanda dalam suara Pram kendati kalimatnya barusan diucapkan dengan santai. “Alisya  bukan orang lain bagiku,” jawab Pram dengan pandangan langsung menusuk bola mata Pandu. Amarah Pandu langsung naik, meski begitu sebagai orang yang sejak kecil dididik untuk memiliki pengendalian diri, Pandu tentu tidak langsung gegabah dengan memukul wajah laki-laki di depannya ini. Sebagai gantinya Pandu menggenggam tangannya dengan erat, sampai terasa perih di sana. “Kamu mencintai istriku?” tanya Pandu dengan suara mendesis.Dia tahu apapun jawaban Pram pasti berpotensi untuk membangkitkan amarahnya, dia tidak buta untuk melihat kasih sayang

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 264

    “Ngomong-ngomong bulek Par sudah diberitahu bukan kalau beliau akan mendampingi kamu di pelaminan, kalau bisa beliau membawa saudara atau siapa yang akan menemaninya,” kata Pandu begitu mereka dalam perjalanan pulang ke rumah. Tentu saja Alisya belum berpikir ke sana, acara ini kesannya memang mendadak jadi dia belum sempat mengatakan pada bulek Par yang kemarin baru saja kembali ke desa setelah mengunjunginya. Memang sih pada dekorasi yang dia pilih tadi ada tempat untuk orang tua kedua belah pihak, tapi karena dia yatim piatu dan mirisnya lagi sebatang kara tanpa sanak saudara jadi dia tidak tahu  harus memajang siapa di sampingnya, memang ada bulek Par yang sudah dia anggap sebagai pengganti ibunya sendiri, tapi acara itu pasti lama dan melelahkan, dia tidak mau bulek jatuh sakit. “Apa menurut, mas, tidak akan merepotkan bulek, acara itu pasti sangat melelahkan.” “Bulek pasti seneng, mbak kalau bisa dampingi mbak Alisya, dulu saat nikahan a

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status